Happy Reading*****"Kalau bukan sugar baby, lalu apa?" tanya sang perempuan yang tak lain adalah Rika. Seseorang yang mengamati keduanya sejak tadi, berjalan mendekat. Lelaki itu bahkan merangkul Rika dengan mesra di hadapan Ayumi. "Berani kamu datang ke sini," ucapnya sinis. "Saya tidak tahu di pesta ini ada Bapak juga. Kalau sebelumnya Om Ashwin memberikan info, mungkin saya akan menolak." Perkataan si gadis berjilbab cukup tenang walau hatinya begitu bergumuruh hebat. Ayumi merasa seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Berharap dalam hati, jangan sampai si kecil Oza ada di pesta tersebut. Namun, harapan itu sepertinyaq akan sia-sia."Papa!" teriak seorang bocah. Ayumi menghela napas panjang. Sepertinya, apa yang dia takutkan benar-benar terjadi. Bocah itu tidak akan melepaskannya seperti kejadian yang sudah-sudah. Hendak berbalik, Oza malah menyapa gadis tersebut. "Kakak cantik ada di sini? Apa Papa yang mengundang?" Wajah mungilnya tampak bersinar. Si bocah melirik Zakaria se
Happy Reading*****"Lancang kamu menampar Ayumi," bentak Ashwin, "pantas jika Oza tidak pernah menyukaimu. Ternyata perangai aslimu seperti ini."Rika mundur beberapa langkah karena ketakutan dengan kemarahan Zakaria. Jika bukan Ashwin yang mencegah pergerakan tangan keponakannya tadi. Niscaya pipi mulus Rika akan memerah oleh bekas tamparan kekasihnya sendiri."Siapa dia sebenarnya? Bukankah, hanya wanita simpanan?" Rika menatap Ashwin tajam. Tak sekalipun ada rasa bersalah sama sekali."Hormati dia sebagai calon tantemu jika kamu benar-benar ingin menikah dengan Zakaria," perintah Ashwin. Wajahnya benar-benar serius tak terbantahkan."Om sadar tidak? Ayumi itu bukan perempuan baik-baik. Aku bahkan mendengar jika dialah yang menjadi sebab perceraian antara Inara dan Yovie.""Heh!" cibir Ashwin, "Om lebih tahu perempuan mana yang baik untuk dijadikan istri. Anak sekecil Oza saja tahu mana yang tulus dan baik. Lalu, kenapa sebagai orang dewasa dan memiliki pemikiran serta logika yang s
Happy Reading ***** Ayumi berdiri. Dia merasa perkataan Ashwin begitu meremehkannya. "Terserah Om saja. Apa yang sudah saya putuskan, tidak akan pernah saya sesali. Tolong jangan menyimpulkan apa yang belum pasti kebenarannya." Gadis itu berlalu, meninggalkan Ashwin. Terus berjalan meninggalkan rumah Zakaria. Sempat bersitatap dengan sang pemilik rumah ketika di halaman, Ayumi tak menggubris panggilan Oza. "Pa, kenapa sama Kak Ayumi?" Oza menarik lengan Zakaria yang terbengong menatap kepergian si gadis. Melihat putranya, lelaki itupun berkata. "Papa tidak tahu, Boy." "Apa Kakak dimarahi sama Kakek?" tanya si kecil lebih lanjut. Zakaria mengerakkan kedua bahunya. "Sudahlah, mungkin kakak cantikmu lelah. Kebetulan, ayahnya Kak Ayumi sedang di rawat di rumah sakit. Jadi, dia harus bolak balik untuk merawat beliau." "Kok, Papa tahu?" tatapan Oza penuh selidik. "Dua hari lalu, Papa bersama kakek menjenguk beliau. Kebetulan, ayahnya Kak Ayumi adalah teman akrab Kakek," jelas Zakari
Happy Reading*****"Aku tidak mau kalau tiga hari lagi, Mbak. Setidaknya, kita laksanakan wasiat itu setelah tujuh hari," protes Ayumi. "Jadi, kamu bersedia menikah dengannya?" tambah sang Bunda."Insya Allah, Bun. Jika memang sudah takdirnya begini," ucap Ayumi pasrah."Bunda akan berbicara pada Ashwin. Semoga saja dia mau menunggu sampai tujuh hari ke depan," putus Juhairiyah pada akhirnya.Tujuh hari telah berlalu, sekarang mau tidak mau Ayumi harus mengabulkan permintaan sang Ayah yang telah berpulang. Walau dada terasa begitu sesak, tetapi perempuan berjilbab dengan tinggi 155 cm dan berkulit kuning langsat tersebut tetap tersenyum menyongsong masa depan dan status yang sebentar lagi berubah.Masih jelas diingatan bagaimana penolakan keponakan calon suaminya yang merupakan salah satu pemegang saham di tempat kerja Ayumi, dulu. Zakaria mengejek bahkan kembali melontarkan kata hinaan. Walau beberapa hari ini hubungan mereka membaik karena kejadian di hari ulang tahun si kecil, te
Happy Reading*****"Iya, aku. Kenapa?" Zakaria menggerakkan kedua alisnya, naik turun.Menoleh ke arah Ashwin, Ayumi menggerakkan kepala dan mata. Namun, lelaki paruh baya tersebut malah mengangkat kedua bahunya. Bibir si gadis mencebik. "Kenapa bingung, Nduk?" tanya Juhairiyah."Bun," panggil Ayumi. Suaranya terdengar bergetar. Kentara sekali jika dia gugup saat ini."Apa, sih? Tidak jelas gitu," sahut Zakaria, "kalau ada yang mau ditanyakan ngomong aja." Dia kembali memainkan alisnya."Kok dia makin tidak jelas begitu. Kenapa sekarang jadi bawel banget? Ada apa sama Pak Zakaria?" kata Ayumi dalam hati.Semua orang tersenyum sambil menutup mulut melihat dua orang di depannya yang tengah berdebat."Bapak itu yang tidak jelas. Acara hari ini bukan permainan. Tidak lucu tahu." Ayumi kembali menatap Ashwin yang terkikik mendengar perkataannya. "Om, katakan sama Pak Zakaria. Dia tidak boleh seperti ini. Kalau menghina, hina saja aku. Tapi, jangan jadikan acara sakral sebagai candaan.""
Happy Reading*****Ashwin dan Oza turun juga. Oza langsung menggandeng tangan Ayumi untuk masuk. Sementara Ashwin, dia berdiri di sisi Zakaria."Apa kamu belum menyelesaikan hubungan dengan wanita ini?" tanya Ashwin. Matanya menatap penuh selidik pada sang keponakan dan juga Rika."Sudah, Om. Cuma, dia belum bisa menerima semuanya."Menepuk pundak Zakaria, Ashwin pun berkata kembali, "Selesaikan dengan cepat. Jangan sampai hal ini menjadi pemicu keretakan rumah tangga yang baru akan kamu bangun. Om, percaya padamu."Ashwin melenggang pergi meninggalkan keponakannya. Dia percaya bahwa Zakaria mampu menyelesaikan permasalahan sepele tersebut. Lelaki itu saat ini justru khawatir pada Ayumi. Takut jika putri bungsu sahabatnya itu salah paham dan membatalkan pernikahannya."Sayang, tunjukkan kamar mamamu. Dia pasti capek, seharian ini banyak hal sudah dilakukan," pinta Ashwin pada sang cucu."Baik, Kek," jawab si kecil, tegas. "Ma, kita ke kamar Papa sekarang."Oza menarik pergelangan Ayu
Happy Reading*****"Pa, ada apa?" teriak si kecil dari luar. Saling menatap, pasangan suami istri tersebut menjawab serempak, "Tidak apa-apa, Sayang.""Terus kenapa Mama teriak?""Ada tikus, Mama takut," jawab Zakaria. Sama sekali belum mengalihkan pandangan pada sosok sang istri. "Cepat usir, Pa. Kasihan Mama.""Iya, ini lagi Papa usir. Kamu tenang saja. Cepet balik kamar, Boy," pinta Zakaria. Namun, bukannya menuruti perintah sang papa, Oza malah membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.Ayumi mencoba menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya walau sudah mengenakan handuk. Zakaria membulatkan mata bahkan nyaris menatap tanpa berkedip. "Hai, Boy. Kenapa malah masuk?" tanya Zakaria setelah beberapa saat."Cuma memastikan, kalau apa yang Papa katakan benar." Si kecil menatap mama barunya. "Di mana tikusnya?""Di kamar mandi. Sekarang, kamu balik kamar. Biar Papa yang ngusir.""Baiklah, jangan sampai Mama ketakutan dan teriak lagi, ya, Pa." Oza mengerlingkan sebelah mata."Kamu tena
Happy Reading*****Menepuk kening, Zakaria seketika teringat jika pintu kamar tidak dikunci. Sejak sang istri meninggal, sang lelaki memang tidak pernah mengunci pintu. Semua karena si kecil Oza. Zakaria menggulingkan tubuhnya ke sisi kanan Ayumi. Lalu, menatap putra semata wayangnya, sedangkan Ayumi, dia segera duduk dan tersenyum. "Ada apa, Sayang?" Langsung turun dan mendekati putra sambungnya. "Mama tidak apa-apa?"Ayumi menggelengkan. "Ada yang bisa Mama bantu?"Zakaria pun terpaksa turun dan menghampiri putranya. "Kenapa tidak tidur, Boy? Katanya capek, ngantuk.""Ma, Pa," panggil Oza."Ada apa, Boy?""Kenapa, Sayang?" tanya Ayumi."Boleh tidak kalau aku tidur siangnya di sini?" Wajah menggemaskan yang ditampilkan si kecil, jelas membuat hati mama barunya luluh. Ayumi pun mengangguk. Namun, detik berikutnya si Papa berkata, "Tidak boleh, Boy. Kamu kan sudah besar, jadi harus tidur di kamar sendiri. Katanya, kamu mau punya adik? Jadi, kalau tidur bareng Mama sama Papa, adikn