Happy Reading*****Ashwin dan Oza turun juga. Oza langsung menggandeng tangan Ayumi untuk masuk. Sementara Ashwin, dia berdiri di sisi Zakaria."Apa kamu belum menyelesaikan hubungan dengan wanita ini?" tanya Ashwin. Matanya menatap penuh selidik pada sang keponakan dan juga Rika."Sudah, Om. Cuma, dia belum bisa menerima semuanya."Menepuk pundak Zakaria, Ashwin pun berkata kembali, "Selesaikan dengan cepat. Jangan sampai hal ini menjadi pemicu keretakan rumah tangga yang baru akan kamu bangun. Om, percaya padamu."Ashwin melenggang pergi meninggalkan keponakannya. Dia percaya bahwa Zakaria mampu menyelesaikan permasalahan sepele tersebut. Lelaki itu saat ini justru khawatir pada Ayumi. Takut jika putri bungsu sahabatnya itu salah paham dan membatalkan pernikahannya."Sayang, tunjukkan kamar mamamu. Dia pasti capek, seharian ini banyak hal sudah dilakukan," pinta Ashwin pada sang cucu."Baik, Kek," jawab si kecil, tegas. "Ma, kita ke kamar Papa sekarang."Oza menarik pergelangan Ayu
Happy Reading*****"Pa, ada apa?" teriak si kecil dari luar. Saling menatap, pasangan suami istri tersebut menjawab serempak, "Tidak apa-apa, Sayang.""Terus kenapa Mama teriak?""Ada tikus, Mama takut," jawab Zakaria. Sama sekali belum mengalihkan pandangan pada sosok sang istri. "Cepat usir, Pa. Kasihan Mama.""Iya, ini lagi Papa usir. Kamu tenang saja. Cepet balik kamar, Boy," pinta Zakaria. Namun, bukannya menuruti perintah sang papa, Oza malah membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.Ayumi mencoba menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya walau sudah mengenakan handuk. Zakaria membulatkan mata bahkan nyaris menatap tanpa berkedip. "Hai, Boy. Kenapa malah masuk?" tanya Zakaria setelah beberapa saat."Cuma memastikan, kalau apa yang Papa katakan benar." Si kecil menatap mama barunya. "Di mana tikusnya?""Di kamar mandi. Sekarang, kamu balik kamar. Biar Papa yang ngusir.""Baiklah, jangan sampai Mama ketakutan dan teriak lagi, ya, Pa." Oza mengerlingkan sebelah mata."Kamu tena
Happy Reading*****Menepuk kening, Zakaria seketika teringat jika pintu kamar tidak dikunci. Sejak sang istri meninggal, sang lelaki memang tidak pernah mengunci pintu. Semua karena si kecil Oza. Zakaria menggulingkan tubuhnya ke sisi kanan Ayumi. Lalu, menatap putra semata wayangnya, sedangkan Ayumi, dia segera duduk dan tersenyum. "Ada apa, Sayang?" Langsung turun dan mendekati putra sambungnya. "Mama tidak apa-apa?"Ayumi menggelengkan. "Ada yang bisa Mama bantu?"Zakaria pun terpaksa turun dan menghampiri putranya. "Kenapa tidak tidur, Boy? Katanya capek, ngantuk.""Ma, Pa," panggil Oza."Ada apa, Boy?""Kenapa, Sayang?" tanya Ayumi."Boleh tidak kalau aku tidur siangnya di sini?" Wajah menggemaskan yang ditampilkan si kecil, jelas membuat hati mama barunya luluh. Ayumi pun mengangguk. Namun, detik berikutnya si Papa berkata, "Tidak boleh, Boy. Kamu kan sudah besar, jadi harus tidur di kamar sendiri. Katanya, kamu mau punya adik? Jadi, kalau tidur bareng Mama sama Papa, adikn
Happy Reading*****Ayumi tak pernah menyangka jika Zakaria adalah lelaki yang cukup pengertian. Rela membantunya membereskan semua makanan yang ada di meja makan tanpa rasa canggung sama sekali.Masuki kamar pribadi setelah menidurkan Oza, Ayumi membuka pintu kamar dengan tangan gemetar. Rasa gugupnya makin membesar saat dia mendengar bisikan sang suami sebelum meninggalkan dapur."Malam ini, adalah malam spesial kita berdua. Aku mau kamu mengenangnya seumur hidup," bisik Zakaria tepat di telinga Ayumi.Membulatkan tekad setelah mengambil oksigen sebanyak mungkin. Ayumi, melangkahkan kaki kanannya memasuki kamar."Oza sudah tidur?" tanya Zakaria. Tiba-tiba raut wajahnya berubah aneh. Dingin, seperti memendam benci pada Ayumi."Aneh, kenapa wajahnya berubah dingin dan sinis? Tatapannya persis seperti dulu, ketika aku melakukan kesalahan pada laporan penjualan dan detail bahan baku," kata Ayumi."Yum," sentak Zakaria, "apa kamu mendengar ucapanku?"Ayumi segera tersadar dari lamunannya
Happy Reading *****"Aku bilang jangan menghubungi siapa pun," ucap Zakaria marah. Tangannya mencengkeram erat pipi Ayumi. "Kalau sampai kamu memberitahu orang lain tentang kita, habis kamu."Cuih ....Ayumi meludah di hadapan muka Zakaria. "Manusia bejat. Harusnya, saya sadar. Tidak mungkin orang sekejam Anda menikahi saya dengan mudah. Bukankah sejak awal, Anda sudah mengatakan hal-hal buruk.""Bagus kalau kamu sadar." Zakaria melepas tali yang mengikat kedua tangan istrinya. Setelah membanting benda pipih pintar milik Ayumi, hatinya jauh lebih tenang. Setidaknya, perempuan itu tidak akan bisa menghubungi siapa pun untuk mengabarkan keadaannya. "Tidurlah lebih awal. Besok, kita masih harus melanjutkan sandiwara ini di hadapan Oza dan Om Ashwin."Zakaria membelai lembut kepala Ayumi yang terbalut jilbab. Lalu, mencium keningnya cukup lama.Sejenak, jantung Ayumi seperti berhenti kala mendapat perlakuan manis kembali dari lelaki sama yang baru saja membuatnya ketakutan setengah mati
Happy Reading*****Zakaria menatap sang mantan kekasih dengan aneh. "Kenapa masih ngeyel datang ke rumah ini?""Kenapa? Apa aku tidak boleh mengunjungi sahabatku sendiri." Rika langsung duduk di sebelah Zakaria yang wajahnya masih terlihat menahan amarah. Ayumi sendiri, kini memilih meninggalkan meja makan. Menaruh semua peralatan kotor di wastafel. Sebenarnya, dia ingin membantu sang asisten rumah tangga untuk mencuci piring. Akan tetapi, perempuan paruh baya yang telah bekerja beberapa tahun dengan Zakaria itu melarang. Jadilah, Ayumi memilih pergi ke kamar.Namun, langkahnya terhenti kala sang suami memanggil. "Mau ke mana, Yang?" ucap sang suami. Padahal, jelas-jelas di sebelah Zakaria ada Rika yang masih setia duduk di sampingnya."Bukankah tadi dengan jelas saya berkata," sahut Ayumi. Tatapannya tajam menghunus jantung sang suami."Jangan marah, Sayang." Zakaria berjalan mendekat, memeluk dari belakang sambil membisikkan kata, "Mas, akan mendukung semua kegiatanmu."Walau be
Happy Reading*****"Ma, Papa di mana, sih? Kok, terdengar suaranya, tapi tidak ada orangnya." Oza masih terus mencari keberadaan sang Papa. Menunjuk dengan dagu ke arah ponsel si Bibi, si kecil pun tersenyum. "Kenapa Papa menelpon Bibi?" tanyanya setelah wajah Zakaria terlihat di layar."Papa telpon Mama, tapi nggak diangkat, jadi terpaksa pinjam HP Bibi," jawab lelaki yang kini duduk di singgasana kebesarannya di kantornya sendiri. "Sekarang, jawab pertanyaan Papa tadi?""Oo," balas si kecil, "Aku sama Mama mau jalan-jalan.""Ke mana?""Ke mall terdekat, Pa. Sepatuku udah jelek, jadi mau beli yang baru. Katanya Mama, aku mau ditraktir beli sepatu." Oza bercerita dengan antusias.Berpikir sejenak, Zakaria pun menjawab. "Papa akan kirim uang ke Mama. Sekalian beliin Papa sepatu juga. Bilang sama Mama, beli sepatumu dan Papa pake uang itu. Tidak usah traktir pake uang Mama.""Iya, jadi sekarang Papa harus tutup telponnya. Aku sama Mama mau siap- siap.""Baiklah." Di ambang pintu sese
Happy Reading*****"Karena suamimu sudah di sini, aku pergi dulu." Tangannya menyentuh tangan kanan Ayumi, Lalu, Yovie berdiri, meninggalkan lelaki yang baru saja menyela perbincangannya dengan Ayumi.Sepeninggal Yovie, Zakaria menatap tajam pada perempuan yang baru kemarin menjadi istrinya. "Pulang sekarang," titahnya tak terbantahkan.Ayumi melirik si Ibu yang tampak ketakutan karena kemarahan Zakaria. Melihatnya, perempuan itupun menggelengkan kepala. Menyentuh lengan perempuan paruh baya tersebut, seolah mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi masalah."Sayang, ayo pulang. Sudah dijemput Papa," ucap Ayumi setelah mendapat senyuman si ibu walau samar.Oza menatap kedua orang tuanya bergantian. Wajah imutnya terlihat bingung sekaligus takut. Jadi, tanpa berkata apa pun, si kecil langsung membereskan mainan dan barang bawaan lainnya.Sepanjang perjalanan pulan, baik Ayumi maupun Zakaria tidak mengeluarkan sepatah kata pun, begitu juga dengan Oza. Namun, saat sang kepala keluarga tela
Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar
Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak
Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert
Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,
Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya
Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t
Happy Reading *****"Jaga mulutmu!" bentak Zakaria, "Ayumi adalah istriku sekarang. Jangan sampai kamu dipecat gara-gara mulut rombengmu itu."Bukannya takut, Prima malah tersenyum miring. Mencemooh sikap Zakaria. "Ternyata, Bapak suka sekali barang bekas," ucapnya tanpa rasa takut.Bug ....Zakaria meninju wajah Prima dengan keras. "Siapa yang kamu maksud barang bekas? Apakah kamu tidak berkaca pada diri sendiri?""Mas sudah," pinta Ayumi. Dia bahkan menarik lengan Zakaria supaya tidak memukuli mantannya lagi.Kerumunan karyawan makin banyak. Bisik-bisik makin menggaung di telinga.Menatap semua orang yang ada di sana, Zakaria berkata, "Siapa pun yang berani mengatakan hal-hal buruk tentang Ayumi. Maka, kalian adalah musuh. Saya tegaskan sekali lagi bahwa Ayumi tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pak Yovie. Dia tidak pernah menggoda bahkan merusak rumah tangga Pak Yovie dan Ibu Inara.""Seyakin itukah dirimu, Za?" ucap seseorang di belakang Prima."Tentu aku sangat yakin. Ayumi
Happy Reading*****Ayumi berusaha menghindar dari bisikan sang suami. Sungguh, ketika Zakaria membisikkan kata tersebut, dia merasa jijik. Teringat apa yang dikatakan si perempuan tadi jika semalam lelaki yang sudah menghalalkannya itu berbagi peluh dengan Selina."Yakinkan hatimu dulu, Pak. Benarkah Anda menginginkan saya?" tanya Ayumi kembali ke mode formal saat berbicara dengan Zakaria."Aku yakin dan sangat menginginkanmu, Sayang," bisik Zakaria."Jika benar begitu. Mari lakukan sesuai dengan tuntunan syariah. Kita lakukan semua sunah sebelum melakukan hubungan intim. Saya juga minta. Jika kita sudah melakukannya, maka jangan pernah ada kata bercerai. Berhenti bermain-main dengan banyak wanita. Saya tidak mau, melakukan hubungan intim dengan bekas banyak wanita."Tawa Zakaria menguar membuat Ayumi mengerutkan kening. "Kenapa malah tertawa?""Kamu menyebutku bekas. Memangnya aku barang?" Semakin mengeraskan suara. Zakaria sampai mengerlingkan mata sebelah kanan demi menggoda sang
Happy Reading*****Ashwin berhenti, menoleh pada sang keponakan. "Selesaikan masalahmu!" bentaknya. Tatapan Ashwin mengarah pada perempuan yang tadi duduk tak senonoh di pangkuan Zakaria."Om, jangan salah paham. Aku bisa jelaskan kenapa dia ada di sini," kata Zakaria."Terserah. Om, cuma mau kamu menghormati Ayumi sebagai istrimu. Almarhum ayahnya sudah mewasiatkan untuk menjaga dengan baik. Jangan kecewakan kami," bisik Ashwin. Mengangguk patuh, Zakaria menoleh pada perempuan yang berada di pangkuannya tadi. Ashwin pun pergi dari ruangan sang keponakan.Sejujurnya, ada hal penting yang akan dia bicarakan dengan Zakaria. Namun, melihat kelakuan sang keponakan, lelaki paruh baya itu terpaksa harus menunda semuanya. Dia akan mendiskusikan dengan Ayumi. Bagaimana pernikahan keduanya berlangsung."Kamu dengar? Jadi, sekarang pulanglah. Aku akan menyelesaikan urusan kita nanti." Zakaria melirik jam dinding. Hampir waktunya makan siang. Berpikir jangan sampai Ayumi mengetahui keberadaa