Share

4. Kecewa.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 17:29:55

"Ayo, kita obrak-abrik sekolahannya!" Suara-suara itu perlahan menjauh. Dia menarik napas panjang berkali-kali. Paru-parunya baru bisa mengembang setelah tercekat beberapa saat. Terdengar suara langkah-langkah kaki. Yuyun masuk ke dalam kamar.

"Kamu tidak apa-apa, Yun?" Nia menghampiri Yuyun, seraya mengamati keadaan sang gadis remaja. 

"Saya tidak apa-apa, Mbak," ucap Yuyun menenangkan. 

"Mang Kosim?" tanya Nia lagi.

"Mang Kosim juga baik-baik saja. Mereka semua sudah pergi kok, Mbak. Tapi sebaiknya Mbak tetap di dalam saja. Siapa tahu nanti mereka datang lagi," usul Yuyun. Nia mengangguk setuju. Keadaan sekarang semakin genting.

"Saya beres-beres di depan lagi ya, Mbak. Nanti kalau teman-teman Mbak datang, saya panggil mereka langsung masuk ke dalam saja."

"Iya, Yun. Terima kasih banyak ya?" Nia menggenggam tangan Yuyun tulus.

"Iya, Mbak. Sama-sama." 

"Nia, Oma rasa kamu tidak bisa lagi tinggal di kota ini. Nyawamu terancam, Nduk. Apalagi kalau kamu sampai diculik oleh orang-orang jahat itu. Oma tidak bisa membayangkan penderitaanmu nantinya," usul Oma Wardah setelah Yuyun berlalu. Rasa ketakutan Oma Wardah belum sepenuhnya hilang. Ia mengkhawatirkan keadaan Nia. 

"Dia harus ke mana, Oma? Apa Dia boleh tinggal di panti bersama Oma?" tanya Nia penuh harap. 

"Boleh saja, Di. Pintu panti selalu terbuka untuk siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Tapi, tidak ada gunanya kamu bersembunyi di sana. Mereka sudah tahu tempat itu. Asal kamu tahu, dua hari yang lalu, ada beberapa penagih hutang  yang mencarimu ke sana. Oma hanya tidak mengatakannya padamu saja." 

"Jadi Nia harus sembunyi di mana, Oma?" Dia putus asa.

"Kamu mencari perlindungan pada ayahmu saja." Setelah berpikir sejenak, Oma Wardah mengambil keputusan yang ia anggap paling baik untuk semuanya. 

"Ayah? Nia sudah lima belas tahun tidak pernah berkomunikasi dengan ayah, Oma. Apa Oma lupa, sejak ibu dan ayah bercerai, tidak sekali pun ayah mencari Nia. Ibu bilang ayah sudah melupakan Nia karena sudah punya keluarga baru," tutur Nia sedih. 

"Tapi ia tetap ayahmu. Ia bertanggung jawab untuk melindungimu. Apalagi sekarang ibumu sudah tiada." Oma Wardah tetap dengan pendiriannya. 

"Iya, Nia mengerti. Masalahnya Nia tidak tahu ayah tinggal di mana sekarang. Bagaimana caranya Nia bisa meminta perlindungan ayah?"

"Serahkan pada Oma. Sebentar, Oma akan mencari nomor telepon Ayahmu di buku catatan Oma. Oma Wardah membuka tas tangan di pangkuannya. Mengeluarkan notes kecil lusuh yang penuh dengan catatah nomor telepon. Setelah memeriksanya dengan cermat, Oma Wardah menyerahkan notes kecil itu pada Nia. 

"Ini, telepon lah nomor dengan nama Suhardi ini." Oma Wardah menunjuk pada satu nama. Nia menerima notes dengan perasaan shock. Ia tidak menyangka kalau Oma Wardah mempunyai nomor telepon ayahnya.

"Ternyata Oma punya nomor telepon ayah? Oma mendapatkannya dari mana? Nia pernah meminta nomor ayah pada ibu bertahun lalu. Ibu bilang, ibu tidak tahu," tanya Nia seraya menekan nomor-nomor sesuai dengan catatan Oma Wardah.

"Ibumu tahu. Dia cuma tidak mau kamu menghubungi ayahmu. Bagaimana, Nia. Tersambung tidak?" tanya Oma Wardah harap-harap cemas. Waktu sudah berlalu begitu lama. Bisa saja Suhardi telah mengubah nomor ponselnya.

"Tersambung, Oma," ucap Nia lega. Selama menunggu panggilan diangkat, jantung Nia berdetak. Setelah 15 tahun, baru kali inilah ia kembali berinteraksi dengan sang ayah.

"Hallo, siapa ini?"

Mendengar suara ayahnya, Dia kian gugup. Tanpa menjawab pertanyaan ayahnya, Dia menyerahkan ponsel pada Oma Wardah. 

"Kenapa teleponnya dikasih ke Oma. Kamu jawab sendiri saja. Katakan apa keperluanmu. Dia kan ayahmu." Oma Wardah menolak telepon dari Nia.

"Hallo, Anda siapa? Kalau tidak ada jawaban, saya tutup teleponnya."

"Saya... Nia," jawab Nia gugup.

"Nia siapa?"

"Nia Nan Dinanti Suhardi, putri Ayah."

Hening. 

Tidak terdengar jawaban apa pun dari seberang sana. Nia tertunduk lesu. Jangan-jangan ayahnya tidak suka ia menelepon. Baru saja Nia bermaksud mematikan panggilan, ayahnya mulai berbicara.

"Hallo, Nia. Apa kabar... Nak?"

Nia tidak bisa menjawab. Mendadak seperti ada segumpal batu yang menyumbat tenggorokannya. Nia menangis tanpa suara. Hanya air matanya yang berjatuhan satu persatu. Ternyata ia serindu itu pada ayahnya.

  

"Hallo, Nia. Kamu masih di situ, Nak?"

"Masih, Yah." Berjuang agar suara tangisnya tidak lolos, Nia mencoba menjawab pertanyaan ayahnya.

"Ayah sedang menelepon siapa? Kok ayah manggilnya, Nak?"

Nia menajamkan pendengaran. Ada suara manja seorang perempuan yang juga memanggil Ayah pada ayahnya. Pasti itu adalah anak sambung ayahnya. Menurut artikel yang dulu ia baca, ayahnya menikah dengan seorang janda beranak dua. Nama perempuan itu adalah Isnaini Iswandari. Sementara dua putrinya bernama Kencana dan Dahayu. Usia keduanya hanya terpaut satu dan dua tahun di bawahnya. 

"Karena Nia ini memang anak Ayah. Kamu ada perlu ada dengan Ayah? Tunggu di luar sebentar ya?"

"Oh, anak Ayah yang sombong itu? Yang ibunya artis yang baru meninggal 'kan? Untuk apa dia sekarang baru mencari Ayah? Mau minta warisan ya?" 

Mendengar percakapan ayahnya dengan putri sambungnyNia langsung menutup telepon. Sepertinya usul Oma Wardah agar ia berlindung pada ayahnya  tidak tepat. Ayahnya sudah memiliki anak yang lain. 

"Kenapa ditutup teleponnya, Nia? Kan kamu belum ngomong apa-apa pada ayahmu?" tanya Oma Wardah keheranan. Belum sempat Nia menjawab, telepon di tangannya kembali berdering. Ayahnya meneleponnya!

"Oma saja yang berbicara. Nia percayakan semuanya kepada Oma." Nia menyerahkan ponsel pada Oma Wardah. Selanjutnya ia membuka pintu dan menutupnya kembali. Ia akan membantu Yuyun dan Mang Kosim bersih-bersih, sembari menunggu teman-temannya datang di ruang tamu saja. Ia sudah tidak berhasrat untuk bertemu dengan ayahnya lagi.

  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   5. Hidup Baru.

    "Kamu yakin mau ke Cisarua sendiri, Nia? Naik angkutan umum lagi? Kamu tidak takut nyasar?" Oma Wardah memandangi Nia yang sedang bersiap-siap ke Cisarua."Yakin, Oma. Nia dulu kan pernah tinggal di sana juga. Masa nyasar sih?" tukas Nia sambil menggelung rambutnya menjadi sanggul chignon ala Prancis. Gaya rambut ini membuatnya terlihat rapi dan elegan."Tapi kamu tinggal di sana saat masih berusia sepuluh tahun, Di. Itu artinya lima belas tahun yang lalu. Pasti sudah banyak perubahannya sekarang. Oma telepon ayahmu saja agar menjemputmu, ya?" usul Oma Wardah."Jangan dong, Oma. Nia tidak mau merepotkan Ayah. Nia sudah tahu kok jalannya. Dari sini Nia akan naik bus sampai ke Terminal Baranangsiang, Bogor. Lalu Nia akan melanjutkan perjalanan ke Cisarua dengan angkot kode 02 ke rumah Ayah. Zaman sekarang ke mana-mana itu gampang, Oma. Ada Google Maps, jadi tidak akan nyasar. Nanti, saat Nia sudah dekat dengan rumah Ayah, baru Nia akan menelepon Ayah. Oma tenang saja, Nia sudah besar. O

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   6. Si Pengganggu!

    "Maaf, Bapak-Bapak. Bukan rampok rupanya, tapi orang yang diutus untuk menjemput saya," Nia segera mengklarifikasi. Bisa gawat kalau orang utusan ayahnya ini dikeroyok massa."Huuuuu..." Teriakan mencemooh dari para penumpang membuat Nia tersenyum kecut."Lewat sini!" Nia nyaris terjerembab saat pergelangan tangannya tiba-tiba dicengkeram erat. Ia ditarik ke arah yang berlawanan. Tersaruk-saruk karena sepatunya yang berhak tujuh senti, ia mengikuti Bayu."Kamu ini hampir saja membuat saya dikeroyok massa. Dasar gadis kota sombong!" desis Bayu geram. Jikalau bukan Pak Suhar yang langsung memintanya untuk menjemput putrinya yang egois ini, ia tidak akan sudi menjadi kacungnya. Lihatlah penampilan gadis kota ini-berdandan seperti layaknya seorang sosialita yang sedang hang out di pusat perbelanjaan. Padahal ia sedang berkunjung ke pegunungan. Luar biasa... bodohnya!"Anda mengambil koper saya begitu saja tanpa pemberitahuan apa pun. Perbuatan Anda itu bisa dikategorikan sebagai aksi pera

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   7. Pertemuan Pertama.

    "Astaghfirullahaladzim!" Nia refleks mengucap saat mobil yang ia tumpangi oleng ke kanan dan ke kiri. Belum juga duduk dengan benar, mobil tiba-tiba terjun bebas karena turunan tajam. Perjalanan yang seharusnya menyenangkan karena indahnya pemandangan tidak bisa ia nikmati karena cara menyetir Bayu yang ugal-ugalan. Alhasil, selama berkendara, Dia terus memejamkan matanya sambil berdoa; semoga anggota tubuhnya tetap utuh sesampainya di rumah sang ayah.Lima belas menit kemudian, mobil berbelok dan langsung berhenti tanpa aba-aba. Akibatnya, tubuhnya melaju ke depan dan nyaris membentur dashboard. Untungnya ada sabuk pengaman yang menahan laju tubuhnya."Buka matamu, kita sudah sampai." Suara dengan nada kesal terdengar dari sampingnya. Bayu memang tidak pernah ramah padanya. "Alhamdulillah hirobbil alamin." Nia membuka mata sambil mengucap syukur. Ia bersyukur karena selamat sampai tujuan dengan anggota tubuh yang masih utuh. Cepatnya mereka tiba membuat Nia penasaran. Dia melirik j

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   8. Kenangan Lama.

    "Dahayu, jaga ucapanmu!" Bu Isnaini terperanjat mendengar kata-kata kurang ajar putrinya."Ayo, minta maaf pada tetehmu." Bu Isnaini mendorong bahu sang putri agar menghadap Nia. Ia sama sekali tidak menyangka kalau putrinya akan seberani itu pada Nia."Rumah ini adalah rumah ayah saya, jadi saya boleh datang ke sini kapan pun saya mau," jawab Nia dingin."Mengenai warisan, saya adalah anak kandung beliau. Saya tidak perlu meminta karena memang seyogyanya saya berhak atas warisan itu. Saya adalah seorang Suhardi. Mengerti kamu?" pungkas Nia tegas."Ibu saya adalah istrinya. Ibu saya juga berhak atas warisan ayah," bantah Dahayu sewot."Saya tidak membahas ibumu," ujar Nia datar. Sejujurnya, ia mulai menyesal. Sepertinya, mengungsi ke rumah ayahnya ini tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah yang ada."Cukup, Yu! Kalau kamu tidak bisa bersikap baik, masuk ke kamarmu dan jangan keluar sebelum Ibu izinkan!" seru Bu Isnaini tegas. Ia benar-benar tidak menyangka kalau putri bun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   9. Bertemu Kembali.

    Nia terjaga saat mendengar suara ketukan pintu. Sejenak Nia bingung, karena terbangun di kamar yang asing. Tatkala pandangannya membentur lukisan mural di dinding, ia langsung ingat di mana dirinya berada. Ia sekarang ada di Citeko. Di rumah masa kecilnya."Iya, sebentar," sahut Nia tatkala ketukan pintu kembali terdengar. Ia segera membuka pintu. Ternyata Bik Titin yang mengetuknya."Maaf, Bibik mengganggu istirahatnya Neng Nia. Pak Suhar meminta Bibik memanggil Eneng untuk makan malam." Bik Titin berdiri di ambang pintu dengan jemari saling menjalin."Hah, makan malam? Bukannya ini masih sore?" tanya Nia. Perasaan ia baru memejamkan mata beberapa menit saja."Sekarang sudah pukul tujuh malam, Neng. Makanya Bapak meminta Bibik membangunkan Eneng. Takut Eneng kelaparan dan malamnya tidak bisa tidur." Bik Titin tertawa. "Jam tujuh malam?" Nia terperanjat. Ia pun memindai jam di dinding."Astaga, benar-benar sudah malam rupanya." Nia menepuk keningnya. Ia ketiduran cukup lama rupanya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   10. Kalian Jual, Aku Borong!

    Senyum Nia mengembang. Ya, ayahnya pasti akan menyayanginya. Selama lima belas tahun tidak mencarinya, pasti itu karena ayahnya sangat sibuk merintis usaha-usahanya. Bukan mengabaikannya karena telah memiliki keluarga baru seperti yang dikatakan ibunya. Ya, pasti begitu!"Apa kabar, Yah?" Nia memecah keheningan dengan menyapa ayahnya penuh kerinduan. "Baik. Ayo, duduk. Kita akan makan malam bersama," sahut ayahnya singkat.Nia terpana. Kedua tangannya yang tadi sedianya ingin memeluk ayahnya, perlahan terkulai di sisi tubuhnya. Ayahnya tidak terlihat antusias menyambutnya. Alih-alih memeluk, ayahnya bahkan tidak bangkit dari kursinya. Baik, ayo duduk. Kita akan makan malam bersama. Seperti inikah reaksi seorang ayah yang tidak bertemu dengan putri kandungnya selama lima belas tahun lamanya? Sepertinya apa yang ibunya katakan memang benar. Istimewa Kencana dan Dahayu tampak tersenyum dengan air muka mengejek. Keduanya seolah-olah mengatakan bahwa dirinya bukan siapa-siapa di mata ayah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   11. Sebuah Penawaran.

    "Boleh Ayah menanyakan sesuatu yang sifatnya pribadi, Nia?" tanya Pak Suhardi. Saat ini dirinya dan Nia tinggal berdua saja di ruang makan. Ia memang meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Nia. Ada beberapa hal penting yang ingin ia sampaikan pada putrinya."Tanya saja, Yah." Nia memutar-mutar gelas, bersikap seolah-olah tidak peduli, padahal jantungnya berdegup kencang. Ia sangat merindukan momen-momen seperti ini—berduaan saja bersama sang ayah, seperti dulu."Apakah kamu punya pacar di Jakarta saat ini?" tanya Pak Suhardi."Tidak, Yah." Nia menggeleng cepat. Bukan hanya saat ini; sampai di umurnya yang ke-25, dirinya memang belum pernah berpacaran."Bagus." Pak Suhardi mengangguk puas. Rencananya bisa ia jalankan."Berapa nomor rekening bankmu?" tanya Pak Suhardi lagi. Nia mengernyitkan dahi. Cara berbicara ayahnya aneh sekali; langsung berpindah-pindah topik tanpa ada petunjuk terlebih dahulu."Mengapa Ayah menanyakannya? Ayah mau mentransfer dana untuk Nia?" jawab Nia a

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   12. Kebenaran.

    "Jangan mengajari Ayah, Cana. Ayah tahu apa yang Ayah lakukan. Keluarlah dari sini. Bawa Bayu bersamamu." Pak Suhardi memberi tatapan tidak ingin dibantah pada Kencana. Tanpa ba bi bu lagi, Kencana pun berlalu. Untuk pertama kalinya ayahnya marah padanya. Ini semua gara-gara Nia. Kencana semakin membenci kakak tirinya ini.Setelah Kencana dan Bayu pergi, suasana di ruangan itu kembali sunyi. Pak Suhardi dan Nia sama-sama terdiam. Keduanya tenggelam dengan pikiran masing-masing, menimbang-nimbang baik dan buruk keputusan yang akan mereka ambil."Oke, Ayah setuju untuk memberimu gaji dua puluh juta sebulan. Tapi ingat, kamu harus bekerja dengan profesional. Satu hal lagi, jangan sedikit-sedikit membicarakan soal warisan. Harta Ayah adalah milik Ayah sendiri, hasil kerja keras Ayah selama bertahun-tahun. Kalau kamu ingin kaya, maka bekerja keraslah. Lahir sebagai anak Ayah tidak otomatis membuatmu berhak atas sesuatu yang tidak kamu perjuangkan sendiri. Mengerti, Nia?""Baik, Yah. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   100. Aku Akan Menujumu.

    Nia duduk di sofa faviliun dengan ekspresi tenang, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tahu pertemuan ini tidak akan mudah. Dan benar saja, ketika Bayu dan kedua orang tuanya memasuki ruangan, tatapan Bu Sekar langsung tertuju pada perutnya yang membukit.Bu Sekar menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya langsung berkaca-kaca. Ia pun segera menghampiri Nia di sofa dan duduk di sampingnya."Ya Tuhan…" bisiknya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar akan menjadi seorang nenek," bisik Bu Sekar penuh perasaan.Pak Jafar yang berdiri di samping Bu Sekar menghela napas panjang. Ia ikut terharu akan menjadi seorang kakek. Selain itu, ia sangat lega. Karena setelah ditemukannya Nia, Bayu jadi kembali bersemangat. Hidupnya menjadi lebih terarah. Bayu sendiri walau diam, tapi sorot matanya penuh rasa haru. Sejak masuk ke dalam faviliun, pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Nia. Sinar cinta tidak bisa disembunyikan dari tatapan matanya.Bu Sekar meraih tangan

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   99. Rekonsiliasi.

    Nia duduk di sofa faviliun dengan ekspresi tenang, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tahu pertemuan ini tidak akan mudah. Dan benar saja, ketika Bayu dan kedua orang tuanya memasuki ruangan, tatapan Bu Sekar langsung tertuju pada perutnya yang membukit.Bu Sekar menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya langsung berkaca-kaca. Ia pun segera menghampiri Nia di sofa dan duduk di sampingnya."Ya Tuhan…" bisiknya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar akan menjadi seorang nenek," bisik Bu Sekar penuh perasaan.Pak Jafar yang berdiri di samping Bu Sekar menghela napas panjang. Ia ikut terharu akan menjadi seorang kakek. Selain itu, ia sangat lega. Karena setelah ditemukannya Nia, Bayu jadi kembali bersemangat. Hidupnya menjadi lebih terarah. Bayu sendiri walau diam, tapi sorot matanya penuh rasa haru. Sejak masuk ke dalam faviliun, pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Nia. Sinar cinta tidak bisa disembunyikan dari tatapan matanya.Bu Sekar meraih tangan

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   98. Belajar Ikhlas.

    Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Nia, tetapi suaranya terhenti di tenggorokan.Nia tetap berdiri di sana, tersenyum tipis, tanpa dendam atau amarah. Ia sudah mengikhlaskan semuanya."Sudah ya, saya harus ke kantor guru. Setelah beristirahat sebentar saya harus mengajar kembali," kata Mia, menjauh. Elusan tangan Bayu pun terlepas."Baiklah. Bisakah kita bertemu lagi? Ada banyak hal yang ingin saya bicarakan," pinta Bayu penuh harap."Bisa saja. Tapi harus disesuaikan dengan jadwal saya," jawab Nia setelah menimbang-nimbang sesaat."Kalau begitu, bolehkah saya meminta nomor ponselmu yang baru? Saya membutuhkannya untuk mengatur jadwal denganmu.""Kamu telepon saja Ayah. Nanti Ayah pasti akan menyampaikan pesanmu."Nia menolak memberikan nomor ponselnya."Satu pertanyaan lagi, Nia. Apakah kamu membenci saya?" tanya Bayu harap-harap cemas.Nia mengerutkan kening sesaat sebelum menggeleng mantap. "Tidak."Alhamdulillah."Tepatnya, saya tidak memiliki perasaan apa pun l

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   97. Pertemuan.

    Di sebuah sekolah dasar swasta, Budi Pekerti, anak-anak berseragam merah putih duduk dengan tertib. Mereka tengah menunggu kedatangan guru Bahasa Inggris yang sangat mereka sukai.Beberapa saat kemudian, guru yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Dengan senyum manis, guru favorit anak-anak kelas dua itu masuk dengan sebuah buku panduan di tangannya."Good morning, class," Nia menyapa murid-muridnya. Sudah empat bulan ini, ia mengajar Bahasa Inggris di sekolah Budi Pekerti."Good morning, Mrs. Nia," murid-murid menjawab serempak."Oke. Today, we are going to learn new words. Does anyone know what 'apple' means in Indonesian?" tanya Nia kepada murid-muridnya.Fuji—salah satu muridnya—mengangkat tangan."Yes, Mrs! 'Apple' is 'apel' in Indonesian," jawabnya dengan yakin."Very good, Fuji! Now, repeat after me. Apple.""Apple," seluruh kelas mengikuti.Bayu berdiri diam di luar kelas. Matanya tak berkedip menatap Nia—mantan istrinya—yang sedang mengajar. Ia tidak menyangka bahwa tempa

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   96. Takdir dan Cinta.

    "Suhar..." Suara Bu Sekar pecah."Aku mohon... Bayu sudah seperti orang gila enam bulan ini! Ia tidak bekerja, tidak peduli dengan kesehatannya. Tidak ada yang ia pikirkan selain mencari Nia!"Pak Suhardi menarik napas panjang. Hatinya resah. Ia bisa membayangkan bagaimana keadaan Bayu.Bu Sekar menelan ludah, air matanya menggenang."Bayu depresi, Hardi. Aku takut kalau dia sampai menyakiti dirinya sendiri. Bayu hanya ingin menemui Nia sekali saja, Har. Satu kali saja."Hening. Di ujung telepon, Pak Suhardi mengusap wajahnya, serba salah. Ia tahu Nia sangat tersakiti, dan ia sudah berjanji akan melindungi putrinya itu dari segala hal yang membuatnya menderita. Namun, di sisi lain, ia juga melihat bagaimana Bayu benar-benar berubah."Aku akan mengatakan satu rahasia yang selama ini aku pendam semampuku, Har." Suara Bu Sekar bergetar."Apa itu, Sekar?" Suara Pak Suhardi terdengar khawatir."Aku menderita kanker pankreas stadium tiga, Har.""Astaghfirullahaladzim. Berarti pertemuan kit

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   95. Patah Hati.

    Enam bulan kemudian.Hujan deras menyelimuti Cisarua sore itu, menciptakan kabut tipis di sepanjang jalanan desa yang sepi. Bayu turun dari mobilnya dengan langkah gontai, membiarkan hujan membasahi tubuhnya yang sudah kedinginan. Rambutnya lepek, wajahnya pucat, dan tubuhnya lebih kurus dari terakhir kali ia menginjakkan kaki di rumah ini.Di beranda, Bu Sekar berdiri dengan payung di tangan. Wajahnya sendu saat melihat putranya dalam keadaan menyedihkan. Tanpa berkata apa-apa, ia meraih tangan Bayu dan menariknya masuk ke dalam rumah."Ya ampun, Bayu. Enam bulan lamanya kamu tidak pernah ke sini, sekarang kamu datang dalam keadaan seperti ini?" Bu Sekar menyambut sang putra dengan tatapan prihatin.Bayu tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam, menatap kosong ke seantero rumah yang dulu terasa hangat karena ada Nia di dalamnya. Namun, kini semua hanya tinggal kenangan."Kau menyiksa diri sendiri, Nak. Lihat dirimu... Kamu bahkan lebih mirip gelandangan sekarang." Bu Sekar memandu putra

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   94. Jangan Sakiti Hatiku Lagi.

    "Saya cemburu," ucap Bayu pelan, nyaris seperti bisikan.Nia mengernyit. "Apa maksudmu?"Bayu menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Nia."Semua kekacauan ini, ketidakmasukakalan sikap saya, diawali oleh rasa cemburu," ulang Bayu, kali ini dengan suara lebih keras."Setiap kali saya melihatmu dekat dengan pria lain, saya tidak bisa berpikir jernih. Makanya, semua jadi kacau."Nia diam, namun ia tetap mendengarkan curahan hati Bayu.Bayu menarik napas panjang, menguatkan hatinya untuk terus mengeluarkan isi hatinya."Kamu ingat tidak saat saya melamarmu dulu? Saya bilang pada ayahmu kalau saya jatuh cinta padamu sejak melihatmu turun dari bus. Itu semua benar, Nia. Saya memang sudah menginginkanmu sejak saat itu. Namun, saya gengsi untuk mengakuinya. Karena...""Karena kamu menganggap saya yang penuh dosa ini tidak pantas untukmu yang suci, murni, tak bernoda, bukan?" potong Nia cepat.Bayu kembali menghela napas panjang. Walau terdengar memalukan, ia harus jujur."Benar. S

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   93. Mati Rasa.

    "Silakan kalian semua tanyakan apa pun yang ingin kalian tanya. Saya akan menjawab semuanya," ucap Nia datar. Saat ini, di dalam ruang kerja telah bertambah tiga orang: Bayu dan kedua orang tuanya."Siapa laki-laki yang memapahmu masuk ke kamar hotel tadi?" Bayu, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya membuka suara untuk pertama kali.Nia menatap Bayu lurus-lurus, lalu menjawab dengan jelas, "Namanya Peter, sutradara saya. Kami sedang syuting waktu itu. Tiba-tiba saya merasa mual dan pusing. Peter membantu saya ke kamar hotel untuk istirahat.""Sendirian?" selidik Bayu.Nia menggeleng. "Tidak. Di dalam kamar ada Kristin, staf wardrobe, dan Sus Tince, staf make-up. Mereka yang menemani saya di kamar, karena Peter langsung kembali ke lokasi syuting di aula hotel."Bayu terdiam sejenak. Ia mencerna kata-kata Nia.Namun, sebelum Bayu bisa berbicara lagi, Bu Sekar menyela dengan suara yang lebih lembut tetapi tetap mengandung ketidakpercayaan. "Kamu bisa membuktikan ceritamu ini, Nia?""Ib

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   92. Lebih Baik Berpisah.

    Beberapa saat kemudian, Nia berdiri di kamar mandi, menggenggam alat uji kehamilan di tangannya. Jantungnya berdegup kencang saat dua garis merah muncul perlahan di layar kecil itu.Tangannya gemetar. Napasnya tercekat. Ia benar-benar hamil.Dunia di sekelilingnya terasa membisu. Hanya suara napasnya yang terdengar. Lalu satu pikiran muncul di kepalanya. Bagaimana reaksi Bayu nantinya? ***Rasanya ia baru saja memejamkan mata, saat telinganya mendengar suara ketukan pintu. "Ya, siapa?" tanya Nia seraya menguap lebar. "Saya, Neng, Bik Sari." "Masuk saja, Bik. Pintunya tidak saya kunci," ucap Nia seraya beringsut dari ranjang. Pukul empat sore. Itu artinya ia tertidur satu jam lebih. "Neng Nia sudah baikan belum?" tanya Bik Sari seraya membuka pintu kamar. Kata-kata Bik Sari membuat Nia teringat akan kondisinya sebelumnya. Tadi ia memang pusing dan mual parah. Namun sekarang tubuhnya sehat-sehat saja. Aneh sekali rasanya."Saya sudah baikan, Bik. Terima kasih Bibik sudah memperhati

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status