Home / Romansa / (Bukan) Gadis Matre sang Juragan / 3. Hidup Dalam Tekanan.

Share

3. Hidup Dalam Tekanan.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2024-12-18 17:28:55

Nia menyeka peluh dengan handuk kecil sebelum meneguk air dingin dengan rakus, langsung dari kemasannya. Rasa dahaganya seketika hilang seiring tubuhnya yang terduduk kelelahan di lantai. Harus mengosongkan rumah dalam waktu tiga hari, sungguh menguras energinya. Padahal ia sudah dibantu oleh Yuyun, Mang Kosim, dan juga Oma Wardah. Yuyun adalah asisten rumah tangga ibunya, Mang Kosim sopir, dan Oma Wardah adalah pemilik panti asuhan Cinta Kasih. Ibunya yang sebatang kara dulu tinggal di panti asuhan Cinta Kasih milik Oma Wardah ini.

"Mbak Nia, kata bapak-bapak pemulung di depan, majalah-majalah dan koran-koran bekasnya ikut dibuang tidak? Kalau iya, mau mereka angkut sekalian katanya," Yuyun muncul dari teras.

"Tidak, Yun. Majalah dan koran-koran itu kesayangan Ibu," Nia menggeleng.

"Lha, kalau tidak diambil, nanti rumah ini tidak bersih, dong. Bukannya Mbak Nia bilang kita harus mengosongkan sekaligus membersihkan rumah ini sampai kilat?" ujar Yuyun bingung.

"Nanti saya akan menitipkan majalah-majalah dan koran ini pada rekan mengajar saya. Begitu juga dengan foto-foto Ibu dan barang-barang kesayangan Ibu lainnya. Setelah pulang mengajar, mereka akan ke sini membawa mobil pickup," terang Nia.

"Oh, baiklah kalau begitu. Saya dan Mang Kosim lanjut bersih-bersih rumah dulu ya, Mbak." Yuyun kembali melanjutkan pekerjaannya. Remaja putri yang sudah lima tahun menjadi asisten rumah tangga ibunya itu memang sangat rajin dan cekatan.

"Apa yang kamu lakukan memang sudah benar, Nia," sela Oma Wardah yang mengikuti percakapan antara Nia dan Yuyun.

"Majalah dan koran-koran itu memuat artikel tentang ibumu. Ibumu mengoleksi semuanya sejak di panti dulu," Oma Wardah memandang langit-langit ruangan. Rasanya baru kemarin ia melihat Sahila melompat-lompat kegirangan karena masuk surat kabar. Rupanya 40 tahun telah berlalu.

"Ceritakan lebih banyak tentang masa lalu Ibu, Oma. Saya ingin tahu. Dulu Ibu selalu marah kalau saya ingin tahu tentang masa kecilnya," Nia mendekati sang Oma yang duduk di kursi plastik. Nia kemudian duduk di lantai dan menyandarkan lengannya di sisi kursi.

"Ibumu itu primadona panti, paling cantik dan paling disayang se-panti. Ibumu sangat menyukai keindahan dan kemewahan. Ketika suatu hari seorang pencari bakat menemukan ibumu di panti, sejak itu ibumu tidak pernah berhenti bekerja. Cita-cita ibumu hanya satu: menjadi orang kaya."

Baru saja bercerita, Yuyun masuk sambil berlari kencang.

"Mbak Nia, cepat sembunyi! Para penagih hutang datang lagi." Secepat Yuyun datang, secepat itu juga ia berlalu. Nia tahu, Yuyunlah yang akan menghadapi para debt collector seperti biasanya. Anak remaja itu sungguh pemberani. 

"Ayo, Oma, kita sembunyi di kamar saja." Dengan tangan gemetar, Nia membimbing Oma Wardah yang sudah sepuh ke dalam kamar. Jantung Nia berdetak kencang saat mendengar para debt colletor itu membentak-bentak Yuyun.

"Majikanmu mau melarikan diri ya, makanya rumah ini sekarang kosong? Panggil majikanmu keluar! Bayar segera hutang-hutang ibunya!" Tangan Nia tidak henti bergetar mendengar suara-suara dengan nada tinggi di depan. 

"Majikan saya tidak ada di rumah, Pak. Orangnya lagi kerja. Lagi pula yang meminjam uang 'kan Bu Sahila, ya Bapak menagihnya pada Bu Sahila. Masa pada Mbak Nia. Mbak Nia kan tidak tahu apa-apa."

"Diam kamu! Bu Sahila sudah mati. Bagaimana kami menagihnya? Lagi pula anak majikanmu juga ikut menikmati uang pinjaman itu bukan? Sekarang beritahu saya di mana majikanmu atau saya patahkan batang lehermu!"

"Astaghfirullahaladzim," ucap Nia kaget. Ia harus menyelamatkan Yuyun. Biarlah dirinya sendiri saja yang akan menghadapi debt collector itu. 

"Mau ke mana kamu, Nia? Sini!" panggil Oma Wardah melambaikan tangannya. 

"Mau ke depan, Oma. Saya kasihan melihat Yuyun dibentak-bentak."

"Jangan, Di! Biar saja Yuyun yang menghadapi mereka. Yuyun itu cuma pembantu di sini. Mereka tidak akan bisa memaksa Yuyun. Tapi kalau kamu, beda. Kamu itu anak Sahila. Sudah, biarkan saja. Lagi pula Yuyun itu pinter dan pemberani. Kita tetap sembunyi saja sampai mereka pergi."

PRANG!

"Astaghfirullahaladzim! A--apa lagi itu, Oma?" Nia kembali kaget saat mendengar suara barang-barang yang dibanting. Ia benar-benar ketakutan sekarang.

"Pak, kami ini cuma pemulung. Kami tidak tahu apa-apa. Kami mohon, jangan merusak barang-barang kami!"

PRANG! 

"Kalau kami mau merusaknya, kalian mau apa hah? Barang-barang yang kalian ambil, seharusnya menjadi milik kami. Karena pemiliknya berhutang kepada boss kami!"

"Kalau kalian menghalang-halangi, akan kami hancurkan kalian semua seperti barang-barang ini!" Nia memejamkan mata saat mendengar suara barang-barang yang dibanting. 

"Sebaiknya kita ke sekolah tempatnya mengajar saja, Jose. Kita bikin ribut besar di sana. Pasti nanti dia keluar juga. Baru kita serahkan dia kepada boss!" 

"Kalian jangan ke sekolah, Mbak Nia. Mbak Nia tidak salah apa-apa. Jangan hancurkan nama baiknya!"

Suara Mang Kosim!

"Dasar tua bangka sialan. Jangan ikut campur!" 

"Jangan sakiti, Mang Kosim. Tolong! Tolong! Ada rampok!" 

Teriakan Yuyun. 

"Ya Allah, lindungilah kami semua." Nia dan Oma Wardah saling berpegangan tangan ketakutan. Suasana semakin mencekam.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dedec Ijo
gua suka novel ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   4. Kecewa.

    "Ayo, kita obrak-abrik sekolahannya!" Suara-suara itu perlahan menjauh. Dia menarik napas panjang berkali-kali. Paru-parunya baru bisa mengembang setelah tercekat beberapa saat. Terdengar suara langkah-langkah kaki. Yuyun masuk ke dalam kamar."Kamu tidak apa-apa, Yun?" Nia menghampiri Yuyun, seraya mengamati keadaan sang gadis remaja. "Saya tidak apa-apa, Mbak," ucap Yuyun menenangkan. "Mang Kosim?" tanya Nia lagi."Mang Kosim juga baik-baik saja. Mereka semua sudah pergi kok, Mbak. Tapi sebaiknya Mbak tetap di dalam saja. Siapa tahu nanti mereka datang lagi," usul Yuyun. Nia mengangguk setuju. Keadaan sekarang semakin genting."Saya beres-beres di depan lagi ya, Mbak. Nanti kalau teman-teman Mbak datang, saya panggil mereka langsung masuk ke dalam saja.""Iya, Yun. Terima kasih banyak ya?" Nia menggenggam tangan Yuyun tulus."Iya, Mbak. Sama-sama." "Nia, Oma rasa kamu tidak bisa lagi tinggal di kota ini. Nyawamu terancam, Nduk. Apalagi kalau kamu sampai diculik oleh orang-orang j

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   5. Hidup Baru.

    "Kamu yakin mau ke Cisarua sendiri, Nia? Naik angkutan umum lagi? Kamu tidak takut nyasar?" Oma Wardah memandangi Nia yang sedang bersiap-siap ke Cisarua."Yakin, Oma. Nia dulu kan pernah tinggal di sana juga. Masa nyasar sih?" tukas Nia sambil menggelung rambutnya menjadi sanggul chignon ala Prancis. Gaya rambut ini membuatnya terlihat rapi dan elegan."Tapi kamu tinggal di sana saat masih berusia sepuluh tahun, Di. Itu artinya lima belas tahun yang lalu. Pasti sudah banyak perubahannya sekarang. Oma telepon ayahmu saja agar menjemputmu, ya?" usul Oma Wardah."Jangan dong, Oma. Nia tidak mau merepotkan Ayah. Nia sudah tahu kok jalannya. Dari sini Nia akan naik bus sampai ke Terminal Baranangsiang, Bogor. Lalu Nia akan melanjutkan perjalanan ke Cisarua dengan angkot kode 02 ke rumah Ayah. Zaman sekarang ke mana-mana itu gampang, Oma. Ada Google Maps, jadi tidak akan nyasar. Nanti, saat Nia sudah dekat dengan rumah Ayah, baru Nia akan menelepon Ayah. Oma tenang saja, Nia sudah besar. O

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   6. Si Pengganggu!

    "Maaf, Bapak-Bapak. Bukan rampok rupanya, tapi orang yang diutus untuk menjemput saya," Nia segera mengklarifikasi. Bisa gawat kalau orang utusan ayahnya ini dikeroyok massa."Huuuuu..." Teriakan mencemooh dari para penumpang membuat Nia tersenyum kecut."Lewat sini!" Nia nyaris terjerembab saat pergelangan tangannya tiba-tiba dicengkeram erat. Ia ditarik ke arah yang berlawanan. Tersaruk-saruk karena sepatunya yang berhak tujuh senti, ia mengikuti Bayu."Kamu ini hampir saja membuat saya dikeroyok massa. Dasar gadis kota sombong!" desis Bayu geram. Jikalau bukan Pak Suhar yang langsung memintanya untuk menjemput putrinya yang egois ini, ia tidak akan sudi menjadi kacungnya. Lihatlah penampilan gadis kota ini-berdandan seperti layaknya seorang sosialita yang sedang hang out di pusat perbelanjaan. Padahal ia sedang berkunjung ke pegunungan. Luar biasa... bodohnya!"Anda mengambil koper saya begitu saja tanpa pemberitahuan apa pun. Perbuatan Anda itu bisa dikategorikan sebagai aksi pera

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   7. Pertemuan Pertama.

    "Astaghfirullahaladzim!" Nia refleks mengucap saat mobil yang ia tumpangi oleng ke kanan dan ke kiri. Belum juga duduk dengan benar, mobil tiba-tiba terjun bebas karena turunan tajam. Perjalanan yang seharusnya menyenangkan karena indahnya pemandangan tidak bisa ia nikmati karena cara menyetir Bayu yang ugal-ugalan. Alhasil, selama berkendara, Dia terus memejamkan matanya sambil berdoa; semoga anggota tubuhnya tetap utuh sesampainya di rumah sang ayah.Lima belas menit kemudian, mobil berbelok dan langsung berhenti tanpa aba-aba. Akibatnya, tubuhnya melaju ke depan dan nyaris membentur dashboard. Untungnya ada sabuk pengaman yang menahan laju tubuhnya."Buka matamu, kita sudah sampai." Suara dengan nada kesal terdengar dari sampingnya. Bayu memang tidak pernah ramah padanya. "Alhamdulillah hirobbil alamin." Nia membuka mata sambil mengucap syukur. Ia bersyukur karena selamat sampai tujuan dengan anggota tubuh yang masih utuh. Cepatnya mereka tiba membuat Nia penasaran. Dia melirik j

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   8. Kenangan Lama.

    "Dahayu, jaga ucapanmu!" Bu Isnaini terperanjat mendengar kata-kata kurang ajar putrinya."Ayo, minta maaf pada tetehmu." Bu Isnaini mendorong bahu sang putri agar menghadap Nia. Ia sama sekali tidak menyangka kalau putrinya akan seberani itu pada Nia."Rumah ini adalah rumah ayah saya, jadi saya boleh datang ke sini kapan pun saya mau," jawab Nia dingin."Mengenai warisan, saya adalah anak kandung beliau. Saya tidak perlu meminta karena memang seyogyanya saya berhak atas warisan itu. Saya adalah seorang Suhardi. Mengerti kamu?" pungkas Nia tegas."Ibu saya adalah istrinya. Ibu saya juga berhak atas warisan ayah," bantah Dahayu sewot."Saya tidak membahas ibumu," ujar Nia datar. Sejujurnya, ia mulai menyesal. Sepertinya, mengungsi ke rumah ayahnya ini tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah yang ada."Cukup, Yu! Kalau kamu tidak bisa bersikap baik, masuk ke kamarmu dan jangan keluar sebelum Ibu izinkan!" seru Bu Isnaini tegas. Ia benar-benar tidak menyangka kalau putri bun

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   9. Bertemu Kembali.

    Nia terjaga saat mendengar suara ketukan pintu. Sejenak Nia bingung, karena terbangun di kamar yang asing. Tatkala pandangannya membentur lukisan mural di dinding, ia langsung ingat di mana dirinya berada. Ia sekarang ada di Citeko. Di rumah masa kecilnya."Iya, sebentar," sahut Nia tatkala ketukan pintu kembali terdengar. Ia segera membuka pintu. Ternyata Bik Titin yang mengetuknya."Maaf, Bibik mengganggu istirahatnya Neng Nia. Pak Suhar meminta Bibik memanggil Eneng untuk makan malam." Bik Titin berdiri di ambang pintu dengan jemari saling menjalin."Hah, makan malam? Bukannya ini masih sore?" tanya Nia. Perasaan ia baru memejamkan mata beberapa menit saja."Sekarang sudah pukul tujuh malam, Neng. Makanya Bapak meminta Bibik membangunkan Eneng. Takut Eneng kelaparan dan malamnya tidak bisa tidur." Bik Titin tertawa. "Jam tujuh malam?" Nia terperanjat. Ia pun memindai jam di dinding."Astaga, benar-benar sudah malam rupanya." Nia menepuk keningnya. Ia ketiduran cukup lama rupanya.

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   10. Kalian Jual, Aku Borong!

    Senyum Nia mengembang. Ya, ayahnya pasti akan menyayanginya. Selama lima belas tahun tidak mencarinya, pasti itu karena ayahnya sangat sibuk merintis usaha-usahanya. Bukan mengabaikannya karena telah memiliki keluarga baru seperti yang dikatakan ibunya. Ya, pasti begitu!"Apa kabar, Yah?" Nia memecah keheningan dengan menyapa ayahnya penuh kerinduan. "Baik. Ayo, duduk. Kita akan makan malam bersama," sahut ayahnya singkat.Nia terpana. Kedua tangannya yang tadi sedianya ingin memeluk ayahnya, perlahan terkulai di sisi tubuhnya. Ayahnya tidak terlihat antusias menyambutnya. Alih-alih memeluk, ayahnya bahkan tidak bangkit dari kursinya. Baik, ayo duduk. Kita akan makan malam bersama. Seperti inikah reaksi seorang ayah yang tidak bertemu dengan putri kandungnya selama lima belas tahun lamanya? Sepertinya apa yang ibunya katakan memang benar. Istimewa Kencana dan Dahayu tampak tersenyum dengan air muka mengejek. Keduanya seolah-olah mengatakan bahwa dirinya bukan siapa-siapa di mata ayah

    Last Updated : 2024-12-18
  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   11. Sebuah Penawaran.

    "Boleh Ayah menanyakan sesuatu yang sifatnya pribadi, Nia?" tanya Pak Suhardi. Saat ini dirinya dan Nia tinggal berdua saja di ruang makan. Ia memang meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Nia. Ada beberapa hal penting yang ingin ia sampaikan pada putrinya."Tanya saja, Yah." Nia memutar-mutar gelas, bersikap seolah-olah tidak peduli, padahal jantungnya berdegup kencang. Ia sangat merindukan momen-momen seperti ini—berduaan saja bersama sang ayah, seperti dulu."Apakah kamu punya pacar di Jakarta saat ini?" tanya Pak Suhardi."Tidak, Yah." Nia menggeleng cepat. Bukan hanya saat ini; sampai di umurnya yang ke-25, dirinya memang belum pernah berpacaran."Bagus." Pak Suhardi mengangguk puas. Rencananya bisa ia jalankan."Berapa nomor rekening bankmu?" tanya Pak Suhardi lagi. Nia mengernyitkan dahi. Cara berbicara ayahnya aneh sekali; langsung berpindah-pindah topik tanpa ada petunjuk terlebih dahulu."Mengapa Ayah menanyakannya? Ayah mau mentransfer dana untuk Nia?" jawab Nia a

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   80. Salah Sasaran.

    "Saya bisa minta tolong, tidak, Nia?" ucap Wahyu sambil meringis."Minta tolong apa?" tanya Nia datar."Saya sakit kepala. Kamu bisa tolong buatkan saya teh hangat, tidak? Bik Sari sudah tidur kelelahan. Saya tidak sampai hati membangunkan mereka," kata Wahyu sambil terus memijat-mijat dahinya."Kamu duduk saja dulu." Nia meletakkan gelasnya di meja.Wahyu pun kemudian duduk, sementara Nia berjalan ke lemari dapur, mencari-cari kantong teh dan gula. Tanpa Nia sadari, Wahyu mengeluarkan botol kecil dari sakunya. Ia kemudian dengan cepat meneteskan cairan bening ke dalam gelas Nia yang belum ditutup. Setelahnya, ia kembali pura-pura sakit kepala dan mengubur wajah di antara kedua tangannya."Kamu tidak keberatan ditinggal Kang Bayu di malam pertama kalian ini?" tanya Wahyu.Kegiatan Dia mencari kantong teh dan gula terhenti. Ia baru tahu kalau Bayu tidak ada di rumah."Tidak masalah. Kami berkomitmen untuk mendahulukan hal-hal yang lebih penting." Nia memberi jawaban yang mengambang. Ia

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   79. Akal Bulus.

    Nia menguap lebar seraya menutup mulutnya dengan tangan. Acara pernikahannya berlanjut dengan resepsi yang diadakan di halaman belakang rumah Bayu yang luas. Ia mulai kelelahan. Semalam ia kurang tidur karena memikirkan konsekuensi dari pernikahannya ini. Ditambah lagi, ia harus mengikuti serangkaian acara tanpa jeda sejak pagi. Stamina tubuhnya mulai menurun."Jangan terlihat terlalu bosan begitu. Nanti orang-orang menyangka kalau kamu tidak bahagia," bisik Bayu tanpa menoleh.Nia menghela napas pelan. "Saya capek, Yu. Duduk dan berdiri terus sepanjang hari.""Saya juga. Tapi saya tidak mengeluh terus sepertimu. Tahan sebentar lagi," omel Bayu.Nia tidak menanggapi. Ia segera berdiri ketika beberapa orang tamu naik ke pelaminan. Ia kembali harus menyalami tamu yang seakan tiada habisnya. Pinggang dan betisnya pegal luar biasa. Pandangannya tertuju pada meja prasmanan di seberang ruangan-ia haus dan butuh minum."Saya haus, Yu. Bantu saya turun.""Saya ambilkan saja di bawah, ya? Gaun

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   78. Menempuh Hidup Baru.

    Nia menunduk. Matanya terasa panas, tetapi ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia sekarang sah menjadi istri Bayu. Saat MC membacakan tertib acara berikutnya, yaitu sungkeman, Nia mengikuti dengan hati nelangsa."Akhirnya kamu resmi menjadi istri Bayu. Ayah lega. Sekarang kamu sudah ada yang membimbing dan melindungi." Pak Suhardi mengelus pipi Nia yang lembap. Mendengar harapan besar ayahnya, air mata Nia meleleh. Ia merasa berdosa karena menikah demi kepentingan semata."Lho, kok kamu menangis? Kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini?" bisik Pak Suhardi lirih."Nia menangis karena bahagia, Yah." Nia mencoba tersenyum di antara deraian air matanya."Alhamdulillah kalau memang begitu. Ayah tidak bisa memberi banyak nasihat pernikahan padamu karena pernikahan Ayah sendiri juga berakhir buruk. Ayah hanya mau bilang, tetaplah ada dan saling membersamai bagaimanapun sulitnya. Jangan gengsi untuk meminta ataupun memberi maaf. Saling menyayangilah kalian berdua selamanya." Pak Suhardi

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   77. Tabur Tuai.

    Pak Suhardi duduk di kursi kayu di ruang tengah, wajahnya serius namun tetap tenang. Di depannya, tiga gadis duduk dengan ekspresi berbeda-beda. Nia tampak tenang seperti biasa. Kencana duduk dengan bahu tegak, air mukanya terlihat waspada. Sementara itu, Dahayu, yang biasanya vokal, kali ini tampak gelisah. Ia terus meremas-remas jari-jarinya di pangkuan.Setelah mengamati tiga gadis muda di hadapannya, Pak Suhardi mulai berbicara. Suaranya rendah tapi tegas."Cana, Dayu, hari ini tepat sudah seminggu orang tua kalian ditahan. Apa rencana kalian berdua ke depannya?" Pak Suhardi langsung berbicara pada pokok permasalahan.Ruangan menjadi sunyi. Kencana bertukar pandang dengan Dahayu; mata mereka berbicara dalam diam. Mereka sadar kalau Pak Suhardi ingin mengusir mereka secara halus."Kalian berdua sudah dewasa, jadi sudah bisa bertanggung jawab pada diri sendiri. Lagi pula, saya tidak bisa menampung kalian di sini lama-lama. Kita sudah tidak punya hubungan kekeluargaan lagi," tegas Pa

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   76. Kamu Jual, Aku Beli.

    "Saya sudah meminta izin dan menceritakan soal endors-an pada Bu Aisyah sebagai pemilik panti. Termasuk soal Rudi yang menjadi fotografernya. Bu Aisyah bilang, ia tidak keberatan," jawab Nia tenang. "Bu Aisyah jelas tidak berani menolak, karena ia takut kalau subsisi dari ibu saya, dicabut. Ia mengira kalau kamu adalah bagian dari kami," ungkap Bayu. "Mengenai Rudi, ia juga jelas bersedia. Anak muda puber itu pasti merasa kejatuhan bulan karena diminta memotret wanita pujaannya. Kamu tidak berpikir panjang, ya? Bagaimana kalau foto-fotomu nanti jadi objek fantasi olehnya?" tandas Bayu lagi."Saya sudah meminta Rudi untuk menghapus foto-foto saya setelah ia mengirimkan hasilnya pada saya," potong Nia cepat. "Dan kamu percaya kalau dia benar-benar menghapusnya?" tanya Bayu dengan nada mengejek. "Saya percaya. Rudi menghapusnya di hadapan saya," sahut Nia yakin. Mendengar kata-kata Nia, Bayu tertawa. Perempuan memang mudah dipedaya. "Oh ya, apa kamu juga meminta izin anak-anak kala

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   75. Prasangka.

    Nia baru saja selesai live di media sosialnya untuk menjual tas-tas preloved titip jualnya. Ia menutup siaran dengan senyum lebar, lalu meletakkan ponselnya di meja. Sambil membereskan ring light dan menyusun kembali tas-tas yang tersisa, ia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya."Hampir semua terjual!" gumamnya penuh semangat. Tangannya bergerak cepat merapikan alat-alat live, sementara pikirannya masih dipenuhi euforia. Notifikasi pembayaran tas yang masuk, berdenting di ponselnya, menambah rasa puas yang meluap-luap. Hari ini ia benar-benar sukses berjualan."Astaga, sudah pukul dua belas siang." Nia teringat pada tugas rutinnya di hari Minggu, yaitu melakukan bakti sosial seperti perjanjiannya dengan Bayu. Minggu ini, ia akan kembali mengunjungi Panti Asuhan Al-Mahramah. Ia menyukai kerja bakti ke panti asuhan ini karena ia menyayangi anak-anak panti yang manis seperti Aliya, Wita, maupun Didit yang pemalu.Nia membuka lemari untuk mengganti pakaian. Saat melihat sebuah blus ca

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   74. Tertangkap.

    Nia baru saja membuka laptop ketika terdengar keributan dari paviliun sayap kanan. Penasaran, ia segera membuka jendela dan melongok ke arah paviliun yang kini dihuni oleh ibu serta adik-adik tirinya. Di sana, ia melihat sebuah mobil polisi terparkir, sementara beberapa aparat berseragam mondar-mandir di depan paviliun.Nia langsung berlari ke sana. Ia tak menyangka penyidik akan bergerak secepat ini. Saat tiba, tampak beberapa tetangga menyalakan lampu teras, berbisik-bisik dengan nada rendah."Bu, ada apa ini? Kenapa Ibu ditangkap polisi?"Di tengah kerumunan, Nia melihat Kencana dan Dahayu menangis histeris, berusaha meraih tangan Bu Isnaini yang kini diborgol."Bu, tolong jelaskan! Kenapa Ibu ditangkap?" Kencana dan Dahayu terus mengikuti ibunya, yang digiring menuju mobil polisi."Ibu kalian telah melakukan perbuatan kriminal. Karena itu, ibu kalian harus bertanggung jawab atas perbuatannya."Nia terperanjat saat melihat ayahnya melangkah keluar dari paviliun, diiringi beberapa p

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   73. Sakit Hati.

    Nia berkendara sambil memandang keindahan alam. Siang ini berencana mengunjungi Bayu di pabrik susunya. Setelah berpikir semalam suntuk, Nia memutuskan untuk bertanya baik-baik pada Bayu mengenai perubahan sikapnya. Dirinya bukanlah type orang suka berprasangka. Demi mendukung niat baiknya, ia juga membawa rantang empat susun, berisi makanan yang ia masak sendiri. Mudah-mudahan Bayu menghargai usahanya. Saat maps menunjukkan bahwa PT Dairy Indofood tidak jauh lagi, Nia melambatkan laju kendaraan. Selama lima bulan di sini, ia memang tidak pernah sekalipun mengunjungi PT Dairy Indofood, pabrik milik keluarga Bayu. Oleh karena itu, ia tidak tahu lokasi pastinya.Memasuki pintu gerbang pabrik, Nia melambatkan laju kendaraan. Ada pos satpam yang dijaga oleh dua orang di sana. Seorang satpam segera menghampiri, sementara satunya lagi tetap berjaga di tempat. "Selamat siang, Bu. Ada keperluan apa Ibu ke sini?" Pak Satpam bertanya sopan namun tegas. "Saya ingin bertemu dengan Pak Bayu. Ap

  • (Bukan) Gadis Matre sang Juragan   72. Tipu Muslihat.

    "Berhubungan dengan ayah? Ada apa memangnya, Yu?" Sekarang Nia lah yang menjadi tegang. "Saya baru menerima kabar dari Fathur. Ia bilang jati diri Pak Jaja yang sebenarnya sudah terkuak. Laki-laki yang selama ini menyamar sebagai Pak Jaja, adalah Dadang Suparna." Bayu mengeja sebuah nama pelan-pelan. Ia ingin melihat reaksi Nia. Apakah Nia mengenal nama itu. "Dadang Suparna. Sepertinya nama itu familiar," gumam Nia sambil berpikir. Mendadak air mukanya berubah. Ia teringat sesuatu!"Dadang Suparna itu kan nama mantan suami Bu Isnaini." Nia merasa surprise sendiri. Bayu mengangguk. Ternyata Nia bisa menangkap benang merahnya."Benar. Ternyata Pak Dadang tidak meninggal dalam musibah kecelakaan truknya waktu itu. Yang meninggal sebenarnya adalah Pak Entis, kernetnya," terang Bayu lagi."Astaghfirullahaladzim. Pantas laki-laki itu memperingati saya agar menjauhi ayah. Ternyata ia adalah ayah kandung Kencana dan Dahayu." Nia kini mengerti maksud dari ancaman laki-laki tua itu. Pak Dadan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status