Share

BC ~ 2

Tutup mata, tutup telinga.

Kalimat itulah yang Lita tanamkan ketika nanti bekerja di A-Lee Kontruksi, perusahaan milik mertua saudara tirinya, Rindu. Lita harus fokus pada masa depan dan meninggalkan semua masa lalu kelamnya di belakang. Terus berjalan maju dan menjadikan semua hal yang dialami di hidupnya menjadi pelajaran berharga.

Lita yang dulu, bukanlah Lita yang sekarang.

Semua sudah berubah. Ada buah hati yang harus dibesarkan dan dididik dengan penuh tanggung jawab, agar tidak mengulangi kesalahan seperti orang tuanya.

Tiba-tiba, suara dering ponsel memecah lamunannya. Saat masih berdiri di pelataran perusahaan, Lita melihat layar ponselnya menampilkan nomor tidak dikenal. Tadinya, Lita enggan menerima panggilan dari nomor yang tidak disimpannya. Namun, saat melihat 10 digit nomor cantik yang tertera di layar, maka Lita memutuskan untuk menerimanya. Ia berasumsi, tidak ada orang yang memakai nomor cantik seperti itu untuk menipu atau sekadar iseng.

“Halo?” sapanya dengan sedikit ragu.

“Halo, Lita. Ini Reno!”

Langkah Lita terhenti saat baru memasuki lobi. Beberapa detik kemudian, ia bergeser menuju sisi ruang yang agak sepi, untuk menerima panggilan dari Direktur Utama perusahaan tersebut.

“Ad—”

“Jangan pernah bilang ke orang kantor, kalau kita saling kenal.” Reno segera memotong, melanjutkan ucapannya. “Kalau ketemu, pura-pura aja nggak kenal.”

Jiwa liar Lita ingin sekali memaki, tetapi ia sadar diri dengan posisinya saat ini. Bahkan, Lita harus menahan diri untuk tidak berdecak agar ipar Rindu itu tidak berpikiran macam-macam. Lita harus jadi anak baik dan mengubur semua kebarbarannya di masa lalu dalam-dalam.

“Baik, Pak Reno,” jawab Lita setelah menarik napas panjang dan tersenyum sendirian.

Sabar ... hanya hal itu yang bisa Lita lakukan.

Semua ini, demi Tirta.

“Kalau ada orang yang tanya atau pernah lihat kamu di resepsi Dewa sama Rindu, bilang aja kamu lagi nemani ...” Reno menjeda ucapannya sebentar. “Terserah kamu jawab apa, tapi jangan bilang kalau kamu punya hubungan dengan Rindu.”

“Apa ... Rindu yang nyuruh bilang begitu.” Hati Lita tersayat seketika. Apa mungkin Rindu malu mengakuinya sebagai saudara, karena telah mencoreng nama baik keluarga? Atau, Rindu ternyata masih sakit hati dengan perbuatan Lita di masa lalu dan tidak ingin menganggapnya sebagai keluarga.

Reno berdecak. “Rindu nggak tahu apa-apa. Aku cuma nggak mau orang berpikir macam-macam, karena kamu masuk tanpa seleksi seperti karyawan yang lainnya.”

“Tapi Pak—”

“Biarkan mereka bertanya-tanya, orang dalam mana yang masukkan kamu ke A-Lee dan jangan ember karena kami tahu betul bagaimana tabiatmu yang dulu.”

Lita terdiam dan tertampar telak. Dulu, Lita memang suka semena-mena, hedon, dan masih banyak lagi sifat buruk yang ia miliki.

“Saya janji, nggak akan bilang apa-apa.”

“Bagus!” sambar Reno cepat.

“Tapi, maaf, Pak. Tolong jangan ungkit-ungkit masa lalu saya,” pinta Lita memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya, tetapi tetap dengan suara yang sopan. “Saya tahu—”

“Oke,” sela Reno tidak ingin memperpanjang masalah. “Tapi ingat, meskipun Rindu yang merekomendasikan kamu melalui Dewa, tapi kalau laporan kinerjamu buruk, jangan harap bisa bertahan di A-Lee karena aku sendiri yang akan langsung pecat kamu dari perusahaan.”

“Tap—” Lita menggeram karena pembicaraan mereka diputus secara sepihak. Tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang tidak memiliki kuasa.

Namun, yang menjadi pertanyaan Lita saat ini ialah, mengapa Reno terdengar seolah tidak menyukainya. Padahal, mereka tidak pernah bertegur sapa dan hanya bertemu satu kali di resepsi pernikahan Rindu.

Daripada memikirkan Reno, lebih baik Lita segera menghampiri resepsionis dan mengutarakan tujuannya datang ke perusahaan. Namun, baru satu langkah kakinya mengayun, ponsel yang belum sempat ia masukkan ke tas kembali berdering.

Kali ini, Rindu yang menghubunginya dan hal tersebut membuat Lita serba salah. Andai saja di masa lalu Lita memperlakukan Rindu dengan baik, pasti situasinya tidak akan seperti sekarang.

“Halo, Rin ...” Lita menyapa dan bergeming di tempat semula.

“Halo, Ta.” Rindu membalas ramah. “Kamu mulai kerja hari ini, kan?”

“I-iya,” jawab Lita masih merasa canggung. “Oia, apa aku boleh tanya dikit?”

“Emm, tanya aja.”

“Apa ... Pak Reno memang sejahat itu?” Lita menggeleng dan buru-buru meralat perkataannya. “Maksudku, apa dia—”

“Reno? Kamu dijahatin Reno?” buru Rindu tergesa. “Dia bilang apa?”

“Oh nggak.” Lagi-lagi Lita menggeleng. “Maksudku, dia cuma bilang kalau aku nggak becus kerja, aku bisa langsung dipecat.”

“Tapi omongannya betul, kan?” Untuk perihal tersebut, Rindu berada di pihak Reno. “Di mana-mana, kalau karyawan nggak becus kerja pasti dipecat.”

“Omongannya betul,” ujar Lita membenarkan dan tidak akan menceritakan detail pada saudara tirinya. “Cuma ... nada bicaranya kayak ... dia nggak suka banget sama aku, Rin. Padahal, kita cuma ketemu satu kali dan itu pun nggak pernah ngobrol. Jadi, wajar, kan, kalau aku bingung salahku itu apa?”

“Nggak usah baper dan nggak usah dipikirin,” pesan Rindu. “Yang penting, kamu kerja yang bener karena aku pasti nggak enak sama mama mertuaku kalau nanti kamu ...”

“Aku ngerti.” Lita bisa memahami kekhawatiran Rindu saat ini. “Aku janji nggak akan ngecewain keluarga lagi.”

“Oke kalau gitu, baik-baik kerjanya, Ta." Rindu kembali memberi pesan. “Aku pegang janjimu dan ... jangan lagi ngerepotin dan kecewain ibuku yang sayang sama kamu.”

“Iya, aku tahu.” Di saat semua orang mencemooh termasuk bapaknya sendiri, ibu sambungnya justru menjadi garda terdepan yang selalu ada untuk Lita. Karena itulah, Lita paham mengapa Rindu berkata demikian. “Kamu bisa pegang janjiku, Rin. Oia, aku harus lapor resepsionis dulu karena bentar lagi mau jam delapan. Udah dulu, ya.”

“Oke! Semangat, Ta!”

“Makasih. Nanti siang aku telpon pas ibu ada di tempatmu.” Lita berlari kecil sambil melihat jam dinding yang tergantung di belakang meja resepsionis. Namun, karena tidak melihat ke sekitar dan masih memegang ponsel yang menempel di telinga, tubuh Lita akhirnya menabrak seseorang. “Pa-pak Reno! Maaf!”

Reno mendelik ketika mendengar Lita menyerukan namanya cukup keras. “Kaamu …”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
wkwkwk.. baru juga diperingatin eh Lita udah langsung melanggar..
goodnovel comment avatar
Siti Juli
kisah Reno dan lita mb beb
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
reno jangan galak2 ke lita ntr jodoh loh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status