Share

BC ~ 3

“Kosongkan semua jadwalku di luar kantor jumat ini,” titah Reno pada asisten pribadi yang berjalan di sampingnya. Mereka memasuki lobi perusahaan, sembari membicarakan semua agenda kantor hari itu. “Aku mau istirahat, di kantor aja.”

“Siap, Ndan.” Pria yang bernama Willy itu mengangguk santai, sambil menulis titah Reno pada tablet di genggaman.

“Aku juga minta—”

Brukk!

Langkah Reno terhenti ketika seorang wanita tiba-tiba menabraknya.

Lita terbelalak dan menahan napas, saat melihat pria yang baru meneleponnya ada di hadapan. Yang lebih parah, Lita baru saja menabrak karena keteledorannya. “Pa-Pak Reno! Maaf!”

“Kaaamu.” Reno mendelik saat mendengar Lita menyerukan namanya cukup keras. Namun, ia mencoba menenangkan diri dengan cepat. “Kamu karyawan baru?” tanyanya dengan nada lebih terkendali untuk menjaga wibawanya sebagai seorang direktur. Untung saja Lita memakai pakaian putih hitam layaknya karyawan magang, sehingga Reno bisa berakting maklum dan melemparkan pertanyaan seperti barusan.

“I-ya, Pak.” Lita melipat bibirnya sejenak, ketika melihat perubahan sikap Reno yang tiba-tiba. Padahal, Lita yakin wajah Reno mendadak berang ketika menabraknya. Namun, pria itu segera mengubah ekspresinya seketika.

Reno mengangguk kecil. “Lebih hati-hati lagi dan nggak perlu lari di lobi.”

“Baik, Pak. Terima kasih.” Lita segera bergeser, agar pria itu bisa kembali meneruskan langkah.

Hari ini, kesabarannya benar-benar diuji. Dari Radit yang hanya bisa mengomel dan tidak pernah mendukungnya, sampai Reno yang bersikap tidak jelas sama sekali.

Coba saja Reno berhadapan dengan sosok Lita yang dulu, pria itu pasti sudah terkena amukan karena telah menabraknya.

Sementara Reno, segera mengeluarkan ponsel dari saku jasnya ketika sudah menjauh dari Lita. Ia menghubungi sepupunya, karena ingin mengajukan protes.

“Wa!” seru Reno ketika Dewa mengangkat panggilannya. “Aku mau pindahkan iparmu ke Antariksa.”

“Ooo, tidak bisa,” jawab Dewa dengan nada meledek. “Bukan nggak bisa sebenarnya, Ren. Tapi ... aku malas kalau harus dengar omelan mamamu. Beliau yang minta Lita kerja di A-Lee biar bisa dekat sama kamu.”

Reno mengumpat ketika mendengar tawa puas Dewa di ujung sana. Ia bukannya tidak tahu jika sang mamalah dalang dari semua ini. Rindu mungkin hanya meminta Lita dipekerjakan di salah satu perusahaan yang bernaung di Lee Grup. Namun, mamanyalah yang meminta pada Dewa agar Lita berada satu kantor dengan Reno.

“Aku nggak tertarik sama dia,” sanggah Reno melirik sebentar pada Willy yang mendadak bengong melihatnya. Mereka memasuki lift bersama dan Willy meminta karyawan lain yang menunggu, agar tidak ikut serta.

“Ya sudah, cuek aja,” saran Dewa santai seperti biasa. “Lagian, kalian nggak akan ketemu setiap hari. Kamu di lantai atas dan Lita di ... dia admin invoice gudang. Jadi, kalian nggak akan ketemu.”

Reno menghela dan menyadari semua ucapan Dewa adalah benar. Pertemuan singkat tadi, mungkin hanya kebetulan semata. Ke depannya, Reno tidak akan bertemu atau berinteraksi dengan wanita yang dulu selalu merecoki kehidupan Rindu.

“Oke kal—”

“Buruan cari perempuan, Ren. Nikah! Biar mamamu nggak uring-uringan,” sela Dewa. “Aku yakin, kalau kamu nikah mamamu pasti mau diajak pindah ke Jakarta.”

“Cari perempuan itu gampang, Wa,” sahut Reno tanpa beban. “Tapi cari istri itu yang susah.”

“Hei! Mau aku tanyakan Rindu, Hening, atau Kiara? Siapa tahu mereka punya teman yang—”

“Bréngsek! Lo kira gue nggak laku?” Reno reflek memaki dan melupakan jika dirinya masih berada di lingkup perusahaan. Terlebih ketika mendengar tawa Dewa di seberang sana.

“Aku, sih, nyante,” ucap Dewa setelah berhenti tertawa. “Tapi mamamu yang nggak bisa, karena sudah pengen cucu seperti Dewi sama Tirta.”

Dewa kembali tertawa, sehingga Reno lagi-lagi mengumpatnya sebelum keluar dari lift. Namun, Reno tidak menampik akan kebenaran ucapan Dewa. Alasan mamanya mendekatkan Lita dengan Reno adalah, karena sudah jatuh hati pada bayi wanita itu.

“Ren, pikirkan juga kesehatan mamamu,” pesan Dewa mendadak bijak.

“Memangnya selama ini gue nggak mikirin?” Reno mendengkus. Berjalan cepat menuju ruangannya, agar bisa bicara bebas dengan Dewa. “Lo pikir, selama ini gue bolak balik KL ngapain? Study banding ngabisin duit rakyat, kayak lo?”

Dewa mendengkus. “Nggak usah ikut-ikutan nyindir seperti Rindu.”

“Pileg selanjutnya nggak usah nyalonlah, Wa,” ujar Reno penuh penekanan sembari memasuki ruang kerjanya, lalu berjalan santai menuju kursi kebesarannya. “Kita sudah punya banyak link di pemerintahan, jadi, baliklah lagi ke perusahaan karena gue mau hidup santai seperti dulu.”

“Nggak janji.” Dewa terkekeh. “Sudah dulu, Ren. Aku mau siap-siap RDP* jam sembilan. See you, Man!”

“Yok!”

Belum sempat Reno meletakkan ponselnya di meja kerja, ia kembali mendapat panggilan baru dari sang mama yang berada di Kuala Lumpur.

“Halo, Ma—”

“Pak Reno, ibu pingsan!”

Tubuh Reno membeku. Untuk beberapa saat, Reno hanya terdiam memproses semuanya. Suara di seberang telepon terdengar panik, membuat pikirannya kosong sesaat. Setelah beberapa detik, Reno pun tersadar dan segera bertindak.

“Willy!” teriak Reno sembari berlari ke luar ruangan. “Cari tiket ke KL! Sekarang!"

~~~~~~~

*RDP: Rapat Dengar Pendapat

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
dimana2 bumer tuh nyari calon dari bibit bebet & bobotnya..lah ini emaknya Reno suka sama Lita gegara Tirta.. salut sama emaknya Reno..
goodnovel comment avatar
Reni
Wuihh.. cerita baru ni. Asyikkkk...
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
klo emaknye reno dah suka sama lita, tinggal reno nya nih, semoga lama2 suka juga sama lita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status