Share

BC ~ 6

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-23 12:02:32

Akhirnya, Reno berhasil membujuk Fathiya kembali ke Jakarta setelah dua minggu berada di Malaysia. Tentunya dengan bantuan Maria, yang mengatakan akan menjodohkan Reno dengan anak perempuan temannya. Mereka sudah mengatur jadwal dan akan melakukan sebuah kencan setelah Fathiya kembali ke Jakarta.

Jadi, di sinilah Fathiya sekarang. Berada di rumah putranya dengan seorang suster yang akan membantu dengan segala sesuatunya.

“Bawa mama ke rumah Rindu pagi esok,” pinta Fathiya setelah selesai makan malam. “Mama nak jumpa Dewi.”

Reno mengangguk. Mereka tengah bersantai di ruang keluarga dan sedang membicarakan beberapa hal. “Biar aku telpon Dewa bentar lagi.”

“Untuk ape?”

“Cuma mau ngecek, besok Rindu ada di rumahnya sendiri atau di rumah tante Maria.”

“Kesian Rindu,” ucap Fathiya geleng-geleng. “Semoga dia dapat bersabar dengan mertua macam tante kau, tu.”

Reno terkekeh karena sudah paham dengan sifat Maria yang sangat cerewet itu. Rindu saja tidak bisa berkata tidak dan mengelak, ketika Maria yang memberi nama pada putri pertamanya. Rindu pasrah dan tidak bisa membantah.

“Semua orang kalau di depan tante Maria pasti jadi sabar, Ma,” ucap Reno. “Mereka cuma bisa diam dan nggak berani ngapa-ngapain.”

“Iyelah tu.” Fathiya ikut tertawa. “Eh tapi, mama nak juga jumpe Tirta. Apa kabar budak tu ye? Mesti besar, kan?”

“Ma ... anak, bayi.” Reno sedikit meluruskan. “Kita sudah di Jakarta, jadi, tak, kan, Mama tak ingat bahasa sendiri, kan, kan?”

"Tak lupa, cuma perlu membiasakan diri."

Reno mengangguk kecil dan tersenyum. “Aku telpon Dewa dulu, mama istirahatlah.”

“Kejap lagi, I need something to do.”

Reno menatap sang mama yang beranjak pergi ke dapur, sambil memanggil asisten rumah tangga. Karena itulah, Reno meraih ponsel yang sejak tadi tergeletak di sampingnya lalu menelepon Dewa.

“Wa, mamaku mau ketemu Dewi,” ujar Reno tanpa basa basi ketika sepupunya baru menerima panggilannya. “Rindu besok di rumahmu, atau di rumah mamamu?”

“Ada di rumah,” jawab Dewa. “Datanglah. Besok juga ada ibunya Rindu ke sini bawa Tirta. Tante Fathiya pasti juga mau ketemu Tirta, kan?”

Reno mengumpat saat mendengar Dewa terkekeh untuk meledeknya di seberang sana. Sepupunya itu pasti sudah mendengar dari Maria, jika Fathiya sebenarnya menyukai Lita. Namun, karena Reno tidak ingin membahas hal tersebut, maka ia segera mengakhiri panggilannya.

“Oke, Wa, see you besok!”

~~~~~~~~~~~~~~

“Kamu langsung pulang aja, Will,” titah Reno ketika mobilnya berhenti tepat di depan teras rumah Dewa. “Nanti biar sopirnya Dewa yang antar aku pulang.”

“Siap, Ndan!”

Tepat setelah Reno keluar dan menutup pintu mobil, Willy berlalu. Menyisakan Reno yang menatap malas pada Dewa yang berdiri di depan garasi bersama Riko.

“Tante Fathiya mau tidur di sini,” ujar Dewa. “Susternya sudah datang dan bawa obatnya sekalian. Jadi kamu pulang aja.”

“Kenapa nggak ada yang bilang sama aku?” Reno menghampiri Dewa yang sepertinya sedang mengecek mesin mobil.

“Malas.”

“Mobil baru lagi, Wa?” tanya Reno mengelilingi mobil klasik yang baru dilihatnya dengan perlahan

“Sudah seminggu.”

“Rindu nggak marah?”

“Mana mungkin bisa marah, Pak,” celetuk Riko lalu terkekeh. “Sogokannya banyak.”

“Dasar ISTI,” ledek Reno lalu bertolak pinggang di samping Dewa. Baru saja mulutnya hendak berceletuk, suara deritan pintu pagar yang kembali bergeser membuat semua orang berbalik. “Lita?” bisik Reno pada Dewa. “Ngapain dia ke sini?”

“Anaknya masih di dalam sama bu Tiara,” balas Dewa tidak kalah pelan, lalu kembali melihat mesin yang barunya.

“Kenapa nggak bilang dari tadi?” tanya Reno lalu berdecak kecil

“Nggak penting,” balas Dewa. “Kenapa ju—”

“Malam pak Dewa,” sapa Lita berhenti sebentar di sisi carport. “Pak Reno, bang Riko.”

“Malam,” balas Dewa dan Riko bersamaan, tetapi tidak dengan Reno.

“Langsung masuk aja, Ta,” titah Dewa melirik sekilas pada Lita, lalu kembali fokus pada mobilnya. “Ibu sama Rindu di belakang.”

“Makasih.” Lita mengangguk canggung lalu bergegas pergi karena tidak nyaman dengan tatapan Reno.

Sebenarnya, apa yang tengah dipikirkan pria itu, sampai-sampai melihat Lita dengan tatapan kesal. Sependek pengetahuan Lita, kinerjanya di perusahaan juga baik-baik saja. Ditambah, Lita juga tidak pernah bertemu muka dengan Reno setelah hari itu. Jadi, tidak ada alasan bagi pria itu untuk menatapnya demikian, karena Lita tidak memiliki kesalahan apa pun.

“Eh, Ta!” panggil Reno tiba-tiba dan hal tersebut membuat fokus Dewa dan Riko tertuju ke arahnya.

Lita yang baru menaikkan satu kakinya di tangga teras, kemudian berbalik. Ada apa lagi sekarang?

“Pak Reno manggil saya?”

“Ya.” Reno mengangguk, karena mulutnya sudah tidak tahan untuk meluapkan rasa kesal yang bersemayam di dada. “Jangan karena mamaku baik sama kamu juga Tirta, kamu jadi besar kepala. Tahu diri dan jangan ngelunjak.”

Lita menarik napas panjang. Sejak melihat pria yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya kemarin siang, emosi Lita kembali bergolak. Perasaannya campur aduk dan sudah berusaha menenangkan diri sejak kemarin. Namun, ucapan Reno barusan benar-benar memancing emosi yang sudah berusaha ia pendam.

“Ngelunjak bagaimana maksudnya?” Lita menghampiri Reno sambil menyingsingkan lengan kemejanya satu per satu.

“Ngelunjak ...’ Reno mengumpat saat tubuhnya didorong dari belakang oleh Dewa. Namun, Reno dengan cepat menahan langkahnya agar tidak bertabrakan dengan Lita.

“Iya!” Lita yang kesal, dengan berani mengangkat wajah menantang Reno. Menurut Lita, ini adalah masalah keluarga dan bukan masalah perusahaan. Untuk itulah, Lita tidak lagi segan menghadapi pria itu. “Ngelunjak yang bagaimana maksudnya?”

“Jangan pernah akting, minta dikasihani dan minta ini itu sama mamaku.” Reno sampai tidak bisa berpikir karena terkejut Lita bisa menjawabnya seperti sekarang.

Lita tersenyum miring ketika berhenti di hadapan Reno. Ia tidak menyalahkan pria itu, karena sifat Lita dahulu kala benar-benar buruk. Jadi, wajar bila Reno memiliki pemikiran seperti itu.

“Nggak akan,” Lita menjawab tegas sekaligus kesal dengan sikap Reno. Namun, nyalinya mendadak ciut ketika menatap Dewa yang berada di belakang pria itu. Karena itulah, ucapan yang baru keluar dari mulut Lita tidak selantang tadi.

“Oke! Aku pegang omonganmu,” ucap Reno dengan jemawa. “Sekarang—”

“Mulai besok, saya nggak ngebolehin ibu bawa Tirta main ke sini.” Lita hanya ingin cari aman dan tidak mau masalahnya menjadi panjang. “Atau, lebih tepatnya saya nggak akan ngebolehin ibu saya atau Tirta ketemu dengan tante Fathiya. Jadi, mulai sekarang pak Reno nggak usah khawatir dan berburuk sangka, karena saya jamin semuanya aman terkendali sesuai permintaan Bapak.”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
menghakimi lita karena masalalunya padahal lita ga ganggu hidup reno
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
Renoooo.. mulutmu loh lemess kek emak²..
goodnovel comment avatar
Reni
Kirain tadi mau digampar, udah nyingsingin lengan baju iya kan, wkwkwk....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Cinderella   BC ~ 7

    “Huuu ...” Ledekan tersebut kompak terlontar dari mulut Dewa dan Riko. Kemudian, disusul dengan tawa karena Reno telah kalah telak di depan Lita. Wanita itu baru saja pergi dan tenggelam di balik pintu rumah Dewa dengan hentakan kaki yang kasar.“Pak Reno nggak cocok jadi pemeran antagonis,” celetuk Riko melepas pengait besi yang menyangga kap mobil, lalu menutup mesinya. “Jadi, kalem aja, Pak. Nggak usah digalak-galakin.”“Dia lagi stres, Rik,” sambar Dewa lalu duduk pada sudut mobilnya. Ia masih saja terkekeh, karena mengingat Reno yang terdiam di hadapan Lita. “Sudah diburu-buru nikah sama mamanya. Kita tunggu aja undangannya sebentar lagi.”“Undangan kepala lo, Wa.” Reno ikut menjatuhkan bokongnya di samping Dewa. “Minggu depan, mamamu sudah buat jadwal makan malam sama anak temannya.”“Berarti pak Dewa betul,” ujar Riko sedikit bergeser lalu duduk pada pembatas carport. “Kita tinggal tunggu undangan bentar lagi.”Reno mendengkus kasar saat melihat Riko. “Lo pikir, nikah segampang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Bukan Cinderella   BC ~ 8

    Apes bagi Reno karena masuk rumah dalam situasi yang sangat tidak tepat. Bahkan, bisa dibilang sangat tidak menguntungkan karena sang mama langsung menodongnya untuk mengantarkan Tiara. Mamanya cerdik, karena menggunakan nama Tiara sehingga Reno tidak bisa menolak. Terlebih lagi, wanita tua itu adalah ibu kandung Rindu sekaligus mertua Dewa.Jadi, Fathiya sudah menjebak putranya sendiri dan tepat sasaran.Kendati Tiara dan Lita sudah menolak sedemikian rupa, tetapi titah Fathiya tidak bisa terelakkan juga. Reno akhirnya mengantarkan kedua wanita itu dan menyimpan kekesalannya dalam-dalam.“Maaf, ya, Pak Reno,” ucap Tiara sungguh tidak enak hati. Terlebih, status Reno saat ini adalah atasan Lita di kantor. Karena itulah, Tiara tetap bersikap hormat dan merasa segan pada pria itu. “Padahal Lita sudah pesan taksi online.”Reno tersenyum saat menoleh sekilas pada Tiara yang duduk di sebelahnya. Sementara Lita, duduk di belakang sembari memangku Tirta yang tampaknya baru terbangun.“Nggak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Bukan Cinderella   BC ~ 9

    Pagi itu, Tiara sampai tidak bisa berkata-kata ketika mendengar Lita bercerita perihal Reno. Sebagai seorang ibu, jelas hatinya terasa pilu ketika tahu Lita ternyata dipandang sebelah mata. Jika berada di posisi Reno, mungkin Tiara bisa memaklumi bila pria itu memiliki pikiran buruk pada Lita karena pernah hamil di luar nikah dan melahirkan tanpa seorang suami. Namun, Tiara merasa Reno tidak perlu sampai berkata demikian pada Lita.Entahlah.Tiara jadi serba salah karena pria itu adalah ipar Rindu. Kendati hanya ipar, tetapi jauh di lubuk hati Tiara yang terdalam, ia memiliki kekhawatiran jika semua ini akan menjadi konflik yang mengganggu rumah tangga Rindu.Di satu sisi, Tiara tidak bisa membiarkan Lita diperlakukan seperti demikian oleh Reno. Namun, di sisi lain ada keharmonisan rumah tangga Rindu yang harus Tiara jaga benar-benar.“Ta ... gimana kalau sambil jalan, kamu cari kerja di tempat lain?” Untuk sementara, hanya saran tersebut yang bisa Lita berikan pada Lita.“Cari kerja d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Bukan Cinderella   BC ~ 10

    Dirumahkan.Lita berdecih saat mengingat ucapan Reno mengenai pemecatannya. Tidak hanya pemecatan, tetapi tentang semua perkataan Reno yang tidak mengenakkan hati tentang dirinya.Lita tahu, sifat dan sikapnya dahulu kala selalu berada di luar kendali. Salah satu bukti dan akibatnya ialah, Lita hamil di luar nikah. Melahirkan seorang bayi tidak berdosa, tanpa seorang ayah.Akan tetapi, Lita sudah berubah. Benar-benar berubah dan ingin memperbaiki diri demi sosok tidak berdosa yang mungkin akan menanggung rasa sakit di masa depan. Semua ini Lita lakukan hanya untuk Tirta seorang.“Lembur lagi, Ta?” tanya Tiara yang berbaring di karpet bersama cucunya di depan televisi.“Iya, Bu.” Lita menghampiri Tiara sembari melirik sekilas pada Radit yang duduk bersila di kursi rotan di belakang karpet.Pria hanya melirik sekilas, tetapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Tatapan Radit masih penuh dengan amarah, serta kekesalan yang entah kapan akan mereda.“Mandi dulu, terus makan,” titah Tiara ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Bukan Cinderella   BC ~ 11

    “Nggak masuk akal.” Rindu memicing, menatap curiga pada Lita.Sempat tinggal satu rumah dengan wanita itu dan kerap mendapat perlakuan tidak baik, wajar rasanya jika Rindu memiliki keraguan pada Lita. Karena itulah, Rindu menarik Lita ke taman kecil yang ada di samping rumah, agar tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka.Sementara Tiara dan Fathiya, sedang berada di dalam dengan kedua bayi yang sama-sama sudah terbangun dari tidurnya. Sudah ada seorang baby sitter yang menemani kedua wanita tua itu, sehingga tidak terlalu merepotkan.“Jangan coba-coba bohongin aku, Ta,” sambung Rindu dengan suara pelan, tetapi tegas. Sebelumnya, Tiara sudah bicara dengan Rindu karena wanita itu sejak pagi sudah berada di rumahnya. Tiara menceritakan mengenai keinginan Lita pada Rindu dan ibunya itu pun juga merasa bingung dengan keputusan Lita. “Karena buatku ini nggak masuk akal. Sudah enak-enak kerja di A-Lee, malah mau ngerawat ibunya orang. Apa yang lagi kamu rencanain, Ta?”Lita menatap d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Bukan Cinderella   BC ~ 12

    “Besar juga nyalimu berani kerja di sini?”Pagi itu, Reno dengan sengaja menunggu Lita di depan pintu pagar. Mungkin terlihat bodoh, tetapi ada yang harus Reno bicarakan lebih dulu dengan wanita licik yang kali ini diantar oleh adik laki-lakinya. Jelas Reno tahu semua hal tentang Lita, karena wanita itu adalah keluarga Rindu. Tidak ada yang baik dari Lita, karena itulah Reno harus selalu waspada dan tidak bisa tinggal diam ketika wanita itu akan bekerja di rumahnya.Sayangnya, sang mama justru lebih memercayai Lita daripada putranya sendiri. Hanya karena pernah bernasib sama, Fathiya jadi merasa iba sekaligus salut pada Lita yang tidak menggugurkan kandungannya.“Lo mau ngajak ribut pagi-pagi?”Reno mengerjap. Mulutnya terbuka dan membeku sesaat, untuk memproses ucapan Lita yang terdengar tidak sopan. Intonasinya memang terdengar santai, tetapi bentuk kalimat yang dilontarkan Lita tidak seharusnya dikatakan kepada Reno.“Lo lihat gue lagi gendong bayi, kan?” lanjut Lita tidak meninggik

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Bukan Cinderella   BC ~ 13

    “Jadi dating malam ni?” tanya Fathiya sambil memangku Tirta yang menonton siaran Cocomelon.“Jadi.” Reno menatap ke sekitar sambil menghampiri sang mama, tetapi ia tidak melihat Lita ada di ruangan keluarga. “Ke mana Lita?”“Buat sarapan kat dapur.”“Buat sarapan Mama di dapur,” ralat Reno sambil duduk di samping Fathiya, lalu mencubit gemas paha bayi yang montok itu. “Kenapa jadi Mama yang jaga Tirta? Mama nggak ngerasa dimanfaatin sama Lita? Harusnya, dia yang ngerawat Mama, tapi kenapa jadi begini?”“Tak, kan, kau tak ingat.” Sambil menepuk-nepuk kedua tangan Tirta sesuai irama lagu di televisi, Fathiya melirik Reno. “Tirta ni ubat stres Mama.”“Mama ... nggak punya pikiran mau dekatin aku sama Lita, kan?” Reno rasa, ia harus mempertanyakan langsung hal tersebut pada Fathiya. Semua harus jelas, agar Reno tidak uring-uringan melihat Lita yang selalu menempel pada sang mama.Fathiya melepas tawa begitu saja. "Mama tak pernah ada fikir macam tu."“Mama serius?” Reno menegakkan tubuh.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Bukan Cinderella   BC ~ 14

    “Pagi, Mas Willy,” sapa Lita ramah sambil menghampiri pria yang baru keluar dari mobil. “Tumben pagi banget?”“Pagi, Ta,” balas Willy sudah tidak canggung lagi pada Lita. “Ini, mau keluar kota sama pak Reno.” Willy menutup pintu sembari melihat wajah menggemaskan Tirta yang menatapnya. “Baru datang?” tanyanya basa-basi sambil mendekat, lalu mencubit gemas pipi gembul bayi tampan itu.“Iya, biasa juga jam segini.”Hati Lita masih saja tidak karuan karena semua kenyataan yang berada di sekitarnya. Meskipun fisiknya sudah beristirahat selama sehari ketika libur, tetapi hati dan pikirannya tetap tidak bisa tenang.Tidak ingin Willy juga berpikiran buruk tentangnya, maka Lita berinisiatif menyampaikan isi hatinya lebih dulu.“Mas saya mau ngomong sebentar nggak papa, ya?” pinta Lita berusaha bersikap sopan dan merubah image-nya di masa lalu. Mungkin tidak akan mudah, tetapi paling tidak Lita sudah berusaha semaksimal mungkin.“Ngomong aja.” Willy mundur satu langkah dan memperhatikan Lita

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06

Bab terbaru

  • Bukan Cinderella   BC ~ 70 [FIN]

    “Aban ... jangan lari di tangga!” Reno sudah melarang, tetapi bocah yang sebentar lagi berusia tiga tahun itu tidak mau mendengarnya. “Kalau jatoh kita nggak jadi ulang tahun.”“Tak jatuh pun.”Reno menarik napas mendengar jawaban Tirta yang berucap dengan logat melayu. Benar-benar mirip Fathiya jika sudah berbicara. Reno tidak heran, karena Tirta memang sering menghabiskan hari-harinya dengan Fathiya. Terlebih lagi, Fathiya benar-benar memanjakan Tirta dan selalu menuruti semua permintaan bocah tersebut. “Hati-hati turunnya,” sambar Lita yang berjalan di belakang Reno dan jauh lebih kalem ketika menghadapi sikap putranya. “Kalau jatuh yang sakit Aban, bukan Ibu tau?”“Tau ...”Reno berdecak dan berhenti di ujung tangga. “Kalau jatuh, bahaya.”Lita menepuk keras bòkong Reno sebelum berhenti di sampingnya. Ia terkekeh, karena Reno sontak melotot padanya. “Tirta sudah—”“Kalau pengen bilang,” putus Reno lalu membalas Lita dengan perlakuan yang sama, hingga Lita memekik lalu terkekeh. “K

  • Bukan Cinderella   BC ~ 69

    “Mutasi?”“Kata bu Debby begitu.” Lita mengangguk untuk menjawab pertanyaan Rindu. Matanya tertuju pada Dewa dan Tirta yang sedang berlatih di dojo. Ia sebenarnya datang untuk memberikan oleh-oleh dari Malaysia dan ngobrol santai dengan Rindu. Namun, ternyata Dewa malah membawa anak-anak ke dojo di belakang rumah.Lita melihat Dewa sibuk mengajari Tirta menendang kick pad yang ada di tangan pria itu. Sementara Dewi, hanya duduk bertepuk tangan dengan tawa geli ketika melihat sepupunya berhasil menendang. Tawa kecil itu selalu pecah, seolah menikmati setiap aksi Tirta yang memang terlihat menggemaskan.Sedangkan di sisi lain, Reno tampak lebih sibuk dengan kameranya. Merekam setiap momen dengan senyum bangga di wajahnya.“Pak Zaldy dimutasi ke Denpasar, tapi naik jadi wakil dirut di sana,” sambung Lita menerangkan. “Jadi ini masih sibuk bolak balik, karena sekalian ngurus pindah sekolah anaknya sama ini itunya. Pantas aja nggak pernah ngerecokin Tirta lagi.”“Emang mau direcokin dia lag

  • Bukan Cinderella   BC ~ 68

    Lita berdiri di balkon hotel, memandang ke luar dengan kekaguman. Pemandangan kota yang megah dan hiruk-pikuk kehidupan malam yang berbeda, membuatnya merasa seolah sedang bermimpi.Ia menoleh ke arah Reno, yang menghampirinya lalu memeluk dari belakang. Rasanya, setiap detik liburan yang dihabiskannya, adalah sesuatu yang luar biasa. Dari pengalaman pertamanya naik pesawat, hingga menjelajahi tempat-tempat baru yang menakjubkan.Mereka sempat dua hari berada di kediaman Fathiya dan sisanya Reno memilih memboyong semua anggota keluarga menginap di hotel. Semua itu dilakukan agar Lita, Tiara, maupun Fandy bisa mendapatkan pengalaman baru.Pada liburan kali ini, Radit tidak bisa ikut karena jatah cutinya dari perusahaan sudah habis. Jadi, pria itu menetap di Jakarta dan tetap menjalankan rutinitasnya seperti biasa.“Aban sudah tidur,” bisik Reno memberitahu tepat di telinga Lita. “Kapan kita tidur?”Lita terkekeh mendengar ajakan Reno. Beberapa hari ini, pria itu memang tidak meminta ja

  • Bukan Cinderella   BC ~ 67

    Meskipun tidak sebesar dan semegah resepsi pernikahan Rindu, bagi Lita, acara pernikahannya memiliki keindahan dan kesempurnaan tersendiri. Dengan dekorasi sederhana nan elegan, suasana yang hangat dan penuh kasih sayang dari keluarga serta teman-teman terdekat, membuat hari itu begitu istimewa."Abang, makasih." Lita berucap pelan sambil menatap Reno, kaki-kakinya bergerak canggung saat mereka berdansa di tengah ruangan. Langkah Lita terasa kaku dan hanya berusaha mengikuti irama. Bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti ke mana langkah Reno membawanya. “Sebenarnya aku pengen nangis, tapi air matanya nggak keluar.”Reno terkekeh pelan mendengar ucapan istrinya. Entah sudah berapa kali, Lita mengucapkan kata terima kasih pada Reno, karena telah mempersiapkan sebuah resepsi pernikahan yang tidak terbayangkan. Padahal, semua ini jauh dari kata mewah seperti pernikahan Rindu, tetapi sikap Litalah yang membuat Reno benar-benar merasa sangat dihargai.“Sebenarnya, aku juga mau minta maaf ka

  • Bukan Cinderella   BC ~ 66

    “Ke Malaysia?” Lita menatap Reno dengan mata membesar, jantungnya berdebar kencang. Bibir Lita bergetar, seiring rasa gugup dan bahagia yang tiba-tiba menyelimuti. Masih mencoba mencerna ucapan Reno, karena tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. “Maksudnya, kita ... ke Malaysia? Aku sama Tirta ikut?”“Kita semua.” Reno mengangguk lalu menangkup wajah Lita. Namun, kedua tangannya langsung disingkirkan Tirta yang sedang berada di pangkuan Lita. “Ditambah ibu sama Fandy,” ucapnya kembali menangkup wajah Lita, tetapi tangannya kembali ditepis, sehingga Reno dengan sengaja kembali melakukan hal tersebut untuk menggoda Tirta.Lita terkekeh melihat tingkah putranya. “Cemburu dia.”“No no cemburu sama Ayah, tau.” Reno menggeleng saat memberi tahukan hal tersebut pada Tirta. “Nggak boleh! No no.”“Nana!” seru Tirta sambil geleng-geleng.“Iya, nana,” ulang Reno lalu menangkup gemas wajah gembil itu dengan kedua tangan, tetapi Tirta segera memberontak. Namun, sejurus itu Tirta justru

  • Bukan Cinderella   BC ~ 65

    “Bahagia sangat Mama tengok kau setiap hari,” ucap Fathiya sambil melempar pelan sebuah bola pada Tirta, agar batita itu menendangnya. Saat bola itu luput dari tendangan Tirta, Fathiya pun tertawa. “Macam tak ada beban.”“Makasih, Ma.” Reno tidak lagi bisa berkata-kata untuk mengungkapkan kebahagiaannya. Ia merangkul Fathiya dan membiarkan Tirta bermain seorang diri di taman sembari mengawasi. “Maaf, kalau aku nekat nikahin Lita, padahal Mama nggak setuju.”“Dah terjadi, dah,” ucap Fathiya sudah tidak ingin mengungkit masa lalu. “Yang penting kau bahagia, Mama pun bahagia.”“Nggak usah ditanya.” Reno tersenyum kecil. Mengingat bagaimana cara Lita menghormati dan melayaninya. Hampir tanpa cela, karena wanita itu selalu bisa menempatkan diri dan membaca situasi hati Reno. “Aku bahagia.”“Buatkan Tirta adik kalau macam tu.”Reno tertawa kecil, kendati hatinya sedikit tercubit karena permintaan Fathiya. Bukannya tidak mau, tetapi Lita belum siap jika harus hamil lagi ketika Tirta masih but

  • Bukan Cinderella   BC ~ 64

    “Bikin puding pesanan orang lagi?”Tidak menemukan istrinya ketika bangun tidur, Reno lantas segera pergi ke dapur. Tidak hanya Lita, tetapi Tirta pun sudah tidak ada di kasurnya. Padahal, hari itu adalah hari libur tetapi Lita sudah tidak ada di sampingnya ketika Reno membuka mata.“Ehh, Ayah sudah bangun.” Lita memberi senyum semanis mungkin, karena mendengar nada bicara Reno yang tampaknya tidak terlalu suka dengan kegiatan yang dilakukannya.Dengan segera, Lita mengalungkan tangan pada pinggang Reno yang berdiri di sebelahnya lalu berjinjit. Memberi satu kecupan singkat di pipi dan kembali mengaduk adonan pudingnya.“Sayang, ini masih subuh.” Reno memelankan suaranya. Melihat Tirta yang asyik sendiri di kursi makannya, dengan potongan buah pisang yang sudah tidak berbentuk. “Masih gelap, tapi kamu sudah bawa Tirta ke dapur.”“Tirta bangun waktu aku selesai mandi,” ujar Lita sambil melihat Tirta yang berada di samping kitchen island. Tidak jauh dari tempat Lita berdiri, agar lebih

  • Bukan Cinderella   BC ~ 63

    “Mimi ...” Tirta berjalan sempoyongan ketika melihat Fathiya duduk di ruang tengah. Sempat terjatuh, lalu kembali bangkit dan berjalan menghampiri wanita itu.Reno yang berada di belakangnya, memang sengaja membiarkan batita itu dan tidak menolong sama sekali. Semua itu dilakukan agar Tirta tidak cengeng dan tidak putus asa untuk belajar berjalan.“Tok Umilaaa ...” Fathiya bertepuk tangan menyambut Tirta agar segera menghampirinya. “Bukan mimi.”“Lydia belum datang, Ma?” tanya Lita yang baru saja memasuki ruang tengah setelah menyibukkan diri di dapur. Sementara Tirta, sejak tadi berada bersama Reno karena pria itu sendiri yang meminta. “Sudah jam segini. Mama sudah minum obat belum.”“Dah.” Fathiya menangkap tubuh Tirta yang berhenti di depannya. Namun, batita itu tidak mau diangkat dan dipangku karena lebih memilih kembali berjalan menyusuri ruang tengah. “Hari ni Lydia izin.”“Nggak ada penggantinya?” tanya Reno sambil mengambil mobil-mobilan aki yang dibelinya, lalu meletakkan di t

  • Bukan Cinderella   BC ~ 62

    “Sayangnya Ibuuu.” Lita mencium gemas pipi gembil putranya hingga berkali-kali, ketika akhirnya bertemu kembali. “Kamu nggak kangen sama Ibu, heemm.”Tirta hanya bisa terkekeh, ketika Lita menjatuhkan kecupan bertubi-tubi tanpa bisa melawan.“Ayahnya,” ujar Reno yang duduk bersila di samping Lita, setelah bersalaman dengan Fathiya dan Tiara yang duduk di sofa.Lita terkekeh setelah berhenti mencium putranya. Menatap Reno, sembari mendudukkan Tirta di pangkuannya dengan posisi yang nyaman. Belum sempat ia bicara, Tirta sudah lebih dulu berceletuk ketika melihat Reno.“Aban!”Reno buru-buru meraih tangan Tirta, kemudian menepukkan tangan mungil tersebut ke dada bayi pintar itu. “Ini Aban Tirta,” kata Reno lalu melepas tangan Tirta dan mengangkatnya ke pangkuan. “Ini Ayah.”“Aban.”“Ayah,” ujar Reno kembali meralat sambil menyapit gemas bibir mungil itu. “Pelan-pelan aja,” kata Tiara ikut merasa bahagia melihat binar ceria dari sorot mata Lita. Rasanya, satu beban yang ada di pundak Tia

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status