Share

BC ~ 6

Akhirnya, Reno berhasil membujuk Fathiya kembali ke Jakarta setelah dua minggu berada di Malaysia. Tentunya dengan bantuan Maria, yang mengatakan akan menjodohkan Reno dengan anak perempuan temannya. Mereka sudah mengatur jadwal dan akan melakukan sebuah kencan setelah Fathiya kembali ke Jakarta.

Jadi, di sinilah Fathiya sekarang. Berada di rumah putranya dengan seorang suster yang akan membantu dengan segala sesuatunya.

“Bawa mama ke rumah Rindu pagi esok,” pinta Fathiya setelah selesai makan malam. “Mama nak jumpa Dewi.”

Reno mengangguk. Mereka tengah bersantai di ruang keluarga dan sedang membicarakan beberapa hal. “Biar aku telpon Dewa bentar lagi.”

“Untuk ape?”

“Cuma mau ngecek, besok Rindu ada di rumahnya sendiri atau di rumah tante Maria.”

“Kesian Rindu,” ucap Fathiya geleng-geleng. “Semoga dia dapat bersabar dengan mertua macam tante kau, tu.”

Reno terkekeh karena sudah paham dengan sifat Maria yang sangat cerewet itu. Rindu saja tidak bisa berkata tidak dan mengelak, ketika Maria yang memberi nama pada putri pertamanya. Rindu pasrah dan tidak bisa membantah.

“Semua orang kalau di depan tante Maria pasti jadi sabar, Ma,” ucap Reno. “Mereka cuma bisa diam dan nggak berani ngapa-ngapain.”

“Iyelah tu.” Fathiya ikut tertawa. “Eh tapi, mama nak juga jumpe Tirta. Apa kabar budak tu ye? Mesti besar, kan?”

“Ma ... anak, bayi.” Reno sedikit meluruskan. “Kita sudah di Jakarta, jadi, tak, kan, Mama tak ingat bahasa sendiri, kan, kan?”

"Tak lupa, cuma perlu membiasakan diri."

Reno mengangguk kecil dan tersenyum. “Aku telpon Dewa dulu, mama istirahatlah.”

“Kejap lagi, I need something to do.”

Reno menatap sang mama yang beranjak pergi ke dapur, sambil memanggil asisten rumah tangga. Karena itulah, Reno meraih ponsel yang sejak tadi tergeletak di sampingnya lalu menelepon Dewa.

“Wa, mamaku mau ketemu Dewi,” ujar Reno tanpa basa basi ketika sepupunya baru menerima panggilannya. “Rindu besok di rumahmu, atau di rumah mamamu?”

“Ada di rumah,” jawab Dewa. “Datanglah. Besok juga ada ibunya Rindu ke sini bawa Tirta. Tante Fathiya pasti juga mau ketemu Tirta, kan?”

Reno mengumpat saat mendengar Dewa terkekeh untuk meledeknya di seberang sana. Sepupunya itu pasti sudah mendengar dari Maria, jika Fathiya sebenarnya menyukai Lita. Namun, karena Reno tidak ingin membahas hal tersebut, maka ia segera mengakhiri panggilannya.

“Oke, Wa, see you besok!”

~~~~~~~~~~~~~~

“Kamu langsung pulang aja, Will,” titah Reno ketika mobilnya berhenti tepat di depan teras rumah Dewa. “Nanti biar sopirnya Dewa yang antar aku pulang.”

“Siap, Ndan!”

Tepat setelah Reno keluar dan menutup pintu mobil, Willy berlalu. Menyisakan Reno yang menatap malas pada Dewa yang berdiri di depan garasi bersama Riko.

“Tante Fathiya mau tidur di sini,” ujar Dewa. “Susternya sudah datang dan bawa obatnya sekalian. Jadi kamu pulang aja.”

“Kenapa nggak ada yang bilang sama aku?” Reno menghampiri Dewa yang sepertinya sedang mengecek mesin mobil.

“Malas.”

“Mobil baru lagi, Wa?” tanya Reno mengelilingi mobil klasik yang baru dilihatnya dengan perlahan

“Sudah seminggu.”

“Rindu nggak marah?”

“Mana mungkin bisa marah, Pak,” celetuk Riko lalu terkekeh. “Sogokannya banyak.”

“Dasar ISTI,” ledek Reno lalu bertolak pinggang di samping Dewa. Baru saja mulutnya hendak berceletuk, suara deritan pintu pagar yang kembali bergeser membuat semua orang berbalik. “Lita?” bisik Reno pada Dewa. “Ngapain dia ke sini?”

“Anaknya masih di dalam sama bu Tiara,” balas Dewa tidak kalah pelan, lalu kembali melihat mesin yang barunya.

“Kenapa nggak bilang dari tadi?” tanya Reno lalu berdecak kecil

“Nggak penting,” balas Dewa. “Kenapa ju—”

“Malam pak Dewa,” sapa Lita berhenti sebentar di sisi carport. “Pak Reno, bang Riko.”

“Malam,” balas Dewa dan Riko bersamaan, tetapi tidak dengan Reno.

“Langsung masuk aja, Ta,” titah Dewa melirik sekilas pada Lita, lalu kembali fokus pada mobilnya. “Ibu sama Rindu di belakang.”

“Makasih.” Lita mengangguk canggung lalu bergegas pergi karena tidak nyaman dengan tatapan Reno.

Sebenarnya, apa yang tengah dipikirkan pria itu, sampai-sampai melihat Lita dengan tatapan kesal. Sependek pengetahuan Lita, kinerjanya di perusahaan juga baik-baik saja. Ditambah, Lita juga tidak pernah bertemu muka dengan Reno setelah hari itu. Jadi, tidak ada alasan bagi pria itu untuk menatapnya demikian, karena Lita tidak memiliki kesalahan apa pun.

“Eh, Ta!” panggil Reno tiba-tiba dan hal tersebut membuat fokus Dewa dan Riko tertuju ke arahnya.

Lita yang baru menaikkan satu kakinya di tangga teras, kemudian berbalik. Ada apa lagi sekarang?

“Pak Reno manggil saya?”

“Ya.” Reno mengangguk, karena mulutnya sudah tidak tahan untuk meluapkan rasa kesal yang bersemayam di dada. “Jangan karena mamaku baik sama kamu juga Tirta, kamu jadi besar kepala. Tahu diri dan jangan ngelunjak.”

Lita menarik napas panjang. Sejak melihat pria yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya kemarin siang, emosi Lita kembali bergolak. Perasaannya campur aduk dan sudah berusaha menenangkan diri sejak kemarin. Namun, ucapan Reno barusan benar-benar memancing emosi yang sudah berusaha ia pendam.

“Ngelunjak bagaimana maksudnya?” Lita menghampiri Reno sambil menyingsingkan lengan kemejanya satu per satu.

“Ngelunjak ...’ Reno mengumpat saat tubuhnya didorong dari belakang oleh Dewa. Namun, Reno dengan cepat menahan langkahnya agar tidak bertabrakan dengan Lita.

“Iya!” Lita yang kesal, dengan berani mengangkat wajah menantang Reno. Menurut Lita, ini adalah masalah keluarga dan bukan masalah perusahaan. Untuk itulah, Lita tidak lagi segan menghadapi pria itu. “Ngelunjak yang bagaimana maksudnya?”

“Jangan pernah akting, minta dikasihani dan minta ini itu sama mamaku.” Reno sampai tidak bisa berpikir karena terkejut Lita bisa menjawabnya seperti sekarang.

Lita tersenyum miring ketika berhenti di hadapan Reno. Ia tidak menyalahkan pria itu, karena sifat Lita dahulu kala benar-benar buruk. Jadi, wajar bila Reno memiliki pemikiran seperti itu.

“Nggak akan,” Lita menjawab tegas sekaligus kesal dengan sikap Reno. Namun, nyalinya mendadak ciut ketika menatap Dewa yang berada di belakang pria itu. Karena itulah, ucapan yang baru keluar dari mulut Lita tidak selantang tadi.

“Oke! Aku pegang omonganmu,” ucap Reno dengan jemawa. “Sekarang—”

“Mulai besok, saya nggak ngebolehin ibu bawa Tirta main ke sini.” Lita hanya ingin cari aman dan tidak mau masalahnya menjadi panjang. “Atau, lebih tepatnya saya nggak akan ngebolehin ibu saya atau Tirta ketemu dengan tante Fathiya. Jadi, mulai sekarang pak Reno nggak usah khawatir dan berburuk sangka, karena saya jamin semuanya aman terkendali sesuai permintaan Bapak.”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
Renoooo.. mulutmu loh lemess kek emak²..
goodnovel comment avatar
Reni
Kirain tadi mau digampar, udah nyingsingin lengan baju iya kan, wkwkwk....
goodnovel comment avatar
Siti Juli
entar bucin loh pak reno. itu Bu Fathia suka ana lita noh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status