“Kau cantik sekali, Nayra sayangku...”
Hanggoro mencolek dagu Nayra dan tertawa puas karena sebentar lagi bisa juga memiliki istri muda yang cantik itu.
Beberapa orang yang turut hadir menjadi saksi pernikahan bersorak-sorak melihat kelakuan sang juragan yang bagi mereka lucu itu.
“Cium Juragan...” seloroh rombongannya sembari bersiul.
Nayra benar-benar terlihat jengah tapi masih berusaha menahan diri. Mau marahpun dia tentu tidak berani. Lagi pula siapa di sini yang akan peduli perasaannya. Tidak ada...
Hingga suara penghulu itu terdengar.
“Sabar, Tuan Hanggoro. Tidak boleh asal colek dulu. Belum halal. Kita halalkan dulu, ya?” Penghulu yang sudah duduk di hadapan mereka mengingatkan pria tua yang sudah tampak mendesak itu.
&ldq
Ada rasa kecewa yang menyusupi dadanya melihat kemunculan pria itu. Kenapa bukan Devran yang datang? Untuk apa juga Musa ada di sini?Jangan-jangan dia memang seorang penipu lalu sudah tertangkap Devran dan kini ingin menyeretnya ke dalam masalah yang sudah dibuatnya.“Aku bukan suaminya, tapi aku membawa saksi bahwa wanita yang dipaksa menikah ini sebenarnya sudah terikat hubungan pernikahan.”Musa tak pedulikan tatapan banyak orang. Berjalan menuju ke penghulu di depan. Menunjukan beberapa rekaman pernikahan Devran dan Nayra.“Kalau Anda tidak percaya, saya juga membawa saksi. Ini ada Ustaz Muh dan pengurus RW yang menyaksikan.” Musa menunjuk dua pria yang juga turut hadir.“Omong kosong apa ini? Usir pria itu dari sini!”Hanggoro yang mengetahui kenyataan ini pada akhirnya bangkit dan merasa tidak ter
“Mau apa?” Seorang petugas menahan Devran yang hendak ikut melihat korban.“Kalau tidak ada kepentingan tidak boleh mendekat!” bentak pria itu sembari menghalau beberapa orang yang masih bandel tidak mau pergi.“A-aku suaminya, Pak!” “Kau suaminya?” serempak beberapa orang yang tadi menyingkir dari kerubungan menatap Devran dengan sungguh heran.“Benar, karenanya izinkan aku melihatnya. Aku punya hak untuk melihatnya...” Dengan percaya diri Devran mengakuinya. Padahal dia juga tidak begitu yakin.Biar saja, yang penting dia bisa melihat wanita itu dan tidak mati penasaran.Melihat kesungguhannya seorang petugas memberi kode agar membiarkan Devran melihatnya. Siapa tahu memang dia adalah suami korban laka itu.Selangkah lagi mendekati tubuh yang te
“Jangan melompat. Airnya deras. Kau bisa mati kalau melakukannya!” suara pria brandalan itu mengingatkan Nayra.Gadis itu sudah lelah dan putus asa. Dilihatnya arus yang deras di bawah sana. Dia tidak takut.Kakinya sudah memanjat pagar beton itu untuk bersiap terjun ke sungai. Dipejamkannya matanya erat-erat, seolah melihat bayangan bundanya melambai-lambai di ujung sana memanggilnya.“Aku datang, Bunda...” gumamnya sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke dalam sungai.Namun sebelum itu terjadi sebuah tangan menarik tubuhnya dan memeluknya erat.“Lepasin, jangan sentuh aku...” teriaknya merusal sebelum akhirnya semua terlihat gelap dan sunyi...Ketika matanya mulai terbuka, Nayra melihat langait-langit putih di atasnya.“Apa aku sudah meninggal?” gumamnya sendiri.Dia baru menoleh ke sekitar dan tempat ini benar-benar asing baginya.Tapi satu yang Nayra sadari, dia tidak sedang berada di alam lain tapi sebuah kamar yang sunyi hingga suara detakan jarum jam dinding bisa terdengar di t
“Sudah beres, Mas. Aku sudah melaporkan dua wanita itu ke kantor polisi.” Musa memberikan laporan apa yang sudah dikerjakannya.“Bagus. Oh, ya, Om. Jangan dulu memberitahu mama atau papa tentang Nayra. Biar nanti aku beritahu sendiri.” Devran mengingatkan Musa.Meski mamanya yang paling bawel agar dia punya kekasih yang dikenalkan padanya, tapi Devran tahu wanita itu sangat perfeksionis. Tidak mau sembarangan memilih calon menantu.“Bukan karena alasan pernikahan yang dadakan itu, kan?” Musa bertanya. Dia sedikit sudah diberitahu Devran tahu tentang hal itu.“Maksud, Om?” Devran bertanya balik apa yang dimaksudkan Musa.Musa tertawa dan menepuk pundak anak muda itu. Sejak dia kecil, Musa sudah bekerja untuk papanya. Lebih sering mengawal anak muda ini saat dulu masih bandel-bandelnya. Jadi sedikit banyak mengetahuilah tentang karakter Devran.“Mas Devran tidak pernah seperhatian ini pada wanita lain selain sama Mbak Damay. Kalau sekarang Mas Devran kembali memberikan perhatian pada w
Nayra sudah memejamkan matanya karena merasa Devran akan menciumnya. Posisi wajah mereka sudah dekat sekali. Bahkan ujung hidung mereka saling bersentuhan. tiba-tiba pria itu berkata, “Ada paku, hampir mengenai kakimu!”Mata yang tertutup itu seketika terbuka. dan wajah yang menegang itu pun memudar, terganti perasaan sebalnya. Padahal Nayra Sudah merasakan deg-degan sekali. seperti saat dicium pria ini sebelumnya.Tapi kalau ingat hal itu dia jadi sedih. Dicium di pagi harinya, lalu di siang harinya hatinya berbunga-bunga, dan di sore harinya dia di tuduh mencuri. Ini seperti perasaannya sedang diroller-coasterkan. Naik setinggi-tingginya, lalu diturunkan serendah-rendahnya.“Iya, Mas. Terima kasih!” ujarnya sembari bangkit dari pangkuan Devran.Dia memang melihat paku di lantai kayu itu mencuat dan bisa saja menyakiti kakinya. Nayra seharusnya tidak bepikir kalau Devran mau menciumnya lagi.Bisa-bisaya masih saja berharap Devran menciumnya?*** Hari berlalu begitu-begitu saja k
“Yang ini lebih gemoy dan empuk. Rasanya lebih enak.”Nayra menyodorkan bakpao pada Devran saat mereka memutuskan berjalan-jalan sebentar di sekitar vila.“Enggak ada bedanya, sama saja!” Devran melahap makanan itu ke dalam mulutnya.“Itu karena mas kurang menikmati esensi rasa sebuah makanan. Padahal, dari harganya saja sudah beda. Bahan pembuatnya pun beda. Tidak mungkin kalau rasanya sama.” Nayra mencebik melirik pria yang melahap makanan itu. Sama makanan juga dia jutek abis.“Tidak perlu diperdebatkan. Lidahku dan lidahmu beda. Jadi jangan memakasakan pendapat dari sudut pandangmu.” “Ya, deh. Terserah!” Nayra memutar bola matanya, tak mau mempersoalkan lagi. Perkara bakpao doang kenapa bahasnya jadi dalam begitu.Mungkin karena sembari menggerutu dalam hati, saat makan Nayra sampai seret di tenggorokan hingga membuatnya cegukan.Devran langsung bangkit dan membelikan air mineral untuknya. Membukakan tutup botol itu dan membantunya minum.Perasaan Nayra terasa hangat mendapat pe
Tengah malam Nayra keluar kamar karena merasa haus. Air minum dalam botolnya sudah habis dan dia lupa belum mengisinya.Saat membuka pintu tidak tahunya Devran masih berjibaku dengan pekerjaannya di ruang tengah.Melihat Nayra keluar dengan hanya memakai daster tali sedangkan tidak memakai apapun lagi di dalamnya. Mata pria itu nyalang.“Mau apa?” tanyanya pada gadis itu. Pasti tidak sadar tidak memakai kimononya saat keluar.“Mau ambil minum, Mas.” ujarnya lempeng dan berjalan ke arah galon untuk mengisi botolnya.Devran memperhatikan gerak-gerik gadis itu, lalu menghela napas.Bahu dan punggungnya terekspos saat rambut panjang yang tergerai itu melorot ke samping ketika Nayra membungkuk mengisi air.Belum lagi posisi yang seperti itu benar-benar secara tidak langsung menerbitkan pikiran yang tidak-tidak saja di kepala pria jablai ini.Gadis ini benar-benar mengujinya. Padahal dia sendiri yang tidak mau dimacam-macamin Devran.“Ambilkan juga aku segelas minuman.” Devran akhirnya tid
Nayra baru sadar kalau ponsel Devran tertinggal saat mendengar suara deringan dari benda itu.Mungkin masih di luar karena belum terlalu lama keluarnya. Jadi, Nayra mengambil benda itu dan melangkah dengan cepat untuk menyusul Devran.Namun sepertinya Devran sudah tidak ada.Sementara ponsel itu belum juga berhenti berdering.Siapa Arini? Apa teman kantornya?Nayra tidak mau tahu. Dia mau melanjutkan memasak lagi. Namun suara deringan ponsel itu masih juga terdengar. Sungguh sangat mengusiknya.“Aku angkat saja, deh. Nanti tinggal bilang sama Mas Devran.”Lalu ketika diangkatnya, Nayra mendengar suara lembut dari seberang sana.Deg! “Hallo, Dev. Maaf pagi-pagi udah nelpon. Tidak perlu sarapan di rumah, ya. Berangkat ke kantornya pagi-pagi kita bahas proyek kamu yang hampir selesai.”Oh. Urusan kantor. Nayra tanpa sadar menghela lega.“Maaf, Mas Devrannya sedang jogging. Nanti akan saya sampaikan.” Nayra menjawabnya.“Eh, bentar. Ini siapa?” suara dari seberang tampak heran.Sayang
Nayra sudah diantar pulang oleh Yas karena Devran harus bicara dengan Ananda.Sungguh kesal kalau pria ini selalu mengganggu kebersamaannya dengan Nayra. Tapi, lebih baik diselesaikan dengan segera.Devran ingin setelah ini Nayra menjalani masa-masa kehamilannya dengan nyaman tanpa ada gangguan lagi.“Ada apa, bro?” Devran dengan santai menanyai pria yang masih tampak gusar itu.“Urusan tes DNA itu valid atau tidak bukanlah tanggung jawabku. Kau tidak bisa menjadikan ini sebagai sebuah alasan untuk menyingkirkanku dari dunia yang selama ini kutekuni!” Ananda berteriak marah tahu bahwa Devranlahh yang mengadukannya ke dewan kedokteran.Dia tentu tidak mau begitu saja menjadi konyol begini. Bahkan kuliahnya yang mengambil sub-spesialis sudah selesai tinggal menunggu lulus, malah gelar dokternya terancam dicopot. Ananda tidak akan terima hal itu.“Jangan mengelak lagi, kau pasti mensabotasenya.”“Apa? Apa buktinya? Hah!” Ananda berang.Devran jadi ikutan terpancing. Dia bahkan menendang
“Ikut aku, Nay!” Devran menarik lengan Nayra. Padahal masih ada Ludwig dan Farah di sana.“Mas?” Nayra hendak protes walau dia tidak berdaya hanya bisa mengikuti Devran.“Sudah jangan bawel!” Devran langsung meminta Nayra masuk mobil yang diparkirnya tak jauh dari tempat itu lalu segera dilajukannya pergi.Sedangkan di sana, Ludwig dan Farah hanya menatap tanpa bisa menahan seorang Devran.“Maaf, kalau sikap Devran seperti itu.” Ludwig sampai meminta maaf pada Farah.Setahunya Devran pria yang dingin dan sedikit kasar, bahkan pada mamanya sendiri. Tidak berlebihan kalau dia sampai berpikir Devran juga seperti itu ke semua orang. “Ah, Devran memang kelihatannya dingin. Tapi aku tahu kok, dia baik.” Farah menyampaikannya, sekedar mengoreksi pemikiran Ludwig.“Oh, maaf, aku tidak banyak tahu tentang dia.”Farah melirik pria itu dan baru menyadari bahwa Ludwig tampak sedih melihat sikap putranya yang tidak pernah mau sekedar duduk menikmati kopi bersama. Farah jadi kasihan.“Jangan
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t