“Nenek sudah pergi ke Edinburgh seminggu yang lalu untuk mengujungi makam kakekmu.” Wanita itu tampak senang melihat kedatangan Nayra.“Oh, Nenek sudah ke Edinburgh?” Nayra terkejut. Dia tidak tahu hal itu.Bagaimana juga dia tahu? Dia dan Devran tidak pernah berkomunikasi. Kecuali saat Nayra meminta izin mengambil jurnal kuliahnya. Yang malah memergoki dia dan kekasihnya itu mabuk-mabukan.‘Hhg. Selamat deh, Mas. Tunggu sebentar lagi kita bercerai,’ gumam Nayra dalam hati. Masih sempat-sempatnya dia memikirkan hal itu di depan Renata.“Nenek sementara tinggal di sini dulu sampai benar-benar pulih. Di sana juga banyak dokter yang lebih baik. Tapi nenek lebih suka pengobatan di tanah air saja. Di sini ada cucu-cucu nenek.” Wanita tua itu tersenyum dengan hangat.Dada Nayra terasa sesak. apakah wanita ini tahu bahwa hubungannya dan Devran sebentar lagi akan diakhiri?“Malam ini tidur di sini saja, yah?” Renata meminta kesediaan Nayra.“Eng...” Nayra bingung.Kalau menginap di rumah in
Duduk di depan meja rias, Nayra menyisir rambutnya sembari menatap pantulan bayangannya dengan melamun.Kenapa mesti kembali terjebak dalam keintiman semalam? Bahkan Nayra pun ikut menikmatinya. Di awal terus menolak, pada akhirnya malah yang memohon-mohon Devran agar menuntaskan kegiatannya. “Ada apa?” tanya pria itu menggugah lamunan Nayra. Dia berdiri di belakang Nayra dan mengelus bahunya sembari menatap wajah Nayra yang sepagi ini sudah bengong itu.“Mas Devran tidak mencintaiku, kita juga akan segera bercerai, kenapa masih melakukannya?” keluh Nayra.“Apa cinta itu harus selalu diucapkan?”Keduanya terdiam saling menatap bayangan masing-masing dari cermin di depan.“Aku tidak sepercaya diri itu. Mas terlihat lebih mencintai Damayanti dan tidak menginginkanku.” Matanya sudah memerah, membuat Devran melenguh dan berjingkat menghindari menatapnya.Devran duduk di tepi ranjang, dan Nayra masih bisa melihatnya dari cermin.“Damayanti ditangkap polisi karena sudah membulimu.”Nayra t
“Aku mendapat kabar penerbanganmu masih nanti sore. Jadi masih ada waktu untukmu menunjukan rasa terima kasihmu padaku.”Devran menatap Nayra yang tampak tak percaya, di detik perpisahan ini dirinya masih perhitungan dengan sebuah kata terima kasih Nayra.“Mas masih tega menginginkan hal itu padaku?”“Aku tidak memaksamu, kok.” Devran tampak cuek dan duduk di sofa ruang depan dengan santai. "Itu kalau kau merasa berhutang budi saja." Nayra menatap pria itu dengan perasaan yang campur aduk. Mau kesal atau protes, memangnya bisa? Permintaan untuk minta dilayani adalah sebuah penandasan seperti apa dirinya di mata pria mesum itu.Tapi, tidak apa. Bukankah mereka masih suami istri? Jadi, biarlah Nayra akan melayaninya. Biar dia merasa tidak punya hutang budi sekalian.Nayra masuk ke kamar dan membuka lemari bajunya. Mengambil lingeri dan memakainya. Dia berdiri di depan cermin sebentar lalu menghela napas.“Baik, Mas. Ini juga akan jadi kado terindah untuk Mas Devran,” ujarnya kemudian
“Lebih baik kita pulang dulu. Ini sudah malam, Nyonya. Udara di sini juga dingin.” Kiki menggugah ketertegunan Nayra. Dia benar, mereka harus pulang dulu.Ketika memasuki halaman rumahnya, Nayra memberitahu sopir mobil grab itu.“Pak rumahnya bukan yang ini, tapi yang di samping.” Tunjuknya pada rumah kecil di samping rumah yang kini mobil itu berhenti.“Nyonya, mapsnya bilang di sini?” Kiki yang malah membenarkannya.“Iya Ki, ini memang rumah kami. Tapi waku itu rumah ini masih sengketa. Lagi pula surat-suratnya juga kabarnya sudah diatasnamakan istri kedua ayahku dan putrinya,” jelas Nayra teringat perkara itu.Geram, sih. Tapi bagaimana lagi? Nayra malas berurusan dengan mereka. Sampai di titik, kalau memang mau ambil, ambil saja. Tidak mau terlibat ribut perkara dengan mereka lagi.“Kalau rumah di samp
“Aku pikir Dokter Ananda yang melakukan semua ini,” gumam Nayra.Ada rasa bersalah karena dia pernah dengan terang-terangan menyampaikan di depan Devran bahwa Anandalah yang selama ini membantunya.“Apa kau tahu hubungan Mas Devran dengan Damayanti?” tanya Nayra sembari melanjutkan langkahnya.“Saya kurang paham, nyonya. Tapi sepanjang pengetahuan saya, Pak Devran tidak pernah terlihat bersama wanita itu kecuali karena urusan dengan Nyonya Tamara.”“Jangan bilang tidak pernah melihatnya bersama, Ki. Kita pernah kan memergoki mereka di apartemen? Bahkan Mas Devran malah mengusirku dan membentakku.”Kiki terdiam. Untuk urusan itu dia juga tidak tahu.“Hanya saja, kalau Pak Devran memang ada hubungan dengan Damayanti, tidak mungkin juga sampai membuat skenario penangkapan artis itu. Pak Devran jug
Nayra dan Farah makan siang berdua saja. Kiki yang ditawari Nayra untuk makan bersama mereka menolak karena ingin bergabung dengan Mbok Mun dan Pak Parmin di dapur. Nayra tak mempermasalahkannya.Selesai merampungkan makan, mereka kembali mengobrol.“Tante kenal suamiku?” Nayra menyinggung tentang kepulangan Farah ke tanah air yang katanya atas bantuan suaminya.“Ada pria bernama Yas, dia mencariku berbulan-bulan. Kami bertemu di Amsterdam. Kutanya untuk apa mencariku dan apa dia mengenalku? Katanya dia diminta tuannya mencariku. Dia bilang tuannya itu suami seorang gadis bernama Nayra yang berasal dari Kota Diraja, putri dari Danial Sanjaya.” Panjang lebar Farah menjelaskan bagaimana dia bertemu dengan anak buah Devran.Nayra melihat wajah melamun, lalu menyentuh tangannya, “Kenapa, Tante?”Wanita yang bahkan belum menyentuh angka 50 tahun itu masih terlihat cantik dan anggun. Hanya saja kali ini terlihat sangat muram.“Maafkan aku, Nay. Aku bahkan terlupa untuk pulang. Merasa kau
“Ada apa menghubungiku?”Sapa Devran saat Nayra mengusap layar untuk menerima panggilan darinya. Tidak ada salam dan basa-basi, nadanya pun terkesan dingin. Namun, Nayra tahu, itu memang ciri khas pria itu.Seharusnya dia sudah memahaminya sejak dulu, memang begitulah karakter pria ini. Sayangnya, dirinya yang tak banyak belajar setelah berbulan-bulan bersamanya. Terkadang masih juga baper dengan sikapnya itu. “Mas?” Kata Nayra setelah menarik napas dalam. Masih belum bisa menghilangkan keterkejutannya tentang apa yang di dengarnya tadi.“Ada masalah?” Lenguhan napas Nayra sampai terdengar Devran.“Oh. Nanti aku hubungi lagi, Mas. Aku masih ada urusan. Aku hanya ingin berterima kasih dan minta maaf.” Seperti bagaimana pria ini yang tak suka basa-basi, Nayra jadi mengikutinya.“Sama-sama!” ujar Devran yang langsung menutup panggilan setelah dia mendengar sendiri Nayra masih ada urusan. Dia juga masih repot. Nayra mencebik. Namun kali ini tidak lagi dibuat sebal. Lagi pula ini masi
Nayra melihat wanita itu terisak sampai tergugu. Pundaknya bergetar dan tampak begitu rapuh. Membuat hatinya ikut teriris dan merasakan kesedihan yang mendalam.Tak lagi menahan langkahnya, Nayra berhambur memeluk wanita itu.“Mama...” panggilnya parau.“Nay?” Farah menghentikan tangisnya.Dipeluk putrinya sembari menangis membuatnya tak tega. “Jangan nangis, Nak. Maafin mama, ya?”Ketika mengetahui kebenaran bahwa Nayra adalah putrinya, seketika gadis itu merubah sikapnya menjadi acuh. Kini Nayra datang kembali padanya dan memeluknya penuh cinta. mungkin tadi hanya karena terkejut dia berubah sikap. “Nayra yang minta maaf, Ma.” Nayra menciumi tangan sang mama.Setelah keduanya sudah tenang kembali, Farah pun tidak akan lagi menyembunyikan kenyataan. Semua pasti sudah berubah. Dan Nayra berhak tahu tentang jati dirinya.“Nay, mama...”“Ssst!” Nayra menangkupkan jemarinya di bibir sang mama sembari menggeleng. “Tidak apa, Ma. aku tidak peduli apapun. Yang aku pedulikan adalah, aku m
“Apa kau yang mengancamnya hingga harus meninggalkanku?” Tidak tahan Alana langsung mengintrogasi Tamara.“Siapa yang kau bicarakan?” Tamara menatap suaminya itu dengan heran. Walau dengan cepat otaknya menyambungkan bahwa Alana sedang membahas tentang istri ke duanya.Tamara juga sudah diberitahu Ludwig, bahwa Alana pergi ke Eropa beberapa bulan kemarin untuk mencari wanita itu. “Aku yakin kau bukan orang yang tidak tahu siapa yang aku maksudkan, Tamara.”Tamara justru tertawa kecil, melihat pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu kini menatapnya dengan menahan geram dan rasa penasaran yang tinggi.Itu sungguh membuat Alana tersinggung.“Sekretaris cantikmu yang kau nikahi waktu itu kah yang kau maksud?” tanya Tamara.Alana merasa tak perlu menyahuti pertanyaan itu.“Bagaimana aku bisa mengancamnya, Alan? Dia sudah meninggal, kan?” dengan santainya Tamara mengingatkan hal itu.Alana juga sudah mencari tahu informasi itu bertahun-tahun sejak wanita itu meninggalkannya. Hingg
“Kau sudah makan?” Tamara menyambut suaminya itu sembari memeluk dan mencium kedua pipinya.“Sudah tadi sama mama.” Alana duduk di sofa dengan wajah yang tidak bersemangat.“Ada apa?” Tamara tak menyukai ekspresi wajah suaminya itu. Sudah merasai sendiri bahwa pria itu tidak enak hati padanya. Bisa jadi Renata sudah mengadu yang bukan-bukan.“Jangan protes kenapa aku tidak di rumah keluarga. Mamamu itu mengusirku dari rumahnya.”Jangan-jangan kehadiran Alana di butiknya kali ini ingin membahas dirinya yang tidak tinggal di rumah keluarga sekedar menemani sang mertua yang baru sembuh dari sakit.“Biar bagaimana, apa yang kau lakukan tetaplah salah, Tamara. Kita sudah tua, malu sama usia kita yang sudah pantas punya cucu. Sikapmu masih seperti menantu yang baru bergabung dengan keluarga suaminya.” Alana sekalian mengingatkan istrinya itu.Sejak dulu hingga hampir 30 tahun mereka berumah tangga, masih juga konflik antara istri dan mamanya itu belum juga berubah.“Di matamu aku tidak
“Dari Devran?” tanya Renata pada sang putra.Mereka minum teh bersama di teras rumah menikmati kebersamaan di waktu yang singkat ini.“Benar, Ma.”“Kukira Nayra sibuk sehingga jarang datang ke rumah, ternyata dia selalu bermasalah dengan Tamara.”Renata juga baru tahu hal ini. Dia penasaran dengan apa yang terjadi dalam rumah tangga cucunya. Jadi meminta Musa yang baru datang untuk mencarikan informasi. Dirinya sama sekali tidak tahu apa-apa.Yang mengejutkannya, kasus pembulian viral itu, yang menyeret nama mantan kekasih Devran, ternyata korbannya adalahh Nayra.Renata ikut geram melihat video yang viral itu. Walau wajah Nayra disamarkan, entah bagaimana Renata bisa mengenali gestur tubuh gadis malang itu. Lalu diperkuat oleh informasi yang baru di dapat Musa tentang kebenarannya. Musa tentu dengan mudah mengetahuinya dari Yas. Anak muda itu juga adalah anak buahnya sebelum ini. Dia juga secara rahasia diberi tahu Yas bahwa semua kejadian ini atas inisiatif sang nyonya besar, Tamar
Di dalam kamar yang dulu difungsikan sebagai ruang kerjanya, Devran menerima pesan dari Musa dan Yas.Pesan dari Musa memintanya menghubungi papanya yang baru datang, sementara pesan dari Yas menyampaikan tentang Akte pernikahan mereka yang sudah diambilnya.Kemarin saat bertelponan dengan Nayra yang meminta maaf dan berterima kasih padanya dengan perasaan yang manis, Devran jadi merindukan istrinya dan tak menunda untuk pergi ke Kota tempat istrinya berada. Padahal hari itu papanya juga akan datang. Jadi mereka belum sempat bertemu.Sekarang Devran sedang menghubunginya. “Halo, Pa!”“Dev? Kau tidak di Jakarta?” suara papanya terdengar.“Maaf, Pa. Devran ke Kota Diraja sebentar. Nayra ada di sini sudah seminggu yang lalu.”“Kenapa? Kalian bermasalah?”Alana masih dengan perhatiannya menanyakan apakah putranya itu punya masalah? Mungkin karena itu, Devran lebih bisa menurut pada sang papa daripada mamanya yang bahkan jarang memperhatikan hal kecil begini. “Ada sedikitlah, Pa. Its o
“Enggak di sana enggak di sini, kenapa orang di kotamu ini suka sekali menganggu orang yang begituan?” Devran melenguh dalam lelahnya.Ternyata mengeluarkan benih itu menguras tenaganya sekali. Apalagi sejak kemarin dia tidak makan dengan baik lantaran kurang berselera. Hanya sekedar makan seadanya untuk menghormati yang masak saja.Nayra tersenyum lucu. “Jangan perhitungan begitu, kita sudah selesai, lho, Mas.”“Selesai untuk babak pertama. Belum babak-babak selanjutnya.” Devran masih protes. Tidak rela sekali ada yang menganggu kebersamaannya dengan Nayra walau itu teriaakan tetangganya sendiri.“Aku buka dulu, deh. Tahu tuh, ada apa?” Nayra baru bangkit dari pelukan Devran. Sejenak merapikan penampilannya.Untung Devran hanya mengusik bagian intinya dan tak melepas bajunya. Jadi Nayra tak berlama-lama membuka pintu itu.“Iya , Umi?” Nayra tersenyum menyapa wanita itu. Walau wajah lelahnya mungkin tertangkap di netra wanita sepruh baya itu.“Kaya ngos-ngosan begitu, Mbak? Beres-bere
“Lho, Mbak Nayra toh ini? Ya Allah, pangkling, Mbak. Tambah cantik saja!”Umi Salamah menyambut kedatangan Nayra dan Devran di rumahnya. Acara pernikahan putrinya masih minggu depan, tapi Nayra mengirim kabar bahwa mereka akan datang hari ini karena minggu depan mereka berencana sudah balik ke Jakarta lagi.“Sudah ada isi belum, Mbak Nay?” Umi Salamah mengelus perut Nayra yang rata itu.“Ahaha, belum Umi. Saya juga masih kuliah,” tukas Nayra.“Enggak apa-apa, Mas Devran kan pengusaha sukses, kalaupun Mbak Nayra punya anak, yang merawat pasti juga banyak. Tidak akan mengganggu kuliah Mbak Nayra juga.”“Iya, Mas. Jangan ditunda. Enaknya kalau masih muda sudah punya anak, kita berasa punya banyak waktu membersamainya. Sampai mereka menikah, punya anak dan bahkan ikut merawat cucu-cucu kita.” Ustaz Muh menyahut memberi meraka nasihat.Devran dan Nayra hanya mengangguk saja.Sebenarnya Devran juga tidak keberatan kalau Nayra langsung hamil. Tapi, istrinya ini yang terus ingin menunda punya
“Aku angkat ya, Mas?” Nayra meminta pendapat Devran yang sudah berwajah muram itu melihat nama Ananda di layar ponselnya.“Ambilkan aku teh tawar hangat lagi, ya? Perutku masih eneg.” Devran mencoba mengalihkan Nayra dari panggilan itu.“Oh, baik, Mas.”Nayra meletakkan lagi ponsel itu setelah merijeknya dan bergegas ke dapur membuatkan suaminya teh tawar. Kasihan dia, gara-gara menjaga perasaan mamanya sampai memaksakan makan makanan yang paling tidak disukainya.Ketika beberapa saat ponsel Nayra kembali berpendar. Devran tahu, Ananda pasti mencoba menghubungi kembali.“Getol amat nih laki ganggu istri orang?” Devran menggerutu.Tadinya hendak merijek lagi panggilan itu. Tapi otak usilnya jadi keluar. Diusapnya tombol terima namun dibiarkan tergelatak di atas nakas. Saat itu Nayra sudah berjalan masuk ke kamar.“Sayang, buruan. Udah enggak tahan ini!” Devran sengaja berkata begitu. Dia mondar-mandir di kamar menunggu Nayra datang sembari memegangi perutnya.“Oh, iya, Mas. Sabar...” N
“Terima kasih ya, Mas Devran. Karena Mas, saya dan putri saya bisa kembali bersama.” Farah tampak berlinang air mata bertemu langsung dengan suami putrinya yang sudah melakukan banyak hal dalam hidup sang putri.Dia senang mengetahui seperti apa suami putrinya itu. Meski Nayra menikah muda, tapi kalau pasangannya lebih dewasa baik secara finansial dan sikap, Farah tidak akan menyesalinya.“Sampai kapanpun, saya akan berhutang budi pada Mas. Sekali lagi terima kasih banyak.”“Ma, jangan panggil Mas. Dia kan mantu mama?” Nayra nyelutuk mengoreksi ucapan Farah.“Panggil saja Devran. Ya kan, Mas?” Nayra beralih pada suaminya.Devran hanya mengangguk membenarkan. Farah tampak formal sekali padanya. Membuatnya juga sedikit segan.Apa karena dia adalah mertuanya jadinya Devran tampak segan?“Memastikan hidup Nayra baik-baik saja itu sudah tanggung jawab saya, Ma. Mama tidak berhutang apa-apa ada saya.”Devran menyampaikan itu agar Farah tak merasa berhutang budi padanya. Devran juga tidak me
“Siapa?!”Nayra melangkah dengan ragu-ragu.Diingat-ingatnya lagi. Apa tadi dia lupa mematikan shower saat mandi?Sepertinya tidak. Nayra ingat saat masuk lagi untuk mengambil sesuatu, shower sudah dalam keadaan mati.“Apa aku panggil Kiki atau Pak Parmin saja?” Nayra jadi takut. jangan-jangan ada maling yang masuk rumahnya.Namun saat hendak melangkah pergi, suara shower itu sudah tidak terdengar. Dia malah mendengar suara gagang pintu kamar mandinya diputar.Jantungnya berdetak keras ketika pintu itu terbuka. Namun melihat siapa yang sedang membuka pintu itu, Nayra terkejut senang. “Mas Devran?!” teriaknya, dan seperti biasa dia suka sekali melompat kepelukan pria ini. Dengan sigap Devran akan selalu menangkapnya.“Ya ampun, ini beneran Mas Devran, kan?” Nayra membelai wajah Devran untuk memastikan dia tidaklah sedang berkhayal.Devran hanya memutar bola matanya malas karena Nayra sekonyol itu. Masa masih tidak percaya kalau dirinya yang saat ini ada di hadapannya.“Bukan. Aku Do