Share

Bab 2 - Kopi Luwak dan Pesona Diandra

Beberapa saat usai tuan rumah masuk ke ruang dalam, seorang pembantu rumah Diandra tampak membawa nampan dengan kopi yang tampak mengepulkan asap dengan aroma yang segera mengisi ruang. Secangkir kopi panas, dua tungku biscuit dan segelas air putih dingin tersaji di meja Sabda memantik selera.

“Silahkan diminum,” ucap sang pembawa nampan yang kemudian bergegas kembali masuk ruang dalam.

“Trimakasih,” Sabda pun menjawab ramah.

Aroma kopi itu luar biasa menggoda untuk diraih dan meminumnya, tapi juga menarik-narik Sabda pada nenek dan kakeknya. Ya, aroma kopi Luwak. Kopi yang biasa kakek suguhkan bila Sabda bertandang ke rumah kakek di Banyuwangi.

Ingatan Sabda pun terseret pada kakeknya yang petani kopi sejati. Kakeknya yang juga memelihara sejumlah Musang/Luwak yang dikandangkan di kebun belakang rumah itu selalu bangga dengan kopi yang kata beliau buah karya nenek moyang orang Jawa yang luar biasa dan tidak ada tandingnya. Meski kini konon ada yang mencoba mengganti keberadaan Luwak dengan Gajah yang jauh lebih besar.

“Dulu orang Cina datang ke Jawa diantaranya membawa kedelai dan mereka membuat tahu dari kedelai itu. Lalu orang Jawa yang tidak terlampau suka dengan makan yang serba panas, menggunakan kedelai itu untuk membikin Tempe yang kini melegenda, seperti juga kopi luwak,” terang kakek Sabda.

“Konon penjajah Belanda dulu membawa tanaman kopi dari Yaman. Di Jawa, kurangajarnya orang-orang Belanda itu melarang pekerja pribumi memetik buah kopi untuk diminum sendiri,” cerita kakek Sabda.

“Tapi nenek moyang kita orang-orang yang panjang akal. Suatu waktu mereka menemukan sejumlah Musang/Luwak penggemar buah kopi. Namun, hanya daging buah yang dicerna perut Luwak. Kulit ari dan biji kopinya utuh. Dan karena ingin ngopi, biji-biji kopi yang tercampur kotoran itu mereka pungut, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air mendidih, lalu terciptalah kopi Luwak legendaris yang kini harganya selangit itu,” kembali kakek Sabda bercerita.

Sabda pun meraih cangkir yang berisi kopi itu. Diciumnya aroma kopi yang luar biasa itu. Lalu perlahan, ia coba meneguknya. Isi kepala Sabda seperti melayang merayakan legenda itu menari di mulutnya.

Sepotong biscuit diambil dan dimakannya. Coklat nan manis biscuit itu beradu dengan rasa kopi yang masih tersisa di mulutnya……..”Alhamdulillah, nikmat Tuhan manalagi yang kau dustakan,” bisik batin Sabda.

Beberapa kecap kemudian, terdengar suara roda kopor berderik dibawa pembantu Diandra menuju beranda depan rumah yang teduh nan anggun itu. Dari beranda, PRT itu kemudian menuju Sabda dan bertanya,

“Pak, saya disuruh ibu bertanya. Apa bapak dari sini masih ada acara di Jakarta atau mau kembali ke Bogor?” tanyanya ramah.

“Saya langsung balik ke Bogor mba,” jawab Sabda yang mencoba tidak kalah ramah.

“Ok. Kalu gitu saya pesankan taxi online dari sini ke Bogor sekalian untuk ibu ke bandara Soeta,” terang sang PRT yang tampak trengginas dan Sabda pun hanya membalasnya dengan mengangguk, karena sang PRT sambil kembali menuju beranda tampak sibuk dengan telpon genggamnya memesan dua taxi untuk jurusan berbeda.

Sabda kini meraih gelas air putih dan meminumnya. Tapi aneh rasa kopi yang baru diminumnya itu terasa masih tak juga hilang. Sabda pun mencoba seteguk lagi.

Dari arah dalam terdengar suara langkah sepatu yang tampak tidak terlampau tergesa. Sejurus kemudian Diandra dengan sepatu yang tampak tidak terlampau tinggi, blue jean, atasan cerah hijau segar, dibalut jacket kulit yang tampak mahal, tas tangan yang juga tampak mahal lagi elegan dan tampak kacamata bertengger di kepala.

“Woow…..,” Sabda kini betul-betul tercengang melihat penampilan Diandra yang begitu luar biasa. Dengan aroma parfum yang lembut tapi kuat menusuk membuyarkan ingatan Sabda akan kopi Luwak. Dan meski usia Diandra sebetulnya sudah tidak lagi muda, tapi yang kali ini tampak seperti perempuan baru 30an tahun. Tampak segar, menawan, sekaligus cerdas tak mau kalah.

Diandra agaknya memahami perubahan dan kekagetan tamunya itu. Pengalamannya yang cukup panjang di berbagai pertemuan dengan aneka lelaki membuatnya tidak ingin memberi peluang sekecil apapun. Diandra hanya memberikan beberapa catatan kecil dan betel-betul seperlunya atas pekerjaan yang akan dilakukan Sabda.

“Kalau saya tengah tidak bisa dihubungi sementara ada hal mendesak yang erlu kamu tahu tentang pekerjaan itu, kamu bisa nanya ke Retno. Karena ini sebetulnya pekerjaan kami berdua, tapi karena Retno tengah sangat repot menyiapkan pernikahan anak perempuannya, jadi dia minta saya untuk lebih banyak terlibat. Tapi karena saya juga ada urusan lain pada minggu ini, jadi kamu bisa nanya kedia. Dengan catatan kalau saya tengah tidak bisa kamu hubungi,” ucap Diandra pada Sabda.

Tak lama kemudian tampak Diandra memberi beberapa instruksi pada PRT nya. Sampai kemudian dua taxi online yang dipesan memasuki halaman rumah Diandra yang cukup luas. Seorang petugas security kemudian tampak bergegas melaporkan kedatangan kendaraan yang dipesan itu pada Diandra.

“Ok, taxi sudah datang. Kamu berangkatlah dulu. Saya menyusul kemudian,” ucap Diandra yang seakan mengusir Sabda agar segera pergi.

Dan Sabda pun kemudian mengambil tiga bundle berkas yang diberikan Diandra kemudian segera bangkit dari kursi dan gegas menuju taxi yang sudah bersiap di halaman rumah.

“Terimakasih, saya permisi,” ucap Sabda pada Diandra yang dijawab dengan anggukan dan senyum mempersilahkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status