Kesal bercampur emosi terus menggerogoti hati Leona. Hari ini menang hari yang menyebalkan bagi Leona, job gagal, dapat makian dari Antony.Kalau hanya sekedar makian, buat Leona tak masalah, tapi kata-kata Antony yang menyakitkan, menganggap Leona wanita rendahan itu yang membuat hati Leona sakit sekali. Leona bangkit dari pembaringannya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar di ketuk. Leona berfikir yang datang temannya, entah itu Barbara atau pun Titin, Elsa atau siapa saja yang merupakan grup Leona. Leona sebetulnya enggan untuk menemui mereka, ia ingin sendiri, tanpa di ganggu siapapun. Tapi Leona juga menginginkan teman curhat. Siapa tau diantara teman- temannya itu ada yang tau rumah tante Bety. Bergegas Leona berlari kecil, menghampiri pintu kamar. Secepat kilat Leona menyambar gagang pintu kamar. "Ngapain sih kalian mengganggu aja, aku ingin istira ..." belum sampai Leona meneruskan kata- katanya. Mata Leona seketika membulat sempurna mengetahui siapa yang datang. "Tua
Anjani tersentak, mendengar ucapan Wijaya tentang Bali. Padahal Rita tak mengatakan apa-apa pada Anjani, kalau Wijaya hendak membawanya berlibur ke pulau dewata. Anjani ingat tentang amplop yang di berikan Rita sewaktu dirinya pamit mau berangkat, Amplop itu begitu tebal, sampai sekarang Anjani belum sempat membukanya berapa isi amplop itu. "Apa tuan bisa menghubungkan telpon sama tuan Antony?" tanya Anjani melepas tubuh Wijaya. Anjani seperti tak percaya omongannya Wijaya, pengalaman Anjani yang dulu sebagai pelajaran agar Anjani lebih hati-hati menghadapi laki-laki. Tanpa pikir panjang Wijaya meraih ponsel yang ada di atas nakas. untuk menghubungi Antony. "Halo tuan Antony, saya Wijaya yang di temani oleh anak buah Anda. Ini Anak buah anda mau bicara. Wijaya menyodorkan ponsel ke arah Anjani. Perlahan Anjani meraih ponsel Wijaya dan mendengarkan suara Antony bicara. "Ya Anjani aku sudah merestui permintaan tuan Wijaya, berangkatlah, pesanku kau harus layani tuan Wijaya sebai
Bella mengangguk, teka teki hinggap di otak Bella, ia ingin segera mendengar pertanyaan dari Antony, namun Antony masih memberi jeda dengan memandang jemarinya yang memainkan bolpoint di atas meja. "Tentu kamu pernah mendapat cerita dari Anjani, apakah Anjani pernah menikah?" Bella mengernyitkan dahinya, sejenak ia berpikir kalau Anjani pernah cerita kalau dirinya belum pernah menikah. Hanya dia pernah menjadi pacar boss nya, yang katanya orang kaya. Tapi Bella bingung ia hendak mengatakan sejujurnya takut jika Anjani marah, sebab itu sebuah privasi. Dalam kebingungan Bella teringat tante Bety, tante Bety lah yang membawa Anjani ke Motel. "Tapi Tuan, Anjani tak pernah menceritakan tentang kehidupannya, yang ia ceritakan cuma dia berasal dari kampung, bukankah tante Bety lebih tau, Tuan tentang Anjanj." Antony manggut- manggut, ia paham kata-kata Bella, di samping itu ia juga tau Anjani orang yang sangat tertutup. Antony mempersilahkan Bella untuk melanjutkan aktivitasnya. Sepen
Tante Bety tersenyum masam, ia tak butuh kata-kata Antony. yang tante Bety butuhkan Antony bisa memuaskan nafsunya yang termasuk luar biasa. "Aahh... !" Suara itu terdengar dari mulut tante Bety dengan nafas merancau tak beraturan. Sedikit erangan membuat libido Antony semakin memuncak. "Sungguh ... Ahhh ... Jang ... Jangan lepas Antony. Aku ingin cepat mendapat kan klimaks," Antony yang semula hanya ingin memberikan kepuasan tante Bety untuk meredakan kemarahannya, namun ternyata Antony begitu menikmatinya. Hingga menjelang mahgrib baru usai dalam permainan mereka. Niat Antony untuk menanyakan tentang Anjani terlupakan. Yang ada kenikmatan yang ia dapatkan berkali-kali dengan tante Bety. "Sayang, aku ingin kau temani malam ini. Bukankah selama ini aku yang terus datang ke Motel?" tanya manja tante Bety sembari menghempaskan tubuhnya ke pangkuan Antony. Tubuh syintal tante Bety membuat gerah Antony. Hingga rasa pegal mempengaruhi ke dua kaki Antony. "Sayang maaf, lepas dulu. Ak
Anjani menaiki anak tangga, menuju ruang Antony. Ketukan jemari Anjani berkali kali tak mendapat jawaban dari Antony. Anjani kecewa, ia hendak membalikkan tubuhnya untuk kembali ke ruangannya. Baru saja lima langkah kakinya dari pintu, terdengar suara memanggil. "Anjani ...!" Anjani kenal dengan suara itu, itu suara Leona. Dengan cepat Anjani membalikkan tubuhnya. "Oh kamu Leona, apa kamu juga mencari Tuan Antony?"Leona tersenyum masam, "aku bukan mencari tuan Antony tapi tuan Antony lah yang menyuruh aku datang ke sini," ucap sinis Leona. Anjani mengangguk- angguk paham dan hanya menjawab singkat."Ooo ...!""Kalau kamu ada perlu apa, menemui tuan Antony?" Belum sampai Anjani menjawab terdengar suara sepatu menaiki anak tangga. Mereka saling memandang, ia tau kalau itu suara sepatu Antony. "Itu tuan Antony datang!" ujar Anjani pelan dengan mata mengarah ke tangga. "Harusnya kepentinganmu urungkan dulu, sebab aku hendak bersenang-senang dengan tuan Antony. Cepatlah meninggalk
Cekrek ... Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, yang mengagetkan Anjani. Sontak Anjani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi. Ia tau Barata baru menyelesaikan mandi besarnya. Terlihat rambutnya yang basah masih bertelanjang dada, sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk. Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau semalam dirinya menemani tidur tuan Barata. Seorang entrepreneur sukses, yang usianya baru menginjak tiga puluh tahun.Anjani masih berbaring di ranjang, tubuhnya masih terasa lemas, ia enggan untuk segera beranjak dari ranjang, sebab permainan semalam bersama Barata yang menguras tenaga hingga terenggut kesuciannya. Barata menatap dingin ke arah Anjani. Dan berjalan menghampiri Anjani yang masih berbaring dengan selimut masih menutupi tubuhnya yang belum memakai sehelai benang. Secepat kilat tangan Barata menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani, "Cepat bangun, dan tinggalkan kamar ini, sebelum putri kecilku mengetahui kamu ada di kamarku!" Ben
Tubuh Anjani gemetar. Ia tak berani menatap mata Ayudya yang mulai ada rasa curiga. Terdengar lagi suara Ayudya dengan nada menekan agar Anjani menjawab. "Anjani! Kenapa kau diam?" tanya tegas Ayudya dengan langkah mendekati Anjani. "Mm, sa ... Saya ..." gugup Anjani tanpa memandang Ayudya. Belum Anjani meneruskan kata-kata, terdengar suara Barata memotong pembicaraan Anjani. "Say, Anjani aku suruh mengganti seprai. Bukankah bibi Suti sedang pulang kampung?" suara lembut Barata menjelaskan, dan melangkah mendekati Ayudya yang terlihat masih tak percaya dengan ucapan Barata. Apalagi Barata tertangkap basah bertelanjang dada yang tak biasa Barata lakukan di depan orang lain selain Ayudya."Anjani, benarkah itu?" tanya Ayudya terlihat tak mempercayai. Anjani masih menunduk, ia masih tak berani menatap sedikitpun Ayudya. Ia berbohong dengan menganggukkan kepala, menyetujui perkataan Barata. "Ya nyonya, permisi saya hendak ke kamar nona kecil." Anjani melangkah hendak meninggalkan k
Teriakan Anjani membuat Barata yang masih duduk di dekatnya tersentak, ia memandang Anjani lewat kerling matanya, dengan wajah yang kurang suka pada sikap Anjani. "Disgusting." lirih Barata. Anjani tersentak kaget, dan sekilas memandang Barata, ia tak mengerti dengan bahasa yang barusan diucapkan Barata. Anjani mengalihkan pandangannya. Ia menatap sekeliling lewat kaca mobil. Dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Barata membawa dirinya ke sini? Dan rumah siapa ini? Anjani yang buta akan perkotaan hanya membisu seribu basa, hendak menanyakan pada Barata, tak ada keberanian untuk bertanya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti kalau sampai Barata menganiaya dan membunuhnya. "Kenapa diam? Ayo keluar?" ucap Barata bernada tinggi sambil membuka pintu mobil, dan beranjak dari jog mobil untuk keluar. Anjani tetap diam tak menghiraukan ucapan Barata. Ia tak bergerak dari posisinya yang masih duduk di dalam jog mobil. Dan hanya melirik pada Barata lewat kaca mobil tanpa ingin ke