Share

bab 2

Penulis: Piki Chan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-10 11:57:00

"Turunkan pisaunya!" Kali ini suaranya sedikit merendah. Aku menggeleng cepat pertanda mengancam.

"Saya tidak main-main, apa bedanya anda yang melukai atau saya sendiri yang melakukannya." Sejenak melupakan semua perih bekas cambukannya semalam, belum lagi perihnya daerah pangkal pahaku ketika berlari kesini tadi.

"Ya baiklah, aku akan keluar dari kamar. Bergeserlah dulu agar aku bisa berjalan melewati pintu itu." Dengan sedikit ragu, menuruti perintahnya tapi tetap memposisikan pisau ditanganku. Walau pelan aku tetap berusaha menggeser langkah agar lelaki itu bisa pergi dari kamar ini.

Mata yang awalnya penuh amarah kini hanya nampak sedikit sendu. Dia menatapku tajam dengan mengayunkan langkah menuju pintu. Sepertinya dia tak berbohong , buktinya dia keluar dari sini.

Tanpa ucapan apapun akhirnya lelaki itu pergi dan menutup kembali pintu itu. Aku bernafas lega, berjalan menuju ranjang mewah. Pisau kuletakkan dimeja dekat ranjang sebagai persiapan bila lelaki itu tiba-tiba datang lagi.

***

Entah sejak kapan aku tertidur, yang aku tau setelah lelaki itu pergi aku masih menangisi sisa-sisa kesakitan yang dia sebabkan semalam.

Baru saja akan bangun, lelaki itu sudah ada dihadapanku dan duduk disisi ranjang yang kutiduri. Ingat akan pisau yang kuletakkan tadi ternyata sudah tidak ada.

"Kamu mencari pisaumu? Mau mengancamku lagi?" Ucapnya santai tapi mampu membuatku ketakutan. "Jangan pernah lakukan hal bodoh seperti itu." Dengan cepat bangun dari tempatku lalu beringsut mundur hingga lupa bahwa aku sudah diujung ranjangnya.

"Tuan, saya mohon jangan aniaya saya lagi." Hanya bisa memohon dengan tangis yang berusaha kutahan.

"Dari pada menjadi gadis pembangkang, kenapa kamu tak menjadi gadis penurut saja." Tangannya mendekat kearah luka yang dia ciptakan semalam. Entahlah, sepertinya malam ini pun masih harus merasakan sakit lagi seperti semalam.

Setelah mendapatkan anggukan dariku, dia beranjak dari tempatnya itu. Masih kuamati dari sini yang ternyata tengah mengambil nampan berisi makanan lalu dia bawa kearahku.

"Makanlah cepat, Aku tunggu disini." Dia menyuruhku dan meletakkan nampan itu dipangkuanku, dengan tangan gemetar aku menerimanya. Sejak tadi aku memang belum makan, jadi tak kusiakan kesempatan ini dengan memakannya secara lahap tanpa peduli lelaki yang tengah memandangiku itu. Mungkin dia jijik melihat caraku makan, tapi aku berusaha tak mempedulikannya.

"Kamu tak takut aku meracunimu?" Aku menggeleng dan masih tetap melanjutkan makanku.

"Lebih baik bukan kalau saya mati secepatnya." Lelaki itu dengan kasar menarik tanganku.

"Jangan berbicara mati dihadapanku. Atau kamu memang mau aku bunuh secepatnya?"

"Memang itu yang saya mau tuan, secepatnya membuat anda muak dan membunuh saya." Jawabku tegas. Matanya berubah sangat tajam menatapku.

Bahkan aku sudah lupa hari apa ini? Karena sejak sadar berada diruangan ini belum sekalipun lelaki ini membiarkanku keluar kamar.

Terakhir kuingat bibi menyuruhku pergi kesebuah taman pinggir kota untuk mengantarkan pesanan telur asin yang biasa dia buat. Namun setelah sampai disana aku sudah tak mampu mengingatnya hingga tersadar sudah bangun diruangan ini.

Selama ini memanglah aku tinggal bersama bibi, adik dari ibuku yang sejak kecil mengasuhku sepeninggalnya orang tuaku. Walaupun banyak cacian dan kerap kali pukulan dia lakukan padaku, tetap saja tak mengurangi rasa sayangku untuk orang yang sudah banyak andil dalam membesarkanku itu. Namun kali ini aku tak menyangka bila ucapan lelaki itu benar bahwa bibi sudah menukarku dengan hutangnya, entahlah bagaimana lagi rasa yang tertinggal untuk bibi kesayanganku itu.

Aku melirik kearah lelaki yang masih memandangiku. Entahlah usianya berapa, tapi jujur saja wajahnya masih sangat tampan, matanya yang berwana kebiruan sepertinya memang bukan keturunan warga negara ini karena garis wajahpun lebih mirip orang luar.

"Habiskan!" Aku hanya diam saja, tanpa dia perintah aku pasti akan menghabiskannya. "Kamu mau apa lagi?" Kali ini menoleh kearahnya, kenapa bisa sikapnya menjadi hangat begini mengingat semalam dia seperti seorang iblis yang sedang dilanda amarah. "Mintalah apapun tapi jangan berharap untuk keluar dari sini."

"Tuan tidak sedang menyiapkan sesuatu untuk menghajarku lagi?" Dia tersenyum, sesaat aku terpana dengan senyumannya.

"Kenapa? Kamu ingin dihajar lagi?" Gegas aku menggeleng. Dia tersenyum lagi, sungguh sesaat aku lupa sakit karenanya. Aku gegas menggelengkan kepala untuk menetralkan fikiranku sendiri. "Akan kusuruh Vika untuk mengobati lukamu lagi " ucapnya lalu beranjak pergi keluar kamar.

****

Pagi ini sudah cukup baik ketimbang kemarin, rasa sakit ditubuhku pun juga sudah sangat berkurang karena Vika merawatnya dengan baik.

Lelaki yang kupanggil tuan itu juga belum menampakkan diri sejak kemarin. Ini lebih menakutkan karena mungkin ada suatu hal yang dia siapkan untukku nantinya.

"Sarapanlah!" Vika membawa senampan menu sarapan yang lumayan menggiurkan. "Tuan Marcell memintamu untuk memakainya nanti malam" dia juga meletakkan sebuah kertas kantong besar diatas ranjangku.

"Untuk apa?" Aku mendekati kantong tersebut untuk melihat isinya. Sebuah gaun berwana hijau dan sebuah heels yang tidak terlalu tinggi warna senada. Vika menatapku dengan tersenyum

"Gaunnya cantik sekali, pasti akan sangat cocok denganmu." Dirumah ini hanya Vika yang biasa berinteraksi denganku selali lelaki yang ternyata bernama Marcell itu.

Sembari memeperhatikan barang pemberiannya, fikiran burukku masih saja terbesit akan lelaki itu. Apakah sesuatu yang dia siapkan nanti akan membuatku merasakan sakit lebih dari malam itu?

"Vika, apakah tuan Marcell akan membunuhku?" Mendengar pertanyaanku malah membuatnya tertawa.

"Ya, dia akan membunuhmu malam ini." Vika mengusap lenganku lalu pergi keluar kamar. Benarkah itu? Apakah berarti malam ini adalah malam terkahirku?

Sepertinya aku memang harus mempersiapkan segala kemungkinan buruk nanti malam.

*

Aku terpaku menatap diriku sendiri didepan cermin. Gaun yang biasa kubayangkan kala menonton sebuah acara tv bertema putri tapi kali ini aku memakainya.

Apakah tuan menyiapkan segalanya ini untuk membuat akhir hidupku tak terlalu buruk? Seharian ini aku hanya memikirkan bagaimana nantinya tidak takut ketika mengahadapi takdir yang akan diakhiri oleh lelaki itu.

Suara pintu terbuka membuatku menoleh, seorang pria maskulin masuk kedalam lalu diikuti dua orang yang membawa kotak entah berisi apa.

"Wau, sangat cantik sekali." Ucapnya mendayu, aku hanya memicingkan mata menatap mereka bergantian. "Hanya butuh sedikit polesan." Lalu dia memberi isyarat dua temannya yang sejurus kemudian mereka sudah menyeretku untuk duduk ditepi ranjang. Apakah tuan Marcell juga menyiapan tiga orang aneh ini untuk ikut mengakhiri hidupku.

"Apakah kalian perias jenazah?" Aku bisa menebaknya dari barang-barang dikeluarkan salah seorang dari kotak yang dibawanya. Ketiga orang tersebut langsung tertawa. "Apakah benar? Untuk merias jenazahku nanti?"

"Sepertinya begitu." Ucap si pria yang sekarang sudah mulai sibuk pada wajahku. "Tuan Marcell memang sudah siap membantaimu malam ini."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Herlina Lina
perias jenazah......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Budak Hasrat   bab 3

    "Sempurna." Begitu ucap si pria maskulin yang sedari tadi meriasku. Mengeluarkan ponselnya lalu memotret wajahku. "Baiklah, sekarang bersiapalah untuk dibantai oleh tuan Marcell." Ucapnya.Kedua temannya sudah pula membereskan semua perkakas make up ketempat asalnya. Ketika dia akan beranjak pergi, aku gegas menarik ujung bajunya. "Aku ingin ikut keluar." Kutatap sosok itu pilu berharap dia bisa memahami keadaanku kali ini. Padahal kemarin aku yang menantang tuan Marcell untuk membunuhku tapi tetap saja aku merasa takut untuk menghadapinya. "No no no." Dia menunjuk kearahku. "Nanti aku yang akan dibunuh oleh Tuan Marcell." Dia lalu melepas tarikanku dan segera berjalan untuk keluar dari sini. Berkali-kali aku memghembus nafas kasar mengatur keteganganku sendiri. Baiklah, malam terakhir harusnya aku bahagia. Bukankah ini kemauanku sendiri?Tirai jendela yang belum ditutup itu pun akhirnya menjadi tujuanku kini, kalau pagi tadi pemandangan hamparan laut begitu indah namun malam ini h

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Budak Hasrat   bab 4

    "Jawab!" Lelaki itu membentakku. Aku yang masih mengenakan lilitan handuk dengan rambut yang masih basah inipun hanya terpaku ditempat. "Hanya pereda nyeri tuan." Jawabku ketakutan. Lelaki itu menatapku sangat tajam lalu berjalan mendekat. Menyeretku kearah kamar mandi, aku dipaksanya masuk kedalam bathup yang masih penuh dengan sisa rendamanku tadi. Tanpa seucap katapun dia menarik selang shower yang kemudian diarahkan keatasku. "Tuan, ampun." Dengan gelagapan aku berusaha berucap pada sosok yang seperti kesetanan itu. "Kamu berencana untuk bunuh diri lagi?" Kali ini dia menjambak rambutku hingga air dari shower itu mengenai wajahku. "Kenapa?" Apalagi yang bisa kulakukan, melawannya pun aku tak kuasa. Aku hanya bisa menangis dibalik suara air shower yang dia kencangkan. Memang lebih baik diam saja tanpa menjawab apapun. *Aku masih diam saja setelah lelaki itu menggantikanku handuk dan akhirnya sekarang sudah berada diatas ranjang. Dia dengan telaten mengeringkan rambutku denga

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Budak Hasrat   bab 5

    Lelaki seram itu dengan telaten mengobati sikut ku, sebenarnya tidak seberapa hanya sebuah luka kecil karena pecahan kaca dari lemari yang dia lempar vas bunga. Aku masih belum berani menatapnya. Lelaki ini sungguh tak bisa kutebak. "Benarkah kamu sangat takut melihatku?" Aku mengangguk tanpa melihatnya. Rasanya sudah tidak tahan sekali beberapa hari saja bersamanya. Lelaki itu meletakkan kembali peralatan p3k ke meja lalu kembali mendekatiku, tanpa aba-aba apapun dia memelukku. "Aku hanya takut kamu pergi. Cukup disini saja dan aku janji tidak akan menyakitimu lagi." Entahlah aku sendiri tidak bisa mempercayai ucapannya. Lebih baik sekarang untuk tidak mengucapkan apapun karena hanya akan memancing emosinya saja. "Mengerti?" Aku mengangguk, lalu tuan Marcell membetulkan posisi selimutku. Vika datang untuk mengantarkan makan siang. Tuan Marcell gegas mengambil alih nampannya dan segera mungkin memberi isyarat pada Vika untuk keluar. Kali ini lelaki yang seram itu mulai menyuapka

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10
  • Budak Hasrat   bab 6

    "Aku tidak percaya kalau tuan akan mau menuruti kemauanku." Aku masih membelakanginya karena memang ketakutan yang masih saja kurasakan ketika melihatnya. "Ya, asalkan kau tetap disini aku akan melakukan apapun. Walaupun harus memaksamu dahulu." Aku hanya menghela nafas panjang mendengar ucapannya barusan. Sebaiknya aku memang harus menerima takdir hidup sebagai tawanan manusia keji ini. Lelaki itu beranjak menaiki ranjang, aku bisa merasakan bahwa dia juga ikut tidur disebelahku dan kemudian melingkarkan lengannya ke perutku. Buliran air mata kemudian jatuh, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu ingat seorang anak yang kamu tolong lima tahun yang lalu?" Mendengar pertanyaannya membuatku kembali mengingat kejadian yang dia maksudkan. "Seorang gadis kecil yang menyembunyikan anak laki-laki dalam sebuah tong sampah yang berada diujung perbatasan kota." *Hari ini memang sangat sial sekali, buku tugas yang harusnya aku bawa kesekolah malah tertinggal dirumah. Biasanya aku se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • Budak Hasrat   bab 7

    *Aku langsung bangkit dari posisi rebahannku. Memandang kearah lelaki kaku tersebut, senyumnya terpoles seolah memahami apa yang sedang kupertanyakan.Bagaimana bisa aku menyelamatkan seorang lelaki yang malah membuat hidupku seburuk ini. "Tuhan memang mentakdirkan kita untuk bersama. Jadi jangan berfikir bahwa aku akan meelepaskanmu begitu saja." Dia berucap seolah tak pernah menyakitiku, bila memang Tuhan mentakdirkanku untuk menghabiskan waktu bersamanya seumur hidup, sungguh nasibku pastilah sial sekali. Lelaki didepanku kini masih mengulas senyum, debaran jantung seakan tidak beraturan. Seandainya dia sehangat ini sepanjang waktu pastilah aku tidak perlu lagi merasakan ketakutan. Aku masih memandamg kearahnya, menikmati senyum selagi masih nampak disana sebelum semuanya berganti dengan wajah kejam seperti yang selalu dia tampakkan."Kenapa memandangku seperti itu?" Tanyanya, benar saja rautnya seketika berubah masam. Aku langsung menundukkan kepalaku membayangkan siksaan apa

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Budak Hasrat   bab 8

    Aku menurut saja ketika tuan Marcell menyuruhku masuk kedalam bathup bersamanya dari pada harus berakhir dengan siksaan yang mungkin lebih sakit lagi. Dengan lembut menggosok punggungku dan beralih hampir kesemua bagian atas badanku seperti tengah memandikan anak kecil."Hari ini aku yang akan mengantarmu kerumah sakit untuk mengecek jahitan kakimu." Ucapnya. Aku melihat kakiku yang dia posisikan dipinggiran buthup dengan perban yang sudah basah. Menghela nafas berat seraya menikmati setiap sentuhan dari tangan lelaki yang ada dibelakangku ini. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya tepat dibelakang telingaku hingga mencoba untuk menepis semua desiran yang kurasakan dengan memejamkan mata sekuat mungkin. "Tuan Marcell terlihat fokus pada kemudinya. Aku yang duduk disebelahnya memilih untuk menoleh kearah jendela saja. Sengaja aku tak berucap apapun sedari tadi begitupun sebaliknya. Hingga aku merasakan sentuhan kulit tangannya yang sudah menggenggam tanganku. Mendekatkan tanganku p

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Budak Hasrat   bab 9

    Melihat tuan Marcell yang sangat hangat hari ini membuatku sedikit melupakan ketakutan yang biasa kurasakan setiap bersamanya. Ternyata dia sudah menyiapkan beberapa kotak berisi makanan yang diletakkan dalam satu tas. Begitu juga sekantong kresek makanan ringan dan softdrink. "Anggap saja kita sedang piknik." Ucapnya setelah menata semua makanan tadi diatas kursi semen yang juga kududuki. Memandang langit diujung sore bersamaan angin yang lumayan kencang berhembus. Senyumnya masih mengulas diwajahnya. "Apakah aku sangat menyeramkan sekali sehingga membuatmu takut?" Tanyanya saat aku tengah menyuapkan sesendok makanan kedalam mulutku. Aku menggeleng pelan, takut sekali rasanya menjawab iya. "Tapi kenapa kamu selalu berusaha pergi dariku?" Tanyanya lagi, aku hanya bisa menundukkan kepala seraya mengunyah makanan dengan pelan. "Aku menyakitimu?" Sekali lagi aku hanya menggeleng. Baru saja aku menikmati kehangatan akan sikapnya, kini dia sudah mencengkeram kedua lenganku. "Lalu kenap

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Budak Hasrat   bab 10

    Giliran tuan Marcell yang terpaku menatapku. "Sel, pulanglah bersamaku." Suaranya melemah, aku mencoba untuk melepaskan genggamannya tapi tetap saja tenagaku masih kalah dengannya. "Rumah itu khusus kubangun untuk kita tinggali."***Aku terbangun dengan sosok lelaki yang masih memelukku diranjang. Semalam dia tak melepaskanku dan tanpa banyak bicara langsung menggendongku untuk masuk kedalam mobilnya. Apa lagi yang bisa kulakukan kecuali hanya menurutinya saja dari pada harus mendapatinya dengan amarah yang meledak. "Selena." Suara seraknya memang sangat khas, bahkan ketika tenang seperti ini aku sangat menyukainya. Setelah bangun tadi aku langsung beranjak dari ranjang dan sekarang tengah berdiri di depan jendela memandang hamparan laut yang luas. Tangan tuan Marcell meraih tanganku dan seperti biasanya aku hanya diam saja tanpa menanggapi apapun. "Aku sudah jatuh cinta pada seorang gadis kecil yang sudah mamasukkan ku pada tong sampah la

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08

Bab terbaru

  • Budak Hasrat   bab 19

    "Sel apakah kau masih takut denganku?" Aku hanya diam saja mendengar pertanyaan yang keluar darinya. "Sel, masih seramkah aku untukmu?" Aku menggeleng dengan lambat, senyum yang awalnya mengembang berubah raut sedikit kaku. Apakah lelaki ini akan marah lagi?"Tuan..." Tuan Marcell menggeser duduknya untuk menjauh dariku, entah kenapa aku justru merasakan desiran yang begitu menghujam perasaanku. "Maksudku bukan begitu." Nafasnya terdengar berat, wajahnya dipalingkannya tanpa melihatku. Aku yang masih memaku ditempatku ini mulai merasakan ketakutan bila lelaki ini akan memunculkan sifat tempramentalnya. Tanganku saling bertemu diatas pangkuanku, mencoba mempersiapkan diri untuk menyambut keadaan bilamana tuan Marcell benar-benar akan marah padaku. "Sel, aku tak tau bagaimana caranya membuatmu tak takut lagi. Tapi selama kamu masih tinggal disisiku selama itu pula aku akan berusaha untuk menaklukkan amarahku." Tuan Marcell mendekat lagi

  • Budak Hasrat   bab 18

    *"Hei!" Teriak pemuda yang sepertinya ku temui beberapa hari lalu. Aku hanya menoleh kemudian kembali melanjutkan jalanku dan memilih untuk mengabaikannya saja. Baru saja beberapa langkah saja, tangan itu sudah berhasil menarikku untuk ikut duduk ditempat yang biasa kugunakam untuk melepas penat. "Kenapa?" Aku mencoba melepaskan eratannya, pemuda bermata biru itu hanya memaku didepanku dan belum mengucapkan sepatah katapun. "Kenapaaaa?" Aku menggeram. "Anggap saja ucapan terimakasih." Dia memberikan sebatang coklat seperti yang biasa dibeli teman-temanku. Melihat dia pergi aku membiarkannya saja, karena pandanganku kini hanya berfokus pada coklat yang sepertinya sangat enak sekali. Sudah lama aku ingin memakan voklat ini, tapi selalu alasan uang yang membuatku tak bisa merealisasikan keinginanku sendiri. Setelah memghabiskannya aku segera pulang, berjlana dengan riangnya menuju rumah bibi yang berjarak tak cukup jauh dari lapangan ini.

  • Budak Hasrat   bab 17

    Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya. "Tuan tak akan meninggalkanku ditengah jalan lagi kan?" Mengingat kejadian kapan lalu saat dia meninggalkanku dipinggiran laut yang jauh dari rumah. Tuan Marcell menggeleng lalu membelai ujung kepalaku, sungguh hangat sekali sikapnya yang membuatku mengembangkan senyum untuknya. Nampak tuan Marcell melirik kearah arloji dipergelangan tangannya, aku hanya diam saja seraya mengamati sekitar. "Selena?" Suara dari sosok lelaki yang sempat kutemui diswalayan waktu itu. Menyadari kehadiran Mattew, tuan Marcell gegas mendekatkan posisi duduknya untuk lebih mendekat. "Dengan siapa Matt?" Mencoba berbasa-basi dengan mengamati gerak gerik tuan Marcell yang masih bersikap biasa. "Bersama temanku, oh ya semua teman sekelas kaget ketika aku memberi kabar bahwa kamu sudah menikah dan tinggal sekota denganku." Aku menelan saliva yang terasa berat, seandainya bisa saja kukatakan bahwa lelaki disebelahku ini bukanla

  • Budak Hasrat   bab 16

    Tuan Marcell hanya memandangku dengan lekat, manik matanya yang kebiruan terlihat jelas bahkan rahangnya yang biasanya mengeras itu nampak begitu tegas. Aku bisa merasakan degup jantungku sendiri yang tak beraturan."Sel?" Aku menelan saliva mendengar suara seraknya. "Bolehkah aku menciummu?" Tanpa bisa menjawab pertanyaannya langsung menutup mataku seolah memberi kesempatan padanya. Sosok itu sudah menempelkan bibirnya pada bibirku. Fikiranku sudah berkelana dan membayangkan lebih tapi nyatanya dia langsung menarik bibirnya lagi. Ketika kubuka mata untuk melihatnya sudah beranjak didepan jendela memandang kearah laut. Aku mendecah kesal. Apalagi yang akan kuperbuat kali ini, menuruti kekecewaan dengan melanjutkan membersihkan ranjang yang masih belum kubereskan. "Sel." Kembali dia mendekat, dengan cepat aku langsung menarik selimut yang akan ku lipat tadinya. Memasang badan untuk berbaring diranjang dan menutup selimut sampai batas wajahku. Takku pedulikan lagi panggilannya. Tuan

  • Budak Hasrat   bab 15

    Malam ini tidak berbeda dengan malamku sebelumnya yang masih saja berselimut ketakutan. Memakan sisa camilan tadi siang yang diantar Vika, biasanya dia sudah mengantar makan malamku tapi malam ini apakah dia terlupa? Sesekali menengok kearah pintu, takut bila tuan Marcell masuk dan entah apa yang akan dia lakukan padaku. "Sel." Suara serak khasnya yang membuka pintu bersamaan dengan Vika dibelakangnya membawa nampan yang sudah kutunggu sedari tadi. Setelahnya Vika langsung keluar kamar membawa bekas gelas kotor siang tadi. Tuan Marcell menata dua piring hidangan lengkap dimeja makan lalu menarikku agar duduk disebelahnya. Aku hanya menurutinya saja agar tak perlu memancing emosinya. "Habiskan makananmu." Tanpa disuruhpun pasti akan kuhabiskan makanan dihadapanku ini. "Sel." Panggilnya yang membuatku terpaksa menoleh. "Iya tuan?" Aku menatap kearahnya yang menunjukkan lukanya yang sudah berganti perban baru. "Tanganku masih sakit, tolong suapi aku." Aku melotot kearahnya tapi sek

  • Budak Hasrat   bab 14

    "Tuan!" Aku berteriak kala dia menghores luka ketangannya, mengambil tissue yang ada didasboard mobilnya dan menekan lukanya dengan cepat. "Apa yang anda lakukan?" Bukannya sebuah jawaban yang ku dapati malah sebuah senyum yang mengembang. Untuk saat ini hanya bisa membersihkan lukanya menggunakan tissue yang ada. "Kau mencemaskanku?" Dia bersuara, mencekal tanganku yang masih berusaha menekan luka dengan tissue. "Tuan ini kenapa sih?" Aku malah membentaknya tak peduli dengannya yang mungkin akan marah setelah ini. "Apakah hobi anda memang menyakiti orang lain dan diri sendiri?" "Anggap saja ini perjanjian, sekali aku menyakitimu saat itu pula aku akan menyakiti diriku sendiri." Aku menoleh lagi kearahnya. *Sekembalinya kami kerumah ini, aku masih mendiamkannya walau sesekali merasa khawatir dengan luka ditangannya. Sepertinya tuan Marcell memang sudah gila. Kembali ke kamar, melepaskan beberapa aksesoris yang terpasang sebagai pelengkap penampilanku tadi. Toerdengar suara pint

  • Budak Hasrat   bab 13

    Melihat tuan Marcell yang sepertinya akan marah aku langsung menunduk. "Maaf tuan." Terdengar suara jelaan nafas darinya. Kufikir dia akan memarahiku habis-habisan tapi nyatanya malah melajukan kembali mobilnya. *"Selena?" Seorang lelaki seusiaku yang tak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan. Aku masih mengingat-ingat wajahnya yang sepertinya sangat tidak asing. "Kamu Selena bukan? Tak mengingatku?" Tanyanya lagi dan menepuk pundakku. "Mattew?" Yah, dia adalah teman sekolahku dulu. Walaupun tidak dekat tapi kita pernah sekelas. Dia tertawa dan menepuk pundakku berkali-kali. Aku melirik kearah tuan Marcell yang ada dibelakangku, wajahnya seakan menegang dan aku sangat paham situasi ini. "Kamu tinggal disini? Sejak kapan?" "Ehemm." Suara khas berserak dari arah belakang, tuan Marcell menngait jemariku sepertinua memberi isyarat bahwa aku akan mati setelah ini. "Temanmu?" "Sel?" Mattew nampak kebingungan, dia menatapku berharap diberi penjelasan tentang sosok yang kini sudah berdi

  • Budak Hasrat   bab 12

    "Kenapa tak menelfonku sama sekali?" Aku baru saja ingat tentang ponsel yang diberi Nico kemarin. Dengan sangat takut aku memandang tuan Marcell. "Tu tuan." Lelaki itu balik memandang tajam kearahku. "Saya lupa menaruh ponselnya." Aku meletekkan alat yang belum selesai kugunakan lalu menutup wajahku dengan kedua tangan. Pasti dia akan menyiksaku lagi karena menghilangkan barang mahal itu. Tanpa kuduga tangan kekarnya malah menarik tanganku. "Tuan akan menyiksaku?" Lelaki itu justru menggeleng dan menampakkan senyumnya. Kemudian memelukku. "Asalkan bukan kamu yang menghilang." Ucapnya seraya mengecupi ujung kepalaku. Merasakan debaran jantung yang sangat terasa berpacu. Melihat kehangatan yang diberikannya kini pastilah membuatku sangat bahagia walaupun hanya sesaat. "Aku sangat merindukanmu." Tuan Marcell melepaskan pelukannya lalu menatapku sangat lekat. Bisa kurasakan hembusan nafasnya yang bercampur aroma mint. Mata birinya begitu indah dengan garis wajah berbalut bulu-bulu rap

  • Budak Hasrat   bab 11

    "Vika, apakah kamu asli orang sini?" Aku bertanya kala Vika mengajakku duduk disebuah pinggiran pantai, lelaki botak yang kutahu bernama Nico itu juga ikut bergabung bersama kami. "Tidak, ibuku dulu juga pelayan keluarga besar Alexandro dikediamannya yang berada dikota X." Aku hanya mengangguk saja dan menebak mungkin yang dimaksudnya adalah keluarga tuan Marcell. "Rumah ini baru dibangun sekitar tiga tahun yang lalu hingga tuan Marcell membawa kita yang tinggal disini semuanya." Berarti benar yang diucapkannya semalam bahwa rumah ini sengaja dibangunnya untukku. Langsung saja menepis fikiran itu, tidak mungkin ucapannya benar. Nico membukakan tutup botol air mineral saat menyadari bahwa aku kesulitan saat akan meminumnya. Aku tersenyum kearahnya. "Kamu juga bukan orang sini?" Dia mengangguk lalu mengunyah sepotong kue yang dibawa oleh Vika dari rumah. "Berapa hari tuan Marcell akan pergi?" "Mungkin dua minggu." Kini mataku seolah membulat mendengar ucapan Nico. Wah kabar bagus sek

DMCA.com Protection Status