Chapter: bab 19"Sel apakah kau masih takut denganku?" Aku hanya diam saja mendengar pertanyaan yang keluar darinya. "Sel, masih seramkah aku untukmu?" Aku menggeleng dengan lambat, senyum yang awalnya mengembang berubah raut sedikit kaku. Apakah lelaki ini akan marah lagi?"Tuan..." Tuan Marcell menggeser duduknya untuk menjauh dariku, entah kenapa aku justru merasakan desiran yang begitu menghujam perasaanku. "Maksudku bukan begitu." Nafasnya terdengar berat, wajahnya dipalingkannya tanpa melihatku. Aku yang masih memaku ditempatku ini mulai merasakan ketakutan bila lelaki ini akan memunculkan sifat tempramentalnya. Tanganku saling bertemu diatas pangkuanku, mencoba mempersiapkan diri untuk menyambut keadaan bilamana tuan Marcell benar-benar akan marah padaku. "Sel, aku tak tau bagaimana caranya membuatmu tak takut lagi. Tapi selama kamu masih tinggal disisiku selama itu pula aku akan berusaha untuk menaklukkan amarahku." Tuan Marcell mendekat lagi
Last Updated: 2022-10-02
Chapter: bab 18*"Hei!" Teriak pemuda yang sepertinya ku temui beberapa hari lalu. Aku hanya menoleh kemudian kembali melanjutkan jalanku dan memilih untuk mengabaikannya saja. Baru saja beberapa langkah saja, tangan itu sudah berhasil menarikku untuk ikut duduk ditempat yang biasa kugunakam untuk melepas penat. "Kenapa?" Aku mencoba melepaskan eratannya, pemuda bermata biru itu hanya memaku didepanku dan belum mengucapkan sepatah katapun. "Kenapaaaa?" Aku menggeram. "Anggap saja ucapan terimakasih." Dia memberikan sebatang coklat seperti yang biasa dibeli teman-temanku. Melihat dia pergi aku membiarkannya saja, karena pandanganku kini hanya berfokus pada coklat yang sepertinya sangat enak sekali. Sudah lama aku ingin memakan voklat ini, tapi selalu alasan uang yang membuatku tak bisa merealisasikan keinginanku sendiri. Setelah memghabiskannya aku segera pulang, berjlana dengan riangnya menuju rumah bibi yang berjarak tak cukup jauh dari lapangan ini.
Last Updated: 2022-10-01
Chapter: bab 17Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya. "Tuan tak akan meninggalkanku ditengah jalan lagi kan?" Mengingat kejadian kapan lalu saat dia meninggalkanku dipinggiran laut yang jauh dari rumah. Tuan Marcell menggeleng lalu membelai ujung kepalaku, sungguh hangat sekali sikapnya yang membuatku mengembangkan senyum untuknya. Nampak tuan Marcell melirik kearah arloji dipergelangan tangannya, aku hanya diam saja seraya mengamati sekitar. "Selena?" Suara dari sosok lelaki yang sempat kutemui diswalayan waktu itu. Menyadari kehadiran Mattew, tuan Marcell gegas mendekatkan posisi duduknya untuk lebih mendekat. "Dengan siapa Matt?" Mencoba berbasa-basi dengan mengamati gerak gerik tuan Marcell yang masih bersikap biasa. "Bersama temanku, oh ya semua teman sekelas kaget ketika aku memberi kabar bahwa kamu sudah menikah dan tinggal sekota denganku." Aku menelan saliva yang terasa berat, seandainya bisa saja kukatakan bahwa lelaki disebelahku ini bukanla
Last Updated: 2022-10-01
Chapter: bab 16Tuan Marcell hanya memandangku dengan lekat, manik matanya yang kebiruan terlihat jelas bahkan rahangnya yang biasanya mengeras itu nampak begitu tegas. Aku bisa merasakan degup jantungku sendiri yang tak beraturan."Sel?" Aku menelan saliva mendengar suara seraknya. "Bolehkah aku menciummu?" Tanpa bisa menjawab pertanyaannya langsung menutup mataku seolah memberi kesempatan padanya. Sosok itu sudah menempelkan bibirnya pada bibirku. Fikiranku sudah berkelana dan membayangkan lebih tapi nyatanya dia langsung menarik bibirnya lagi. Ketika kubuka mata untuk melihatnya sudah beranjak didepan jendela memandang kearah laut. Aku mendecah kesal. Apalagi yang akan kuperbuat kali ini, menuruti kekecewaan dengan melanjutkan membersihkan ranjang yang masih belum kubereskan. "Sel." Kembali dia mendekat, dengan cepat aku langsung menarik selimut yang akan ku lipat tadinya. Memasang badan untuk berbaring diranjang dan menutup selimut sampai batas wajahku. Takku pedulikan lagi panggilannya. Tuan
Last Updated: 2022-08-03
Chapter: bab 15Malam ini tidak berbeda dengan malamku sebelumnya yang masih saja berselimut ketakutan. Memakan sisa camilan tadi siang yang diantar Vika, biasanya dia sudah mengantar makan malamku tapi malam ini apakah dia terlupa? Sesekali menengok kearah pintu, takut bila tuan Marcell masuk dan entah apa yang akan dia lakukan padaku. "Sel." Suara serak khasnya yang membuka pintu bersamaan dengan Vika dibelakangnya membawa nampan yang sudah kutunggu sedari tadi. Setelahnya Vika langsung keluar kamar membawa bekas gelas kotor siang tadi. Tuan Marcell menata dua piring hidangan lengkap dimeja makan lalu menarikku agar duduk disebelahnya. Aku hanya menurutinya saja agar tak perlu memancing emosinya. "Habiskan makananmu." Tanpa disuruhpun pasti akan kuhabiskan makanan dihadapanku ini. "Sel." Panggilnya yang membuatku terpaksa menoleh. "Iya tuan?" Aku menatap kearahnya yang menunjukkan lukanya yang sudah berganti perban baru. "Tanganku masih sakit, tolong suapi aku." Aku melotot kearahnya tapi sek
Last Updated: 2022-07-15
Chapter: bab 14"Tuan!" Aku berteriak kala dia menghores luka ketangannya, mengambil tissue yang ada didasboard mobilnya dan menekan lukanya dengan cepat. "Apa yang anda lakukan?" Bukannya sebuah jawaban yang ku dapati malah sebuah senyum yang mengembang. Untuk saat ini hanya bisa membersihkan lukanya menggunakan tissue yang ada. "Kau mencemaskanku?" Dia bersuara, mencekal tanganku yang masih berusaha menekan luka dengan tissue. "Tuan ini kenapa sih?" Aku malah membentaknya tak peduli dengannya yang mungkin akan marah setelah ini. "Apakah hobi anda memang menyakiti orang lain dan diri sendiri?" "Anggap saja ini perjanjian, sekali aku menyakitimu saat itu pula aku akan menyakiti diriku sendiri." Aku menoleh lagi kearahnya. *Sekembalinya kami kerumah ini, aku masih mendiamkannya walau sesekali merasa khawatir dengan luka ditangannya. Sepertinya tuan Marcell memang sudah gila. Kembali ke kamar, melepaskan beberapa aksesoris yang terpasang sebagai pelengkap penampilanku tadi. Toerdengar suara pint
Last Updated: 2022-07-11
Chapter: PDKI - 21"Memangnya dulu ketemu di mana?" Senyumku mengembang, sepertinya saat ini akan menjadi hari nostalgia tentang kenanganku bersama Robi. "Saya sama Robi itu satu kelas waktu kuliah Pak, makanya kenapa risih dan malu kalau harus memanggil dia dengan sebutan Mas begitu sebaliknya,karena dari dulu kita biasa ejek-ejekan dan bertengkar." Aku tertawa sendiri mengingat bagaimana dulu sangat kesal jika Robi sudah mulai mengangguku saat di kelas. "Robi itu iseng banget pak. Saya sampe kesel banget sama Robi, tapi kok mau ya dinikahin?" Pak Parman justru tertawa makin keras. Aku menengok kearah jam yang melingkar ditanganku. Sudah mendekati waktu makan siang. Setelah menyelesaikan pembayaran 2 mangkok bakso Khusus untuk pak Parman dan juga 2 gelas es teh yang langsung ditengguk habis olehnya Kemudian aku pun berpamitan untuk mengantar makan siang ke ruko. Baru saja akan membuka gerbang, seorang pria yang turun dari mobil berwana merah menyala menghampir
Last Updated: 2024-11-05
Chapter: PDKI - 20Aku melirik dulu kearah pak Parman yang masih sibuk memindahkan barang-barang yang ku keluarkan tadi ke dalam api. Lalu dengan gerakan cepat mengambil flashdisk tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong. "Mbak, kenapa barang-barang bagus kok dibakar?" Aku masih terdiam karena bingung untuk menjawabnya. "Ini barang riject-an pak." Lalu pak Parman menoleh padaku, dan akupun hanya meringis kearahnya. "Pokoknya gitu deh. Pak Parman gak usah mikirin ini. Yang penting nanti saya traktir bakso di perempatan sana." Nampak senyumnya mengembang. Cukup lama berjibaku dengan panasnya api yang berkobar. Bahkan aku menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana semua barang milik Bobi berproses menjadi abu. Sesuai janjiku, akupun mengajak pak Parman untuk makan bakso di sebuah warung yang hanya terdiri dari tenda dan gerobak biasa. "Mbak Nilna jadi pindah ke sini kan?" Aku mengangguk, mengamati pak Parman yang lahap memakan baksonya. "Kasia
Last Updated: 2024-11-05
Chapter: PDKI - 19"Kamu karyawannya Ricard?" Dia mengangguk dengan ragu. Mulutku membulat untuk menunjukkan keterkejutanku. "Terus sekarang?" "Kebetulan hari ini aku bagian libur." "Bentar Cin, kamu udah lama kerja di sana?" Dia terlihat menatap ke atas, mungkin tengah mengingat sesuatu. "Baru beberapa bulan mbak, itupun dibantu sama mas Bobi." Dengan gerakan refleks langsung menggerbak meja membuatnya kaget. "Eh, maaf." Aku tertawa menyadari kebodohanku yang membuatnya terkejut. Tak menyangka bahwa hubungan mereka sangat istimewa, sampai Bobi bisa menjadi koneksi Cindy untuk bekerja disana. "Kamu ada kuliah gak?" Cindy mengangguk lagi. "Nanti sore." Kini giliranku yang mengangguk. Sebenarnya aku ingin langsung menanyainya banyak hal tapi rasanya terlalu gegabah kalau menginterogasi Cindy saat ini. "Mbak...." Dia memanggilku dengan ragu, lalu menoleh kesegala arah untuk memastikan bahwa tidak ada orang di sini. "Kenapa? Katakan saj
Last Updated: 2024-11-05
Chapter: PDKI - 18Kali ini aku menemani Robi yang masih memaku di meja makan. Bahkan dia tidak menghabiskan makanan yang aku sediakan di piring seperti biasanya."Rob, mikirin apa lagi?" Aku mencoba bertanya dengan menyikut lengannya secara perlahan, lantas menoleh padaku. Dia hanya mengembangkan senyum sebentar lalu kembali untuk makan makanan yang telah kusiapkan dan dia diamkan saja sejak tadi. "Kalau memang tak nafsu makan, jangan dipaksa. Mungkin masakanku kali ini kurang enak." Aku mencoba bercanda, bukannya menjawab Robi justru kembali tersenyum dan seolah meyakinkan bahwa apapun yang aku masak pasti sangat enak untuk lidahnya.Dan benar saja setelah aku berkata demikian Robi pun menghabiskan tanpa sisa. Aku pun lantas membawa piring kotor Robi ke wastafel dan langsung mencucinya."Mau minum teh anget apa es jeruk?" tanyaku lagi berharap Robi mulai mencairkan suasana karena sejak tadi dia hanya diam saja. "Rob... Aku bertanya padamu, kamu pengen a
Last Updated: 2024-11-04
Chapter: PDKI - 17Dengan gerakan refleks, kututup mulutku yang membuka lebar. "Jangan katakan kalau ibu menyembunyikan penyimpangan yang Bobi perbuat?" Robi lantas menarik lengan ibu untuk duduk di kursi yang terletak di kamar ini. Kepalanya terus menunduk seolah takut untuk menatap kami berdua. Robi lalu duduk di ranjang yang lebih dekat dengan tempat ibu kini. "Sejak kapan, bu?" Bukannya menjawab, ibu justru menangis tersedu-sedu. Kedua telapak tangannya digunakan untuk menutup wajahnya. "Tega sekali ibu mendukung kebiadapan Bobi!" Robi menekankan suaranya. "Ibu tak pernah mendukungnya, Rob. Tapi apa yang bisa ibu perbuat?" Robi masih terpaku untuk menatap pada ibunya. Sedangkan aku kini berpindah tempat untuk mendekat pada ibu. "Sudah berapa lama, bu?" "Ibu baru mengetahuinya setahun terakhir, Nil. Jangan berfikir bahwa ibu tak berusaha mengobatinya. Ibu sudah membawanya ke psikolog dan psikiater tapi nyatanya sejak dia praktikum justru s
Last Updated: 2024-11-04
Chapter: PDKI - 16Mata Richard membulat seraya menatapku dengan tajam. Ya barusan itu adalah pertanyaan yang kulontarkan padanya. "Kami janji akan membantu menyembunyikan fakta ini. Tapi jelaskan dulu bagaimana bisa kalian menjalin hubungan yang menjijikkan tersebut?" Sekalipun Aku berbicara dengan nada menekan, tapi tetap saja tanganku masih menggenggam erat tangan Robi agar dia bisa meredakan amarahnya saat ini. "Ya, lalu apa lagi yang harus aku tutupi kalau nyatanya kalian sudah tau?" Aku menghembuskan nafas dengan kasar. Bahkan sikap tenangnya yang seolah tanpa beban tersebut membuatku cukup muak. Robi terlihat tersenyum di ujung bibirnya. Mungkin ini salah satu cara untuk menutupi apa yang tengah dirasakannya. "Anda yang menyeret Bobi masuk kelingkaran ini?" Ricard menggeleng, dia tersenyum semakin lebar. "Aku harus jujur. Sejak kuliah di luar negeri kebiasaan yang kalian anggap menjijikkan ini bukanlah hal yang aneh. Tapi kalian harus tau, kami
Last Updated: 2024-11-04
Chapter: dua duaAku membalikkan tubuhku agar tidak merasakan api cemburu lagi. Aku ingin meninggalkan mereka berdua pergi sejenak, karena kini aku justru merasakan tenggorokanku yang kering. Nyatanya aku tak seberani itu menanggung resiko. Bukankah lebih baik memberi waktu pada mereka saja.Melihat mereka membuatku kehilangan kepercayaan diri. Mungkin, Jean akan merasa lebih baik saat mengobrol dengan teman lamanya.Kuambil sebotol air yang berada di dalam lemari pendingin dan menuangkannya di gelas, meneguknya hingga tandas. Padahal niatku pulang untuk bisa mengobrol serius dengan Jean tapi sepertinya masa lalu masih jadi pemenangnya. Tanpa terasa aku justru tertawa merutuki kebodohanku. Tahu begini, lebih baik aku tetap dikantor saja atau lebih baik pergi ke kafe Aditya."Mas Gara?" Mbok Wati terlihat kaget. Aku lantas tersenyum kearahnya. "Mbak Jean...""Itu puddingnya? Bisa mbok suguhkan sebagian untuk tamu Jean juga." Mbok Wati menurut dan bergegas
Last Updated: 2024-07-03
Chapter: dua satuSejak pertengkaran kami, aku, mulai menahan diri untuk menunjukkan perhatianku kepada Jean. Setiap kali melihatnya, hatiku merasa sakit. Jean juga masih tetap saja, dia tidak mau berbicara denganku. Kami seperti dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap. Malam itu, saat makan malam bersama, Jean malah memilih untuk makan di kamar. Aku hanya bisa menatapnya pergi, membawa piring makanannya. Hatiku merasa berat. Kami biasanya selalu makan bersama, sekalipun hanya saling diam tapi setidaknya tak harus seperti ini. Namun sekarang, semuanya berubah. Aku merindukan kebiasaan yang sebelumnya, kebersamaan yang biasa ku nikmati walaupun mungkin tidak untuk Jean. Namun, aku tahu bahwa aku harus memberi Jean ruang untuk sendiri kali ini. Mungkin pula dia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan pikirannya. Meski begitu, aku tidak bisa menahan kekhawatiran dan rasa sakit di hatiku. Aku merindukan Jean, merindukan suara tawanya, merindukan senyumnya.
Last Updated: 2024-07-03
Chapter: dua puluhTanpa terasa tiga hari sudah berlalu sekalipun Jean masih belum diperbolehkan pulang. Keadaanya juga cukup membaik. Bahkan nafsu makannya bertambah dibandingkan hari sebelumnya. Jean sudah bisa kutinggal untuk kemudian kutitipkan dirawat mbok Wati dirumah sakit. Mbok Wati yang paham situasipun, tak berhenti memberi kabar setiap perkembangan Jean. Karena aku tak mungkin mendapatkan kabar langsung dari Jean. Aku kembali fokus menatap layar laptop dan berkas-berkas yang harus aku tanda tangani. Berkali-kali menghela nafasku karena lelah, beberapa hari ini aku selalu tidur di rumah sakit untuk menunggui Jean, walaupun masih sering bersikap acuh dan ketus padaku. Bukan Segara yang akan menyerah hanya hal seperti ini. Karena bagaimanapun caranya, melunakkan Jean adalah tujuan utamaku saat ini. Suara nada dering yang menggema di seluruh penjuru ruangan membuatku langsung mengalihkan pandangan menuju ke layar ponselku, di sana tertera nama Nama. Aku pun langsu
Last Updated: 2024-07-03
Chapter: sembilan belasTubuhku mematung saat melihat foto tersebut. Bagaimana bisa, Morgan mendapatkan informasi pengajuan talak yang sempat diurus lawyerku beberapa waktu lalu. Lantas aku segera membenarkan dudukku dan tetap berusaha bersikap tenang. Jadi, ini alasannya pulang ke Indonesia? Artinya Morgan memang masih menyimpan rasa pada Jean? "Hanya seumur dua tahun, dan anda sudah memutuskan hal ini? Harusnya dari awal anda menyerah saja. Jadi tak oerlu menyakiti perasaannya." Raut Morgan terlihat memerah. Mungkin dia memang menyimpan amarah untuk diluapkan padaku. Kini giliranku yang menyimpulkan senyum. "Anda jelas melupakan bahwa talak ini tak mungkin dilanjutkan karena Jean sedang hamil? Perlukah saya perjelas siapa bapaknya?" Morgan terdiam. Tangannya melemah dan meletakkan ponselnya dimeja. Aku masih mencoba tenang dengan menunjukkan sikap yang tak peduli. Padahal hatiku tengah bergemuruh karena menahan gejolak yang entah apa ini namanya, antara malu dan ke
Last Updated: 2024-07-02
Chapter: delapan belasSaat sedang sibuk dengan pikiranku sendiri. Merasakan getaran di kantong celanaku, tidak berjarak lama dari setelah itu terdengar suara dering ponsel. Aku merogoh saku celanaku dan mendapati nomor Mbok Wati yang sedang menghubungiku.Suatu kebetulan yang sangat jarang terjadi. Dengan segera aku mengangkat telepon itu dengan menekan tombol hijau di layar ponselku. Lantas mendekatkan ponselku pada daun telinga.“Iya Mbok ada apa?”“Mas … i … ini Mas.”Aku mendengar suara Mbok Wati yang sepertinya sedang panik. “Ada apa sih Mbok Kok suaranya gitu?”“Ini loh, Mas. Mbak Jean, tadi mbak Jean pingsan di swalayan. Tadi kan kami pergi belanja ke swalayan, Ini beneran loh mas kalau mbak Jean sendiri yang pengen ikut. Padahal kan saya udah bilang jangan, soalnya muka dia itu kayaknya pucet gitu loh. Pas lagi milih-milih barang belanjaan tiba-tiba pingsan.”Aku yang mendapatkan kabar tersebut langsung bertanya sekarang Mbok Wati dan j
Last Updated: 2024-07-02
Chapter: tujuh belasPagi hari yang cerah namun tidak dengan suasana hatiku saat ini. Duduk di kursi kebanggaanku yang berada di ruang kerja, seraya menatap layar laptopku. Pasalnya hari ini sama sekali tak bisa membuatku fokus kerja karena nyatanya mengajak Jean ke pantai pun sama sekali tidak meluluhkan hatinya.Padahal aku sudah mencari review rumah makan dengan pemandangan paling banyak di ulas. Kenapa meluluhkan hati Jean jadi sesulit ini? Aku menghela nafasku dan menopang dagu ku. Apalagi yang harus aku lakukan supaya Jean luluh?Aku memijit pangkal hidungku seraya membaca file yang masuk ke dalam email perusahaan. Hingga akhirnya mendengar suara pintu ruanganku yang diketuk. Membuatku memcingkan mata dan mencoba menerka tentang siapa yang datang. Karena seingatky semua berkas sudah tertumpuk di meja ini.Saat masih diam menebak hingga lupa untuk mempersilahkan orang di balik pintu itu untuk masuk. Namun saat tersadar dari lamunanku, terlihat handle pintu itu
Last Updated: 2024-07-02