Naomi langsung mematikan ponselnya tanpa mendengar lebih jauh perkataan Dimas. Apa maksud Dimas berkata seperti itu? Pria itu sepertinya sudah benar-benar gila karena amarahnya.
Untuk sejenak Naomi hanyut dalam pikirannya, memikirkan ucapan Dimas. Resah karena apa yang mungkin akan pria itu lakukan padanya. Tidak ada jaminan bahwa Dimas tidak akan menghalalkan segala cara untuk memaksanya.
“Mana pemilik butik ini!”
Pekikkan seseorang dari arah luar ruangan membuyarkan lamunan Naomi. Memaksanya kembali pada hidupnya yang nyata dan runyam.
“Saya mau uang saya kembali!” tuntut seorang ibu setengah baya sambil menginjak-injak jas hasil kerja keras Naomi tempo hari.
Naomi langsung berlari mendekati ibu itu. “Saya pemiliknya ada masalah apa ya bu? Bisa tolong jelaskan baik-baik. Kami akan bantu.”
“Bantu, bantu! Kamu mau nipu saya ya? Sudah bayar mahal-mahal untuk pesan jas di sini tapi apa ini? Kamu sebut ini layak!!!” Ibu itu mencak-mencak dan melempar jas yang sebelumnya ia injak pada wajah Naomi.
Dengan sabar Naomi melihat jas itu baik-baik. Ternyata di bagian dalam terdapat bagian yang berlubang.
Dahi Naomi sontak berkerut ketika memerhatikan bagian luar jas itu. Sekilas jas itu mirip dengan yang ia buat dan memang betul ibu itu memesan jas di butik Naomi dua minggu lalu. Namun jahitan luarnya tidak rapi dan tidak ada tanda pada bagian dalam jas.
“Maaf bu, apa ibu yakin ini jas dari butik kami?”
“Apa maksudmu?! Kamu mau menuduh aku penipu?!” hardik ibu itu.
“Maaf tapi karena saya sendiri yang mengerjakan jas pesanan ibu saya tahu persis perbedaannya, jas ini—.”
Plak!!!
Sebuah tamparan mendarat di wajah Naomi dengan cukup keras. Karyawan pria serta satpam seketika mendekat dan menarik ibu itu untuk menjauh. Naomi tertegun untuk sesaat. Sudah dua kali wajahnya di tempeleng di tempat yang sama hari ini.
Namun apa Naomi benar-benar berhak menerimanya? Ibu mertuanya selalu seperti itu walaupun Naomi tidak bersalah sekalipun. Ibu ini. Naomi hanya menyampaikan kebenaran apa itu salah?
“Pokoknya kembalikan uang—.”
“Jas itu bukan produk dari butik ini!” pekik Naomi amarahnya meletus begitu saja setelah sejak pagi berusaha ia redam. “Kalau ibu masih bersikeras saya bisa melaporkan ibu, saya punya bukti-buktinya kalau jas ini bukan berasal dari butik ini.” Ancam Naomi dengan garang kemudian ia melengos pergi sedangkan ibu itu ditarik paksa keluar dari butik Naomi.
Hari Naomi begitu kacau rasanya masalah muncul bertubi-tubi menyakiti hati dan pikirannya secara bersamaan. Namun mungkin Tuhan ingin Naomi menjadi lebih kuat karena itu semua ini terjadi. Bukankah begitu?
Bulir air mata kembali menitik dari ujung mata Naomi. Setelah kejadian ibu-ibu tidak jelas itu Naomi bergegas pergi dari butik dan terus berkendara tanpa tujuan. Hingga hari gelap akhirnya Naomi memutuskan untuk mendatangi sebuah bar dan mulai menenggak minuman beralkohol sampai ia mabuk.
Namun Naomi tidak bisa berhenti ia terus memberikan gelasnya yang sudah kosong untuk diisi lagi dan lagi. Saat Naomi hendak meneguk untuk kesekian kalinya seseorang dari arah belakang dengan tidak sopannya merebut gelas di tangan Naomi dan meneguk minuman itu.
“Hey! Itu milikku... kalau kamu mau pesan saja sendiri!” gerutu Naomi dengan lemah karena efek mabuk.
“Kamu bisa mati kalau meminumnya terlalu banyak.”
“Kamu menyebalkan Dimas!” Naomi memicingkan matanya. “Tolong satu gelas lagi,” pinta Naomi kemudian pada bartender di hadapannya.
Dimas berdecak sebal dan menggelengkan kepalanya ke arah bartender itu. Kemudian tanpa terduga ia menggendong Naomi di pundaknya dan keluar cepat-cepat dari bar tersebut.
Sontak Naomi meronta-ronta dan melawan dengan pukulan-pukulan yang lemah dan tidak terarah. Naomi terlalu mabuk untuk bisa mengendalikan tubuhnya.
“Hey!!! Turunkan aku!!
Naomi terus merengek sepanjang perjalanan. Dimas tidak menggubris Naomi dan membawa wanita itu masuk ke dalam kamar hotel yang terletak di sebelah bar tersebut. Dimas melempar tubuh Naomi ke atas ranjang dan menatap wanita itu.
Naomi begitu menyedihkan, senyuman ramahnya yang secerah mentari pagi lenyap dari wajah wanita itu karena si brengsek Pandu.
Di saat Dimas tengah bergelut dengan emosinya tiba-tiba saja Naomi menarik kerah pakaian Dimas dan membuat jarak antara dirinya dan Dimas terpangkas cukup banyak. Bau alkohol menyeruak dari tubuh Naomi entah sudah berapa banyak Naomi menenggak minuman keras itu.
“Kamu selalu mengacaukan semuanya, kalau kamu tidak peduli padaku berhenti ikut campur....”
Dimas menatap Naomi begitu dalam. Wajah Naomi yang bersemu entah mengapa membangkitkan sesuatu dalam hati Dimas.
Wajah Dimas seketika ikut memerah. Jantungnya berdegup kencang, entah apa yang merasukinya saat ini yang jelas gejolak hatinya terasa tidak biasa.“Hey, Naomi, bukankah situasi ini cukup berbahaya untukmu?” ujar Dimas dengan suara beratnya. Pandangannya masih terpaku pada Naomi seolah tersihir oleh pesona wanita yang kini berada di bawah badannya itu.Desir hasrat kecil dalam lubuk hati Dimas menuntun anggota tubuhnya untuk bergerak di luar kendali otaknya. Dimas membelai wajah Naomi yang terasa hangat kemudian perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Naomi.Dengan kendali hasrat bibir Dimas semakin mendekat hendak mengecup bibir merah muda Naomi. Ketika kedua bibir dua insan itu hampir bersentuhan tiba-tiba Dimas terdiam dan langsung bangkit.Dimas mengusap wajahnya yang memanas. “Ini tidak benar,” gumam Dimas memaki dirinya sendiri.“Seharusnya kamu biarkan aku memaki mereka malam kemarin,” celetu
“Haruskah aku mempercayainya?” batin Naomi.Naomi menggeleng cepat membuang jauh-jauh pikirannya dan kembali menyadarkan dirinya bahwa rencana Dimas adalah perbuatan yang salah. Naomi tidak boleh termakan bujukan pria itu.“Kamu ga perlu ambil keputusan sekarang.” Lagi-lagi Dimas berkata seolah dia bisa membaca pikiran Naomi. “Ayo aku antar pulang.”Dimas menarik lengan Naomi dan keluar dari kamar itu bersama. Berbeda dengan sebelumnya kali ini Naomi tidak banyak memberontak atau pun menolak. Dia menurut saja, lagi pula Naomi juga tidak memiliki energi untuk berdebat.“Terima kasih sudah mengantar—.”“Dimas, Naomi?!” seru Pandu memotong ucapan Naomi.Naomi sontak membeku, jantungnya hampir melompat keluar karena tidak menduga sama sekali kalau Pandu sudah pulang ke rumah.Pandu menatap Naomi dan Dimas bergantian penuh selidik, kecurigaan jelas sekali terpancar dari bola
“Apa Dimas orang yang seperti itu? Kenapa juga aku harus peduli?” batin Naomi.Pandu mendekati Naomi dan mulai membelainya. Hasrat Pandu bahka tidak merasa puas walau sudah menghabiskan dua malam dengan Maya. Menjijikkan. Sekarang ia berharap Naomi mau bermain dengannya.Naomi tanpa ragu segera menepiskan tangan Pandu dari wajahnya. Sentuhan pPandu hanya mengingatkan Naomi bagaimana suaminya itu mencumbu Maya.“Kamu mau sarapan apa?” tanya Naomi mengalihkan pembicaraan seraya berjalan menuju dapur.“Aku sih apa saja. Tapi mamaku mau ke sini....”“Apa?!” tanpa sadar Naomi meninggikan suaranya dan membuat Pandu terheran-heran.“Loh reaksi kamu kok gitu? Kemarin Mama juga datang kan dia membantumu membersihkan rumah.”“Apa maksudmu? Aku yang membersihkan dan merapikan semuanya dia hanya datang lalu....” Naomi menghentikan ucapannya ia terlalu lepas kendali pagi ini.
Naomi menatap Pandu dengan dingin. “Aku sedang bicara dengan mamamu bisakah kamu berhenti untuk ikut campur?” lawan Naomi tak gentar.“Dia mamaku—.”“Tapi aku yang punya masalah dengannya! Kamu bahkan tidak tau apa-apa,” sela Naomi dengan seluruh amarahnya yang meletup-letup.Tentu saja sikap Naomi membuat harga diri dan ego Pandu terluka dan membuat situasi semakin keruh. Ditengah-tengah perdebatan Naomi dengan Pandu, Kamila dalam hati tertawa puas karena lagi-lagi berhasil membuat mereka berdebat.“KAU! APA—.” Belum sempat Pandu meluapkan kekesalannya, Kamila sudah siap dengan sandiwara lainnya. Wajahnya berubah sedih dan dengan kelembutan yang palsu ia berusaha melerai Pandu.“Sudahlah Nak, tidak perlu ribut, mungkin Mama memang salah karena memiliki teman seperti itu. Tapi sungguh Naomi Mama tidak pernah memintanya melakukan hal seperti itu. Kalau kamu tetap tidak percaya kamu bo
Dimas mengulas senyum kemudian dengan sengaja menarik Naomi ke dalam dekapannya.“Apa kamu yakin tidak akan menyesalinya? Kamu tau aku tidak akan berhenti setelah kamu menyetujuinya.”Wajah Naomi memerah, jujur ia tersentak atas tindakan Dimas yang tiba-tiba. Namun Naomi tidak ingin terbawa suasana. Naomi juga belum sepenuhnya percaya pada Dimas.“Kamu cerewet, sudahlah ayo kita ke vilamu sekarang aku kedinginan.” Naomi mendorong tubuh Dimas kemudian berlalu pergi ke arah mobilnya yang terparkir di tepi jalan.Mereka berdua pun pergi menuju vila milik Dimas yang jaraknya hanya beberapa menit saja. Vila itu bergaya minimalis namun ukurannya sangat besar bahkan terdapat halaman besar yang mengarah langsung ke lautan.Beberapa saat kemudian Naomi yang telah selesai membasuh diri keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan kaos polos berwarna putih yang kebesaran. Kaus itu menjuntai bahkan sampai menutupi pahan
Dimas menuangkan wine ke dalam gelas Naomi dan miliknya. Namun belum sempat mereka menikmatinya tiba-tiba saja seseorang datang. Mengetuk pintu dengan kasar sekali.“DIMAS!!!”Dimas dan Naomi sontak terdiam dan saling beradu pandang. Mereka berdua tahu betul suara milik siapa itu.“Maya!” Dimas melompat dari tempat duduknya dan langsung menarik Naomi menuju ruangan lain di vila itu. “Kamu harus bersembunyi Nom.”“Mobilku bagaimana? Dia pasti tau....”“Mobilmu kan di garasi—."“Bisa saja dia ke garasi,” sela Naomi.Dimas bergeming untuk sesaat. Sepertinya ia punya ide untuk itu. “Sudahlah biar aku yang urus, kamu bersembunyi saja dulu.”Dimas berlalu pergi menuju garasi sedangkan Maya sudah mengamuk di pintu depan karena Dimas tidak kunjung membukakan pintu untuknya. Sebenarnya suasana hati Maya sudah buruk sejak bangun tidur karena Dimas bersika
Wajah Naomi seketika memerah begitu mengamati Dimas dan Maya yang tengah bergumul di lantai satu. Buru-buru Naomi tutup pintu ruangan dengan hati-hati karena tidak mungkin ia harus menyaksikan pemandangan seperti itu.“Ahhh! Apa yang Dimas lakukan? Dia seharusnya cepat-cepat membawa Maya pergi tapi sekarang mereka malah mau berhubungan badan,” gerutu Naomi.Sedangkan di lantai bawah Dimas masih melakukan perlawanan agar bisa melarikan diri dari Maya. Ia tidak mau bergumul dengan wanita itu sekarang. Karena sudah tidak tahan Dimas pun akhirnya memaksa tubuhnya untuk bangkit dan membuat Maya hampir terguling.“CUKUP MAYA! Aku tidak mau, kamu ga ngerti bahasa manusia apa?” rutuk Dimas geram seraya menjauh dari Maya.Namun Maya tidak peduli, ia malah terkekeh seraya menatap Dimas dengan tatapan genitnya berharap suaminya itu akan tergoda. Sayang sekali Dimas sudah mati rasa walaupun Maya masih belum mengetahuinya.Hingga Maya me
Di dalam ruang ganti Naomi masih kelimpungan mencari tempat bersembunyi lain terlebih setelah mendengar ucapan Maya. Untuk sesaat Naomi menyesali keputusannya memilih ruang ganti ini karena setelah dipikir-pikir Maya pasti akan langsung menjajal ruang ganti karena merupakan satu-satunya ruangan lain dalam kamar tempat Naomi bersembunyi. “Aku harus bersembunyi di mana lagi Ya Tuhan?! Tidak ada tempat lain?!!” batin Naomi panik. Langkah Maya semakin dekat menuju ruangan ganti, tidak butuh waktu lama untuk wanita itu tiba tepat di depan ruangan ganti dan bersiap untuk membukanya. Dimas yang masih meringis karena luka terbuka akibat gigitan Maya ditangannya tanpa pikir panjang langsung melumat bibir Maya sebelum wanita itu menggeser pintu ruangan ganti. Gerakkan Maya terhenti, tetapi ia tidak lagi bisa hanyut dalam kenikmatan lumatan bibir suaminya. Pikirannya sedang tertuju pada prasangka buruknya. Maya pun mendorong tubuh Dimas agar pria itu menjau