Home / Fiksi Remaja / Broken / Dari Dekat

Share

Dari Dekat

Author: Aquarius
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kini bus telah mencapai rute terakhir. Hanya Yandi dan seorang siswi bersama sopir yang berada dalam bus itu. “Kamu di sini, kan?” tanya sopir pada Yandi.

“Iya pak. Ini emang tujuan terakhir busnya,” jawab Yandi sambil berjalan ke arah pintu.

“Kalau gitu tolong bangunin temannya, ya.” 

Yandi memandang dengan penuh kesal pada gadis itu. Dengan terpaksa, ia pun membangunkan gadis itu. “Woi! Bangun! Ini udah tujuan terakhir.” Gadis itu benar-benar tertidur lelap, hingga ia sama sekali tak mendengar suara Yandi.

“Pelan-pelan banguninnya. Jangan kayak gitu ama cewek,” ujar pria bertopi fedora.

“Gak bakalan bangun kalau pelan-pelan, pak. Diteriakin aja gak bangun, gimana kalau pelan-pelan? Yang ada tambah tidur dia.”

“Udah, udah, udah. Biar bapak yang bangunin.” Begitu sopir bus itu mengambil alih, Yandi segera turun dari bus.

“Dek, udah sampai.”  itu membangunkan gadis itu sambil memukul pelan pundaknya.

“Ini... di mana ya, pak?” tanya gadis itu kebingungan karena melihat bus yang sudah kosong.

“Ini tujuan terakhir, dek.” Mata siswi itu langsung terbuka lebar. Lagi-lagi dirinya melewatkan tempat tujuannya.

“Em... ah...aduh... gimana dong? Ini benaran tujuan terakhir, pak?” tanya siswi itu panik.

“Iya dek.” 

“Eh... ya... ya udah. Makasih, pak.” Siswi itu segera berlari menuruni bus. 

Di tengah kepanikannya, gadis itu melihat seorang siswa yang berasal dari sekolahnya, berada tak jauh darinya. Gadis itu segera menghampiri siwa itu, dengan niat meminta bantuannya. Ia berlari sekencangnya untuk menyamai jarak mereka.

“Eh... maaf. Boleh minta tolong?” tanya siswi itu tanpa melihat wajah pria itu.

Yandi melepas sebelah earphone (alat pendengar) miliknya, agar ia bisa mendengar ucapan siswi itu. “Lo cewek yang ketiduran tadi, kan?”

“Ah... ia.” Jantung gadis itu kini berdetak sangat kencang. Ia tak menyangka bahwa siswa itu adalah Yandi. Wajah gadis itu perlahan memerah. Ia semakin gugup saat mata mereka tak sengaja bertemu beberapa detik.

“Mau apa?” tanya Yandi singkat dan segera mengarahkan pandangannya ke arah yang tak jelas.

“Eh... ini. Kamu tahu alamat ini, gak?” ujar siswi itu sambil menunjukkan alamat rumahnya yang berada di ponselnya.

Keduanya kini berdiri berdekatan, membuat detak jantung gadis itu semakin tak karuan. Siswi itu kini merasa sangat gugup, hingga membuat kedua tangannya bergetar. Ia tak menyangka jika dirinya bisa berdiri begitu dekat dengan pria yang selalu diperhatikannya dari jauh. Bahkan, kini ia bisa berbicara sambil melihat wajah tampan pria itu.

“Gak,” jawab Yandi singkat dan segera meninggalkan siswi itu. Yandi merasa bahwa siswi itu sengaja mendekainya, karena menginginkan sesuatu dari keluarganya.

“Aku boleh minta tolong lagi?” teriak gadis itu.

Yandi menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap tajam gadis itu. “Apaan? Gue udah bilang, gue gak tahu di mana tuh alamat. Mendingan lo cari ojek aja, biar dia antarin sampai rumah lo.” Yandi kembali melangkahkan kakinya menjauhi gadis itu, hingga ia tak terlihat lagi olehnya.

“Aduh... Reina... bisa-bisanya lo ketiduran!” Gadis itu memukul-mukul kepalanya. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri.

“Kayaknya Yandi gak suka lihat gue. Pasti dia langsung ilfeel ama gue, pas lihat gue tidur.”

“Aduh... kalau kayak gini hancur sudah harapan gue buat jadi temannya dia.”

“Tapi gue gak mungkin juga jadi temannya dia. Dia tuh anak orang kaya Reina, harusnya lo sadar. Lo itu cuma anak asisten rumah tangga. Gak mungkinlah dia mau jadi teman lo.” 

Gadis itu merasa bahwa tanggapan Yandi saat ia menanyakan alamat rumahnya, menandakan bahwa ia tak ingin berteman dengan seseorang seperti dirinya. Ia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang biasa, yang tak pantas berharap lebih untuk menjadi temannya.

“Reina, lo harus berhenti mikir kayak gitu. Sekarang lo itu lagi nyasar, jangan mikirin itu dulu!”

“Entar aja lo pikirinnya. Sekarang lo harus pikir, gimana caranya supaya lo bisa pulang.” Gadis itu berpikir keras mencari cara, agar dirinya bisa kembali ke rumahnya.

“Yandi benar, sih. Pasti kalau gue pakai ojek, gue bakalan bisa sampai rumah. Tapi... mana ada uang gue.” Saran Yandi memang ada benarnya. Namun, Reina tak memiliki cukup uang untuk menggunakan ojek. 

Jarak rumah Reina dari tempatnya saat ini memang cukup jauh. Pasalnya ia harus turun ditempat pemberhentian keempat. Namun ia kini berada di tempat pemberhentian kedelapan.

“Gue harus jalan ke mana sekarang? Apa gue jalan ikutin arah Yandi aja?”

“Tapi... entar gue bakalan sampai di rumahnya dia, dong.”

“Ah...” teriak Reina.

“Mana gue gak punya kuota lagi!” Reina ingin mencoba menggunakan aplikasi di ponselnya, untuk membantunya menemukan jalan menuju rumahnya.  Namun, gadis itu tak memiliki kuota internet untuk membuka aplikasi tersebut.

Gadis itu nekat mengambil arah yang berbeda dari Yandi. Ia berpikir mungkin dirinya dapat sampai ke tujuan jika ia melewati jalan itu. 

Kini gadis itu semakin kebingungan. Ia tak tahu kini dirinya berada di mana. Ia mencoba menanyakan alamatnya pada beberapa orang yang berada di sekitarnya. Namun, mereka tak mengetahui alamat tersebut.

“Uh... permisi bu. Maaf bu, saya boleh tanya?”

“Iya, ada apa?”

“Ibu tahu alamat ini gak?” tanya Reina sambil menunjukkan alamat di ponselnya.

“Maaf, dek. Ibu gak tahu. Tapi ibu pernah dengar nama tempatnya. Kayaknya jauh dari sini,” ujar seorang wanita sedang menggendong gadis kecil yang masih berusia balita.

“Oh... gitu ya, bu. Makasih banyak ya, bu.” Reina melanjutkan perjalanannya untuk menemukan jalan pulang. Ia terus berusaha meminta bantuan dari orang-orang yang berada di sekitar jalanan itu. Namun, setiap orang yang ia jumpai tak mengetahui alamat rumahnya.

Gadis itu tak menyerah. Ia berjalan ke arah pangkalan ojek, mencoba menanyakan alamat rumahnya. “Permisi pak. Pak, saya mau nanya. Bapak tahu gak alamat ini?” tanya Reina sambil menunjukkan ponselnya pada seorang pria berbaju kaus oblong hitam polos.

“Tahu. Mau diantar ke sana?” 

“Eh... kira-kira berapa, kalau sampai tempat ini?” tanya Reina ragu-ragu.

“Tiga puluh lima ribu, dek.”

“Ah... gak bisa kurang gitu, pak?” 

“Kalau kurang, paling tiga puluh ribu, dek. Soalnya jauh banget, gak bisa lebih dari itu.” Pria itu seperti mengetahui pikiran Reina yang ingin menawar lebih rendah lagi.

“Oh... gitu ya, pak.” Setelah mengetahui ngkos yang harus dibayarnya, gadis itu segera mengganti pertanyaannya. Ia meminta pria itu menunjukkan jalan yang harus ia lewati, agar dirinya tiba di rumahnya.

“Kalau gitu saya permisi, pak. Terima kasih banyak, pak.” Reina segera berlalu menjauhi pangkalan ojek. 

“Tiga pulu ribu? Jangankan tiga puluh ribu, lima ribu aja gue gak punya. Lagian lo gaya banget nanya kayak gitu.” Di tangan gadis itu, ia hanya memegang uang sebanyak dua ribu rupiah. Tak mungkin baginya, untuk menggunakan ojek. 

Kini gadis itu harus berjalan kaki dengan menempuh jarak yang cukup jauh. Dengan uang dua ribu rupiah yang dimilikinya. Ia membeli empat gelas air mineral, untuk menemaninya menempuh dalam perjalanan menuju rumahnya.

Related chapters

  • Broken   Cerita Tentang Dia yang Kukagumi

    Di tengah teriknya matahari, Reina harus menempuh jarak sekitar lima koma enam kilometer. Namun, kakinya sudah tak sanggup lagi berjalan setelah menempuh jarak dua kilometer lebih. Tubuhnya gadis itu kini menjadi basah kuyup. Bukan karena dibasahi oleh curahan hujan, melainkan oleh keringatnya.“Woi!” teriak seorang pria memanggil Reina.Langkah gadis itu terhenti, ketika ia mendengar suara itu. Ia memalingkan wajahnya ke sebelah kirinya. Dilihatnya seorang pria berjaket hitam dan bercelana jeans hitam sedang duduk di sebuah sepeda motor matik berwarna putih dengan garis merah.Pria berpakaian serba hitam itu berjalan mendekati Reina, yang hanya berjarak beberapa langkah darinya. “Lo dari SMA Citra?”“Iya,” jawab Reina singkat.“Lo mau ke mana panas-panas gini?”“Mau pulang.”“Emang rumah lo di mana?” Dengan segera Reina mengambil ponselnya dan menunjukkan alamat rumahnya.“Ya udah, biar gue

  • Broken   Teman Pertama Andre

    Sepanjang perjalanan, Andre terus saja menceritakan tentang sosok Yandi pada Reina. Hati gadis itu merasa sangat senang, karena dirinya kini dapat mengenal siswa yang selalu diperhatikannya secara tidak langsung.“Tuhan, jika diizinkan aku mau berteman dengan Yandi. Aku mau membantu dia saat susah.” Dalam hatinya Reina berdoa, ia memohan agar diberikan kesempatan untuk menjadi teman yang selalu sedia membantu Yandi.“Belok kiri atau kanan?” ujar Andre menanyakan arah rumah gadis itu.“Kanan, kanan. Nanti lurus, rumah ketiga. Itu rumah gue,” ujar Reina memberikan penjelasan.Kini kedua siswa itu telah tiba di kediaman Reina. “Makasih banyak, ya. Sorry banget gue udah ngerepotin lo,” ujar Reina berterima kasih setelah keduanya turun dari sepeda motor.“Ya ampun nak... kamu ke mana aja kenapa baru pulang jam segini? Ini udah jam tujuh,” ujar seorang wanita berambut sedagu dengan memakai daste

  • Broken   Aku Benci Kakak!

    Tangisan Yeri sudah memenuhi rumah kala waktu masih menunjukkan pukul lima lebih empat puluh menit. Sebenarnya sejak malam hari remaja ini sudah mulai meneteskan butiran-butiran air dari matanya.Suara tangisan remaja pria ini membuat Yandi benar-benar merasa terganggu. Telinganya pun mulai memanas dan ia segera kehabisan kesabarannya mendengar suara tangisan adiknya.“Bisa berhenti nangis gak, sih?!” ujar Yandi memarahi adiknya. Ia yang telah kehabisan kesabaran, menerobos masuk kamar adiknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Gara-gara lo nangis dari semalam, gue tuh gak bisa tidur! Emangnya lo gak capek nangis dari malam sampai pagi?!” Yandi merasa kesal, karena ia harus mendengar tangisan adiknya sejak semalam. Kamar mereka yang bersebelahan membuat ia dapat mendengar dengan jelas suara tangisan adiknya.“Lo tahu, bi Ami tuh kemarin capek banget bujuk lo. Udah dibujuk kayak anak bayi juga gak mau diam lagi! Bi Ami tuh berdi

  • Broken   Air Mineral

    Terlepas dari semua keributan di rumahnya, kini Yandi harus bergegas ke sekolah. “Ah... udah jam segini lagi. Coba aja gue gak ngurusin anak gak jelas itu, pasti gue gak bakalan telat,” ujar Yandi kesal saat ia melihat jam di ponselnya yang telah menunjukkan pukul tujuh tepat.“Ah... bodoh amat, deh.” Yandi sangat kesal pada adiknya yang masih saja menangis di kamarnya. Kini ia benar-benar tak mau memedulikan adiknya lagi. Yandi adalah orang yang tak akan memedulikan seseorang yang tak mendengar ucapannya. Siapa pun orang itu ia tak peduli. Ia punya sebuah prinsip, jika sekali perkataannya tak didengarkan, ia tak akan perduli lagi pada orang itu.Begitu selesai bersiap, Yandi segera bergegas berangkat ke sekolah tanpa menyantap sarapan. Ia bahkan tak berpamitan pada orang rumah saat berangkat ke sekolah.Meskipun ia tahu dirinya akan telat, namun Yandi tetap memilih untuk berjalan kaki. Bahkan ia berjalan dengan santai menuju sekolah.Seperti dugaannya, setib

  • Broken   Bantuan Kecil

    Setelah menerima uang dari Yandi, Andre segera pergi membeli buku untuk temannya. Di sekolah ini terdapat beberapa kantin yang hanya khusus menjual makanan dan minuman, dan terdapat satu kantin yang menjual beberapa jenis alat tulis di samping menjual makanan dan minuman. Kantin itu berada dekat dengan kelas dua belas Ilmu Sosial.“Andre,” panggil seorang siswi ketika Andre melewati sebuah kelas.Andre membalikkan badannya, dan dilihatnya sesosok murid di hadapannya. “Reina?” Murid itu adalah Reina. Remaja itu merasa sangat senang, karena ia bisa bertemu dengan gadis itu sesuai harapannya.“Lo mau ke mana?”“Oh... ini, gue mau beli buku buat Yandi.”“Emangnya dia gak bawa buku?” tanya Reina penasaran.“Bawa, kok. Cuma Buat nih.... apa lagi namanya... hukuman maksud gue. Biasalah, kita udah sering dihukum.” Saat mendengar alasan Yandi membutuhkan buku, Reina langsung berniat membantu siswa itu lagi.“Ya udah, pakai

  • Broken   Pak Vino

    Jam istirahat telah berakhir, dan jam pelajaran kedua pun telah dimulai. Jam pelajaran kedua diisi oleh mata pelajaran Kimia yang dibawakan pak Vino. Pak Vino adalah salah satu guru muda di SMA Citra. Kulit putih dan wajah yang terlihat seperti seorang model membuat guru ini populer di kalangan para siswi. Perawakan guru ini memang mampu membuat para siswi tergila-gila padanya. Apa lagi saat para siswi mengetahui dirinya yang belum memiliki kekasih hingga saat ini.Mata pak vino terus saja tertuju ke arah Yandi sejak ia memasuki ruang kelas itu. “Hm... kata guru-guru yang sudah mengajar di kelas ini, dia itu anak yang pintar. Kayaknya aku harus cari tahu seberapa pintar dia.” Pak Vino adalah guru baru di SMA Citra. Ia baru saja menjadi guru di sekolah ini beberapa bulan yang lalu. Namun ia belum pernah mengajar di kelas Yandi, karena saat itu sudah ada guru lain yang mengajar mata pelajaran kimia di kelas itu. Ia baru mulai mengajar di kelas Yandi, setelah guru itu memasuk

  • Broken   Pertemuan Kedua

    Hari ini remaja itu dua kali tak ikut belajar bersama guru dan siswa lainnya di kelas. Setelah tak mengikuti mata pelajaran pertama karena terlambat. Kini ia terpaksa tak mengikuti lagi mata pelajaran berikutnya, karena tak melakukan perintah dari pak Vino.Namun, kali ini ia tak sendiri karena keenam siswa yang terkenal itu dikeluarkan dari kelas secara bersamaan. Setelah dikeluarkan dari kelas, Yandi dan kelima temannya segera menuju kantin yang berada tak jauh dari kelas Ilmu Sosial.“Lo pesan apa aja, sana. Suka-suka hati lo,” ujar Yandi menyuruh teman-temannya segera memesan apa pun yang mereka inginkan.“Benaran, nih?” tanya Andre memastikan.“Iya... gue yang bayar nanti.”“Waah... makasih, Yan,” ujar Rino berterima kasih dan diikuti Agus, Andre, Andi, dan Doni. Kelima siswa itu sangat senang saat Yandi mentraktir mereka. Mereka pun memesan segala jenis makana

  • Broken   Putri Bi Ami

    Hamparan bintang nan indah memenuhi langit malam ini, menemani Yandi yang sedang membaca buku pelajaran miliknya. Namun pikiran Yandi juga dipenuhi dengan hamparan suara merdu yang terngiang-ngiang di kepalanya.“Hmm... merdu juga ya suara cewek itu,” gumam Yandi mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Dia anaknya bi Ami, kan? Kira-kira dia orangnya kayak gimana, ya?” Yandi mulai bertanya-tanya tentang sosok pemilik suara merdu itu.“Dih... kok gue malah mikir itu orang, sih? Kenal juga enggak, ngapain coba gue?” ujar Yandi menyadarkan dirinya yang mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Mendingan sekarang gue baca nih buku sampai habis, terus gue tidur. Dan gak perlu ke meja makan, karena gue malas,” ujar Yandi dan melanjutkan aktivitas membacanya.Suara merdu itu terus terngiang-ngiang di kepala remaja itu. “Duh... mending gue tidur sekarang, dari pada gue kepikiran terus.” Yandi b

Latest chapter

  • Broken   New Life

    Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu

  • Broken   Start a New Life (2)

    Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob

  • Broken   Start a New Life

    Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian

  • Broken   Tak Ingin Hancur (2)

    “Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad

  • Broken   Tak Ingin Hancur

    Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa

  • Broken   Tempat Bercerita (2)

    Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul

  • Broken   Tempat Bercerita

    Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And

  • Broken   Cara Ami

    “Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand

  • Broken   The Puzzle Has Been Solved (2)

    Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem

DMCA.com Protection Status