Beranda / Fiksi Remaja / Broken / Air Mineral

Share

Air Mineral

Penulis: Aquarius
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Terlepas dari semua keributan di rumahnya, kini Yandi harus bergegas ke sekolah. “Ah... udah jam segini lagi. Coba aja gue gak ngurusin anak gak jelas itu, pasti gue gak bakalan telat,” ujar Yandi kesal saat ia melihat jam di ponselnya yang telah menunjukkan pukul tujuh tepat.

“Ah... bodoh amat, deh.” Yandi sangat kesal pada adiknya yang masih saja menangis di kamarnya. Kini ia benar-benar tak mau memedulikan adiknya lagi. Yandi adalah orang yang tak akan memedulikan seseorang yang tak mendengar ucapannya. Siapa pun orang itu ia tak peduli. Ia punya sebuah prinsip, jika sekali perkataannya tak didengarkan, ia tak akan perduli lagi pada orang itu.

Begitu selesai bersiap, Yandi segera bergegas berangkat ke sekolah tanpa menyantap sarapan. Ia bahkan tak berpamitan pada orang rumah saat berangkat ke sekolah.

Meskipun ia tahu dirinya akan telat, namun Yandi tetap memilih untuk berjalan kaki. Bahkan ia berjalan dengan santai menuju sekolah.

Seperti dugaannya, setibanya di sekolah pagar telah dikunci. Namun ia tahu, para satpam tak akan membiarkan ia berada di luar sekolah. Tentunya mereka akan membukakan pintu gerbang itu dengan senang hati, dan membiarkannya masuk begitu saja.

Meskipun para satpam membiarkannya masuk, bukan berarti ia bebas dari hukuman.

“Yandi,” panggil seorang guru.

Yandi membalikkan badannya ke sebelah kanannya. Dilihatnya seorang guru sedang menunggunya di meja piket. “Ya bu?” 

“Sini.” Yandi berjalan ke arah meja guru piket dan berdiri berhadapan dengan guru itu.

“Kamu tahu ini udah jam berapa?” tanya bu Rika pada remaja pria itu. Ya, guru yang bertugas hari ini adalah bu Rika, guru yang tak akan mentoleransi keterlambatan para siswa.

“Mana saya tahu bu? Saya gak pakai jam. HP saya juga di dalam tas, bu,” jawab Yandi santai.

“Ibu udah bingung mau kasih kamu hukuman apa lagi, Yandi. Kamu gak bosan terlambat terus?”

“Kasih aja hukuman yang biasanya, bu. Lagian saya juga punya alasan kenapa terlambat.” Yandi sudah mengethui semua jenis hukuman yang akan diberikan para guru bagi siswa yang terlambat, karena ia sudah menjalani semua jenis hukuman itu.

“Lagian aku cuma sering telat pas hari senin aja kok, bu. Kalau hari lain aku jarang terlambat.” Bu rika menarik panjang napasnya dan mencoba sabar untuk menghadapi Yandi.

“Oke. Kamu bilang kasih aja, kan?”

“Iya, bu.”

“Karena sekarang jam pelajaran pertama sudah berjalan selama setengah jam, jadi ibu kasih kamu dua hukuman.”

“Yang pertama kamu hormat bendera. Yang kedua kamu tulis ‘saya tidak akan terlambat lagi’ dalam satu buku. Tulis yang rapi, dan kumpul ke ibu setelah jam pulang,” ujar bu Rika memberi siswa itu hukuman.

“Oke bu. Berarti aku hormat bendera sekarang, kan?”

“Tunggu sebentar. Kamu pakai ini.” wanita itu memberikan sebuah kertas karton berwarna merah muda dengan ukuran yang cukup besar. Kertas itu sudah diberi tali pada kedua sisinya. Pada kertas itu bertuliskan kata yang sama, seperti hukuman kedua yang diberikan pada Yandi. 

Setelah menerima kertas itu, Yandi segera menjalankan hukumannya. Ia mengantung kertas itu pada lehernya sambil menghormat ke arah bendera di hadapannya.

“Yandi? Apa dia terlambat lagi?” siapa pun yang melihat Yandi saat itu pasti akan mengetahui bahwa ia sedang menjalani hukuman karena terlambat.

“Seandainya gue bisa bantu dia,” ujar Reina yang tak sengaja melihatnya saat hendak menuju perpustakaan. Ia ingin sekali membantu siswa itu, namun ia tak tahu cara apa yang harus dilakukannya untuk membantu pria itu.

“Gue tahu.” Siswi itu segera berlari ke arah kantin sambil menghindari para guru. Setibanya di kantin, siswi itu segera membeli dua air mineral dalam kemasan gelas. Ia pun langsung memasukkan air mineral itu dalam tas Yandi yang tergeletak di depan meja piket. 

Saat hendak memasukkan air mineral dala tas Yandi, Reina harus melakukannya secara diam-diam agar tak ada guru yang melihatnya. Beruntungnya saat ia menaruh air mineral di tas remaja itu, tak ada satu guru pun yang berada di sekitar meja piket.

Reina segera berlari kembali ke perpustakaan, setelah ia melakukan apa hal itu. Ia segera mengambil beberapa buku dan kembali ke kelasnya. “Semoga aja lo mau terima bantuan gue,” gadis itu membatin sambil melirik Yandi yang sedang menjalani hukumannya.

Kini Yandi telah menyelesaikan hukumannya dan ia pun diizinkan untuk mengikuti mata pelajaran berikutnya. Remaja itu segera masuk ke kelas dan menduduki bengku paling pojok di kelas itu. 

“Yan, kok lo telat? Habis ngapain aja lo?” tanya Andi. Kelima temannya langsung menghampirinya begitu ia sampai di bangkunya.

“Biasalah... di rumah,” jawab Yandi singkat. Meskipun mereka tak mengalami hal yang sama persis, namun Yandi tak perlu menjelaskan lebih detail tentang kejadian yang ia alami. Kelima teman Yandi sudah mengerti jika ia mengatakan ‘rumah’, karena mereka juga merasakan hal itu.

“Lo pasti haus kan?” tanya Rino.

“Entar aja urusin masalah haus. Mending lo semua bantuin gue.”

“Apaan?” tanya kelima temannya bersamaan.

“Lo pada ada buku yang belum kepakai, gak?” Kelima temannya menggeleng menandakan bahwa mereka tak memiliki buku yang belum terpakai.

“Emangnya lo buat apa tuh buku? Disuruh tulis?” tanya Agus. Keenam siswa ini memang sudah mengetahui semua jenis hukuman di sekolah mereka, karena merek telah menjalani semuanya.

“Begitulah. Kalau gak ada, biar gue beli. Tapi gue malas keluar,” ujar Yandi sambil mengipas tubuhnya yang dipenuhi keringat dengan sebuah buku.

“Ya udah, biar gue aja yang beli,” ujar Andre menawarkan dirinya. Ia sengaja menawarkan dirinya, agar ia dapat bertemu siswi itu. Ia berharap, dirinya dapat bertemu siswi itu saat membeli buku.

“Ya udah, oke.” Yandi segera meraih dompetnya dalam tasnya. Saat hendak mengambil dompetnya, ia melihat dua gelas air mineral telah berada dalam tasnya.

“Perasaan gue gak ada beli air, deh?” gumam Yandi bingung. Ia tak memedulikan air mineral itu dan segera mengeluarkan uang kertas pecahan dua puluh ribu rupiah dari dompetnya.

“Nih,” ujar Yandi memberikan uang itu pada Andre. Andre pun segera bergegas menuju kantin, sedang kelima kawannya menikmati waktu tidur di kelas.

“Nih air muncul dari mana, sih? Perasaan gue gak ada beli air.” Yandi terus memikirkan dari mana asalnya air itu. Ia berusa mengingat-ingat semua kejadian sejak ia berada di rumah hingga di sekolah. Namun ia tak mendapati sebuah kejadian, bahwa dirinya membeli air mineral.

Yandi berdecak kesal karena tak menemukan jawaban dari pertanyaannya. Tanpa memedulikan siapa yang menaruh air mineral itu, ia meminumnya untuk menghilangkan rasa dahaganya. Ia tak peduli jika ada racun atau apa pun dalam air itu.

Bab terkait

  • Broken   Bantuan Kecil

    Setelah menerima uang dari Yandi, Andre segera pergi membeli buku untuk temannya. Di sekolah ini terdapat beberapa kantin yang hanya khusus menjual makanan dan minuman, dan terdapat satu kantin yang menjual beberapa jenis alat tulis di samping menjual makanan dan minuman. Kantin itu berada dekat dengan kelas dua belas Ilmu Sosial.“Andre,” panggil seorang siswi ketika Andre melewati sebuah kelas.Andre membalikkan badannya, dan dilihatnya sesosok murid di hadapannya. “Reina?” Murid itu adalah Reina. Remaja itu merasa sangat senang, karena ia bisa bertemu dengan gadis itu sesuai harapannya.“Lo mau ke mana?”“Oh... ini, gue mau beli buku buat Yandi.”“Emangnya dia gak bawa buku?” tanya Reina penasaran.“Bawa, kok. Cuma Buat nih.... apa lagi namanya... hukuman maksud gue. Biasalah, kita udah sering dihukum.” Saat mendengar alasan Yandi membutuhkan buku, Reina langsung berniat membantu siswa itu lagi.“Ya udah, pakai

  • Broken   Pak Vino

    Jam istirahat telah berakhir, dan jam pelajaran kedua pun telah dimulai. Jam pelajaran kedua diisi oleh mata pelajaran Kimia yang dibawakan pak Vino. Pak Vino adalah salah satu guru muda di SMA Citra. Kulit putih dan wajah yang terlihat seperti seorang model membuat guru ini populer di kalangan para siswi. Perawakan guru ini memang mampu membuat para siswi tergila-gila padanya. Apa lagi saat para siswi mengetahui dirinya yang belum memiliki kekasih hingga saat ini.Mata pak vino terus saja tertuju ke arah Yandi sejak ia memasuki ruang kelas itu. “Hm... kata guru-guru yang sudah mengajar di kelas ini, dia itu anak yang pintar. Kayaknya aku harus cari tahu seberapa pintar dia.” Pak Vino adalah guru baru di SMA Citra. Ia baru saja menjadi guru di sekolah ini beberapa bulan yang lalu. Namun ia belum pernah mengajar di kelas Yandi, karena saat itu sudah ada guru lain yang mengajar mata pelajaran kimia di kelas itu. Ia baru mulai mengajar di kelas Yandi, setelah guru itu memasuk

  • Broken   Pertemuan Kedua

    Hari ini remaja itu dua kali tak ikut belajar bersama guru dan siswa lainnya di kelas. Setelah tak mengikuti mata pelajaran pertama karena terlambat. Kini ia terpaksa tak mengikuti lagi mata pelajaran berikutnya, karena tak melakukan perintah dari pak Vino.Namun, kali ini ia tak sendiri karena keenam siswa yang terkenal itu dikeluarkan dari kelas secara bersamaan. Setelah dikeluarkan dari kelas, Yandi dan kelima temannya segera menuju kantin yang berada tak jauh dari kelas Ilmu Sosial.“Lo pesan apa aja, sana. Suka-suka hati lo,” ujar Yandi menyuruh teman-temannya segera memesan apa pun yang mereka inginkan.“Benaran, nih?” tanya Andre memastikan.“Iya... gue yang bayar nanti.”“Waah... makasih, Yan,” ujar Rino berterima kasih dan diikuti Agus, Andre, Andi, dan Doni. Kelima siswa itu sangat senang saat Yandi mentraktir mereka. Mereka pun memesan segala jenis makana

  • Broken   Putri Bi Ami

    Hamparan bintang nan indah memenuhi langit malam ini, menemani Yandi yang sedang membaca buku pelajaran miliknya. Namun pikiran Yandi juga dipenuhi dengan hamparan suara merdu yang terngiang-ngiang di kepalanya.“Hmm... merdu juga ya suara cewek itu,” gumam Yandi mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Dia anaknya bi Ami, kan? Kira-kira dia orangnya kayak gimana, ya?” Yandi mulai bertanya-tanya tentang sosok pemilik suara merdu itu.“Dih... kok gue malah mikir itu orang, sih? Kenal juga enggak, ngapain coba gue?” ujar Yandi menyadarkan dirinya yang mulai memikirkan pemilik suara merdu itu.“Mendingan sekarang gue baca nih buku sampai habis, terus gue tidur. Dan gak perlu ke meja makan, karena gue malas,” ujar Yandi dan melanjutkan aktivitas membacanya.Suara merdu itu terus terngiang-ngiang di kepala remaja itu. “Duh... mending gue tidur sekarang, dari pada gue kepikiran terus.” Yandi b

  • Broken   Surat

    Malam yang panjang kini hampir berlalu. Cerita tentang sosok pemilik suara merdu itu pun kini telah berakhir. Bi Ami memang tak menceritakan sosok putrinya secara detail. Wanita itu hanya menceritakan tentang putrinya secara garis besar.Tepat pukul dua dini hari, Yandi kembali ke kamarnya. Setelah mendengarkan semua hal diceritakan oleh ibu dari pemilik suara merdu itu, remaja pria itu segera kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Setiba di kamarnya, Yandi segera merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya. Ia pun segera menutupi tubuhnya dengan selimut, hingga ke bagian lehernya. “Bibi kayaknya senang banget ya ceritain anaknya. Tapi, wajar aja kalau bibi senang punya anak kayak dia. Kalau dari ceritanya bi Ami, kayaknya dia anak yang penurut, deh.” Wajah Bi Ami yang begitu berseri saat menceritakan anaknya membuat ia mengingat bagaimana cara Yena menceritakannya pada teman-temannya kala itu.FlasbackSatu hari setelah hari k

  • Broken   Surat (2)

    Sebuah surat terbungkus rapi dalam amplop diberikan pada bi Ami. Wanita itu terheran-heran melihat surat yang berada di tangannya saat itu. “Tu... tuan muda ini benaran surat buat anak saya?” tanya bi Ami kebingungan.“Iya bi. Cuma buat minta maaf masalah yang waktu itu doang, bi.” Perkataan Yandi memanglah benar, tapi tidak seratus persen benar. Ia memang menuliskan permintaan maafnya dalam surat itu. Namun, ada hal lain yang juga dituliskannya dan tak diberitahukan pada bi Ami.“Ya ampun... tuan muda gak perlu sampai segitunya, kok. Anak bibi gak mungkin marah,” ujar bi Ami yang merasa tersentuh dengan sikap tuan mudanya.“Gak papa kok, bi. Aku cuma gak enak aja.jadi aku kirimin permintaan maaf aku lagi.”“Ya udah, nanti bibi kasih ke anaknya bibi. Makasih ya tuan muda.”“Tapi, jangan sampai ada yang tahu selain kita ya, bi,” pinta Yandi tak ingi

  • Broken   Bertemu

    Hari ini tepat pukul tiga sore, harusnya Yandi bertemu dengan putri bi Ami yang bernama Reina di sebuah taman. Remaja pria itu kini tengah menunggu sosok yang membuat dirinya sangat penasaran. Sembari menunggu, Yandi duduk di sebuah kursi taman yang tersedia sambil mendengarkan lagu dengan menggunakan earphone (alat pendengar) berwarna hitam miliknya.“Jadi Yandi ini anak majikan bundanya dia? Hm.. boleh juga. Lagian gue belum pernah ngomong sama dia,” ujar seorang siswi dari kejauhan memperhatikan Yandi yang sedang menunggu seseorang. Siswi itu berjalan perlahan mendekati Yandi yang terlihat sudah mulai lelah menunggu.“Eh... sorry, lo anak majikan bunda gue?” tanya siswi itu begitu tiba di hadapan remaja pria itu.Yandi pun segera bangkit dari duduknya dan melepaskan earphone (alat pendengar) yang sedari tadi terpasang di kedua telinganya. “Iya. Lo Reina anaknya bi Ami?” Gadis itu langsung membatin sambil tersenyum saat mend

  • Broken   Berubah

    Banyak hal yang berubah sejak Yandi bertemu dengan gadis bernama Reina beberapa waktu lalu. Remaja pria yang sering membuang-buang ponselnya disembarang tempat seakan tak peduli pada benda tersebut. Namun, kini ia selalu bersama dengan ponselnya. Ke mana pun ia pergi, ponsel miliknya selalu saja berada di saku celana maupun baju yang dikenakannya. Terkadang ponsel itu berada dalam genggamannya, jika ia mengenakan pakaian yang tak memiliki kantung.Perubahan Yandi ini cukup menarik perhatian para penghuni rumah itu. Bahkan kedua orang tuanya yang tak pernah memerhatikannya, ikut memerhatikan perubahan putra keduanya itu.“Yandi, mama lihat kamu sekarang sering banget main HP, ya? Jadi ini alasan kamu gak mau nurutin permintaan mama waktu itu?!” tanya Yena kesal, namun tak digubris Yandi sedikit pun. Tak sekali pun matanya beralih dari ponsel itu. Ia sibuk menatap ponsel miliknya, dan sesekali menyentuh-nyentuh ponsel itu.“Yandi, ini tuh lagi ma

Bab terbaru

  • Broken   New Life

    Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu

  • Broken   Start a New Life (2)

    Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob

  • Broken   Start a New Life

    Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian

  • Broken   Tak Ingin Hancur (2)

    “Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad

  • Broken   Tak Ingin Hancur

    Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa

  • Broken   Tempat Bercerita (2)

    Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul

  • Broken   Tempat Bercerita

    Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And

  • Broken   Cara Ami

    “Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand

  • Broken   The Puzzle Has Been Solved (2)

    Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem

DMCA.com Protection Status