Home / Fiksi Remaja / Broken / Bukan Anak SD

Share

Bukan Anak SD

Author: Aquarius
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sekolah telah berakhir, dan kini Yandi tengah berjalan menuju rumahnya. Jarak rumahnya dan sekolah terbilang cukup jauh, tetapi ia selalu berjalan kaki saat ingin berangkat maupun pulang sekolah. Walaupun jarak rumah dan sekolahnya tak dekat, ia tetap memilih berjalan kaki sekalipun ia terlambat.

Setelah menempuh jalan yang melelahkan, Yandi segera berbaring di kasur kesayangannya tanpa mengganti seragamnya. Ia yang lelah karena perjalanan yang cukup jauh pun hampir menuju alam mimpi. Saat hampir menuju alam mimpi, Yandi tersadar karena suatu suara. Ia pun segera menghampiri sumber suara itu yang tepat berada di sebelah kamarnya.

“Lo kenapa lagi? Udah tua, gak usah cengeng!” ujar Yandi saat menghampiri adiknya.

“Kalian semua jahat!” teriak Yeri sambil menangis.

Jawaban Yeri langsung saja membuat darah kakaknya mendidih. Yandi yang sudah terlanjur kesal karena harus terbangun dari tidurnya, kini semakin kesal begitu melihat tingkah adiknya. “Lo kenapa, sih? Gak ada kerjaan apa gimana? Kerjaan lo nangis aja tiap hari!” ujar Yandi menaikkan suaranya, karena kesal pada Yeri.

“Kakak jahat!!” teriak anak berusia dua belas tahun itu dan segera berlari meninggalkan Yandi di kamarnya. Entah apa yang ingin dilakukan remaja itu, begitu membalas ucapan kakaknya ia langsung berlari menuruni anak tangga, dan hendak menuju ke luar rumah. 

Namun, Yandi langsung bergegas mengejar adiknya dan menghentikan langkahnya saat ia masih berada di ruang makan. “Yeri berhenti.” teriak Yandi namun, tak didengarkan Yeri. 

“Yeri! Gue bilang berhenti!” teriak Yandi sekali lagi dengan suara yang lebih keras.

Langkah kaki remaja itu langsung terhenti begitu ia menaikkan volume suaranya. “Lo kenapa? Itu pertanyaan gue! Gak bisa jawab?” tanya Yandi yang terlihat sangat marah pada adiknya. 

“Ma... maaf  kak...” ucap Yeri sambil menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti. 

Yandi yang merasa bosan melihat adiknya menangis berdecak kesal sambil menatap tajam adiknya. “Oke. Ngomong,” ucap Yandi singkat. Ia ingin tahu apalagi yang membuat remaja ini terus saja menangis.

“Aku cuma marah aja sama mama, papa. Mereka gak mau ke sekolahan aku besok, kak. Padahal besok ada acara di sekolah, terus harus bawa orang tua,” ujar Yeri tersedu-sedu menjelaskan permasalahannya.

Begitu mendengar penjelasan adiknya, mulut Yandi langsung terbuka lebar. “Cuma kayak gitu doang lo nangis?” tanya Yandi tak habis pikir. 

Ia benar-benar tak habis pikir dengan adiknya yang menangisi hal yang dianggapnya sepele. “Lo itu udah tua. Udah SMP (Sekolah Menengah Pertama), bukan anak SD (Sekolah Dasar)! Kalau mereka gak mau datang, ya udah. Emang apa masalahnya kalau mereka gak datang? Gak ada masalah, kan?” ucap Yandi lantang sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.

Wajah Yeri langsung memerah saat mendengar ucapan Yandi. Ia merasa kesal pada kakaknya, yang menurutnya tak bisa mengerti dirinya. “Kakak tuh gak ngerti! Kakak tahu apa-apa! Kakak jahat!” ucapnya dan berlari lagi meninggalkan Yandi kembali menuju kamarnya. 

Yandi hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah adiknya itu. “Dasar anak kecil! Udah tua, tapi kelakuannya sama aja. Apa beratnya sih masalah kayak gitu?” Dengan kekesalan, Yandi melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya.

Bagi Yandi, diabaikan adalah hal biasa. Bahkan ia sering tak dianggap, karena ia tak sama seperti dulu. Yandi yang dulu adalah anak yang selalu menunjukkan prestasinya di mana pun ia berada, hingga membuat kedua orang tuanya memperhatikannya. Namun, Yandi yang telah sadar dengan semua arti dari perlakuan orang tua mereka, tak menunjukkan lagi prestasinya.

Pria berusia 17 tahun itu sadar, bahwa orang tuanya tak membutuhkan dirinya. Setelah mengalami berbagai hal, akhirnya ia mengetahui bahwa bagi kedua orang tuanya hal terpenting dari Yandi adalah otaknya. Dengan kecerdasannya, tentu ia selalu membuat nama keluarga itu terjaga dengan baik. 

Kecerdasan Yandi  juga dapat dijadikan sebagai bahan pembicaraan untuk menyombong diri, karena bagi kedua orang tua mereka anak hanyalah sebagai barang yang siap dipamerkan. Konsep berpikir ini, membuat mereka tak memedulikan perasaan anak-anak yang selalu dituntut untuk memenuhi keinginan mereka.

                      ************

Malam telah datang, kini Yandi beserta kedua saudaranya sedang menyantap makan malam dalam diam. “Kak Yani, mama sama papa kok gak makan bareng kita?” tanya Yeri membuka pembicaraan saat itu. 

Kedua kakaknya terlihat malas menjawab pertanyaan dari adik mereka. “Makan aja. Gak usah nanya mereka bisa gak? Gue gak selera makan jadinya,” ucap Yandi ketus, dan segera melanjutkan makannya.

Yeri yang tak menyukai balasan Yandi langsung membanting sendok di sebuah piring batu berwarna putih yang penuh dengan makanan. “Kakak kenapa, sih? Aku kan cuma nanya! Kalau gak mau jawab, ya gak usah jawab!” ucap anak bungsu keluarga itu menaikkan suaranya.

Yani yang sejak tadi tak menanggapi adiknya, kini memanas. “Yeri, kalau lo mau makan, makan aja. Gak usah ribet bisa, kan? Jangan pernah lo teriak-teriak di meja makan. Gue gak suka. Ini tempat buat orang makan. Bukan buat teriak-teriak,” ucap Yani tegas menegur adiknya.

Remaja dua belas tahun itu semakin kesal dan tak terima atas perlakuan yang didapatnya dari kedua kakaknya. Ia pun segera meninggalkan meja makan tanpa menghabiskan makanannya. Dengan air mata yang hampir jatuh, Yeri segera berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Setelah kepergian Yeri, suasana meja makan kembali hening. Kedua kakak beradik itu bahkan tak saling melihat satu  sama lain. Keduanya menyelesaikan makan malam tanpa mengeluarkan suara apa pun. Begitu makan malam berakhir, keduanya menuju kamar masing-masing tanpa melirik atau bersuara.

Setelah makan malam berakhir, kedua orang tua mereka baru menampak batang hidung mereka. “Bi... bibi...” teriak Yena memanggil asisten rumah tangga mereka. 

Wanita dengan tubuh ramping dan rambut sependek dagu, langsung berlari kecil mendekati kedua tuan rumah itu ketika namanya dipanggil. “Selamat datang tuan, nyonya. Maaf, tadi bibi di kamar mandi,” ucap asisten rumah tangga menunduk. 

“Panggil Yandi sekarang. Suruh dia ke kamar saya,” perintah Yena tanpa mendengar ucapan wanita itu. 

“Oia bi, sekalian panggilin Yani. Suruh dia ke ruang kerja saya sekarang,” ujar Yudi memberi tambahan. 

“Baik. Kalau begitu saya permisi dulu, mau panggilin nona sama tuan muda.” Wanita itu segera berlalu dan menaiki anak tangga menuju kamar Yandi dan Yani.

Tok... tok... tok...

“Tuan, nyonya minta tuan ke kamar nyonya sekarang,” ucap Ami, asisten rumah tangga mereka. 

“Mau ngapain, bi? Bilang aja aku udah tidur,” sahut Yandi dari kamarnya. 

“Tapi... nanti... na... nanti nyona marah tuan,” balas bi Ami terbata-bata. Wanita itu merasa takut jika harus menghadapi kemarahan nyonyanya.

“Huuh... ya udah, iya.” Walaupun tak ingin, ia harus menemui mamanya. Ia tak ingin orang lain menjadi sasaran kemarahan Yena karena dirinya.

Tok... tok... tok...

Ketukan pintu kini beralih ke kamar Yani.

“Non, tuan mau ketemu sama nona. Tuan tunggu nona di ruang kerjanya tuan,” ucap bibi menyampaikan pesan dari Yuda. 

“Makasih, bi,” ujar Yani tak bersemangat. 

“Makasih ya, non,” ucap Ami segera meninggalkan kamar Yani, dan kembali menyelesaikan pekerjaannya. 

Butuh waktu satu jam untuk Yandi bersiap menemui mamanya. Ia bukan bersiap seperti merapikan diri atau sebagainya, namun ia memanjakan tubuhnya di atas kasur kesayangannya.

Setelah puas bermalas-malasan, Yandi akhirnya bergerak menuju kamar orang tuanya yang berada di lantai satu. Saat menuruni anak-anak tangga langkah kaki Yandi sangat lambat, selambat langkah kura-kura itu. Tak berbeda jauh dengannya, Yani pun melangkahkan kakinya selambat siput menuruni anak tangga menuju ruang kerja Yudi.

Butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagi Yandi dan Yani untuk menemui orang tua mereka. Keterlambatan mereka pun memicu kemarahan orang tua mereka. 

Tanpa mengetuk pintu kedua kakak beradik ini langsung menerobos masuk ke ruangan tujuan mereka. “Kamu gak bisa ngetuk dulu baru masuk?” tanya Yena kesal. 

“Udahlah... gak penting. Mau ngomong apa?” ujar Yandi membalas pertanyaan mamanya. 

“Kamu gak bisa jawab pertanyaan mama?!” Yena menaikkan suaranya dan berjalan mendekati putranya, yang sedang bersandar pada pintu kamar. 

“Udahlah, ma. Kalau mau ngomong, ngomong aja. Kayak pernah ngajarin kita sopan santun, aja!” ucap Yandi malas tahu.

Perkataan Yandi memang tak salah, karena kedua orang tuanya tak pernah mengajarkan sopan santun. Mereka hanya dituntut untuk berprestasi agar tak menjatuhkan harga diri kedua orang tua mereka. “Mama mau ngomong gak, sih? Kalau enggak, aku mau tidur.” 

Ucapan putranya membuat Yena merasa gerah di malam hari yang dingin. “Oke. Mama langsung to the point, aja,” ujar Yena sambil menyilangkan kedua tangan di dada. 

“Mama mau semester ini sampai nanti kamu lulus, kamu harus berada di peringkat satu. Bukan peringkat satu yang gak jelas. Tapi peringkat satu nasional. Ngerti?!” ucap Yena singkat menyampaikan keinginannya.

Sudah lama putra yang selalu dibangga-banggakannya pada setiap kenalannya tak mempunyai prestasi apa pun. Hal ini membuat Yena merasa malu jika teman-temannya mulai membicarakan anak-anak mereka. Ia tak bisa membanggakan kedua saudara Yandi, karena mereka tak memiliki prestasi sepertinya.

Inilah yang membuat Yena kembali memaksa putra untuk mendapatkan prestasi yang bisa membuat dirinya berada di atas angin. Meskipun ia juga tak ingin lagi meminta hal itu pada putra keduanya, karena ia telah berubah menjadi anak yang pembangkang

“Kalau aku gak mau gimana?” ucap Yandi memainkan kedua alisnya.

“Mama gak mau dengar kata itu! Pokoknya harus!” ujar Yena memaksa putranya.

Braak!!

Yandi langsung membanting pintu kamar itu dan kembali ke kamarnya. Ia merasa muak saat mendengar paksaan dari mamanya.

Aquarius

Happy readers🤗

| Like

Related chapters

  • Broken   Hari Minggu

    Hari telah berganti ditandai dengan terbitnya matahari yang ditemani dengan kicauan burung nan indah. Pagi ini adalah hari libur, baik untuk siswa, mahasiswa, maupun pekerja kantoran.Pada hari libur, tak ada kegiatan bersama yang dilakukan oleh keluarga ini, karena semua anggota keluarga ini sibuk dengan urusan mereka. Waktu bersama di hari libur hanyalah saat makan bersama. Selain dari waktu itu, keluarga ini tak akan berkumpul bersama.Waktu kumpul bersama keluarga dimulai saat sarapan bersama. Walaupun mereka adalah keluarga yang sedang berkumpul bersama, namun rasanya seperti orang asing yang sedang berkumpul bersama. Tak ada percakapan atau suara apa pun yang keluar dari mulut mereka, selain bunyi yang keluar dari gelas dan piring mereka.“Haaa...” Asisten rumah tangga keluarga ini menarik panjang nafasnya saat melihat pemandangan itu dari dapur.“Sampai kapan ya mereka semua diam-diaman kayak gini? Benar-benar kayak or

  • Broken   Hari Senin

    Setelah semua keributan yang terjadi, tak ada satu orang pun yang menghampiri meja makan untuk sarapan, kecuali Yeri. Ya, hanya putra bungsu keluarga ini saja yang datang untuk menyantap sarapan.Di sisi lain rumah itu, semua orang sedang bersiap untuk menjalani rutinitas mereka. Yandi sedang bersiap ke sekolah dan Yani bersiap ke kampus. Sedangkan kedua orang tua mereka sudah berangkat lebih awal untuk bekerja.“Bi, bibi mau temanin Yeri sarapan gak?” tanya Yeri sambil menahan air matanya.Hati Ami langsung luluh, begitu remaja itu menghampirinya yang sedang merapikan dapur. “Iya tuan. Bibi mau temanin, kok,” ujar wanita itu penuh kelembutan.Tak masalah bagi Yeri jika ia makan berdua bersama Ami, karena yang dibutuhkannya saat ini adalah seseorang yang bisa menemani.Yandi dan Yani yang tak sengaja melihat pemandangan itu sama sekali tak merasa terganggu. Pasalnya jika kedua orang tua mereka melihat asisten rumah tang

  • Broken   Ruang BK (Bimbingan Konseling)

    Pukulan demi pukulan terus saja diberikan kepada satu sama lain, dan keduanya semakin memanas. Para siswa yang sibuk menonton terus saja meneriaki nama mereka, alih-alih menyemangati jagoan mereka.“Kasih dia pelajaran, Rez.” Reza, itulah nama siswa yang sedang berkelahi bersama Yandi. Semua siswa yang ikut menonton terus saja menyemangati siswa bernama Reza itu. Tak ada satu orang pun yang meneriaki nama Yandi atau kelima temannya. Bagi para siswa, Yandi dan kelima temannya pantas mendapat hal itu karena mereka selalu saja membuat keributan. Mereka beranggapan bahwa ini adalah hukuman yang tepat untuk keenam siswa yang suka berbuat onar.Teman-teman Yandi yang tadinya berusaha menahannya, kini malah ikut berkelahi dengan beberapa teman Reza. Mereka adalah siswa-siswa yang selalu mengekor ke mana pun ia pergi.Perkelahian kini menjadi semakin sengit. Wajah Reza sudah mulai membiru, begitu juga teman-temannya. Sedangkan Yandi dan kelima temannya m

  • Broken   Lomba Cerdas Cermat

    Hari ini Yandi pulang bersama sebuah surat cinta dari sekolah, namun tak ada yang memedulikannya. Ia meletakan surat itu begitu saja di atas meja kamar kedua orang tuanya. Tetapi, tak seorang pun dari kedua orang tuanya yang menyentuh surat itu, apalagi melihatnya.Sesaat sebelum makan malam tiba, Yena melihat surat itu. Namun, ia malah membuangnya tanpa membaca. “Gak mungkin ada kabar baik kalau Yandi dapat surat.” Ia menuju meja makan setelah membuang surat itu, di tempat sampah yang berada di samping meja itu.“Bi Ami, tolong siapin makan malamnya sekarang,” ucap Yena sambil memainkan ponselnya.“Baik nyonya,” ucap wanita berambut pendek itu segera menyiapkan malam.Aroma sedap kini mulai bermunculan saat menu makan malam telah tersedia di atas meja. Mulai dari Ayam Woku, Ayam Geprek, Ayam Bakar Madu, dan Ayam Kecap menghiasi meja makan malam itu.“Bi, ini kok menunya ayam semua? Bibi gak salah masak, kan?” tanya Yani heran saat m

  • Broken   Cerdas Cermat Matematika

    Peserta lomba dan guru pendamping beserta siswa yang bertugas sebagai penyemangat tiba di tempat perlombaan tepat jam delapan. Jarak antara sekolah Yandi dan sekolah tempat lomba tersebut dilaksanakan memang tak cukup jauh. Inilah Yang membuat mereka tak perlu waktu yang panjang untuk menuju sekolah tersebut. Selain karena jarak yang dekat, kedatangan mereka yang lebih awal pun dilakukan agar tak terburu-buru nantinya.Lomba cerdas cermat hari ini dimulai tepat pukul sembilan. Para peserta lomba dari berbagai sekolah saat itu sedang mempersiapkan diri mereka sebelum lomba dimulai. Semua peserta saat itu sibuk membaca buku yang dibawa mereka. Mulai dari membaca buku-buku yang berisi rumus hingga buku catatan yang dibawa para peserta lomba.Di sisi lain ruang di mana para peserta sedang sibuk menyiapkan diri mereka, Yandi sama sekali tak membuka bukunya. Ia asyik mendengarkan musik dengan menggunakan earphone (alat pendengar) berwarna hitam miliknya.Para si

  • Broken   Kemenangan

    Lomba cerdas cermat tahun ini, dimenangkan oleh SMA Citra. Tiga tim dari SMA Citra mendapat peringkat pertama, dan satu tim lainnya mendapat peringkat kedua.Tim yang mendapat peringkat pertama adalah Yandi dan teman-teman se-timnya sebagai peserta cerdas cermat matematika, kemudian dari tim cerdas cermat biologi oleh Reza, Ino dan Diki, serta satu tim dari cerdas cermat fisika. Sedangkan tim cerdas cermat kimia, mendapatkan peringkat kedua.Pengumuman peringkat lomba cerdas cermat dilangsungkan setelah semua perlombaan berakhir. Seluruh siswa dan guru pendamping yang hadir saat itu, diminta untuk berkumpul di aula SMA Jaya Karsa, di mana lomba itu dilaksanakan.Kini ruangan itu telah dipenuhi oleh seluruh siswa dan para guru pendamping dari tiap sekolah. Walaupun hasil dari perlombaan sudah diketahui, namun para siswa tetap antusias saat pengumuman akan dimulai.“Saya mengucapkan terima kasih untuk adik-adik yang telah berpartisipasi da

  • Broken   Dari Dekat

    Kini bus telah mencapai rute terakhir. Hanya Yandi dan seorang siswi bersama sopir yang berada dalam bus itu. “Kamu di sini, kan?” tanya sopir pada Yandi.“Iya pak. Ini emang tujuan terakhir busnya,” jawab Yandi sambil berjalan ke arah pintu.“Kalau gitu tolong bangunin temannya, ya.”Yandi memandang dengan penuh kesal pada gadis itu. Dengan terpaksa, ia pun membangunkan gadis itu. “Woi! Bangun! Ini udah tujuan terakhir.” Gadis itu benar-benar tertidur lelap, hingga ia sama sekali tak mendengar suara Yandi.“Pelan-pelan banguninnya. Jangan kayak gitu ama cewek,” ujar pria bertopi fedora.“Gak bakalan bangun kalau pelan-pelan, pak. Diteriakin aja gak bangun, gimana kalau pelan-pelan? Yang ada tambah tidur dia.”“Udah, udah, udah. Biar bapak yang bangunin.” Begitu sopir bus itu mengambil alih, Yandi segera turun dari bus.“Dek, udah sampai.” itu membangunkan gadis itu sambil memukul pelan pundaknya.

  • Broken   Cerita Tentang Dia yang Kukagumi

    Di tengah teriknya matahari, Reina harus menempuh jarak sekitar lima koma enam kilometer. Namun, kakinya sudah tak sanggup lagi berjalan setelah menempuh jarak dua kilometer lebih. Tubuhnya gadis itu kini menjadi basah kuyup. Bukan karena dibasahi oleh curahan hujan, melainkan oleh keringatnya.“Woi!” teriak seorang pria memanggil Reina.Langkah gadis itu terhenti, ketika ia mendengar suara itu. Ia memalingkan wajahnya ke sebelah kirinya. Dilihatnya seorang pria berjaket hitam dan bercelana jeans hitam sedang duduk di sebuah sepeda motor matik berwarna putih dengan garis merah.Pria berpakaian serba hitam itu berjalan mendekati Reina, yang hanya berjarak beberapa langkah darinya. “Lo dari SMA Citra?”“Iya,” jawab Reina singkat.“Lo mau ke mana panas-panas gini?”“Mau pulang.”“Emang rumah lo di mana?” Dengan segera Reina mengambil ponselnya dan menunjukkan alamat rumahnya.“Ya udah, biar gue

Latest chapter

  • Broken   New Life

    Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu

  • Broken   Start a New Life (2)

    Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob

  • Broken   Start a New Life

    Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian

  • Broken   Tak Ingin Hancur (2)

    “Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad

  • Broken   Tak Ingin Hancur

    Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa

  • Broken   Tempat Bercerita (2)

    Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul

  • Broken   Tempat Bercerita

    Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And

  • Broken   Cara Ami

    “Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand

  • Broken   The Puzzle Has Been Solved (2)

    Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem

DMCA.com Protection Status