“Aku tidak berzina dan juga bukan pembunuh!” tegas Jordan dengan bibir berdesis yang dicengkeram kuat oleh Langley.
Langley tertawa terbahak sangat nyaring bergema yang kemudian melepaskan cengkeramannya pada dagu Jordan.
“Kau pikir siapa dirimu, Jordan? Ben Horik memerintahkan untuk mengeksekusimu tapi aku berbaik hati, hanya memenjarakanmu di sini. Yeah dengan sedikit bermain memuaskan hasratku memberimu hadiah, tentu saja!”
“Ku dengar, kau punya Ibu yang cantik. Wanita tercantik yang pernah ada di negri ini! Sayang sekali, kau putranya tidak bisa menjaganya dan Ibumu pasti sudah menggeliat nikmat dibawah kungkungan tubuh Ben Horik!” tambah Langley yang membuat darah di tubuh Jordan langsung mendidih.Pergelangan tangan Jordan yang telah terlepas dari borgol rantai, tanpa terduga dia layangkan ke wajah Langley hingga pria itu terpaling ke samping.
“Uwow! Tenagamu kuat juga, bocah busuk!” Langley berteriak riang sambil mengelap sudut bibirnya yang dinding mulutnya sobek ditinju Jordan dan darah mengucur keluar.
“Kau boleh menyiksaku tapi jangan pernah menghina Mamaku!” ujar Jordan dingin yang kini tubuhnya dipegangi oleh kedua anak buah Langley pada sisi kiri dan kanannya.
“Lepaskan dia! Aku ingin bermain sebentar!" Langley sambil berdiri tegak menghadap Jordan.
“Jadi, aku boleh menyiksamu?” tanya Langley tersenyum sinis sekaligus melayangkan tinju balasan pada wajah Jordan.
Jordan tidak sempat mengelak dan pria itu juga tidak pandai ilmu beladiri. Apa yang telah dia lakukan pada Langley sebelumnya hanya semata bentuk protes juga emosi amarahnya pada pria itu yang spontan tinjunya terkepal dan dirinya sendiri pun terkejut melihat wajah Langley yang terpaling akibat tinjunya.
“Ayo, lawan aku! Kamu tidak tau bukan? Selama kamu di sini, Ibumu sudah menjadi budak wanita Ben Horik yang sangat terobsesi padanya! Ha ha ha …” Langley memprovokasi Jordan dan tertawa terbahak-bahak melihat sinar mata anak muda yang terlihat sangat jauh menua dari usianya tersebut.
“Ibumu berteriak nikmat terhadap setiap tikaman kasar Ben Horik pada kemaluannya! Dia sama sekali tidak memikirkanmu! Kau adalah orang yang sudah dianggap mati bunuh diri karena aib perzinahan dan pembunuhan juga namamu telah dibersihkan di seminari. Seminari tidak pernah punya murid bernama Jordan Smith Watanabe!” lanjut Langley dengan suara menggelegar bergema dalam ruang batu tempat Jordan tersebut.
Dengan teriakan yang juga nyaring dan sangat pilu melebihi saat tubuhnya dicambuk, Jordan melompat maju dan mendorong tubuh Langley yang tentu saja bukan tandingannya.
Hanya dengan gerakan ringan, Langley menyingkir ke samping lalu meraih lengan Jordan yang kemudian dia hempaskan sekuat tenaganya ke dinding batu.Langley berteriak dan melompat girang saat bunyi benturan keras dari tubuh Jordan menabrak dinding batu.
“Uhugh …uhugh!!”
Jordan terjatuh terjerembab ke tanah berbatu keras, terbatuk memuntahkan darah segar. Tanah batuan keras yang juga alas tidurnya selama dua tahun ini.
“Ach, sayang sekali, kau begitu lemah! Atau kau memang bukan putra kandung dari Keigo Watanabe?” Langley menepukkan kedua tangannya, mengibaskan debu lalu berjongkok memegangi tengkuk Jordan dengan tatapan jijik.
“Apakah Ibumu melacur di Jepang dan Keigo yang bodoh bersedia menikahinya?” cetus Langley yang membuat Jordan menggeram marah namun dia tidak bisa mengangkat bahkan satu lengannya sendiri.
Tubuh Jordan benar-benar seperti remuk redam dan tenaganya terkuras dari menahan rasa sakit cambukan sebelumnya. Jordan hanya mampu mengeluarkan geraman emosi dalam rongga dadanya dan itu pun dia segera terbatuk-batuk darah segar.
“Keigo adalah ninja ternama di Jepang! Rasanya tidak mungkin jika kau adalah putranya karena kau bahkan tidak memiliki pertahanan diri sama sekali!” tutur Langley sambil berdiri, kemudian pergi meninggalkan Jordan yang bahkan tidak bisa membalikkan tubuhnya dari posisi telungkup.
Entah sudah berapa lama Jordan tidur atau pingsan, dia terkejut mendengar suara berdebum pintu baja yang tertutup rapat dan pemandangan langit dari kaca di atas loteng ruangannya terlihat kemerahan yang berarti hari telah petang atau pagi hari?
Jordan menyipitkan matanya yang terasa perih dan memindai ruangannya yang terlihat berbeda dari biasanya. Kotorannya di bagian sudut telah dibersihkan dan dekat kepalanya teronggok pakaian bersih.
Jordan melihat mangkok soupnya sudah terisi dan bergegas dia merangkak untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Namun baru saja Jordan meminumnya, dia memuntahkannya kembali ke samping.
“Asam?” gumam Jordan yang kembali menatap langit-langit kamarnya, kini sudah terang benderang.
Ya, soup di mangkok Jordan adalah soup kemarin sore yang telah basi dan petugas tidak memberikannya soup baru pagi ini karena mangkok Jordan masih terdapat isinya.
Telinga Jordan menangkap suara langkah kaki di luar pintu dan bergegas dia menarik tubuhnya merangkak mendekati pintu baja yang kemudian dia gedor.
“Tolong, beri aku air! Beri aku air, please tolong beri aku air …” teriak Jordan setelah menggedor pintu baja ruangannya.
Namun suara Jordan seperti teredam oleh pintu baja dan tidak terdengar keluar, pun juga gedorannya bagaikan angin yang bertiup berdesing seperti menggelitik daun pintu ruangannya.
Jordan berusaha duduk dan bersandar dengan mata terpejam. Dia mengingat ucapan Langley yang menyebutkan jika Papanya adalah seorang ninja.
Mary Helena, Mamanya Jordan tidak pernah mengungkit latar belakang serta jatidiri Papanya sama sekali selain Papanya adalah orang Jepang asli bernama Keigo Watanabe yang tewas bersama kedua orangtua Mamanya dalam sebuah kecelakaan mobil. “Kenapa kau tidak mencabut nyawaku, Tuhan?” gumam Jordan penuh emosi saat dirinya juga mengingat ucapan Langley akan Mamanya dan Ben Horik.Jordan sangat yakin, dia tidak menyentuh apalagi menyetubuhi Yuri, putri Ben Horik yang merupakan sepupu Kalf. Jordan selama ini selalu menjaga jarak dari wanita dan bahkan dia hampir tidak pernah berbincang dengan lawan jenis selain Mamanya dan Siggy, pelayan wanita di kediaman Mamanya.
“Aku kehausan, aku kedinginan, aku kesakitan dan kini aku juga harus mendengar Mamaku bersama Ben Horik …apakah Engkau senang, Tuhan? Apa salahku padaMU, sehingga KAU siksa aku seperti ini?” monolog Jordan semakin emosi dan tangisnya pecah penuh penyesalan yang dia sendiri tidak mengerti apa sebenarnya yang dia sesalkan.
Jordan menyandarkan kepalanya ke dinding. Dia benar-benar telah lelah, tubuh dan jiwanya lelah. Lelah berharap pada suatu keajaiban yang tidak kunjung datang. Dan mungkin benar seperti yang diucapkan Langley jika dirinya telah dianggap mati bagi dunia luar juga Mamanya.
“Mam …maafkan aku, mungkin aku lebih baik menyusul Papa di alam sana. Terima kasih, sudah melahirkanku ke dunia ini.” bisik Jordan dengan airmata meleleh dari kedua matanya.
Jordan berhasil mencongkel sebuah batu keluar dari dinding yang kemudian dia gosok-gosokkan ke bebatuan lain agar meruncing.
Mata Jordan terpejam, bibirnya komat-komit melafalkan doa dan pujian yang meskipun dirinya telah bertekad hendak menghabisi nyawanya, Jordan tetap memuji Tuhan, mungkin untuk terakhir kali dalam hidupnya.
Genggaman tangan yang memegang kerikil runcing, Jordan arahkan ke urat nadi pergelangan tangannya yang lain. Masih dengan posisi duduk, kepala tersandar pada dinding batu dan mata terpejam.“Aku memintaMU untuk menjaga Mamaku. Tetapi apa yang telah Engkau perbuat? Kau biarkan Mamaku dilecehkan oleh Ben Horik, yang sangat ku yakini pria itu adalah orang yang telah menjebak membuangku ke tempat terkutuk ini. Mari bertemu di Surga dan aku akan menuntutMU yang telah membuat semua ini terjadi, KAU tidak menjaga Mamaku jadi untuk apa aku terus memujaMU?”
Jordan melampiaskan semua uneg-uneg kemarahan dalam dirinya dan tangannya mulai mengiris pergelangan tangannya yang lain.Tik! …tikk!!
Beberapa titik air jatuh menimpa kepala Jordan. Refleks kepala Jordan menengadah ke atas juga menatap dinding batu di sebelah kirinya telah basah oleh air yang merembas turun.
“Air? Kotoran?” cetus Jordan spontan melihat air yang semakin deras turun dan kini telah membasahi tempat duduknya.
Jordan menengadah ke atas kaca bening di langit-langit ruangannya dan kembali memperhatikan jika air merembas dari langit-langit ke dinding. Titik air yang sebelumnya menimpa kepalanya sudah tidak ada, namun dinding batu ruangannya masih sangat lembab."Jika ruangan ini paling atas dan bisa melihat sinar matahari, bearti air ini berasal dari hujan yang merembas masuk?" gumam Jordan melemparkan batu di tangannya, berusaha berdiri dengan susah payah, lalu menampung air yang jatuh menetes berupa titik-titik tidak terlalu besar tersebut dengan telapak tangannya. Jordan mencium aroma air yang dia tampung tersebut tidak beraroma asin air laut juga tidak berbau busuk seperti kotoran. Setelah mencuci tangannya hingga bersih, Jordan menampung air kembali dengan telapak tangannya dan meminumnya. "Segar!" Mata Jordan terbuka lebar dan saat itu juga lututnya jatuh ke atas tanah berbatu, menciumi dinding yang telah sangat lembab dirembasi air. "Ampuni aku, Tuhan! Aku tidak memiliki hak untuk
"Aku hanya ingin anak darimu, Sayang!" bisik sang pria sembari meraba celah lembut pada sela paha wanita yang duduk di sampingnya. Tangan sang pria menyentak hingga robek penutup tipis yang menghalangi jemarinya dari memasuki celah lembut wanitanya. "Och ...!"Sang wanita menjerit tertahan namun semakin membuka kedua pahanya agar prianya bisa semakin leluasa membuatnya mencair meleleh. --Jordan semakin giat berlatih beladiri di dalam ruangan sempit penjara batu. Dia sudah mulai bisa menebas titik-titik air yang jatuh dari dinding batu tanpa membasahi punggung tangannya. Jordan juga sudah kuat bertahan untuk melakukan push up selama puluhan kali dan juga mulai pandai mengayunkan kakinya untuk menendang. Pakaian yang di pakai Jordan dengan cepat menjadi kotor setelah diantarkan yang baru oleh penjaga penjara. Tatapan mata Jordan semakin terbuka dan tajam. Tidak ada lagi pemuda putus asa yang hanya mengharapkan keajaiban seperti sebelumnya. Keajaiban adalah buah dari usaha, bukan h
"Papa!" Lagertha meloncati beberapa anak tangga dan berlari masuk ke ruangan makan sambil memanggil Papanya yang sedang duduk hendak sarapan. "Och, pakaian apa yang kamu pakai, Young Lady?!" protes Priskila pada putrinya yang memakai pakaian serba mini, hanya terlihat menutupi bagian penting pada tubuhnya saja. "Ini model kekinian, Mam!" sahut Lagertha, sang gadis muda pada Mamanya sambil cengengesan. "Papa, aku butuh mobil, kartu kredit dan senapan baru!" ucap Lagertha pada pria yang dia panggil 'Papa' dan tidak pernah berhenti tertawa kecil melihat tingkah polah putrinya tersebut yang sangat tomboi. "Mobil baru yang kamu inginkan itu akan datang paling lambat besok, ini kartu kredit baru dan senapan sedang dalam pengiriman satu minggu lagi sampai di sini." Rollo Connor, Papanya Lagertha menjawab sambil mengeluarkan kartu kredit tanpa limit untuk putrinya. Sebelumnya Lagertha menghilangkan tas berisi dompet dan semua kartu pembayarannya di dalam sebuah bar saat dirinya hen
Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun. Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan. Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan. Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan. "Kau menantangku, Jordan?!" Sreekk ...Cratt! Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu. "Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!" Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley. Langley kemba
Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s
"Tolong temukan putriku, Max!" pinta Rollo seperti memohon pada Maximus yang berdiri di depannya. "Ada pengkhianat diantara para pengawal putriku dan dia sedang pergi memancing di danau beku saat para pengawalnya yang lain ditembaki hingga tewas." tambah Rollo memberikan informasi pada Maximus, tangan kanan kepercayaannya. "Baik. Saya akan menemukan Lagertha dan membawa kepala pengkhianat itu ke hadapan Anda, Bos!" sahut Maximus seraya menundukkan tubuhnya hormat pada Rollo. Maximus sudah sangat paham dengan hobby Lagertha yang memang tidak biasa, seperti berkemping di puncak pegununan bersalju, memburu hewan atau memancing ikan di danau beku. Meski jika Lagertha mau makan daging hewan liar hasil buruan atau ikan dari danau beku, Rollo bisa mendatangkannya dengan mudah tanpa Lagertha harus repot melakukannya sendiri. Tetapi gadis tomboi itu selalu menolak dan ingin memburu serta memancing ikannya sendiri. "Kenapa genetik Papamu harus turun plek ketiplek padamu, Lagertha?" des
Mister Bough mengamuk murka. membanting semua benda di atas meja kerjanya berantakan jatuh ke lantai, begitu melihat tayangan video yang dikirimkan oleh seseorang ke ponselnya.Dua orang anak buahnya yang menyeret tubuh Kaye ke dalam danau, terlihat beberapa kali mengikuti Ben Horik berpergian. Hal tersebut jelas mengindikasikan jika kedua anak buahnya tersebut selama ini membelot pada pihak Ben Horik. "Beraninya pria terkutuk itu menyusupkan mata-mata di sekitarku!" Mister Bough mendengkus geram memukul meja kerjanya dengan telapak tangan terkepal kuat. "Tiger, bawa semua anggota keluarga kedua orang itu ke hadapanku dan ..." "Permisi, Sir." terdengar suara ketukan pada daun pintu ruang kerja, "Ada Zero ingin bertemu Anda, membawa oleh-oleh." penjaga di depan pintu berteriak nyaring memberitahukan kedatangan Zero sehingga memotong perkataan Mister Bough yang ia tujukan untuk Tiger, asisten pribadinya. "Masuk!" Zero melangkahkan kakiinya memasuki ruangan kerja Mister Bough yang b
Entah sudah berapa jam Zetha merawat tubuh besar Maximus yang ia buat tetap tertidur pulas selama diberikan perawatan dan pengobatan, Luciano Sky selalu sigap luar biasa mendampingi, menyiapkan segala sesuatunya memudahkan pekerjaan Zetha. Dari menyodorkan jepitan sedotan ke sela bibir Zetha ketika mendengar hembusan napas pelan istri cantiknya itu, mengelap keringat, juga menyingsingkan lengan bajunya sampai ke turut serta menggunting benang begitu Zetha selesai membuat simpul dari menjahit bagian-bagian tubuh Maximus yang terbuka. Luciano dan Zetha benar-benar pasangan yang seiring senapas. Luciano selalu tahu apa yang harus dia lakukan dan diinginkan oleh Zetha tanpa istrinya itu berkata mengungkapkannya.Pun sebaliknya, Zetha akan selalu tahu saat Luciano menahan napas ketika tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Marco Ilso yang ia genggam secara refleks. Zetha akan mendekatkan posisi tubuh serta kepala ke depan bibir Luciano agar suaminya itu bisa mengecup atau menciu
Jordan dengan Lagertha duduk pada kursi penumpang, mengemudikan mobil sport yang Lagertha curi, sangat cepat mengikuti mobil di depan mereka yang dikemudikan oleh anak buah Jasper melaju kencang membawa Maximus, Marco dan Kai ke landasan pacu helikopter. Maximus terluka parah, pun juga Kai mengalami cidera tusukan pisau pada perutnya. Mereka benar-benar seperti berlomba dengan waktu. Marco sudah menghubungi dokter terbaik untuk Maximus dan Kai sebelum diperintahkan oleh Jordan. Marco sangat paham seperti apa peran Maximus bagi Jordan dan Lagertha.Iringan mobil anak buah Jasper dan Jordan yang seolah membelah pekatnya jalanan daerah perbatasan, berpapasan dengan rombongan mobil pasukan keluarga Bough. Mister Bough yang turut serta berada dalam mobil anak buahnya, menolehkan kepalanya sejenak memandangi bagian belakang mobil sport yang dikemudikan Jordan.Alis pria tua tersebut terlihat sedikit bertaut, tetapi belum sempat bibirnya memberikan perintah pada sopirnya untuk berbalik, k
Jordan menyambar jubah dari tubuh mayat yang memiliki ukuran paling besar, melingkupkannya ke Maximus yang menyeringaikan sudut bibir tersenyum getir. "Aku tidak mengijinkanmu mati, Max! Jadi bertahanlah dan akan ku cari dokter terbaik untuk mengobatimu." bisik Jordan lembut tetapi setiap suku katanya penuh penekanan akan perasaan terdalamnya. "Kai, Lagertha ...!" Jordan berseru memanggil Lagertha dan Kai yang berlari meloncat bergegas mendekat. Malang bagi Kai yang sangat terburu-buru, ia justru berhadapan dengan Kaye yang masih menggenggam pisau di tangannya. Atau mungkinkah takdir untuk Kai? "Kai ...!" Maximus berusaha memanggil lirih untuk memperingatkan pemuda itu akan Kaye yang pandai ilmu beladiri. "Aku melihat ada mobil sport di samping rumah, cepatlah bawa Max ke sana. Segera aku akan menyusul." Jordan berbisik pada Lagertha yang tatapan matanya ragu, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Kaye itu licik. bantu Kai ..." Maximus berkata sangat pelan yang langsung dimenge
Bagian depan pintu masuk gelap. Percikan cahaya terlihat jauh di dalam ruangan yang sepertinya itu adalah cahaya lilin.Jordan memberi kode untuk ia masuk lebih dulu ke dalam rumah, Lagertha di tengah dan bagian belakang Kai yang waspada akan sekelilingnya.Baru saja Jordan masuk ke dalam ruangan, wajahnya langsung terteleng ke samping. sebuah tinju dengan tenaga besar sangat kuat menghantam rahangnya hingga berderak.Perkelahian tidak dapat dielakkan. Jordan menutup pintu di belakangnya agar Lagertha tidak masuk dulu bersama Kai.Sang pria di dalam rumah kembali melayangkan pukulan ke arah Jordan, tetapi pemuda itu telah merunduk dan needle di tangannya dengan cepat menusuk perut sang pria yang ia gerakkan ke samping untuk merobek tanpa ampun.Mereka harus cepat, Jordan tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ia menarik needle dari perut sang pria yang terduduk menekuk lutut di lantai setelah memburai isi dalam perutnya ke
Jordan masih terbaring menengadah, melihat titik-titik air hujan yang jatuh melewati dedaunan lebat di atasnya. Hujan lebat kembali mereda berganti gerimis. Namun Jordan belum ingin bangkit dari posisi tidur telentangnya. Beberapa burung sudah keluar berkicau dan tupai serta monyet bersenda gurau di atas pepohonan. Jordan memperhatikan semuanya. Ia juga merasakan pil yang dijejali Zero masuk ke dalam mulutnya sudah mulai bekerja dari dalam, membuat pernapasan jadi teratur pun peredaran darahnya semakin lancar. "Pejamkan matamu, tebaslah titik-titik air tanpa membasahi tangan!" terngiang dalam kepala Jordan arahan dari Keigo, Papa kandungnya sewaktu ia masih dalam penjara tengah pulau. Jordan juga teringat ketika tadi Zero mengatakan, ""Latih fokusmu menebas titik-titik air hujan! JIka tidak, kau tak pantas mendapatkan istri cantik seperti Lagertha Connor!" Pria bertopeng itu juga menyebut Jordan, lamban, lemah dan tatapan kedua matanya terlihat sangat meremehkan Jordan. Perlahan
Hujan masih gerimis besar-besar yang bisa membuat tubuh seseorang basah kuyup jika lima menit saja berada di luar ruangan. "Aku akan siapkan sarapan untukmu," ucap Lagertha pada Jordan, telah berganti pakaian dengan sangat cepat setelah bercinta dan mereka mandi bersama membersihkan diri. "Nanti saja. Aku belum lapar." tolak Jordan seraya menyambar cepat pinggang ramping Lagertha untuk ia ciumi samping lehernya sambil mengendus aroma wangi tubuh istrinya itu. Lagertha sudah sangat paham kebiasaan Jordan yang akan mengendusnya jika ingin minta sesuatu. "Katakan, kamu mau apa dan kemana? Bersama siapa?" Lagertha meraih dan menangkup wajah berbulu maskulin Jordan untuk ia bawa menatapnya. Maximus sedang pergi mengontrol pengiriman 'paket-paket' dari organisasi mafia yang juga mereka sebut organisasi Jola. Sedangkan Marco setiap pagi hingga siang atau sore hari akan menghandel pekerjaan di perusahaan dan Jasper melakukan inspeksi lokasi untuk mendirikan pabrik di wilayah Asia bersama
Jordan mengerjakan dan memantau pekerjaannya dari kediaman. Ia semakin giat berlatih dan membuat tubuhnya bugar selalu. Ini adalah hari ke tujuh sejak pertemuan Jordan dan Zero di dalam hutan, belum ada tanda-tanda Zero datang berkunjung lagi. Pagi ini hujan turun cukup deras, namun tidak mengurungkan niat Jordan untuk melakukan inspeksi rutin setiap hari dengan waktu tak menentu memeriksa sekeliling kediaman. "Aku sudah siapkan air hangat untukmu berendam," Lagertha langsung menyambut Jordan di depan pintu belakang kediaman dengan jubah handuk di tangannya. Jordan menerima jubah handuk untuk ia lilitkan ke tubuh basahnya seraya memberikan kecupan ke pipi Lagertha yang berjingkat meringis karena merasakan dingin dari bibir Jordan sementara pria itu terkekeh rendah. "Dimana Joshua?" "Tidur lagi dengan Vanessa setelah sarapan." Lagertha menjawab sambil mengikuti langkah kaki Jordan menaiki tangga menuju lorong kamar. Jordan mampir ke kamar Joshua yang hanya digunakan di waktu sia
Jordan tiba-tiba terbangun dari tidur, mendapati Lagertha masih terlelap dalam dekapannya. Jordan bangkit perlahan, memindai sekelilingnya yang sinar lampu sangat temaram,, celingukan mencari Joshua yang ia lupa jika bayi tampan itu tidur bersama Samantha. Seakan terhubung dengan Jordan, Joshua terdengar merengek manja ikut terbangun di kamar Samantha. Jordan sudah berjalan ke depan pintu kamar Samantha terbangun oleng berusaha membujuk Joshua yang sedikit rewel. "Berikan padaku," Jordan sudah membuka pelan pintu kamar Samantha. Joshua di gendongan Samantha langsung mengulurkan lengan gempalnya ke arah Jordan yang tersenyum lembut meraih bayi tampan itu dan menghapus jejak airmatanya. "Dia belum terbiasa tidur berpisah dengan kami, aku akan membuatkannya susu dan membawanya tidur ke kamar." tutur Jordan yang akhirnya dianggukkan Samantha. "Terima kasih, Jordan." Samantha tetap merasa perlu berterima kasih pada suami keponakannya yang begitu sangat bertanggung jawab juga lembut dal