Jordan terbangun saat mendengar suara langkah kaki dan keributan orang di luar pintu kamarnya. Namun betapa terkejutnya pria muda itu saat mendapati ada tubuh wanita telanjang di sebelahnya yang dia mendapati dirinya juga tanpa ada pakaian satu helai benangpun menutupi tubuhnya selain selimut tipis sebatas pinggang. “Yuri?!” Jordan semakin terkaget mengetahui wanita yang tubuhnya masih terasa hangat saat dia sentuh tersebut adalah seorang gadis muda seusia dengannya, putri pengusaha terpandang yang sepupunya adalah sahabat Jordan.Tangan Jordan tidak merasakan hembusan napas Yuri dan spontan dia memeriksa pergelangan tangan gadis itu yang juga tidak merasakan detak nadinya.“Och Tuhan, apa yang kau lakukan, Jordan?” rutuk Jordan pada dirinya sendiri karena dia sama sekali tidak ingat apa yang dia lakukan semalam selain Kalf Robson, sepupunya Yuri mengajaknya makan.Hari ini direncanakan adalah perayaan atas kelulusan Jordan dan Kalf dari Seminari yang akan menjadikan mereka Pastur m
Lukas Layton, salah satu Pastur yang sangat mengenal Jordan dan sering bertemu Mamanya, terkejut melihat Mary Helena dan Siggy didorong hingga terjatuh ke lantai. “Oh, kalian tidak apa-apa? Ayo berdirilah,” Lukas membantu menarik lengan Mary Helena dan Siggy yang bergegas bangkit membantu Nyonya majikannya. Mary Helena menatap Pastur yang menolongnya, “Apakah Anda mengenali Jordan, Pastur?” tanyanya pelan dan terlihat sangat sedih pada matanya. “Tentu saja. Jordan adalah siswa yang sangat jenius. Seharusnya Jordan adalah Pastur muda dengan nilai paling tertinggi lulus hari ini. Kita juga sudah pernah bertemu sebelumnya, Nyonya Mary Watanabe,” sahut Lukas sopan. “Saya Lukas, Lukas Layton.” tambah sang Pastur memperkenalkan dirinya sendiri pada Mary Helena juga Siggy. Lukas membawa Mary Helena dan Siggy yang telah selesai memunguti makanan yang tadi dia bawa untuk Jordan, ikut tumpah ke lantai saat anak buah Ben Horik mendorong mereka terjatuh ke lantai.“Katakan Pastur, Jordanku t
Jordan menemukan sebuah batu yang dia banting dan pukulkan agar meruncing. Dengan batu tersebut Jordan membuat coretan untuk menghitung hari pada dinding batu. Telah dua tahun berlalu sejak Jordan pertama kali di bawa ke penjara terpencil yang terletak dalam pulau pada tengah lautan. Tubuh Jordan yang semula gagah dan tampan, kini sudah semakin kurus dan ringkih. Rambut Jordan tumbuh gondrong, pun juga bulu-bulu di wajahnya melebat kasar tidak beraturan yang terlihat sangat menyeramkan bagi yang melihatnya.“Tuhan, bagaimana jika diriku bosan memohon dan berdoa padamu? Aku tau Engkau tidak akan berkekurangan manusia yang akan meng-agungkan namamu. Tapi aku mohon, berikan aku petunjukmu …apa pesan yang Engkau inginkan untuk aku pahami dengan kejadian yang menimpaku ini?"Jordan duduk bersandar dan menengadahkan wajahnya melihat ke langit-langit kamar yang terlihat bintang-bintang bercahaya redup masuk ke dalam ruangannya.“Aku tidak menyesali hidupku. Tapi tolong jaga dan lindungi Mam
“Aku tidak berzina dan juga bukan pembunuh!” tegas Jordan dengan bibir berdesis yang dicengkeram kuat oleh Langley. Langley tertawa terbahak sangat nyaring bergema yang kemudian melepaskan cengkeramannya pada dagu Jordan. “Kau pikir siapa dirimu, Jordan? Ben Horik memerintahkan untuk mengeksekusimu tapi aku berbaik hati, hanya memenjarakanmu di sini. Yeah dengan sedikit bermain memuaskan hasratku memberimu hadiah, tentu saja!”“Ku dengar, kau punya Ibu yang cantik. Wanita tercantik yang pernah ada di negri ini! Sayang sekali, kau putranya tidak bisa menjaganya dan Ibumu pasti sudah menggeliat nikmat dibawah kungkungan tubuh Ben Horik!” tambah Langley yang membuat darah di tubuh Jordan langsung mendidih. Pergelangan tangan Jordan yang telah terlepas dari borgol rantai, tanpa terduga dia layangkan ke wajah Langley hingga pria itu terpaling ke samping.“Uwow! Tenagamu kuat juga, bocah busuk!” Langley berteriak riang sambil mengelap sudut bibirnya yang dinding mulutnya sobek ditinju Jo
Jordan menengadah ke atas kaca bening di langit-langit ruangannya dan kembali memperhatikan jika air merembas dari langit-langit ke dinding. Titik air yang sebelumnya menimpa kepalanya sudah tidak ada, namun dinding batu ruangannya masih sangat lembab."Jika ruangan ini paling atas dan bisa melihat sinar matahari, bearti air ini berasal dari hujan yang merembas masuk?" gumam Jordan melemparkan batu di tangannya, berusaha berdiri dengan susah payah, lalu menampung air yang jatuh menetes berupa titik-titik tidak terlalu besar tersebut dengan telapak tangannya. Jordan mencium aroma air yang dia tampung tersebut tidak beraroma asin air laut juga tidak berbau busuk seperti kotoran. Setelah mencuci tangannya hingga bersih, Jordan menampung air kembali dengan telapak tangannya dan meminumnya. "Segar!" Mata Jordan terbuka lebar dan saat itu juga lututnya jatuh ke atas tanah berbatu, menciumi dinding yang telah sangat lembab dirembasi air. "Ampuni aku, Tuhan! Aku tidak memiliki hak untuk
"Aku hanya ingin anak darimu, Sayang!" bisik sang pria sembari meraba celah lembut pada sela paha wanita yang duduk di sampingnya. Tangan sang pria menyentak hingga robek penutup tipis yang menghalangi jemarinya dari memasuki celah lembut wanitanya. "Och ...!"Sang wanita menjerit tertahan namun semakin membuka kedua pahanya agar prianya bisa semakin leluasa membuatnya mencair meleleh. --Jordan semakin giat berlatih beladiri di dalam ruangan sempit penjara batu. Dia sudah mulai bisa menebas titik-titik air yang jatuh dari dinding batu tanpa membasahi punggung tangannya. Jordan juga sudah kuat bertahan untuk melakukan push up selama puluhan kali dan juga mulai pandai mengayunkan kakinya untuk menendang. Pakaian yang di pakai Jordan dengan cepat menjadi kotor setelah diantarkan yang baru oleh penjaga penjara. Tatapan mata Jordan semakin terbuka dan tajam. Tidak ada lagi pemuda putus asa yang hanya mengharapkan keajaiban seperti sebelumnya. Keajaiban adalah buah dari usaha, bukan h
"Papa!" Lagertha meloncati beberapa anak tangga dan berlari masuk ke ruangan makan sambil memanggil Papanya yang sedang duduk hendak sarapan. "Och, pakaian apa yang kamu pakai, Young Lady?!" protes Priskila pada putrinya yang memakai pakaian serba mini, hanya terlihat menutupi bagian penting pada tubuhnya saja. "Ini model kekinian, Mam!" sahut Lagertha, sang gadis muda pada Mamanya sambil cengengesan. "Papa, aku butuh mobil, kartu kredit dan senapan baru!" ucap Lagertha pada pria yang dia panggil 'Papa' dan tidak pernah berhenti tertawa kecil melihat tingkah polah putrinya tersebut yang sangat tomboi. "Mobil baru yang kamu inginkan itu akan datang paling lambat besok, ini kartu kredit baru dan senapan sedang dalam pengiriman satu minggu lagi sampai di sini." Rollo Connor, Papanya Lagertha menjawab sambil mengeluarkan kartu kredit tanpa limit untuk putrinya. Sebelumnya Lagertha menghilangkan tas berisi dompet dan semua kartu pembayarannya di dalam sebuah bar saat dirinya hen
Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun. Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan. Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan. Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan. "Kau menantangku, Jordan?!" Sreekk ...Cratt! Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu. "Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!" Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley. Langley kemba
Mister Bough mengamuk murka. membanting semua benda di atas meja kerjanya berantakan jatuh ke lantai, begitu melihat tayangan video yang dikirimkan oleh seseorang ke ponselnya.Dua orang anak buahnya yang menyeret tubuh Kaye ke dalam danau, terlihat beberapa kali mengikuti Ben Horik berpergian. Hal tersebut jelas mengindikasikan jika kedua anak buahnya tersebut selama ini membelot pada pihak Ben Horik. "Beraninya pria terkutuk itu menyusupkan mata-mata di sekitarku!" Mister Bough mendengkus geram memukul meja kerjanya dengan telapak tangan terkepal kuat. "Tiger, bawa semua anggota keluarga kedua orang itu ke hadapanku dan ..." "Permisi, Sir." terdengar suara ketukan pada daun pintu ruang kerja, "Ada Zero ingin bertemu Anda, membawa oleh-oleh." penjaga di depan pintu berteriak nyaring memberitahukan kedatangan Zero sehingga memotong perkataan Mister Bough yang ia tujukan untuk Tiger, asisten pribadinya. "Masuk!" Zero melangkahkan kakiinya memasuki ruangan kerja Mister Bough yang b
Entah sudah berapa jam Zetha merawat tubuh besar Maximus yang ia buat tetap tertidur pulas selama diberikan perawatan dan pengobatan, Luciano Sky selalu sigap luar biasa mendampingi, menyiapkan segala sesuatunya memudahkan pekerjaan Zetha. Dari menyodorkan jepitan sedotan ke sela bibir Zetha ketika mendengar hembusan napas pelan istri cantiknya itu, mengelap keringat, juga menyingsingkan lengan bajunya sampai ke turut serta menggunting benang begitu Zetha selesai membuat simpul dari menjahit bagian-bagian tubuh Maximus yang terbuka. Luciano dan Zetha benar-benar pasangan yang seiring senapas. Luciano selalu tahu apa yang harus dia lakukan dan diinginkan oleh Zetha tanpa istrinya itu berkata mengungkapkannya.Pun sebaliknya, Zetha akan selalu tahu saat Luciano menahan napas ketika tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Marco Ilso yang ia genggam secara refleks. Zetha akan mendekatkan posisi tubuh serta kepala ke depan bibir Luciano agar suaminya itu bisa mengecup atau menciu
Jordan dengan Lagertha duduk pada kursi penumpang, mengemudikan mobil sport yang Lagertha curi, sangat cepat mengikuti mobil di depan mereka yang dikemudikan oleh anak buah Jasper melaju kencang membawa Maximus, Marco dan Kai ke landasan pacu helikopter. Maximus terluka parah, pun juga Kai mengalami cidera tusukan pisau pada perutnya. Mereka benar-benar seperti berlomba dengan waktu. Marco sudah menghubungi dokter terbaik untuk Maximus dan Kai sebelum diperintahkan oleh Jordan. Marco sangat paham seperti apa peran Maximus bagi Jordan dan Lagertha.Iringan mobil anak buah Jasper dan Jordan yang seolah membelah pekatnya jalanan daerah perbatasan, berpapasan dengan rombongan mobil pasukan keluarga Bough. Mister Bough yang turut serta berada dalam mobil anak buahnya, menolehkan kepalanya sejenak memandangi bagian belakang mobil sport yang dikemudikan Jordan.Alis pria tua tersebut terlihat sedikit bertaut, tetapi belum sempat bibirnya memberikan perintah pada sopirnya untuk berbalik, k
Jordan menyambar jubah dari tubuh mayat yang memiliki ukuran paling besar, melingkupkannya ke Maximus yang menyeringaikan sudut bibir tersenyum getir. "Aku tidak mengijinkanmu mati, Max! Jadi bertahanlah dan akan ku cari dokter terbaik untuk mengobatimu." bisik Jordan lembut tetapi setiap suku katanya penuh penekanan akan perasaan terdalamnya. "Kai, Lagertha ...!" Jordan berseru memanggil Lagertha dan Kai yang berlari meloncat bergegas mendekat. Malang bagi Kai yang sangat terburu-buru, ia justru berhadapan dengan Kaye yang masih menggenggam pisau di tangannya. Atau mungkinkah takdir untuk Kai? "Kai ...!" Maximus berusaha memanggil lirih untuk memperingatkan pemuda itu akan Kaye yang pandai ilmu beladiri. "Aku melihat ada mobil sport di samping rumah, cepatlah bawa Max ke sana. Segera aku akan menyusul." Jordan berbisik pada Lagertha yang tatapan matanya ragu, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Kaye itu licik. bantu Kai ..." Maximus berkata sangat pelan yang langsung dimenge
Bagian depan pintu masuk gelap. Percikan cahaya terlihat jauh di dalam ruangan yang sepertinya itu adalah cahaya lilin.Jordan memberi kode untuk ia masuk lebih dulu ke dalam rumah, Lagertha di tengah dan bagian belakang Kai yang waspada akan sekelilingnya.Baru saja Jordan masuk ke dalam ruangan, wajahnya langsung terteleng ke samping. sebuah tinju dengan tenaga besar sangat kuat menghantam rahangnya hingga berderak.Perkelahian tidak dapat dielakkan. Jordan menutup pintu di belakangnya agar Lagertha tidak masuk dulu bersama Kai.Sang pria di dalam rumah kembali melayangkan pukulan ke arah Jordan, tetapi pemuda itu telah merunduk dan needle di tangannya dengan cepat menusuk perut sang pria yang ia gerakkan ke samping untuk merobek tanpa ampun.Mereka harus cepat, Jordan tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ia menarik needle dari perut sang pria yang terduduk menekuk lutut di lantai setelah memburai isi dalam perutnya ke
Jordan masih terbaring menengadah, melihat titik-titik air hujan yang jatuh melewati dedaunan lebat di atasnya. Hujan lebat kembali mereda berganti gerimis. Namun Jordan belum ingin bangkit dari posisi tidur telentangnya. Beberapa burung sudah keluar berkicau dan tupai serta monyet bersenda gurau di atas pepohonan. Jordan memperhatikan semuanya. Ia juga merasakan pil yang dijejali Zero masuk ke dalam mulutnya sudah mulai bekerja dari dalam, membuat pernapasan jadi teratur pun peredaran darahnya semakin lancar. "Pejamkan matamu, tebaslah titik-titik air tanpa membasahi tangan!" terngiang dalam kepala Jordan arahan dari Keigo, Papa kandungnya sewaktu ia masih dalam penjara tengah pulau. Jordan juga teringat ketika tadi Zero mengatakan, ""Latih fokusmu menebas titik-titik air hujan! JIka tidak, kau tak pantas mendapatkan istri cantik seperti Lagertha Connor!" Pria bertopeng itu juga menyebut Jordan, lamban, lemah dan tatapan kedua matanya terlihat sangat meremehkan Jordan. Perlahan
Hujan masih gerimis besar-besar yang bisa membuat tubuh seseorang basah kuyup jika lima menit saja berada di luar ruangan. "Aku akan siapkan sarapan untukmu," ucap Lagertha pada Jordan, telah berganti pakaian dengan sangat cepat setelah bercinta dan mereka mandi bersama membersihkan diri. "Nanti saja. Aku belum lapar." tolak Jordan seraya menyambar cepat pinggang ramping Lagertha untuk ia ciumi samping lehernya sambil mengendus aroma wangi tubuh istrinya itu. Lagertha sudah sangat paham kebiasaan Jordan yang akan mengendusnya jika ingin minta sesuatu. "Katakan, kamu mau apa dan kemana? Bersama siapa?" Lagertha meraih dan menangkup wajah berbulu maskulin Jordan untuk ia bawa menatapnya. Maximus sedang pergi mengontrol pengiriman 'paket-paket' dari organisasi mafia yang juga mereka sebut organisasi Jola. Sedangkan Marco setiap pagi hingga siang atau sore hari akan menghandel pekerjaan di perusahaan dan Jasper melakukan inspeksi lokasi untuk mendirikan pabrik di wilayah Asia bersama
Jordan mengerjakan dan memantau pekerjaannya dari kediaman. Ia semakin giat berlatih dan membuat tubuhnya bugar selalu. Ini adalah hari ke tujuh sejak pertemuan Jordan dan Zero di dalam hutan, belum ada tanda-tanda Zero datang berkunjung lagi. Pagi ini hujan turun cukup deras, namun tidak mengurungkan niat Jordan untuk melakukan inspeksi rutin setiap hari dengan waktu tak menentu memeriksa sekeliling kediaman. "Aku sudah siapkan air hangat untukmu berendam," Lagertha langsung menyambut Jordan di depan pintu belakang kediaman dengan jubah handuk di tangannya. Jordan menerima jubah handuk untuk ia lilitkan ke tubuh basahnya seraya memberikan kecupan ke pipi Lagertha yang berjingkat meringis karena merasakan dingin dari bibir Jordan sementara pria itu terkekeh rendah. "Dimana Joshua?" "Tidur lagi dengan Vanessa setelah sarapan." Lagertha menjawab sambil mengikuti langkah kaki Jordan menaiki tangga menuju lorong kamar. Jordan mampir ke kamar Joshua yang hanya digunakan di waktu sia
Jordan tiba-tiba terbangun dari tidur, mendapati Lagertha masih terlelap dalam dekapannya. Jordan bangkit perlahan, memindai sekelilingnya yang sinar lampu sangat temaram,, celingukan mencari Joshua yang ia lupa jika bayi tampan itu tidur bersama Samantha. Seakan terhubung dengan Jordan, Joshua terdengar merengek manja ikut terbangun di kamar Samantha. Jordan sudah berjalan ke depan pintu kamar Samantha terbangun oleng berusaha membujuk Joshua yang sedikit rewel. "Berikan padaku," Jordan sudah membuka pelan pintu kamar Samantha. Joshua di gendongan Samantha langsung mengulurkan lengan gempalnya ke arah Jordan yang tersenyum lembut meraih bayi tampan itu dan menghapus jejak airmatanya. "Dia belum terbiasa tidur berpisah dengan kami, aku akan membuatkannya susu dan membawanya tidur ke kamar." tutur Jordan yang akhirnya dianggukkan Samantha. "Terima kasih, Jordan." Samantha tetap merasa perlu berterima kasih pada suami keponakannya yang begitu sangat bertanggung jawab juga lembut dal