Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun.
Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan.Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan.Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan."Kau menantangku, Jordan?!"Sreekk ...Cratt!Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu."Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!"Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley.Langley kembali melebihi batas cambukannya yang seharusnya berjumlah dua puluh tujuh untuk Jordan, menjadi tiga puluh cambukan."Bawakan dia pakaian bersih setiap hari! Tubuhnya bau pesing dan sangat menjijikkan!" titah Langley seraya menyerahkan cambuknya ke salah satu dari dua pengawal yang bersamanya."Apakah perempuan dari Ben sudah datang?" tanya Langley pada petugas yang menyongsongnya saat dia telah berada di luar ruangan Jordan."Ya, mereka ada enam orang dan masih sangat muda-muda!" jawab sang petugas anak buah Langley.Langley adalah anak buah Ben Horik yang diperintah pria itu untuk mengelola penjara pada tengah pulau. Semua kebutuhan Langley beserta para anak buahnya yang menemani Langley di pulau dipenuhi oleh Ben, termasuk kebutuhan perempuan setiap pekannya selalu datang silih berganti jika Langley tidak menahan para wanita 'hadiahnya' tersebut.--Air di dinding batu dalam ruangan penjara Jordan masih terus mengalir yang membuat pria itu bisa mandi bahkan dengan tubuh telanjang di dalam ruangannya, dimana air tersebut langsung menghilang meresap ke tanah bebatuan, tidak mengalir keluar ruangannya sehingga tidak pernah diketahui oleh para penjaga maupun Langley.Jordan sedang berbaring telungkup, menatap tulisan di dinding ruangannya yang beberapa hari lalu kembali dia tajamkan menggunakan kerikil.Tatapan Jordan mengarah pada sebuah batu yang dia jadikan untuk menghitung sudah berapa kali dirinya dicambuk oleh Langley."Uhm, sudah lima tahun lebih ...sepertinya sebentar lagi genap enam tahun atau memang telah enam tahun sekarang aku berada di sini?" gumam Jordan sambil berusaha bangkit dari tidur menelungkupnya untuk duduk dan menyandarkan punggungnya perlahan ke dinding batu.Bibir Jordan berdesis seketika, merasakan ngilu dan perih saat tubuhnya bergerak.Jordan meraba kepala dan sisi wajahnya yang sangat lebat ditumbuhi rambut, terasa kasar pada telapak tangannya. Janggut Jordan bahkan telah mencapai dadanya dan rambut di kepalanya hampir sepinggang.Jordan mengais batu pada dinding, kemudian dia gosok-gosokkan batu tersebut ke bebatuan lain agar semakin tajam dan bisa dia gunakan sebagai pisau.Benar saja, beberapa menit kemudian, kepala Jordan telah botak berdarah-darah dia gunduli menggunakan batu tajam di tangannya."Mama ...bagaimana kabarmu? Segera kita bisa bertemu, entah di dunia atau di surga ..." bisik Jordan yang sangat merindukan Mary Helena hingga dadanya terasa seperti membengkak setiap kali mengingat Mamanya.Jordan menengadah melihat ke sekat kaca di atas langit-langit ruangannya. Malam telah turun dan sekat kaca memantulkan cahaya jingga masuk ke dalam ruangan."Hidupku tidak dimulai dengan kebencian. Terima kasih sudah mengajarkan sabar padaku, Tuhan ..." gumam Jordan sambil memposisikan tubuhnya seperti orang berdoa menghadap dinding batu, tempat air mengalir.Entah sudah berapa lama Jordan berdoa hingga pria itu jatuh tertidur dan terbangun terkejut saat pintu baja ruangannya di buka paksa dari luar.Jordan terbangun, beringsut mundur ke sudut ruangan sambil berdesis menahan perih dan ngilu pada punggungnya, luka bekas cambukan Langley yang telah membengkak.Mata Jordan melihat tajam ke arah pintu yang berdebum terbuka di depannya."Jordan Smith Watanabe?!" ucap seorang pria bertubuh besar yang tidak bisa Jordan kenali wajahnya.Tetapi Jordan tahu, tidak seorangpun pengawal Langley yang berbicara padanya sebelumnya. Penjaga mengantar makanan hanya berkata beberapa kalimat saja yang menyuruh makan atau mati. Tidak ada yang memanggil namanya lengkap seperti pria yang kini telah berdiri tegak dalam ruangan gelap, di depan Jordan."Ach sepertinya salah lagi!" gumam sang pria menggerutu berjalan mundur keluar dari ruangan karena tidak ada jawaban dari Jordan.Saat sang pria telah berada di lorong, membuka ruangan penjara lainnya di sebelah ruangan Jordan dan berteriak menyebutkan nama lengkapnya kembali."A-aku ...aku Jordan ..." ucap Jordan terbata di belakang sang pria yang dia ikuti ke lorong.Sang pria berjalan mundur menghampiri Jordan, tangannya mencengkeram wajah Jordan untuk dia tatap lekat-lekat."Ikut denganku!" ujar sang pria tegas sudah menarik pergelangan tangan Jordan untuk dia bawa pergi.Sang pria melemparkan anak kunci pada salah satu tahanan yang berlari keluar agar membebaskan tahanan lainnya."Wah ...wah ...wah! Kalian mau pergi?" Langley bersama anak buahnya muncul menghadang langkah sang pria yang tidak lain adalah Maximus dan Jordan yang hendak menuju kapal di bagian bawah, satu-satunya pintu masuk dan keluar dari penjara di pulau tersebut.Di belakang Jordan dan Maximus, para tahanan lain ikut mengekori mereka setelah ruangan tahanannya di buka oleh Maximus yang sebelumnya mencari Jordan.Langley mengangayunkan cambuknya ke udara yang dia arahkan pada pria bertubuh besar di samping Jordan, namun Maximus yang sangat terlatih juga tidak kalah kejamnya dari Langley berhasil meraih ujung cambuk penjaga penjara tersebut."Ya! Kami dan semua tahananmu mau pergi. Siapkan kapal!" jawab Maximus dengan suara lantang menggelegar seperti ejekan pada Lanley.Maximus menarik ujung cambuk yang dipegang erat oleh Langley tersebut dan dengan kecepatan kilat dia membanting tubuh kurus Langley ke dinding batu di sebelahnya."Cepat cari perahu di bawah! Dan kau ...bisa berjalan?"Maximus memberikan titah pada tahanan lain dengan memberi mereka jalan agar bisa pergi ke bagian bawah penjara batu. Maximus sekilas sudah melihat punggung Jordan penuh luka dan darah mengering, karena pria muda yang terlihat jauh lebih tua dari usianya tersebut belum mengenakan atasannya.Meskipun masih bingung dengan apa yang terjadi, kepala Jordan mengangguk menjawab pria besar yang baru saja membanting Langley tersebut.Para tahanan berlarian menuruni lorong dan tangga batu menuju ke bawah. Walaupun berhadapan dengan anak buah Langley, tetapi anak buah Langley kalah jumlah dari para tahanan . Sehingga dengan mudah tubuh mereka dirobohkan dan diinjak-injak oleh para tahanan yang ingin pergi meloloskan diri dari penjara terkutuk tersebut."Kau tidak bisa pergi!" seru Langley sudah bangkit berdiri mencekal lengan Jordan dan membantingnya ke tanah.Maximus menggeram dengan sorot mata seakan menyala kejam. Tidak ada orang yang berani memprovokasinya saat berhadapan dengannya, meski dia tetap akan menghabisi nyawa para targetnya.Tubuh Maximus berputar dan menendang perut Langley bertubi-tubi hingga sebuah tinju telak pada pangkal lehernya."Jangan! Jangan bunuh dia! Tuhan bahkan tidak pernah dendam pada pengkhianat dan penyiksanya ..." ucap Jordan lirih sambil terbatuk-batuk darah, menahan pakaian bagian samping pinggang Maximus.Maximus menyeringai mendengar ucapan Jordan, tetapi pria itu menurutinya untuk tidak membunuh Langley.Maximus membantu Jordan bangkit berdiri dan tepat saat itu pula sebuah pisau melayang ke arah kening Jordan.Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s
"Tolong temukan putriku, Max!" pinta Rollo seperti memohon pada Maximus yang berdiri di depannya. "Ada pengkhianat diantara para pengawal putriku dan dia sedang pergi memancing di danau beku saat para pengawalnya yang lain ditembaki hingga tewas." tambah Rollo memberikan informasi pada Maximus, tangan kanan kepercayaannya. "Baik. Saya akan menemukan Lagertha dan membawa kepala pengkhianat itu ke hadapan Anda, Bos!" sahut Maximus seraya menundukkan tubuhnya hormat pada Rollo. Maximus sudah sangat paham dengan hobby Lagertha yang memang tidak biasa, seperti berkemping di puncak pegununan bersalju, memburu hewan atau memancing ikan di danau beku. Meski jika Lagertha mau makan daging hewan liar hasil buruan atau ikan dari danau beku, Rollo bisa mendatangkannya dengan mudah tanpa Lagertha harus repot melakukannya sendiri. Tetapi gadis tomboi itu selalu menolak dan ingin memburu serta memancing ikannya sendiri. "Kenapa genetik Papamu harus turun plek ketiplek padamu, Lagertha?" des
Setelah beberapa jam dalam pencarian Lagertha, Maximus ingat jika dia meninggalkan Jordan tanpa bahan makanan atau pun minuman di rumahnya. "Teruskan pencarian dan laporkan padaku sekecil apapun penemuan kalian. Ada yang harus aku kerjakan dulu." ucap Maximus dalam sambungan radio ke anak buah kepercayaan Rollo yang ikut menyusuri jalanan mencari keberadaan Lagertha. Setelah membeli banyak bahan makanan yang bisa di simpan dalam jangka waktu lama, minuman dan buah, Maximus melajukan mobilnya kembali pulang ke rumah tinggalnya. Namun betapa terkejutnya Maximus begitu dia memasuki rumahnya, melihat gadis muda yang telah membuatnya serta anak buah Rollo yang lainnya membuang-buang waktu menyusuri selak beluk jalanan, ternyata berada di rumahnya bersama Jordan. Dan yang paling mencengangkan adalah ucapan dari gadis muda putri bosnya itu yang bisa berkata tanpa beban, "Aku adalah wanitanya Jordan" tutur Lagertha santai seakan dia sudah mengenal lama dengan Jordan. Maximus menaik
Wilson, asisten Rollo membawa Jordan dan Maximus langsung ke ruangan kerja Rollo di kediaman pribadinya.Sedangkan Lagertha pergi menemui Mamanya yang sejak mendapat kabar dirinya hilang hingga diburu oleh pengawalnya yang berkhianat, terbaring lemas di atas ranjang. "Mama ..." panggil Lagertha setelah membuka pintu kamar, langsung berhambur untuk memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut namun sering dia buat cemas. "Bagaimana keadaanmu? Apakah kamu terluka? Apakah kamu dilecehkan? Apakah para pria itu menyentuh tubuhmu?" Priskila berusaha bangkit untuk duduk, masih tetap memeluk wajah Lagertha yang bersandar manja di dadanya. Perawat yang hendak masuk ke dalam kamar Priskila dilarang oleh pelayan kamar untuk masuk karena ada Lagertha yang bersama Nyonya mereka. "Aku baik-baik aja. Pria yang saat ini bertemu dengan Papa, menyelamatkanku tepat waktu sebelum para berandalan memperkosaku ...""Memperkosamu? Oh, kamu hampir diperkosa, Lagertha?" Priskila terkejut dan segera m
Jordan baru saja mengelilingi kediaman Connor yang luas dan terletak di atas perbukitan. Sekeliling tanah kediaman Connor dari arah gerbang masuk yang ada sekitar dua ratus meter di bagian bawah sampai ke halaman luas bagian belakang perbukitan dipagari tembok berlapis-lapis dengan bahan berkualitas tinggi dan juga baja di lapisan bagian dalamnya, tidak bisa hancur oleh bom ataupun rudal. Pada empat penjuru kediaman Connor terdapat menara pemantau seperti mercu suar dengan misil yang juga bisa ditembakkan otomatis begitu ada ancaman mendekat. Rollo sebagai bos mafia kejam dan mungkin terkejam yang pernah ada di Swedia, memang sangat menjaga kehidupan pribadinya.Sejak Priskila hamil, Rollo lebih sering bekerja di rumah, sementara asisten pribadinya, Wilson yang bolak-balik mengerjakan pekerjaan di kantor perusahaannya serta membawa dokumen-dokumen penting untuk Rollo tandatangani. Rollo mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang real estate untuk menyamarkan bisnis gelapnya yang
Tangan Jordan masih mencengkeram lembut dagu Lagertha dan kini wajah gadis itu sudah semakin dekat dengan wajahnya. "Aku sungguh tidak pantas untukmu, Lagertha." ucap Jordan dengan napas bertiup hangat di atas wajah Lagertha yang masih tetap membuka mulut seksinya untuk menggoda agar Jordan cicipi. "Aku tau apa yang ku inginkan dan kamu jauh lebih pantas dari pria manapun untukku, Jordan!" sahut Lagertha setelah Jordan melepaskan cengkeraman pada dagunya. Lagertha bergegas memeluk tubuh Jordan yang membelakanginya untuk pergi berpakaian. "Kamu mengatakan kita akan pergi ke luar bersama Mamamu, hem? Mungkin saat ini Mamamu sudah menunggu kita di ruang tengah." Jordan berkata seraya tangannya membelai punggung tangan Lagertha agar melepaskan pelukan pada tubuhnya. "Nanti, setelah dirimu bertemu pria yang tepat untukmu. Sungguh kamu akan sangat menyesali apa yang bisa terjadi jika aku membalas keinginanmu saat ini." tutur Jordan menarik Lagertha agar berdiri di depannya dan membelai
Mister Bough mengamuk murka. membanting semua benda di atas meja kerjanya berantakan jatuh ke lantai, begitu melihat tayangan video yang dikirimkan oleh seseorang ke ponselnya.Dua orang anak buahnya yang menyeret tubuh Kaye ke dalam danau, terlihat beberapa kali mengikuti Ben Horik berpergian. Hal tersebut jelas mengindikasikan jika kedua anak buahnya tersebut selama ini membelot pada pihak Ben Horik. "Beraninya pria terkutuk itu menyusupkan mata-mata di sekitarku!" Mister Bough mendengkus geram memukul meja kerjanya dengan telapak tangan terkepal kuat. "Tiger, bawa semua anggota keluarga kedua orang itu ke hadapanku dan ..." "Permisi, Sir." terdengar suara ketukan pada daun pintu ruang kerja, "Ada Zero ingin bertemu Anda, membawa oleh-oleh." penjaga di depan pintu berteriak nyaring memberitahukan kedatangan Zero sehingga memotong perkataan Mister Bough yang ia tujukan untuk Tiger, asisten pribadinya. "Masuk!" Zero melangkahkan kakiinya memasuki ruangan kerja Mister Bough yang b
Entah sudah berapa jam Zetha merawat tubuh besar Maximus yang ia buat tetap tertidur pulas selama diberikan perawatan dan pengobatan, Luciano Sky selalu sigap luar biasa mendampingi, menyiapkan segala sesuatunya memudahkan pekerjaan Zetha. Dari menyodorkan jepitan sedotan ke sela bibir Zetha ketika mendengar hembusan napas pelan istri cantiknya itu, mengelap keringat, juga menyingsingkan lengan bajunya sampai ke turut serta menggunting benang begitu Zetha selesai membuat simpul dari menjahit bagian-bagian tubuh Maximus yang terbuka. Luciano dan Zetha benar-benar pasangan yang seiring senapas. Luciano selalu tahu apa yang harus dia lakukan dan diinginkan oleh Zetha tanpa istrinya itu berkata mengungkapkannya.Pun sebaliknya, Zetha akan selalu tahu saat Luciano menahan napas ketika tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Marco Ilso yang ia genggam secara refleks. Zetha akan mendekatkan posisi tubuh serta kepala ke depan bibir Luciano agar suaminya itu bisa mengecup atau menciu
Jordan dengan Lagertha duduk pada kursi penumpang, mengemudikan mobil sport yang Lagertha curi, sangat cepat mengikuti mobil di depan mereka yang dikemudikan oleh anak buah Jasper melaju kencang membawa Maximus, Marco dan Kai ke landasan pacu helikopter. Maximus terluka parah, pun juga Kai mengalami cidera tusukan pisau pada perutnya. Mereka benar-benar seperti berlomba dengan waktu. Marco sudah menghubungi dokter terbaik untuk Maximus dan Kai sebelum diperintahkan oleh Jordan. Marco sangat paham seperti apa peran Maximus bagi Jordan dan Lagertha.Iringan mobil anak buah Jasper dan Jordan yang seolah membelah pekatnya jalanan daerah perbatasan, berpapasan dengan rombongan mobil pasukan keluarga Bough. Mister Bough yang turut serta berada dalam mobil anak buahnya, menolehkan kepalanya sejenak memandangi bagian belakang mobil sport yang dikemudikan Jordan.Alis pria tua tersebut terlihat sedikit bertaut, tetapi belum sempat bibirnya memberikan perintah pada sopirnya untuk berbalik, k
Jordan menyambar jubah dari tubuh mayat yang memiliki ukuran paling besar, melingkupkannya ke Maximus yang menyeringaikan sudut bibir tersenyum getir. "Aku tidak mengijinkanmu mati, Max! Jadi bertahanlah dan akan ku cari dokter terbaik untuk mengobatimu." bisik Jordan lembut tetapi setiap suku katanya penuh penekanan akan perasaan terdalamnya. "Kai, Lagertha ...!" Jordan berseru memanggil Lagertha dan Kai yang berlari meloncat bergegas mendekat. Malang bagi Kai yang sangat terburu-buru, ia justru berhadapan dengan Kaye yang masih menggenggam pisau di tangannya. Atau mungkinkah takdir untuk Kai? "Kai ...!" Maximus berusaha memanggil lirih untuk memperingatkan pemuda itu akan Kaye yang pandai ilmu beladiri. "Aku melihat ada mobil sport di samping rumah, cepatlah bawa Max ke sana. Segera aku akan menyusul." Jordan berbisik pada Lagertha yang tatapan matanya ragu, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Kaye itu licik. bantu Kai ..." Maximus berkata sangat pelan yang langsung dimenge
Bagian depan pintu masuk gelap. Percikan cahaya terlihat jauh di dalam ruangan yang sepertinya itu adalah cahaya lilin.Jordan memberi kode untuk ia masuk lebih dulu ke dalam rumah, Lagertha di tengah dan bagian belakang Kai yang waspada akan sekelilingnya.Baru saja Jordan masuk ke dalam ruangan, wajahnya langsung terteleng ke samping. sebuah tinju dengan tenaga besar sangat kuat menghantam rahangnya hingga berderak.Perkelahian tidak dapat dielakkan. Jordan menutup pintu di belakangnya agar Lagertha tidak masuk dulu bersama Kai.Sang pria di dalam rumah kembali melayangkan pukulan ke arah Jordan, tetapi pemuda itu telah merunduk dan needle di tangannya dengan cepat menusuk perut sang pria yang ia gerakkan ke samping untuk merobek tanpa ampun.Mereka harus cepat, Jordan tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ia menarik needle dari perut sang pria yang terduduk menekuk lutut di lantai setelah memburai isi dalam perutnya ke
Jordan masih terbaring menengadah, melihat titik-titik air hujan yang jatuh melewati dedaunan lebat di atasnya. Hujan lebat kembali mereda berganti gerimis. Namun Jordan belum ingin bangkit dari posisi tidur telentangnya. Beberapa burung sudah keluar berkicau dan tupai serta monyet bersenda gurau di atas pepohonan. Jordan memperhatikan semuanya. Ia juga merasakan pil yang dijejali Zero masuk ke dalam mulutnya sudah mulai bekerja dari dalam, membuat pernapasan jadi teratur pun peredaran darahnya semakin lancar. "Pejamkan matamu, tebaslah titik-titik air tanpa membasahi tangan!" terngiang dalam kepala Jordan arahan dari Keigo, Papa kandungnya sewaktu ia masih dalam penjara tengah pulau. Jordan juga teringat ketika tadi Zero mengatakan, ""Latih fokusmu menebas titik-titik air hujan! JIka tidak, kau tak pantas mendapatkan istri cantik seperti Lagertha Connor!" Pria bertopeng itu juga menyebut Jordan, lamban, lemah dan tatapan kedua matanya terlihat sangat meremehkan Jordan. Perlahan
Hujan masih gerimis besar-besar yang bisa membuat tubuh seseorang basah kuyup jika lima menit saja berada di luar ruangan. "Aku akan siapkan sarapan untukmu," ucap Lagertha pada Jordan, telah berganti pakaian dengan sangat cepat setelah bercinta dan mereka mandi bersama membersihkan diri. "Nanti saja. Aku belum lapar." tolak Jordan seraya menyambar cepat pinggang ramping Lagertha untuk ia ciumi samping lehernya sambil mengendus aroma wangi tubuh istrinya itu. Lagertha sudah sangat paham kebiasaan Jordan yang akan mengendusnya jika ingin minta sesuatu. "Katakan, kamu mau apa dan kemana? Bersama siapa?" Lagertha meraih dan menangkup wajah berbulu maskulin Jordan untuk ia bawa menatapnya. Maximus sedang pergi mengontrol pengiriman 'paket-paket' dari organisasi mafia yang juga mereka sebut organisasi Jola. Sedangkan Marco setiap pagi hingga siang atau sore hari akan menghandel pekerjaan di perusahaan dan Jasper melakukan inspeksi lokasi untuk mendirikan pabrik di wilayah Asia bersama
Jordan mengerjakan dan memantau pekerjaannya dari kediaman. Ia semakin giat berlatih dan membuat tubuhnya bugar selalu. Ini adalah hari ke tujuh sejak pertemuan Jordan dan Zero di dalam hutan, belum ada tanda-tanda Zero datang berkunjung lagi. Pagi ini hujan turun cukup deras, namun tidak mengurungkan niat Jordan untuk melakukan inspeksi rutin setiap hari dengan waktu tak menentu memeriksa sekeliling kediaman. "Aku sudah siapkan air hangat untukmu berendam," Lagertha langsung menyambut Jordan di depan pintu belakang kediaman dengan jubah handuk di tangannya. Jordan menerima jubah handuk untuk ia lilitkan ke tubuh basahnya seraya memberikan kecupan ke pipi Lagertha yang berjingkat meringis karena merasakan dingin dari bibir Jordan sementara pria itu terkekeh rendah. "Dimana Joshua?" "Tidur lagi dengan Vanessa setelah sarapan." Lagertha menjawab sambil mengikuti langkah kaki Jordan menaiki tangga menuju lorong kamar. Jordan mampir ke kamar Joshua yang hanya digunakan di waktu sia
Jordan tiba-tiba terbangun dari tidur, mendapati Lagertha masih terlelap dalam dekapannya. Jordan bangkit perlahan, memindai sekelilingnya yang sinar lampu sangat temaram,, celingukan mencari Joshua yang ia lupa jika bayi tampan itu tidur bersama Samantha. Seakan terhubung dengan Jordan, Joshua terdengar merengek manja ikut terbangun di kamar Samantha. Jordan sudah berjalan ke depan pintu kamar Samantha terbangun oleng berusaha membujuk Joshua yang sedikit rewel. "Berikan padaku," Jordan sudah membuka pelan pintu kamar Samantha. Joshua di gendongan Samantha langsung mengulurkan lengan gempalnya ke arah Jordan yang tersenyum lembut meraih bayi tampan itu dan menghapus jejak airmatanya. "Dia belum terbiasa tidur berpisah dengan kami, aku akan membuatkannya susu dan membawanya tidur ke kamar." tutur Jordan yang akhirnya dianggukkan Samantha. "Terima kasih, Jordan." Samantha tetap merasa perlu berterima kasih pada suami keponakannya yang begitu sangat bertanggung jawab juga lembut dal