Jordan menemukan sebuah batu yang dia banting dan pukulkan agar meruncing. Dengan batu tersebut Jordan membuat coretan untuk menghitung hari pada dinding batu. Telah dua tahun berlalu sejak Jordan pertama kali di bawa ke penjara terpencil yang terletak dalam pulau pada tengah lautan.
Tubuh Jordan yang semula gagah dan tampan, kini sudah semakin kurus dan ringkih. Rambut Jordan tumbuh gondrong, pun juga bulu-bulu di wajahnya melebat kasar tidak beraturan yang terlihat sangat menyeramkan bagi yang melihatnya.
“Tuhan, bagaimana jika diriku bosan memohon dan berdoa padamu? Aku tau Engkau tidak akan berkekurangan manusia yang akan meng-agungkan namamu. Tapi aku mohon, berikan aku petunjukmu …apa pesan yang Engkau inginkan untuk aku pahami dengan kejadian yang menimpaku ini?"Jordan duduk bersandar dan menengadahkan wajahnya melihat ke langit-langit kamar yang terlihat bintang-bintang bercahaya redup masuk ke dalam ruangannya.
“Aku tidak menyesali hidupku. Tapi tolong jaga dan lindungi Mamaku, Tuhan!” pinta Jordan yang dadanya seperti membengkak karena sangat merindukan Mary Helena, Mamanya.“Aku tidak pernah mengenal Papaku. Jadi, tolong ...jangan sampai aku melupakanmu, Tuhan. Kuatkan apa yang telah Engkau tanam di dalam diriku.”
Sungguh Jordan sangat ingin menyerah dari semua doa dan harapannya yang telah dua tahun dia panjatkan namun tidak ada tanda-tanda dia akan dibebaskan. Apalagi di adili, karena sejak awal Jordan dimasukkan ke dalam ruangan sempit dan lembab itu, tidak satu kalipun dia dibawa keluar.Jordan melihat ke dinding batu yang berarti esok adalah hari ulang tahunnya yang ke dua puluh empat, berarti dia akan menerima hadiah dua puluh empat cambukan esok hari.
Jordan masih duduk bersandar pada dinding batu yang entah panas atau dingin, sungguh tidak bisa lagi dia bedakan. Tubuhnya juga seperti telah kebal akan debu dengan ruangan yang tentu saja sangat bau menyengat akibat cairan dan kotorannya sendiri di bagian sudut.
Kelopak mata Jordan mulai memberat dari melihat bintang dari langit-langit ruangannya, napasnya juga berhembus pelan saat matanya sudah terpejam rapat.“Mama!” panggil Jordan saat melihat wanita yang sangat cantik dan anggun sedang memetik buah bluberry di halaman belakang rumahnya.
Mary Helena mengangkat wajahnya dan tersenyum ceria menatap Jordan. Bergegas Mary Helena meletakkan keranjang ke atas tanah dan menyongsong Jordan yang berlari ke arahnya.“Aku sangat merindukanmu, Mam!” bisik Jordan terisak di atas bahu Mary Helena begitu dia berhasil memeluk wanita cantik yang sangat dia cintai tersebut.
Mary Helene merenggangkan pelukannya, kedua tangannya terulur untuk meraba wajah Jordan.
“Apakah harimu sulit, Jordan? Wajahmu terlihat sangat kurus, apakah kamu tidak makan dengan baik?” tanya Mary Helena dengan airmata menggantung di pelupuk matanya.
Jordan mengecup kedua mata Mamanya tersebut penuh haru.
“Aku baik-baik aja. Mama terlihat sangat cantik dan aku sangat mencintaimu!”
Mary Helena tersenyum dan tertawa kecil mendengar pujian Jordan yang sangat polos dan selalu jujur.
Mata Mary Helena melihat ke arah seseorang yang datang di belakang Jordan.“Dia, Papamu!” bisik Mary Helena sambil tersenyum pada seseorang yang dibelakang Jordan.
Jordan spontan menoleh ke belakang sambil tetap memeluk pinggang ramping Mamanya. Namun karena sinar matahari bersinar sangat cerah, Jordan gagal melihat wajah pria yang kini berdiri di depannya tersebut, meski bisa merasakan pelukan hangatnya.
Jordan berusaha merenggangkan wajahnya untuk melihat wajah Papanya, tetapi matanya sangat silau akan cahaya matahari yang menusuk matanya.
“Aku tidak bisa melihatmu …” bisik Jordan yang kembali direngkuh oleh lengan Papanya dengan sangat erat.
“Papa selalu hidup di dalam dirimu, Jordan! Papa bangga padamu! Tumbuhlah semakin kuat dan percayalah Tuhan akan selalu menolongmu, bersukacitalah, anakku!”ucap Keigo Watanabe, Papa Jordan sambil mendaratkan kecupan dalam ke samping kening Jordan.Keigo juga meraih Mary Helena untuk dia peluk bersama Jordan, hingga terdengar suara memekakkan telinga di telinga Jordan yang membuat Papa dan Mamanya tiba-tiba menghilang, lenyap.
Jordan terkejut dan menyadari penjaga baru saja melemparkan roti ke dalam ruangannya beserta mangkok soup yang rasanya mungkin jauh lebih buruk dari menelan air laut.
“Terima kasih, Tuhan! Engkau sudah mempertemukanku dengan Mama dan Papa.” gumam Jordan akan mimpi kedua orangtuanya.
Meskipun kerinduan yang menggantung berat dalam rongga dada Jordan akan Mamanya belum puas, dia tetap berterima kasih karena Tuhan juga telah menghadirkan Papanya dalam mimpinya. Pelukan dari pria yang sangat dicintai oleh Mamanya itu juga masih terasa hangat di pundak Jordan.
Perlahan, tangan Jordan meraba wajahnya sendiri yang terasa sangat kasar bagi telapak tangannya yang juga kasar.
Jordan mengambil roti yang dilemparkan penjaga dan meniupnya dari debu tanah dan pasir, lalu melahapnya begitu saja yang kemudian dia meminum habis soup di mangkoknya tanpa mengingat rasanya sama sekali.
Jordan mengambil batu yang dia gunakan untuk menulis dan membuat tulisan 'terima kasih Tuhan' pada dinding dengan ujungnya diberi angka dua puluh empat sesuai dengan hari ulangtahunnya hari ini.
Sebelum tengah hari, pintu baja ruangan Jordan di gedor kencang dan terdengar suara kunci pada pintu di putar yang akhirnya terbuka.
Jordan bisa merasakan angin lembut berdesakan masuk melalui pintu ke ruangannya yang sejenak menyegarkan penciumannya. “Apa kabar, Jordan?” sapa Langley sambil tertawa kecil dan hidungnya berjengit mencium aroma busuk di ruangan Jordan.“Cepat gantung dia di rantai!” perintah Langley tidak sabar pada bawahannya yang langsung menurut patuh.
Plakk! …plakkk!!
Suara cambukan mendarat pada punggung Jordan dan membuat tubuhnya bergetar meski bibirnya telah enggan berteriak kesakitan.
“Berteriaklah, Jordan! Atau memang kau sudah menikmati ayunan cambukku?” cetus Langley sembari tertawa kecil mengayunkan cambuk tinggi-tinggi dan sekuat tenaga mendaratkannya ke punggung Jordan.
Kepala Jordan tertunduk, matanya terpejam namun giginya tetap menggigit bibirnya kuat-kuat. Jordan merasa malu untuk berteriak jika semalam dia telah diberikan hadiah bertemu kedua orangtuanya oleh Tuhan melalui mimpinya.Jordan juga mengingat bagaimana perjuangan Yesus dalam memberikan pemahaman pada manusia dan berakhir DIA dikhianati serta mengalami penyiksaan berat.
Melihat reaksi Jordan yang tetap tidak mau berteriak, Langley semakin beringas mencambuk punggung Jordan. Tubuh Langley sampai melompat heboh dan tertawa girang memprovokasi saat ujung cambuknya mengoyakkan pakaian lusuh Jordan hingga mengalirkan darah pada kulit punggungnya yang telah terkelupas.
“Siram dia!” titah Langley pada anak buahnya karena Jordan tidak mengangkat wajahnya sejak dia mulai mencambuk.
Anak buah Langley segera mengguyurkan dua ember air laut ke tubuh Jordan yang membuat bibir pemuda itu berdesis pilu.
Punggung yang terluka dan disiram air laut asin, tentu saja membuat seluruh syaraf pada tubuh Jordan terkesiap terkejut juga sangat perih luar biasa sampai ke tulang belulangnya.
“Ha ha ha …kau tidak bisa pura-pura kuat padaku, Jordan! Berteriak dan bernyanyilah! Panggil Tuhanmu yang Agung itu agar dia menyaksikanmu sang pezina dan pembunuh ini menebus dosanya!” ejek Langley meremehkan keyakinan Jordan.
Langley masih terus mencambuki Jordan meski telah mengayunkan dua puluh empat kali yang dihitung oleh Jordan dalam hatinya.
“Anda telah mencambukku lebih dari dua puluh empat kali, Langley! Berhentilah sebelum lengan Anda merasa lelah!” cetus Jordan mantap mengucapkan kata-katanya tanpa tersendat atau pun terbata.
Mendengar ucapan Jordan, Langley yang sudah bersiap mengayunkan cambuknya sangat tinggi, tidak bisa menghentikan ujung cambuknya dari melukai punggung Jordan yang kali ini pemuda itu berteriak mengaduh pilu. Darah menyembur mengucur deras dari bekas luka cambukan di punggung Jordan yang semakin membuat Langley tertawa puas.
Bibir Langley tersenyum penuh kemenangan, dia menjatuhkan cambuknya yang dipungut oleh anak buahnya.
“Berikan dia pakaian ganti dan bersihkan ruangan ini!” perintah Langley sambil menatap tajam kedua anak buahnya yang mengangguk cepat tanpa berbicara.
“Satu kali seminggu, kalian harus membersihkan ruangan ini! Memberikannya pakaian ganti dan air laut dua ember untuk dia mandi! Jika tidak, maka kalianlah yang akan menemaninya berada di sini. Paham?” Langley melangkah ke arah samping Jordan dan mencengkeram dagu pemuda itu yang dia tengadahkan."Masih belum mau menyerah dan mengakui jika dirimu adalah pendosa terkutuk?"
“Aku tidak berzina dan juga bukan pembunuh!” tegas Jordan dengan bibir berdesis yang dicengkeram kuat oleh Langley. Langley tertawa terbahak sangat nyaring bergema yang kemudian melepaskan cengkeramannya pada dagu Jordan. “Kau pikir siapa dirimu, Jordan? Ben Horik memerintahkan untuk mengeksekusimu tapi aku berbaik hati, hanya memenjarakanmu di sini. Yeah dengan sedikit bermain memuaskan hasratku memberimu hadiah, tentu saja!”“Ku dengar, kau punya Ibu yang cantik. Wanita tercantik yang pernah ada di negri ini! Sayang sekali, kau putranya tidak bisa menjaganya dan Ibumu pasti sudah menggeliat nikmat dibawah kungkungan tubuh Ben Horik!” tambah Langley yang membuat darah di tubuh Jordan langsung mendidih. Pergelangan tangan Jordan yang telah terlepas dari borgol rantai, tanpa terduga dia layangkan ke wajah Langley hingga pria itu terpaling ke samping.“Uwow! Tenagamu kuat juga, bocah busuk!” Langley berteriak riang sambil mengelap sudut bibirnya yang dinding mulutnya sobek ditinju Jo
Jordan menengadah ke atas kaca bening di langit-langit ruangannya dan kembali memperhatikan jika air merembas dari langit-langit ke dinding. Titik air yang sebelumnya menimpa kepalanya sudah tidak ada, namun dinding batu ruangannya masih sangat lembab."Jika ruangan ini paling atas dan bisa melihat sinar matahari, bearti air ini berasal dari hujan yang merembas masuk?" gumam Jordan melemparkan batu di tangannya, berusaha berdiri dengan susah payah, lalu menampung air yang jatuh menetes berupa titik-titik tidak terlalu besar tersebut dengan telapak tangannya. Jordan mencium aroma air yang dia tampung tersebut tidak beraroma asin air laut juga tidak berbau busuk seperti kotoran. Setelah mencuci tangannya hingga bersih, Jordan menampung air kembali dengan telapak tangannya dan meminumnya. "Segar!" Mata Jordan terbuka lebar dan saat itu juga lututnya jatuh ke atas tanah berbatu, menciumi dinding yang telah sangat lembab dirembasi air. "Ampuni aku, Tuhan! Aku tidak memiliki hak untuk
"Aku hanya ingin anak darimu, Sayang!" bisik sang pria sembari meraba celah lembut pada sela paha wanita yang duduk di sampingnya. Tangan sang pria menyentak hingga robek penutup tipis yang menghalangi jemarinya dari memasuki celah lembut wanitanya. "Och ...!"Sang wanita menjerit tertahan namun semakin membuka kedua pahanya agar prianya bisa semakin leluasa membuatnya mencair meleleh. --Jordan semakin giat berlatih beladiri di dalam ruangan sempit penjara batu. Dia sudah mulai bisa menebas titik-titik air yang jatuh dari dinding batu tanpa membasahi punggung tangannya. Jordan juga sudah kuat bertahan untuk melakukan push up selama puluhan kali dan juga mulai pandai mengayunkan kakinya untuk menendang. Pakaian yang di pakai Jordan dengan cepat menjadi kotor setelah diantarkan yang baru oleh penjaga penjara. Tatapan mata Jordan semakin terbuka dan tajam. Tidak ada lagi pemuda putus asa yang hanya mengharapkan keajaiban seperti sebelumnya. Keajaiban adalah buah dari usaha, bukan h
"Papa!" Lagertha meloncati beberapa anak tangga dan berlari masuk ke ruangan makan sambil memanggil Papanya yang sedang duduk hendak sarapan. "Och, pakaian apa yang kamu pakai, Young Lady?!" protes Priskila pada putrinya yang memakai pakaian serba mini, hanya terlihat menutupi bagian penting pada tubuhnya saja. "Ini model kekinian, Mam!" sahut Lagertha, sang gadis muda pada Mamanya sambil cengengesan. "Papa, aku butuh mobil, kartu kredit dan senapan baru!" ucap Lagertha pada pria yang dia panggil 'Papa' dan tidak pernah berhenti tertawa kecil melihat tingkah polah putrinya tersebut yang sangat tomboi. "Mobil baru yang kamu inginkan itu akan datang paling lambat besok, ini kartu kredit baru dan senapan sedang dalam pengiriman satu minggu lagi sampai di sini." Rollo Connor, Papanya Lagertha menjawab sambil mengeluarkan kartu kredit tanpa limit untuk putrinya. Sebelumnya Lagertha menghilangkan tas berisi dompet dan semua kartu pembayarannya di dalam sebuah bar saat dirinya hen
Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun. Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan. Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan. Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan. "Kau menantangku, Jordan?!" Sreekk ...Cratt! Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu. "Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!" Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley. Langley kemba
Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s
Mister Bough mengamuk murka. membanting semua benda di atas meja kerjanya berantakan jatuh ke lantai, begitu melihat tayangan video yang dikirimkan oleh seseorang ke ponselnya.Dua orang anak buahnya yang menyeret tubuh Kaye ke dalam danau, terlihat beberapa kali mengikuti Ben Horik berpergian. Hal tersebut jelas mengindikasikan jika kedua anak buahnya tersebut selama ini membelot pada pihak Ben Horik. "Beraninya pria terkutuk itu menyusupkan mata-mata di sekitarku!" Mister Bough mendengkus geram memukul meja kerjanya dengan telapak tangan terkepal kuat. "Tiger, bawa semua anggota keluarga kedua orang itu ke hadapanku dan ..." "Permisi, Sir." terdengar suara ketukan pada daun pintu ruang kerja, "Ada Zero ingin bertemu Anda, membawa oleh-oleh." penjaga di depan pintu berteriak nyaring memberitahukan kedatangan Zero sehingga memotong perkataan Mister Bough yang ia tujukan untuk Tiger, asisten pribadinya. "Masuk!" Zero melangkahkan kakiinya memasuki ruangan kerja Mister Bough yang b
Entah sudah berapa jam Zetha merawat tubuh besar Maximus yang ia buat tetap tertidur pulas selama diberikan perawatan dan pengobatan, Luciano Sky selalu sigap luar biasa mendampingi, menyiapkan segala sesuatunya memudahkan pekerjaan Zetha. Dari menyodorkan jepitan sedotan ke sela bibir Zetha ketika mendengar hembusan napas pelan istri cantiknya itu, mengelap keringat, juga menyingsingkan lengan bajunya sampai ke turut serta menggunting benang begitu Zetha selesai membuat simpul dari menjahit bagian-bagian tubuh Maximus yang terbuka. Luciano dan Zetha benar-benar pasangan yang seiring senapas. Luciano selalu tahu apa yang harus dia lakukan dan diinginkan oleh Zetha tanpa istrinya itu berkata mengungkapkannya.Pun sebaliknya, Zetha akan selalu tahu saat Luciano menahan napas ketika tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Marco Ilso yang ia genggam secara refleks. Zetha akan mendekatkan posisi tubuh serta kepala ke depan bibir Luciano agar suaminya itu bisa mengecup atau menciu
Jordan dengan Lagertha duduk pada kursi penumpang, mengemudikan mobil sport yang Lagertha curi, sangat cepat mengikuti mobil di depan mereka yang dikemudikan oleh anak buah Jasper melaju kencang membawa Maximus, Marco dan Kai ke landasan pacu helikopter. Maximus terluka parah, pun juga Kai mengalami cidera tusukan pisau pada perutnya. Mereka benar-benar seperti berlomba dengan waktu. Marco sudah menghubungi dokter terbaik untuk Maximus dan Kai sebelum diperintahkan oleh Jordan. Marco sangat paham seperti apa peran Maximus bagi Jordan dan Lagertha.Iringan mobil anak buah Jasper dan Jordan yang seolah membelah pekatnya jalanan daerah perbatasan, berpapasan dengan rombongan mobil pasukan keluarga Bough. Mister Bough yang turut serta berada dalam mobil anak buahnya, menolehkan kepalanya sejenak memandangi bagian belakang mobil sport yang dikemudikan Jordan.Alis pria tua tersebut terlihat sedikit bertaut, tetapi belum sempat bibirnya memberikan perintah pada sopirnya untuk berbalik, k
Jordan menyambar jubah dari tubuh mayat yang memiliki ukuran paling besar, melingkupkannya ke Maximus yang menyeringaikan sudut bibir tersenyum getir. "Aku tidak mengijinkanmu mati, Max! Jadi bertahanlah dan akan ku cari dokter terbaik untuk mengobatimu." bisik Jordan lembut tetapi setiap suku katanya penuh penekanan akan perasaan terdalamnya. "Kai, Lagertha ...!" Jordan berseru memanggil Lagertha dan Kai yang berlari meloncat bergegas mendekat. Malang bagi Kai yang sangat terburu-buru, ia justru berhadapan dengan Kaye yang masih menggenggam pisau di tangannya. Atau mungkinkah takdir untuk Kai? "Kai ...!" Maximus berusaha memanggil lirih untuk memperingatkan pemuda itu akan Kaye yang pandai ilmu beladiri. "Aku melihat ada mobil sport di samping rumah, cepatlah bawa Max ke sana. Segera aku akan menyusul." Jordan berbisik pada Lagertha yang tatapan matanya ragu, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Kaye itu licik. bantu Kai ..." Maximus berkata sangat pelan yang langsung dimenge
Bagian depan pintu masuk gelap. Percikan cahaya terlihat jauh di dalam ruangan yang sepertinya itu adalah cahaya lilin.Jordan memberi kode untuk ia masuk lebih dulu ke dalam rumah, Lagertha di tengah dan bagian belakang Kai yang waspada akan sekelilingnya.Baru saja Jordan masuk ke dalam ruangan, wajahnya langsung terteleng ke samping. sebuah tinju dengan tenaga besar sangat kuat menghantam rahangnya hingga berderak.Perkelahian tidak dapat dielakkan. Jordan menutup pintu di belakangnya agar Lagertha tidak masuk dulu bersama Kai.Sang pria di dalam rumah kembali melayangkan pukulan ke arah Jordan, tetapi pemuda itu telah merunduk dan needle di tangannya dengan cepat menusuk perut sang pria yang ia gerakkan ke samping untuk merobek tanpa ampun.Mereka harus cepat, Jordan tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ia menarik needle dari perut sang pria yang terduduk menekuk lutut di lantai setelah memburai isi dalam perutnya ke
Jordan masih terbaring menengadah, melihat titik-titik air hujan yang jatuh melewati dedaunan lebat di atasnya. Hujan lebat kembali mereda berganti gerimis. Namun Jordan belum ingin bangkit dari posisi tidur telentangnya. Beberapa burung sudah keluar berkicau dan tupai serta monyet bersenda gurau di atas pepohonan. Jordan memperhatikan semuanya. Ia juga merasakan pil yang dijejali Zero masuk ke dalam mulutnya sudah mulai bekerja dari dalam, membuat pernapasan jadi teratur pun peredaran darahnya semakin lancar. "Pejamkan matamu, tebaslah titik-titik air tanpa membasahi tangan!" terngiang dalam kepala Jordan arahan dari Keigo, Papa kandungnya sewaktu ia masih dalam penjara tengah pulau. Jordan juga teringat ketika tadi Zero mengatakan, ""Latih fokusmu menebas titik-titik air hujan! JIka tidak, kau tak pantas mendapatkan istri cantik seperti Lagertha Connor!" Pria bertopeng itu juga menyebut Jordan, lamban, lemah dan tatapan kedua matanya terlihat sangat meremehkan Jordan. Perlahan
Hujan masih gerimis besar-besar yang bisa membuat tubuh seseorang basah kuyup jika lima menit saja berada di luar ruangan. "Aku akan siapkan sarapan untukmu," ucap Lagertha pada Jordan, telah berganti pakaian dengan sangat cepat setelah bercinta dan mereka mandi bersama membersihkan diri. "Nanti saja. Aku belum lapar." tolak Jordan seraya menyambar cepat pinggang ramping Lagertha untuk ia ciumi samping lehernya sambil mengendus aroma wangi tubuh istrinya itu. Lagertha sudah sangat paham kebiasaan Jordan yang akan mengendusnya jika ingin minta sesuatu. "Katakan, kamu mau apa dan kemana? Bersama siapa?" Lagertha meraih dan menangkup wajah berbulu maskulin Jordan untuk ia bawa menatapnya. Maximus sedang pergi mengontrol pengiriman 'paket-paket' dari organisasi mafia yang juga mereka sebut organisasi Jola. Sedangkan Marco setiap pagi hingga siang atau sore hari akan menghandel pekerjaan di perusahaan dan Jasper melakukan inspeksi lokasi untuk mendirikan pabrik di wilayah Asia bersama
Jordan mengerjakan dan memantau pekerjaannya dari kediaman. Ia semakin giat berlatih dan membuat tubuhnya bugar selalu. Ini adalah hari ke tujuh sejak pertemuan Jordan dan Zero di dalam hutan, belum ada tanda-tanda Zero datang berkunjung lagi. Pagi ini hujan turun cukup deras, namun tidak mengurungkan niat Jordan untuk melakukan inspeksi rutin setiap hari dengan waktu tak menentu memeriksa sekeliling kediaman. "Aku sudah siapkan air hangat untukmu berendam," Lagertha langsung menyambut Jordan di depan pintu belakang kediaman dengan jubah handuk di tangannya. Jordan menerima jubah handuk untuk ia lilitkan ke tubuh basahnya seraya memberikan kecupan ke pipi Lagertha yang berjingkat meringis karena merasakan dingin dari bibir Jordan sementara pria itu terkekeh rendah. "Dimana Joshua?" "Tidur lagi dengan Vanessa setelah sarapan." Lagertha menjawab sambil mengikuti langkah kaki Jordan menaiki tangga menuju lorong kamar. Jordan mampir ke kamar Joshua yang hanya digunakan di waktu sia
Jordan tiba-tiba terbangun dari tidur, mendapati Lagertha masih terlelap dalam dekapannya. Jordan bangkit perlahan, memindai sekelilingnya yang sinar lampu sangat temaram,, celingukan mencari Joshua yang ia lupa jika bayi tampan itu tidur bersama Samantha. Seakan terhubung dengan Jordan, Joshua terdengar merengek manja ikut terbangun di kamar Samantha. Jordan sudah berjalan ke depan pintu kamar Samantha terbangun oleng berusaha membujuk Joshua yang sedikit rewel. "Berikan padaku," Jordan sudah membuka pelan pintu kamar Samantha. Joshua di gendongan Samantha langsung mengulurkan lengan gempalnya ke arah Jordan yang tersenyum lembut meraih bayi tampan itu dan menghapus jejak airmatanya. "Dia belum terbiasa tidur berpisah dengan kami, aku akan membuatkannya susu dan membawanya tidur ke kamar." tutur Jordan yang akhirnya dianggukkan Samantha. "Terima kasih, Jordan." Samantha tetap merasa perlu berterima kasih pada suami keponakannya yang begitu sangat bertanggung jawab juga lembut dal