Reynald lantas bergegas meninggalkan gerombolan karyawannya yang masih menggosipkan dirinya itu."Dasar perempuan gak tau terima kasih! Memangnya siapa yang sering marah-marah nggak jelas? Aku marah sama dia juga ada alasannya. Kalau aja dia nggak bikin aku kehilangan project besar, aku juga nggak akan ngomelin dia tiap hari!" gerutu Reynald dalam hati."Dia bilang dia nggak suka sama aku? Lah emang dia pikir aku suka sama dia gitu? Dia bahkan sama sekali bukan tipe cewek yang aku suka!" Reynald terus mengoceh di dalam hati. Ketiga wanita itu benar-benar tidak tahu kalau Reynald mendengarkan pembicaraan mereka. Rania juga masih sibuk mengumpati Reynald dan mengungkapkan kebenciannya pada bosnya itu."Tapi Bos sekarang udah berubah, ‘kan? Kamu jangan terlalu benci sama si Bos, nanti kalau kamu sampai suka sama Bos, baru tahu rasa!" celetuk Vira terkekeh."Ngapain juga aku suka sama Pak Reynald? Aku masih waras, Vira! Meskipun aku nggak punya kriteria khusus soal laki-laki, tapi yang j
"Ini kan ... tagihan rumah sakit punya Ayah?" gumam Rania shock saat melihat kertas itu ada di ruangan bosnya. "Aku nyari-nyari kertas ini di rumah sakit gak ketemu. Kenapa kertasnya bisa sampai di sini?" Rania benar-benar bingung dan heran. Bagaimana kertas itu bisa sampai ke tempat kerjanya?Namun, saat Rania tengah memandangi kertas tersebut, tiba-tiba Reynald masuk dan mengejutkan Rania."Kamu ngapain di sini!" seru Reynald menegur Rania.Rania segera menyembunyikan kertas itu dari Reynald. "Katanya Bos manggil saya?"Reynald menatap Rania sembari memicingkan mata. "Rania nyembunyiin apa, tuh?" batin Reynald."Nggak jadi! Sana balik kerja!" seru Reynald kemudian."Nggak jadi? Maksudnya?" tanya Rania bingung."Saya udah nggak ada perlu lagi sama kamu! Buruan sana pergi!" usir Reynald dengan ketus.Rania tidak berani bertanya mengenai surat tagihan dari rumah sakit milik ayahnya yang bisa berada di ruangan Reynald. Wanita itu segera keluar dari ruangan Reynald. Rania mencoba membuat
Andre nampak gugup. Meski begitu, pria itu tetap menuruti keinginan Rania yang ingin berbicara empat mata."Mau ngomong apa, Bu?"Rania mengeluarkan kertas tagihan dari rumah sakit kemudian memperlihatkannya pada Andre. "Apa Pak Andre tahu apa ini?" tanya Rania.Andre membaca nama pasien yang tertera dalam kertas tersebut. Jelas sekali Andre tahu kertas apa itu, tapi Andre harus berpura-pura bodoh di depan Rania sesuai dengan permintaan Reynald."Kertas apa ini?" tanya Andre berpura-pura tak mengerti."Tolong jujur aja, Pak! Pak Andre tahu ‘kan, siapa orang yang namanya Bagas di kertas ini."Andre berusaha mengelak. Meskipun Rania sudah memojokkan pria itu, tapi Andre tetap terus berkilah.“Pak Reynald yang udah bayar tagihan rumah sakit ayah saya, kan? Tolong ngaku aja, Pak. Setiap hari saya mencari orang yang bayarin biaya rumah sakit ayah saya. Tolong jangan persulit saya, Pak!" pinta Rania."Saya kurang tahu soal itu, Bu Rania. Kalau Ibu mau tahu, Ibu bisa tanya sendiri sama Pak R
Reynald menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh ke arah Rania sembari melempar tatapan tajam pada pria itu."Kamu bilang apa?""Tolong jujur, Pak! Bapak yang udah bayarin biaya rumah sakit ayah saya, kan? Dari mana Bapak tahu kalau ayah saya masuk rumah sakit? Apa Bapak kenal dengan ayah saya? Kenapa Bapak mau bayarin tagihan rumah sakit ayah saya?" Rania mencecar Reynald dengan banyak pertanyaan sekaligus.Reynald tentu saja akan mengelak semua perkataan dan pertanyaan yang ditujukan oleh Rania itu. Entah mengapa pria itu tidak ingin Rania tahu kalau dirinya menaruh perhatian lebih pada Rania. Mungkin rasa gengsi lah yang membuat Reynald memilih untuk menutupi semuanya."Saya nggak kenal sama ayah kamu. Buat apa juga saya bayarin tagihan rumah sakit ayah kamu?" sinis Reynald. "Jangan ganggu saya. Saya sedang sibuk! Mendingan kamu cari orang lain aja yang mau ladenin pertanyaan konyol darimu itu!""Kalau bukan Bapak yang membayar biaya tagihan rumah sakit pada keluarga saya, lalu ke
Reynald menyerah. Pria itu tak mampu lagi mendengar ocehan Rania yang rak berhenti sejak tadi "Oke, saya ngaku! Ya, memang benar saya yang udah bayar tagihan rumah sakit ayah kamu. Saya nggak sengaja melihat kamu di rumah sakit dan saya nemuin kertas itu jatuh di lorong rumah sakit," ujar Reynald jujur.Rania menghela napas sejenak. "Akhirnya ngaku juga dia," batin Rania."Kenapa Bapak tidak berterus terang kepada saya? Kenapa Bapak nggak langsung ngasih tahu saya? Dan kenapa juga bapak lakukan hal itu? Bukankah Bapak tidak suka dengan saya? Lalu kenaoa Bapak mau menolong keluarga saya?” Rania mencecar Reynald dengan beberapa pertanyaan yang selama ini mengganjal di hatinya.“Karena rasa kemanusiaan,” jawab Reynald singkat padat dan jelas.“Apakah Bapak kenal dengan keluarga saya? Kenapa Bapak begitu peduli dengan keluarga saya? Kenapa Bapak mau mengeluarkan uang yang segitu banyaknya hanya untuk membantu keluarga saya?” tanya Rania lagi.“Kan sudah saya bilang, ATAS DASAR KEMANUSIAA
“Ya ampun gila! Itu cowok sengaja atau gimana, sih! Awas aja kalau dia macem-macem sama aku!” Rania terus mengoceh di dalam hati.Pandangan matanya tak berkedip menatap tubuh sixpack pria yang tak jauh darinya. Reynald tak peduli meskipun Rania melihat perut kotak-kotaknya itu. Reynald kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, sedangkan Rania masih berada di tempat yang sama dengan mata yang terus tertuju pada Reynald.Beberapa saat kemudian Reynald keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut handuk yang dibelitkan di pinggangnya. Rania menoleh saat ia mendengar suara pintu terbuka. Lagi-lagi wanita itu disuguhkan dengan pemandangan yang menggoda. Rania bahkan tak sadar jika mata Reynald sempat melirik sekilas ke arah wanita itu. Pria itu tersenyum miring saat mengetahui Rania yang tengah memandangi tubuhnya. Dengan sengaja Reynald berjalan ke arah lemari untuk memilih pakaian yang akan ia kenakan. Setelah mendapatkan baju dan celana yang akan ia pak
Jantung Rania dan Reynald berdegup kencang begitu Bella, ibu dari Reynald itu mendekat ke arah Rania. Rania dan Reynald takut jika Bella akan memarahi Rania habis-habisan. Jika Reynald yang memarahinya, Rania bisa menerima atau bahkan melawannya, tetapi jika ibu Reynald yang memarahi dirinya dan mencaci makinya, Rania mungkin tidak akan mampu menahan rasa sakitnya, dan Rania pasti akan sulit melupakan rasa sakitnya.Namun, apa yang Rania khawatirkan ternyata tidak terjadi. Bella justru mengusap rambut Rania dengan lembut. "Kamu tidak di apa-apain sama Reynald, kan?" tanya Bella.Rania spontan mendongak secara perlahan. Wanita itu melihat wajah ibu dari bosnya yang tampak masih sangat cantik meski usianya tak lagi muda. Bella tersenyum tulus menatap Rania. Rania lantas menggeleng. "Enggak kok, Bu. Maaf," Rania kemudian kembali menundukkan kepalanya lagi."Maaf untuk apa?" tanya Bella."Maaf untuk kesalahpahaman ini. Sebenarnya saya yang salah karena tadi saya tidak sengaja tersandung
Irene dan Leon terkejut begitu pintu kamar hotelnya terbuka lebar dan memperlihatkan seseorang yang menatap tajam pada mereka dengan tangan terlepas. Sorot mata tajamnya terlihat penuh emosi. Dadanya naik turun, rahangnya mengeras hingga giginya bergemelutuk menahan amarah.Leon segera memakai celananya dan memaki Reynald dengan kata-kata kasar, sedangkan Irene menutupi tubuhnya dengan selimut tebal yang ada di ranjang kamar hotel itu.“Lo gak punya otak, ha! Masuk kamar orang sembarangan! Ngerusak acara orang aja!” bentak Leon.“Lo tuh yang nggak punya otak!! Dia cewek gua anj*ng!” balas Reynald menggebu.“Terus apa hubungannya sama lo? Cewek lo sendiri yang mau sama gua.” Leon tersenyum remeh mengejek Reynald.“Bangs*t!!”Bug!!Bug!!Reynald meninju wajah Leon hingga Leon tersungkur di lantai dengan mengeluarkan darah dari hidung dan ujung bibirnya.“Rey … stop, Rey!” Irene berlari ke arah Reynald sambil menangis, kemudian meminta Reynald menghentikan aksinya.Tak menggubris, Reynal