Sesampainya di tempat yang telah ditentukan, Reynald dan Rania segera turun dari mobil. Keduanya berjalan beriringan menuju meja tempat bertemu dengan klien. Baru saja keduanya duduk di bangku yang telah dipesan oleh Reynald, klien itu datang. Reynald dan Rania sontak kembali berdiri dan menyambut klien mereka. “Selamat pagi, Pak Reynald. Bagaimana kabarnya?” sapa klien Reynald.“Baik. Sangat baik. Silakan duduk, Pak.” “Ini sekretaris barunya atau calon Pak Reynald, nih?” tanya klien itu saat bersalaman dengan Rania.Rania yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh klien itu pun mencoba menyanggahnya. Takut jika Reynald tersinggung. “Ah, saya–” Belum selesai Rania berbicara, Reynald lebih dulu memotongnya. “Dia sekretaris pribadi saya,” ucap Reynald tersenyum.“Oh, pantes. Hahahaha. Ya ya ya, saya mengerti.” Klien itu spontan tertawa. Mengerti maksud dari ucapan Reynald, sedangkan Rania justru mengerutkan keningnya merasa bingung kenapa orang itu tertawa.****“Udah dari tadi
Saat ketiga orang itu sedang fokus membicarakan perkembangan bisnis kain di perusahaan Reynald, tiba-tiba seorang wanita misterius datang dan mengetuk pintu ruangan Indira.“Masuk!” seru Indira mempersilakan.Wanita misterius itu pun masuk ke dalam ruangan Indira dengan langkah percaya dirinya bersama dengan seorang office girl yang kebetulan juga berada di depan pintu ruangan Indira. Rania menoleh sesaat untuk melihat orang yang datang tersebut, kemudian kembali fokus pada percakapan antara Reynald dan Indira.Wanita misterius itu tampak berjalan beriringan bersama dengan office girl tersebut, kemudian office girl itu meletakkan kopi yang ia buat di meja yang ada di depan ketiga orang itu, sedangkan Irene berdiri di samping office girl itu.Pembicaraan spontan terhenti saat office girl tersebut mempersilakan para tamu untuk meminum kopi yang telah ia buat. “Silakan diminum, Pak, Bu!” ucap office girl itu dengan ramah.Reynold menoleh menatap depan. Di mana office girl itu berdiri dan
“Udah lama kerja sama Reynald?” tanya Irene seraya berdiri di samping Rania dan merapikan penampilannya.“Lumayan, Mbak!” jawab Rania. Wanita itu terpaksa harus berbohong sebab Rania melihat Irene ini agak sedikit sombong.“Oh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Irene.“Mbaknya udah kenal sama Pak Reynald?” tanya Rania yang sengaja memancing Irene.“Ya. Kami sudah kenal cukup lama. Sangat lama, dan sangat kenal,” jawab Irene sombong.“Oh.” Rania mengangguk.“Reynald belum punya pacar, kan?” tanya Irene.“Kalau itu saya tidak tahu, Mbak. Karena itu bukan wewenang saya untuk mengurus hidup orang lain,” ujar Rania yang mampu merubah ekspresi wajah Irene.Wanita itu tampak kesal mendengar jawaban dari mulut Rania. Rania seolah seperti sedang menyindir Irene. Rania kemudian pamit untuk kembali ke ruangan Indira, sedangkan Irene justru mengepalkan tangannya seraya menatap punggung Rania yang semakin menjauh.***Setelah dari toilet Reynald memutuskan untuk kembali ke kantor bersama Rania. Pr
Rania yang terkejut mendengar suara beling pecah pun lantas menoleh ke arah bosnya dan melihat telapak tangan Reynald yang mengeluarkan darah.Rania lantas bergegas mengambil sapu tangan di tasnya dan berlari ke meja Reynald. Mengelap telapak tangan Reynald yang penuh dengan darah. “Ya ampun, Pak! Kenapa bisa gini?” panik Rania. Namun, Reynald hanya diam membisu dengan tatapan kosongnya. Terlihat jelas mata pria itu yang tenah memancarkan emosi.Rania kemudian berlari mengambil betadine dan kain kasa guna membelitkan luka di tangan Reynald. Dengan pelan dan telaten, Rania mengobati luka itu. Setelah selesai mengobati tangan Reynald, Rania segera membersihkan beling-beling yang berceceran di lantai.Tatapan Reynald masih terpaku pada pikirannya. Pria itu bahkan tak sadar jika Rania sudah mengobati luka di tangannya, dan Rania juga yang membersihkan pecahan-pecahan beling itu.Rania lantas kembali ke mejanya setelah selesai membersihkan pecahan-pecahan gelas kaca itu. Namun, belum sampa
"Aaaaaww!!" Rania menjerit saat kopi panas miliknya tumpah ke pakaian seorang pria yang tak ia kenali. Lelaki itu bahkan sampai memekik kencang hingga ia tak sengaja melepas berkas dan juga ponsel yang ada di dalam genggaman tangannya."Ya ampun! Maaf, Mas, saya tidak sengaja," seru Rania panik.Tidak hanya mengotori pakaian lelaki itu saja, ponsel dan berkas milik pria tersebut juga ikut terjun ke lantai dan terkena tumpahan kopi panas yang tadi dibawa oleh Rania. Wanita yang bernama lengkap Rania Putri itu pun seketika semakin panik melihat hal yang telah terjadi akibat kecerobohannya."Argh!! Sial!! Panas banget lagi." Lelaki berpakaian formal dengan mengenakan jas berwarna hitam itu segera membuka kancing baju kemeja di bagian tubuhnya yang memerah akibat tumpahan kopi panas tadi, supaya ia bisa mendapat angin untuk menghilangkan sedikit rasa sakit di bagian badan yang terkena kopi panas itu.Rania segera mengambil sapu tangan yang ada di dalam tasnya, kemudian membantu pria itu
Reynald yang sejak tadi terus mengocehi Rania dengan amarahnya yang menggebu itu sontak langsung terdiam saat mendapatkan sebuah tamparan keras dari tangan Rania.“Kamu kalau ngomong hati-hati, ya! Gak usah ngerendahin orang lai sembarangan bisa nggak!” sentak Rania membara.Wanita itu benar-benar sudah tidak bisa menahan amarah yang sejak tadi ia tahan. Ucapan Reynald benar-benar menggoreskan hatinya hingga terasa begitu sakit.Reynald mengangkat tangan kanannya untuk menampar balik wajah Rania. Namun, akal sehat Reynald masih berfungsi hingga pria itu menurunkan kembali tangannya dengan posisi terkepal. “Kalau kamu bukan perempuan, udah pasti kamu habis di tangan saya!” geram Reynald menunjuk Rania seraya menatap tajam mata wanita di hadapannya itu.Reynald benar-benar kesal pada wanita di hadapannya yang telah berani menyentuh dirinya. Apalagi Rania menampar wajah Reynald yang tampan rupawan itu. Hari Reynald menjadi kacau. Berkas-berkas penting miliknya telah basah dan kotor akibat
Apa yang ditakutkan Rania benar-benar terjadi. Reynald meminta ganti rugi kepadanya. Rania menghela napas sejenak. Wanita itu sudah lelah meladeni Reynald. Rania juga harus segera bergegas ke tempat kerjanya agar ia tidak terlambat.Rania kemudian mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan dua lembar uang berwarna hijau dan oren kepada Reynald. Hanya itulah ganti rugi yang bisa Rania berikan untuk pria cerewet di hadapannya. "Ini, Mas. Anggap aja buat ganti biaya laundry jas Mas yang kena kopi," ucap Rania memberikan uang ganti rugi pada Reynald. "Saya udah ganti rugi ya, jadi kita impas. Tolong anggap semuanya selesai sampai di sini,” pungkas Rania.Reynald mengerutkan keningnya. Pria itu menatap remeh uang yang disodorkan oleh Rania. Uang yang diberikan oleh Rania memang tidak seberapa bagi Reynald, bahkan uang itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan harga jas yang sudah dikotori oleh Rania."Kamu tahu berapa harga setelan jas ini?" ujar Reynald dengan nada mengejek. "Uang kam
Dua orang karyawan yang akan menjadi rekan kerja Rania tiba-tiba datang menghampiri Rania dan menyapa Rania. Meski penampilan Rania agak acak-acakan, untungnya masih ada karyawan yang mau menyambut kedatangan Rania dengan baik. Wanita bernama Vira itu menyapa Rania dengan ramah.“Hai,” sapa Rania balik."Kamu staff junior CEO yang baru, ya?" tanya Vira pada Rania.Rania mengangguk, kemudian memperlihatkan senyum lebarnya pada dua wanita yang baru saja menyapanya itu. Rania lantas menyodorkan telapak tangannya untuk berjabat tangan, dan Rania mulai memperkenalkan dirinya."Perkenalkan, nama saya Rania. Ini hari pertama saya bekerja," ucap Rania antusias.Saat Vira akan menerima jabatan tangan Rania, Listy—sahabat Vira justru lebih dulu mengambil tangan Rania dan memperkenalkan dirinya kepada Rania."Selamat datang, Rania. Kenalkan aku Listy, dan ini sahabatku, Vira,” ucap Listy penuh semangat.Vira mencubit pergelangan tangan Listy karena selalu bertingkah usil dan membuatnya kesal, sed
Rania yang terkejut mendengar suara beling pecah pun lantas menoleh ke arah bosnya dan melihat telapak tangan Reynald yang mengeluarkan darah.Rania lantas bergegas mengambil sapu tangan di tasnya dan berlari ke meja Reynald. Mengelap telapak tangan Reynald yang penuh dengan darah. “Ya ampun, Pak! Kenapa bisa gini?” panik Rania. Namun, Reynald hanya diam membisu dengan tatapan kosongnya. Terlihat jelas mata pria itu yang tenah memancarkan emosi.Rania kemudian berlari mengambil betadine dan kain kasa guna membelitkan luka di tangan Reynald. Dengan pelan dan telaten, Rania mengobati luka itu. Setelah selesai mengobati tangan Reynald, Rania segera membersihkan beling-beling yang berceceran di lantai.Tatapan Reynald masih terpaku pada pikirannya. Pria itu bahkan tak sadar jika Rania sudah mengobati luka di tangannya, dan Rania juga yang membersihkan pecahan-pecahan beling itu.Rania lantas kembali ke mejanya setelah selesai membersihkan pecahan-pecahan gelas kaca itu. Namun, belum sampa
“Udah lama kerja sama Reynald?” tanya Irene seraya berdiri di samping Rania dan merapikan penampilannya.“Lumayan, Mbak!” jawab Rania. Wanita itu terpaksa harus berbohong sebab Rania melihat Irene ini agak sedikit sombong.“Oh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Irene.“Mbaknya udah kenal sama Pak Reynald?” tanya Rania yang sengaja memancing Irene.“Ya. Kami sudah kenal cukup lama. Sangat lama, dan sangat kenal,” jawab Irene sombong.“Oh.” Rania mengangguk.“Reynald belum punya pacar, kan?” tanya Irene.“Kalau itu saya tidak tahu, Mbak. Karena itu bukan wewenang saya untuk mengurus hidup orang lain,” ujar Rania yang mampu merubah ekspresi wajah Irene.Wanita itu tampak kesal mendengar jawaban dari mulut Rania. Rania seolah seperti sedang menyindir Irene. Rania kemudian pamit untuk kembali ke ruangan Indira, sedangkan Irene justru mengepalkan tangannya seraya menatap punggung Rania yang semakin menjauh.***Setelah dari toilet Reynald memutuskan untuk kembali ke kantor bersama Rania. Pr
Saat ketiga orang itu sedang fokus membicarakan perkembangan bisnis kain di perusahaan Reynald, tiba-tiba seorang wanita misterius datang dan mengetuk pintu ruangan Indira.“Masuk!” seru Indira mempersilakan.Wanita misterius itu pun masuk ke dalam ruangan Indira dengan langkah percaya dirinya bersama dengan seorang office girl yang kebetulan juga berada di depan pintu ruangan Indira. Rania menoleh sesaat untuk melihat orang yang datang tersebut, kemudian kembali fokus pada percakapan antara Reynald dan Indira.Wanita misterius itu tampak berjalan beriringan bersama dengan office girl tersebut, kemudian office girl itu meletakkan kopi yang ia buat di meja yang ada di depan ketiga orang itu, sedangkan Irene berdiri di samping office girl itu.Pembicaraan spontan terhenti saat office girl tersebut mempersilakan para tamu untuk meminum kopi yang telah ia buat. “Silakan diminum, Pak, Bu!” ucap office girl itu dengan ramah.Reynold menoleh menatap depan. Di mana office girl itu berdiri dan
Sesampainya di tempat yang telah ditentukan, Reynald dan Rania segera turun dari mobil. Keduanya berjalan beriringan menuju meja tempat bertemu dengan klien. Baru saja keduanya duduk di bangku yang telah dipesan oleh Reynald, klien itu datang. Reynald dan Rania sontak kembali berdiri dan menyambut klien mereka. “Selamat pagi, Pak Reynald. Bagaimana kabarnya?” sapa klien Reynald.“Baik. Sangat baik. Silakan duduk, Pak.” “Ini sekretaris barunya atau calon Pak Reynald, nih?” tanya klien itu saat bersalaman dengan Rania.Rania yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh klien itu pun mencoba menyanggahnya. Takut jika Reynald tersinggung. “Ah, saya–” Belum selesai Rania berbicara, Reynald lebih dulu memotongnya. “Dia sekretaris pribadi saya,” ucap Reynald tersenyum.“Oh, pantes. Hahahaha. Ya ya ya, saya mengerti.” Klien itu spontan tertawa. Mengerti maksud dari ucapan Reynald, sedangkan Rania justru mengerutkan keningnya merasa bingung kenapa orang itu tertawa.****“Udah dari tadi
Tak lama mobil Reynald berhenti di sebuah toko. Reynald segera keluar dari mobilnya, sedangkan Rania yang bingung pun hanya diam membeku di dalam mobil. Reynald yang melihat Rania hanya diam pun memberikan kode lewat gerakan kepalanya agar Rania keluar dari kendaraan itu.“Pilihkan sepatu yang bagus untuk dia,” titah Reynald seraya menunjuk Rania yang masih berada di belakangnya. “Baik, Pak!” patuh pelayan itu.“Ukuran sepatunya nomor berapa, Kak?” tanya pelayan itu pada Rania yang kini menatapnya bingung.“Hah? Saya?” tanya Rania bingung.“Iya, Kak. Ukuran kaki kakak nomor berapa?” “Tiga puluh delapan. Kenapa, Mbak?”“Tidak apa-apa, Kak. Sebentar ya, saya carikan dulu,” ujar pelayan itu yang kemudian mengambil beberapa wedges dan high heels yang bagus dan cocok untuk Rania.Rania hanya diam berdiri menatap bos dan pelayan toko itu dengan bingung. Beberapa saat kemudian pelayan toko itu pun datang dengan membawa beberapa kardus yang isi di dalamnya adalah model sandal dan sepatu yan
“Pagi, Pak!” sapa Rania pada satpam penjaga kantor.“Pagi juga, Bu Rania,” balas satpam tersebut.Rania melangkah masuk ke dalam kantor. Tak lama disusul oleh seorang pria berbadan tegap yang juga baru datang.“Pagi, Pak!” siapa para satpam pada Reynald.“Pagi,” jawab Reynald.Rania yang sedang menatap layar teleponnya sedikit terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di sampingnya. Wanita itu sontak menoleh dan melihat siapa orang yang berada di sampingnya. Ternyata orang itu adalah bosnya.“Eh, Bapak,” nyengir Rania. “Pagi, Pak!” sambung wanita itu.“Segera bersiap. Sebentar lagi kita berangkat,” ujar Reynald tanpa menjawab sapaan dari Rania.“Baik, Pak.” Keduanya lantas menuju ke meja kerja mereka masing-masing. Namun, tiba-tiba Reynald memanggil Rania.***Seorang wanita memasuki gedung perusahaan besar dengan langkah anggun bak model ternama papan atas. Kacamata yang bertengger di hidungnya ia naikkan hingga di atas kepala. Semua mata tertuju padanya. Dengan angkuhnya
Reynald menoleh menatap ibunya yang ternyata juga sedang menatapnya dengan senyum yang begitu manis. Pria berusia 30 tahun itu mengerutkan keningnya melihat sikap sang ibu yang tampaknya sangat menyukai Rania. Padahal mereka baru bertemu satu kali.“Tidak. Dia dekil. Nyebelin. Keras kepala, dan–,” ucap Reynald menggantung.“Dan?” tuntut Bella agar Reynald melanjutkan ucapannya.“Ngangenin.” ***Rania berjalan ke ruang makan dengan langkah yang dihentakkan. Wanita itu kesal karena penampilannya selalu dinilai buruk oleh orang lain. Padahal menurutnya penampilan dirinya sudah kece dan cukup cantik, tetapi kenapa orang lain selalu tak suka melihatnya? Entahlah, Rania bingung.Wanita itu melahap sarapannya dengan diam. Tak ada percakapan antara dirinya dengan orang tuanya. Bagas yang melihat anak dan istrinya hanya diam membisu pun menatap mereka satu per satu. Keduanya tampak sedang fokus menyantap sarapannya. Terlihat jelas raut kesal di wajah Rania, sedangkan wajah Mirna tampak acuh
"Sudah siap!" Rania menatap pantulan dirinya di depan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Pagi-pagi sekali wanita itu sudah mandi dan bersiap dengan pakaian yang rapi dan cantik. Namun, sayangnya tampak seoerti ada yang kurang. Baju pemberian Reynald yang telah Rania pakai memang sudah menunjang penampilannya, tapi sayangnya wajah Rania tanpa polesan make up. Wanita itu hanya memakai lip tint berwarna merah di bibirnya. Ditambah lagi Rania tetap mengenakan sepatu kumal yang selalu ia pakai setiap harinya. Benar-benar tak habis pikir.Mirna, ibu dari Rania itu sontak menoleh saat melihat putrinya sudah keluar dengan berpakaian rapi, lalu menghampiri putrinya."Kamu udah mau berangkat, Ran?" tanya Mirna."Iya, Ma. Rania mau berangkat lebih awal," jawab Rania.Mirna memandang putrinya dari ujung kaki hingga sampai kepala Rania dengan dahi yang berkerut. Wanita paruh baya itu benar-benar tak habis pikir dengan penampilan putrinya yang terlihat aneh. Bagaimana tidak? Pasalnya Rania
“Sebenarnya dia itu orang yang juga sudah membantu membiayai pengobatan Ayah saat operasi kemarin,” ungkap Rania.Dengan terpaksa gadis itu harus berkata jujur pada orang tuanya, siapa orang yang telah membelikan baju-baju mahal pada dirinya agar kedua orang tuanya tidak salah paham.“Hah? Serius kamu, Ran? Kamu udah nemuin orang yang bantu biaya pengobatan Ayah?” Mirna terkejut setengah mati saat mendengar ucapan anaknya.“Iya, Bu. Rania udah tahu siapa orangnya.”“Siapa itu, Ran? Ayah mau ketemu sama dia, dong!” Bagas benar-benar penasaran dengan orang yang telah membantu menolong dirinya untuk biaya operasi di rumah sakit.“Jadi, ternyata orang yang udah bantu bayarin pengobatan Ayah itu adalah Bos di kantor Rania. Mungkin karena dia kasihan ngelihat Rania kesusahan cari pinjaman atau gimana, akhirnya dia mau bantuin Rania buat bayar biata tagihan rumah sakit kita.”“Oh jadi yang bayarin biaya rumah sakit Ayah itu bos kamu?” Mirna benar-benar tidak menyangka jika bos di tempat kerj