Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan.
"Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?"
"Ya."
"Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?"
"Ya."
"Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."
Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther.
"Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju.
"Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga tidak akan pernah menyukaimu," sahut Esther disertai senyuman di bibirnya.
"Bagus kalau kau memang sadar dari awal." Diandra menampilkan smriknya.
Mereka berdua menemui Ayah Diandra yang masih memalingkan wajahnya.
"Acaranya sudah selesai kan? Ayah harus bekerja!" Sambil merapikan jasnya dan melihat benda yang melingkar di tangannya. Pak Hamid atau bisa disebut sebagai Ayah dari Diandra seakan tidak tenang.
"Tunggu dulu, Ayah. Kau tidak akan menyambut menantumu?" Sahut Diandra. Sang Ayah hanya melirik sekilas Esther.
"Untuk apa Ayah harus menyambut menantu miskin itu? Sama sekali tidak menguntungkan bagi perusahaan! Kau terlalu bodoh, Diandra! Masih mending Nicole yang jelas-jelas bisa memberikan keuntungan untuk perusahaan kita!" Sindir Sang Ayah.
"Jangan membicarakan Nicole didepan Istriku, Ayah,"
"Diandra benar, Ayah. Sekarang ini akulah yang sudah menjadi Istri dari Putramu, jadi jangan sebut nama gadis lain yang sudah kalah dari perjodohan yang Ayah lakukan sebelumnya," sahut Esther.
PLAK!
Satu tamparan diterima Esther hingga memalingkan wajahnya ke kiri.
"Ayah!" Bentar Diandra.
"Siapa kau? Tidak ada yang boleh memanggilku Ayah kecuali Putraku sendiri. Ingat itu, gadis miskin! Meskipun kau menikah dengan Putraku, jangan harap aku bisa baik padamu! Dasar gadis tidak tahu sopan santun!" Setelah mengatai Esther, lelaki paruh baya itu pun pergi dari hadapan mereka dengan tatapan marahnya.
"Kenapa tadi kau ikut-ikutan ngomong?" Diandra yang sedari tadi geram pun meluapkannya pada Esther.
"Memangnya tidak boleh? Aku kan hanya membantumu,"
"Tapi sikapmu itu sama sekali tidak menunjukkan kesopanan ketika berbicara dengam orang tua,"
"Lalu aku harus bicara sopan seperti apa lagi?" Diandra pun melihat sekeliling.
"Sudahlah, ayo kita ke sana untuk menyambut para tamu supaya mereka tidak curiga dan tidak ada wartawan yang melihat kita bertengkar,"
"Baiklah."
_
Sedangkan di sebuah kamar dengan interior yang lumayan luas nan megah itu terdapat seorang gadis yang baru saja datang dan langsung membanting pintu dan merusak barang-barang yang ada di kamar tersebut.
BRAK!
"AKKHHH!"
"Kenapa sih Diandra lebih memilih gadis itu daripada aku? Memangnya apa kurangnya aku? Aku mempunyai segalanya, barang mewah, perhiasan, wajahku pun lebih cantik dari pada gadis itu! Dan malam ini dia benar-benar membawa tunangannya? Bahkan cincin itu sudah melekat di jari manis gadis itu, AAKKKKH!" mengacak rambutnya kasar, emosi Nicole sudah di ambang batas.
"Aku yang menyetor dana di perusahaan Diandra adalah aku! Itu Aku! Bukan gadis itu. Bisa-bisanya Diandra malah sudah bertunangan lebih dulu dengan gadis itu. Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku akan mencari cara untuk memisahkan mereka, ya, harus itu."
"Aku tidak terima jika Diandra menolakku begini. Aku akan membuatnya terjebak oleh kata-katanya sendiri. Aku bisa memanfaatkan kekayaanku untuk membuat perusahaan Diandra bangkrut dan dia pasti akan mengemis padaku seperti Ayahnya waktu itu." menampilkan senyuman smirknya dan tatapan mata penuh dendam, kedua bola mata itu mulai sedikit berair dan kedua tangannya mengepal. Nicole seakan ingin menangkap mangsa yang akan dia terkam.
"Meskipun mereka sudah bertunangan sekarang, bukan berarti aku tidak bisa ke kantor Diandra, bukan?" Ide licik Nicole pun muncul.
_
Diandra dan Esther sudah sampai di sebuah apartemen tipe loft yang terdiri dari 2 lantai saja. Mereka masuk ke dalam apartemen dengan Esther yang membawa tasnya sendiri di gendongan tanpa bantuan Diandra. Pertama kali masuk, bisa dilihat oleh Esther bahwa begitu mewahnya semua barang-barang yang ada di dalam apartemen tersebut. Sofa empuk seperti di kantor bosnya itu, juga interior seperti lampu, tembok dengan cat warna putih terlihat lebih estetik dan sangat enak dipandang.
"Wah, semuanya mewah.." tak henti-hentinya Esther memuji keindahan dalam apartemen pribadi milik Diandra
"Jelas, maka dari itu jangan sampai kau merusaknya," seketika ekspresi Esther yang tadinya senang, menjadi datar.
"Aissh, masih saja berpikiran jelek kau," sindir Esther dengan mata memicing.
"Ya siapa tahu orang miskin sepertimu itu merusak barang-barang di apartemenku,"
"Tenang saja, aku tidak akan menyentuh apapun. Toh juga kan aku akan tetap bekerja di kantormu. Jadi aku tidak perlu menyentuh barang-barang antik itu,"
"Kata siapa kau boleh bekerja di kantorku?"
"Memangnya tidak boleh? Bukannya aku sudah diterima sebagai staff admin?"
"Kau sudah terikat perjanjian padaku, kita sudah menikah, dan aku tidak mengizinkanmu untuk bekerja!" Diandra menyedekapkan kedua lengannya di dada.
"Enak sekali kau bilang begitu, huh? Lagian kita menikah kan hanya pura-pura, kenapa harus sampai melarangku untuk tidak bekerja?" Kesal Esther.
"Sudahlah, jangan banyak tanya dan bacalah kembali kontrak kerja yang sudah kau tanda tangani itu. Kau punya dokumen salinannya kan?" setelah mengatakan itu, Diandra berjalan mendahului Esther yang sudah mengepalkan tangan kanannya diarahkan ke arah kepala belakang Diandra yang jelas itu tidak akan pernah terlihat oleh lelaki itu karena tidak kena.
'Kalau saja kau bukan bosku, mungkin aku sudah membunuhmu, dasar lelaki menyebalkan! Membuatku terikat perjanjian pernikahan dengannya, ditambah lagi sikapnya yang tidak ada manis-manisnya padaku membuatku ingin memukulnya. Sabar Esther.. demi uang kau harus tahan dengan semua penghinaannya.' batin Esther.
"Ini kamarmu, maaf jika tidak terlalu luas. Tapi di sini sudah tersedia AC, dan remotenya ada di meja dekat kasur. Lemari juga sudah ada di sana lengkap dengan barang-barang lainnya," Esther sempat melebarkan matanya ketika Diandra mengatakan 'maaf' yang mana kata itu sangatlah mustahil diucapkan lelaki itu. Melihat-lihat ruangan yang akan menjadi kamarnya tersebut, kemudian keluar kembali.
"Ya, sangat bagus, aku mneyukainya. Terima kasih atas tumpangannya, dan sekarang saatnya aku istirahat, aku sangat lelah, bye!"
BRAK!
"Dasar gadis kampungan! Seenaknya saja membanting pintu kamar apartmenku!"
"Astaga... pusing sekali kepalaku memikirkan ini." Diandra mengurut keningnya yang mulai terasa pening.
Tring~
Suara ponsel pun mengejutkan Diandra.
"Nicole?" Diandra pun mengangkatnya.
"Ada apa?"
"Kau lupa Diandra, sahammu yang waktu itu, aku tidak jadi membelinya. Semua kerjasama kita batal!"
"Oh bagus, jadi aku tidak perlu terikat denganmu,"
"Kau jangan senang dulu. Foto tentang kemesraan kita waktu itu, aku baru saja mengunggahnya di media. Namamu akan hancur, Diandra! Hahahaha!"
Menahan amarahnya, kedua tangan itu terkepal erat dan segera menutup telepon Nicole.
"Aku tidak akan membiarkanmu menang, Nicole!"
.
Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven."Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.Flashback"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid."Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra...""Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunang
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut."Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya."Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya."Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama s
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven."Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.Flashback"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid."Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra...""Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunang
Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan."Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?""Ya.""Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?""Ya.""Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther."Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju."Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga t
Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut."Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya."Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya."Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama s