Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut.
"Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya.
"Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya.
"Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama sekali tidak ada niatan untuk membuka matanya lelaki paruh baya itu menjawab pertanyaan putranya.
"Baik? Baik dari mana jika meminta imbalan untuk menikahinya, Ayah? Itu semua terlihat murahan di depan mataku," sahut Putranya remeh dengan gestur tubuh yang membelakangi Sang Ayah menyedekapkan kedua tangannya.
"Jaga bicaramu itu, Diandra! Ayahnya adalah penyetor saham terbesar di perusahaan kita, ingat itu!" peringat Sang Ayah yang sudah membuka matanya dan dengan mengacungkan jari telunjuknya.
"Lalu aku harus menurutimu untuk menikah dengan Nicole, begitu?"
"Ayah yakin, kau tidak bodoh, Diandra. Hidup ini butuh uang. Apapun bisa dilakukan jika ada uang. Kalau kau menyayangi Ayah, kau harus menikah dengan Nicole. Lagian kan kau tidak punya kekasih, bukankah itu sangat mudah untukmu? Ayah tidak mau tahu, yang jelas kau harus datang ke acara pertunanganmu 4 hari lagi, tepatnya hari Sabtu malam di restaurant 'Heaven'. Kau harus datang dan bertemu dengan Tuan Aldrin," setelah mengatakan itu, lelaki paruh baya itu berdiri, berniat untuk meninggalkan sang putra. Putranya itu justru berbalik menghadap ke arahnya.
"Bagaimana jika aku punya kekasih?" pertanyaan itu membuat mata lelaki paruh baya tadi melebar tak percaya.
'Sejak kapan Diandra punya kekasih tanpa sepengetahuanku? Aku tidak bisa membiarkan ini!' batinnya Kemudian Ia menoleh ke arah Putranya.
"Kau punya kekasih?"
"Ya, aku akan mengenalkannya pada Ayah tepat pada saat acara pertunangan itu,"
"Jangan gila kau! Tuan Aldrin bisa membatalkan kerjasama dan menarik seluruh uang saham perusahaan kita!" Peringat Sang Ayah.
"Aku tidak peduli, aku hanya ingin menikah dengan gadis yang aku cintai, bukan dengan gadis murahan pilihan Ayah!" Diandra pun kemudian berniat untuk meninggalkan ruangan tersebut, namun Ia mendengar suara rintihan sang ayah.
"Akh! Diandra... tolong Ayah.." Sang Ayah memegangi dadanya sebelah kiri dengan badan yang sudah merosot ke lantai. Sontak yang namanya terpanggil itu pun segera menolongnya karena panik. Takut jika terjadi hal yang lebih serius pada kesehatan Ayahnya.
"Astaga! Ayah kenapa? Aku panggilkan dokter Ridwan andalan keluarga kita ya." Sang Ayah mengangguk. Diandra pun menelepon Dokter Ridwan yang dimaksudkannya tadi.
_
Di sebuah perusahaan Mebel, Diandra sengaja mengundang seorang pegawai barunya ke ruangannya. Siapa lagi jika bukan Esther yang sekarang duduk di sofa memanjang ada di ruangan bosnya.
"Ada apa Anda memanggil saya, Pak?" Jelas, jika di kantor, Esther akan bersikap lebih sopan di depan bosnya, tidak seperti waktu di luar kantor. diandra menyerahkan seperti dokumen penting yang diserangkan pada Esther.
"Apa ini?" Tanya Esther yang masih bingung dengan bosnya. Bukankah jika ini harusnya menjadi hari pertama kalinya bekerja? Kenapa bosnya malah memberikan dokumen? Pikirnya.
"Tandatangani itu jika kau ingin bekerja disini," perintahnya. Segera Esther membuka isi dari dokumen di tangannya. Bisa jadi si bosnya ingin mengerjainya lagi seperti waktu di cafe.
"Apa? Kenapa ini isinya bukan tentang kontrak kerja?"
"Itu kontrak kerjasama, mau atau tidak? Aku berani menggajimu dua kali lipat dan kubayar sekarang juga jika kau mau menuruti apa yang aku inginkan di surat perjanjian itu,"
"Tapi... pura-pura menjadi tunanganmu? Sedangkan aku melamar kesini untuk menjadi Staff Admin bukan untuk menjadi tunangan pura-pura," sindir Esther.
"Bahkan posisi sebagai Staff Admin tidak akan membuatmu mendapatkan uang 300 juta dalam sekejap,"
"Ya... tapi kan..." Esther menggaruk tengkuknya yang mendadak gatal sambil berpikir.
'300 juta tidak sedikit untuk aku bisa mendaftar kuliah bahkan hingga lulus, juga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak kedepannya bukan? Tapi bagaimana jika Bibi memintanya?' Pikir Esther yang membuat Diandra kesal karena berbicara dengan gadis yang sedang melamun.
"WOY! Malah melamun aja, bagaimana?"
"Ya, aku mau!"
"Bagus, cepat tanda tangani, maka aku akan mentransfer uangnya." Esther mengangguk dan menandatangani kertas yang berisi kontrak kerjasama dengan Diandra. Yaitu menjadi tunangan pura-puranya supaya tidak dijodohkan dengan Nicole.
.
Sabtu malam, tempat pertemuan antara keluarga Nicole dan dan keluarga Diandra seharusnya datang di sebuah restaurant 'Heaven'. Dengan ramah, Tuan Hamid, Ayah dari Diandra menyapa calon besan sekaligus calon menantunya. Tentunya di ruangan VIP restaurant tersebut supaya lebih privasi.
"Mari duduk, Tuan Aldrin, Nicole," sapanya dengan psenyuman.
"Kira-kira jam berapa Diandra akan datang, Tuan Hamid?"
"Dia sedikit terlambat, biasalah, mengurus kantor pasti akan sangat sibuk. Yang sabar ya, Nicole, Tuan Aldrin," mereka berdua pun mengangguk. Baru saja berbincang-bincang, tiba-tiba yang mereka bicarakan pun datang.
"Aku sudah datang," sontak semua orang memandangnya yang sedikit membenarkan jasnya.
"Woah kau Putramu terlihat gagah dan tampan, Tuan Hamid,"
"Ya begitulah,"
"Diandra? Aku sudah menduga, kau tidak akan menolakku," dengan ekspresi sombongnya, Nicole pun tersenyum lebar dan berdiri dari posisi duduknya. Kemudian menghampiri Diandra.
"Tapi aku tidak sendiri. Aku membawa tunanganku. Esther, sini sayang." Seketika Nicole menghentikan langkahnya karena terkejut dengan apa yang baru saja Diandra katakan. Kedua matanya melebar tak percaya. Begitu pula dengan dua lelaki paruh baya yang saling berpandangan.
Seorang gadis dengan setelan dress se-lutut berwarna cokelat yang elegan dengan kerah V neck hingga memperlihatkan sedikit pundaknya, juga perhiasan seperti kalung dan anting dari berlian membuatnya terlihat sangat cantik. Rambutnya digerai dan sedikit menutupi bagian pundak kanannya. Begitu pula dengan gelang dan tas yang ada di tangannya membuat kesan mewah ada dalam diri Esther. Bahkan Esther sendiri pun masih tidak percaya bahwa dirinya bisa secantik ini.
'Astaga, aku sangat malu. Bagaimana jika Ayah Diandra dan semua orang membenciku?' bantin Esther yang merasa gugup. Diandra yang tahu itu pun segera menggenggam tangan kanan Ester dengan erat, bahkan kedua mata Esther pun melihat ke arahnya.
"Ini tunanganku, Ayah."
DEG!
.
Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan."Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?""Ya.""Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?""Ya.""Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther."Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju."Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga t
Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven."Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.Flashback"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid."Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra...""Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunang
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven."Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.Flashback"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid."Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra...""Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunang
Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan."Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?""Ya.""Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?""Ya.""Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther."Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju."Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga t
Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut."Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya."Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya."Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama s