Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven.
"Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.
Flashback
"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid.
"Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra..."
"Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunangannya,"
"Jadi ini alasan kau menolakku, Diandra?" Cairan bening mulai menetes dari kedua netra milik Nicole sedari tadi ditahannya.
"Ya, inilah tunanganku. Aku berhak bahagia dengan pilihanku sendiri, bukan? Jadi tidak ada alasan lagi untuk aku au meneima pertunangan denganmu, Tuan Aldrin, Nicole. Maafkan saya. Saya sangat mencintai kekasih saya, yaitu Esther." Sandiwara yang dimainkan Diandra sangatlah ampuh dengan tatapan serius dan seakan-akan dirinya dan Esther seperti pasangan yang memang bahagia untuk ke jenjang yang lebih serius.
"Tinggal menunggu hari saja, kita berdua akan segera menikah, iya kan, Sayang?" Diandra sengaja melirik Esther yang masih terlihat gugup.
"I.. iya, benar begitu."
Mereka berdua saling menatap dalam netra masing-masing dengan sentuman tulus itu hingga membuat Nicole dibakar api cemburu. Gadis itu tiba-tiba mendatangi dimana Esther dan Diandra berdiri.
"Apa? Tidak! Kau jangan bercanda, Diandra! Kau hanya boleh menikah denganku!" balas Nicole tidak terima. Ia pun menampar keras pipi kanan Esther hingga berbekas merah di sana.
PLAK!
"Puas kau telah mengambil calon suami yang akan dijodohkan denganku?"
"Nicole!"
"Apa? Kau disini yang keterlaluan, Diandra! Aku tidak bisa terima ini. Lihat saja pembalasanku!"
"Ayo, Ayah. Kita pulang saja dari sini." Nicole menarik tangan Ayahnya dan segera keluar dari sana. Sedangkan Diandra masih mengkhawatirkan Esther dengan melihat pipi yang sudah memerah tersebut.
"Apakah sakit?" Esther mengangguk.
"Diandra, Ayah tidak percaya jika kau telah benar-benar menolak gadis yang Ayah pilihkan untukmu. Ayah kecewa padamu!" Kedua mata Tuan Hamid menatap tak suka pada Putranya dan Esther secara bergantian.
"Tenang, ini masih permulaan. Akan kupastikan kita akan sampai di jenjang pernikahan untuk membuat Nicole benar-benar lepas dari perusahaanku."
Flashback END
"Aneh, padahal Nicole cantik, tapi kenapa si bos menolak?"
"Hah... baiklah, aku akan tetap memakai cincin ini sampai pekerjaanku sebagai Istri Palsunya selesai. Tapi, bagaimana dengan kuliahku? Bukankah dia juga sudah berjanji untuk membiayai kuliahku? Dasar lelaki pelit!" Baru saja menggerutu seperti itu, suara ketukan pintu derdengar.
Tok! Tok! Tok!
"Kau sudah tidur?"
"Belum, memangnya kenapa?"
"Bisa keluar sebentar?"
Ceklek!
Mereka pun sekarang berada di ruang tamu yang di sana ada televisi besar dan tipis. Mereka sedang bermain game dengan asik di layar besar itu.
"Aku yang akan menang kali ini, tunggu saja!"
"Kata siapa yang bisa mengalahkanku? Aku yang akan menang kali ini, hahahha." Mereka pun terus bermain hingga larut malam dan sesekali meminum alkohol yang ada di meja depan mereka.
"Hahahaha... aku mulai mengantuk, aku ke kamar dulu ya," Esther berjalan sempoyongan menuju kamarnya dan asal menutup kamar itu tanpa menguncinya.
Diandra juga sudah mulai menonaktifkan game dan televisinya kemudian berusaha berjalan menuju kamarnya. Karena mabuk, Ia salah masuk ke kamar Esther dan tidur di sebelahnya.
"Apa ini? Kemnapa ada orang di kamarku?"Diandra menghadao ke arah kiri, melihat wajah cantik dari Istri pura-puranya kemudian tersenyum.
"Kau cantik juga saat tidur begini," Diandra menyentuh pipi kiri Esther dan gadis itu mulai terusik.
"Eughh... apa sih, Diandra? Kau tidak tidur di kamarmu sendiri, huh?"
"Kau yang tidur di kamarku!"
"Apa? Ini kamarku asal kai tahu," dengan suara manjanya membuat Diandra semakin ingin memakan gadis di bawahnya ini.
"Diamlah, kita akan bersenang-senang malam ini, ok? Bukankah kita sudah menikah? Kita wajib melakukannya, bukan?" Suara Diandra begitu seduktif di telinga kanan Esther yang sudah menahan geli.
"Ugh! Geli... Diandra. Jangan begini..." pintanya. Namun lelaki itu mulai membuka baju dan celana treening Esther dan memulai kegiatan panas tersebut.
"Aghh... sakit,"
"Apa yang sakit, hm? Bukankah sangat nikmat?" Diandra terus saja menggerakkan pinggulnya hingga sampai pada puncaknya. Mereka tidak melakukannya satu kali, melainkan berkali-kali sampai keduanya merasa puas.
_
Pagi pun tiba, keduanya kini tertidur dalam keadaan tanpa pakaian. Cahaya matahari menyoroti kedua mata mereka, namun Estherlah yang terbangun lebih dulu.
"Eughhh... silau sekali sih..." lenguhnya sambil membuka kedua kelopak matanya dan menurupinya dengan tangan. Berkedip dua kali kemudian ketika ingin bergerak ke arah kanan, tiba-tiba Ia melihat ada orang lain yang tertidur dengannya dalam satu selimut. Kedua matanya sontak melebar dan mulai berteriak.
"Astaga! AAAAAA!"
"Ada apa sih? Berisik banget, telingaku sakit asal kau tahu!" Gerutu Diandra yang terganggu dengan teriakan Esther. Segera Esther menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan menunjuk-nunjuk Diandra.
"Kau... apa yang telah kau lakukan padaku semalam!" Esther masih tidak habis pikir jika dirinya dan bosnya sudah melakukan hal sejauh itu.
"Apa sih memangnya?" Karena masih dalam pengaruh alkohol, Diandra belum sepenuhnya sadar. Kemudian menetralkan ingatannya sendiri dan mengingat apa yang dilakukannya semalam bersama dengan Esther.
"Kau sudah menyentuhku! Kau mengambil keperawananku! Tidak, Aaakhh!" Esther seperti orang gila yang sedang mengamuk. Diandra pun malah tertawa.
"Hahaha..."
"Kenapa kau malah tertawa, huh? Puas kau membuatku begini!"
"Lagian kita ini sudah resmi menjadi suami istri, jadi untuk apa marah-marah? Seperti tidak pernah melihat sepasang suami istri melakukan malam pertama saja," sahut Diandra santai.
"Tapi kita tidak melakukannya atas daaar cinta melainkan karena alkohol! Kau... kau sangat menyebalkan!"
"Di dalam kontrak yang kuberikan padamu waktu itu tidak ada larangan untuk saling menyentuh satu sama lain kan? Jadi aku bebas," Diandra tersenyum puas dan memakai kembali pakaiannya.
"Sial! Aaggghh! Pergi kau dari kamarku, Diandra!"
"Eh? Jangan lupa ya, ini apartemenku. Kau tidak berhak sedikitpun untik hanya sekadar mengusirku." Daindra menjulurkan lidahnya pada Esther yang masih marah. Entah dengan dirinya sendiri atau dengan Diandra. Dia bingung sendiri mengingat kejadian semalam.
"Dasar bodoh kau, Esther! AAAGGGHHH!" Gadis itu merutuki dirinya sendiri. Tiba-tiba kepala Diandra menyembul di balik pintu kayu kamar Esther.
"Jangan lupa, harga dirimu sudah kubeli 300 juta asal kau tahu."Diandra kembali menjulurkan lidahnya pada Esther. Mendengar itu, Estger segera menumpuknya dengan bantal.
BRUGH!
"Dasar menyebalkan!"
.
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut."Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya."Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya."Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama s
Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan."Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?""Ya.""Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?""Ya.""Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther."Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju."Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga t
Diandra dan Esther sudah sampai di Bali untuk memulai bulan madu mereka. Keduanya menaiki pesawat dengan kelas bisnis supaya lebih cepat sampai di Bali dengan tenang, aman, dan nyaman. Baru sampai di hotel, Esther sangat lelah karena ini pertama kalinya Ia menaiki pesawat."Hah... akhirnya sampai juga!" Pekiknya sembari membanting tubuhnya di kasur empuk yang sudah dihias dengan rapi dan ada dua handuk yang dibentuk seperti kepala angsa yang berbentuk love. Esther mengingat jika ada yang aneh disini, kemudian Ia menanyakannya pada Diandra."Kenapa kau hanya memesan satu kamar kali ini?" Keluh Esther."Ya karena kita sedang honeymoon. Mana ada seorang suami istri honeymoon di beda kamar?" Tanya Balik Diandra yang mulai menata baju-baju dan diletakkan di lemari hotel."Hehehehe, ya siapa tahu ada. Kau itu contoh orangnya,""Kenapa jadi aku? Gak ada!""Kau pasti mengajakku kesini karena ingin menghindari Nicole kan?" Pertanyaan itu membuat Diandra menghentikan acara menata bajunya."Nah
Seorang gadis dengan dress yang panjangnya hanya sepaha, juga tas branded dengan bahan dasar rantai untuk talinya itu berjalan menuju ruangan Diandra. Dia adalah Nicole. Langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu seakan perusahaan tersebut seperti miliknya sendiri."Kau sangat tampan jika sedang tidur.""Tapi sayangnya sifat angkuhmu itu membuatku sakit hati. Apalagi kau yang mulai bertunangan dengan gadis miskin itu. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menikah dengannya, Diandra! Itu artinya, aku masih ada kesempatan untuk mendekatimu kan?" Sebuah senyuman terpatri di sudut bibir Nicole.Entah ada paksaan dari dalam dirinya atau bagaimana, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya. Didekatkannya wajahnya pada pipi Diandra hingga seakan seperti mencium Diandra. Disaat yang bersamaan, Sekretarisnya yang bernama Bella itu masuk ke ruangan Diandra."Pak, ini berkas yang harus ditanda..." baru saja akan sampai pada meja bosnya, tiba-tiba Ia melihat Nicole yang akan mencium Diand
Malam ini, Diandra tidak pulang ke apartemen karena menghindari ocehan dari Istrinya yang masih tidak terima dengan malam pertama mereka. Ia sekarang pulang ke rumah Ayahnya sekalian untuk mengambil pakaian yang akan dibawanya ke apartemen dan akan tinggal dengan Esther di apartemen pribadinya. Baru saja memasuki gedung megah tersebut, suara Sang Ayah mengejutkannya hingga membuatnya menghentikan langkahnya."Ceraikan gadis miskin itu, Diandra!" Tiba-tiba, Ayahnya membahas tentang Esther yang sekarang sudah resmi menjadi Istrinya."Apakah yang Ayah maksud ialah Esther?""Ya, segera ceraikan dia kalau kau tidak ingin melihat Ayahmu ini mati karena kebangkrutan di perusahaan yang akan terjadi karena ulahmu karena tidak mau menikah dengan Nicole!" Ancaman sang Ayah tidak main-main. Begitu tegas dan membuat Diandra berpikir. Namun tak lama kemudian lelaki itu seakan menatapnya dengan senyuman mengejek."Kau takut perusahaan itu bangkrut jika aku tidak menikah dengan Nicole, bukan? Aku bisa
Beberapa jam kemudian, di kamar mewah tersebut, Esther sudah bersiap akan menutup matanya namun tidak bisa. Ia sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur yaitu kaos pendek dan celana panjang. Seketika Ia menatap cincin dengan harga puluhan juta yang Ia pakai sekarang. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi di restaurant Heaven."Gila, kata dia cincin ini seharga puluhan juta. Terbuat dari berlian asli luar negeri. Benarkah begitu? Setahuku cincin emas saja hanya sekitar 5 juta paling mahal, kenapa ini sampai puluhan juta. Tapi kapau dipikir-pikir, kan dia orang kaya, ya terserah dia lah, bukan urusanku. Meskipun aku harus kenapa tamparan tadi." Esther memegangi pipinya.Flashback"Apa ini, Pak Hamid? Kau mengundang kami hanya untik menyaksikan bahwa Diandra sudah punya tunangan?" Pak Aldrin yang tidak terima itu mengajukan protesnya pada Pak Hamid."Tidak, ini pasti salah paham. Selama ini Diandra...""Halah... gak usah mengelak lagi deh, Pak Hamid. Itu buktinya dia membawa tunang
Sebuah acara pernikahan digelar di sebuah taman dengan tema outdoor. Sebenarnya, lelaki paruh baya itu tidak setuju akan pernikahan Diandra dengan gadis yang tidak tahu asal-usulnya. Tapi bagaimanapun juga Ia juga tidak bisa menolak keinginan Diandra. Janji suci pun mulai dikumandangkan."Apakah Tuan Diandra berjanji untuk mencintai Esther sampai maut memisahkan kalian?""Ya.""Apakah Esther juga berjanji untuk mencintai Tuan Diandra sampai maut memisahkan?""Ya.""Kalian sudah resmi menjadi suami istri secara agama dan pemerintah."Sebuah apresiasi berupa tekan tangan dari para tamu pun begitu meriah untuk meramaikan acara pernikahan Diandra dan Esther."Ingat, ini hanya pura-pura. Meskipun nantinya kita akan tinggal bersama di apartemenku, kita tetap tidur di kamar yang berbeda, mengerti?" Tegas Diandra sembari meremat tangan Esther. Lirikan mata elang itu membuat Esther mengangguk setuju."Aku mengerti, aku sadar jika hubungan ini hanya pura-pura alias palsu. Tenang saja, aku juga t
Di sebuah rumah besar dengan interior yang begitu mewah yang ditandai dengan barang-barang antik yang terdapat di dalamnya, membuat semua orang pun akan betah jika hanya berada di rumah tersebut. Ada salah satu ruangan yang memang sengaja disetel dengan lampu remang-remang untuk merilekskan tubuh di sebuah kursi kesehatan. Lelaki paruh baya dengan rambut yang kumayan memutih itu duduk di sana sambil menikmati setiap pijatan dari kursi kesehatan tersebut."Ayah!" Si lelaki paruh baya itu masih tidak bergeming sama sekali. Nafasnya masih ada karena prutnya yang masih kembang kempis namun memang sengaja tidak mennaggapi Putranya."Ayah kenapa tidak bilang jika aku harus menikahi Nicole dalam menjalani bisnis ini?" dengan emosi yang menggebu, Diandra masih tidak tenang dengan masalah ini. Ayahnya sama sekali tidak berbicara apapun padanya terutama tentang pertunangan dengan Putri dari klien kerjanya."Iya, memangnya kenapa? Nicole juga gadis yang baik bukan?" masih dengan santai dan sama s