"Dengan kuasa saya sebagai CEO, akan mudah menemukan kesalahan Ken Hanindra. Saya mau dia jatuh miskin."'Sebenarnya ada masalah apa antara Coach dengan Paman Ken?' pikir Kevan. 'Meskipun Paman Ken itu Adik kandung Mama, tapi dia udah keterlaluan. Aku nggak akan biarin siapapun hina Mama!'"Aku percaya sama Coach. Nanti weekend kita omongin lagi, gimana?"Adnan mengangguk. "Ya, saya tunggu kamu di lapangan tembak.""Oke, Coach," ucap Kevan menyetujui. "Kalau gitu, saya duluan, Van."Adnan menepuk-nepuk pundak Kevan sambil berlalu. Tidak ada keraguan yang terpancar di wajah Kevan. Dia berjalan perlahan menyusul Adnan menuju lift di mana kedua anak buahnya menunggu."Setelah hancurin Gibran, aku memang punya niat menyeret Paman Ken ke dalam masalah. Aku nggak sangka akan punya partner seorang CEO."Kevan bangga pada dirinya sendiri. Dia semakin percaya diri. "Paman Ken pasti kepo, kenapa aku bisa kenal Coach Adnan?!" "Tuan Muda!" panggil Ziyad. "Kenapa Anda lama banget? Pak Adnan bi
"Yang bener, Nek?" Kevan tidak percaya. Dia menatap menu makan malam yang sudah tersaji di atas meja makan. "Tapi, di mana?""Di dapur," jawab Berto. "Makan sana di dapur! Jangan buat aku dan yang lainnya mual!""Iya, nih. Bikin aku nggak nafsu makan aja," gerutu Magenta."Makanya kamu jangan deket-deket sama dia!" seru Gisele. "Dia itu pembawa sial!"Brak!Christian menggebrak meja makan. Pria tua itu tidak banyak bicara, tetapi sikapnya yang tidak terduga-duga mampu mengejutkan semua orang."Kalian ini nggak tahu diri! Kalian nggak bisa ngehargain sesama saudara!" seru Christian menegur cucu-cucunya. "Biar gimanapun, Kevan itu Kakak sepupu kalian.""Nggak tahu diri gimana, Kek?" Berto tidak mau kalah. "Dia yang nggak bisa ngehargain sesama saudara! Dia udah buat image Gibran jatuh."Berto dengan berani membalikkan kata-kata Christian. Apa Christian akan diam saja?"Bagus kamu, Berto! Udah kasih apa kamu ke keluarga ini? Makan aja kamu masih ditanggung Kakek dan Nenek. Kamu itu cuma
'Kakek lagi ngapain, sih? Dia lagi udud atau apa? Ngapain duduk ngebelakangin aku gitu?' tanya Kevan menerka-nerka di dalam hati. "Ada apa, Kakek?"Kevan bertanya begitu Dabin keluar dari ruang kerja Christian. Dia berdiri di depan meja kerja pria tua itu. Christian memutar kursinya. Diantara jari telunjuk dan jari tengah, terselip cerutu yang belum pernah dilihat Kevan. 'Itu rokok apaan, ya? Kayaknya elegan banget,' pikir Kevan."Jelasin semua foto ini!"Christian melemparkan beberapa foto ke atas meja kerja. Kevan terkejut melihat foto wajahnya bersama Adnan.'Sialan! Siapa yang foto aku dan Coach Adnan?' Kevan kesal. Dia merasa gagal menjaga privasi."Iーini ....""Jangan tanya saya dapet dari mana! Jawab aja pertanyaan saya!"Kevan tahu Christian marah padanya. Kevan mengambil satu lembar foto itu."Aku dan Pak Adnanー""Apa yang kamu obrolin sama Pak Adnan? Bisnis apa yang kalian lakukan berdua?"Seketika itu juga, Kevan teringat ultimatum yang diberikan Maudy padanya."Kerja sa
"Apa?! Cia kenapa?!"Seketika itu juga, rasa kantuk Kevan hilang begitu mendengar Omar dan Ziyad menyebutkan nama Ciara. Jantungnya berdebar setiap kali mendengar nama perempuan yang mengisi hatinya. Ziyad duduk di pinggir ranjang. "Nona Ciara ...." Ziyad menatap Kevan. Dia berbicara dengan penuh keraguan."Apa?! Kenapa sama Cia?! Apa si brengsek itu ngelakuin hal gila ke Cia?! Cepet jawab, Ziyad!"Ziyad tidak menjawab pertanyaan Kevan. Dia justru menatap Omar. "Kamu aja yang kasih tahu Tuan Kevan!" serunya pada Omar. "Nona Cia drop. Sekarang di rumah sakit Mitra Internasional Baubau. Coba periksa HP Anda! Barangkali ada pihak keluarga Darwin yang telepon."Omar bicara dengan cepat. Kevan mendadak panik. Dia beranjak turun dari ranjang."Astaga!"Kevan mencari-cari ponselnya. Dia bahkan lupa di mana meletakkan benda kecil itu. "Ya Tuhan! Di mana HP aku?!" Kevan marah. Dia ingin cepat-cepat tahu kabar Ciara."Tuan!" panggil Omar. "Ini HP Anda." Omar mengambil ponsel Kevan yang bera
"Nona Cia, kamu tahu nggak? Aku tuh yakin kamu bisa sembuh dan jalani aktivitas kayak biasa."Setelah Felicia pergi menyusul suaminya ke ruang dokter, Kevan duduk di kursi menemani Ciara. Sesekali dia mengusap punggung tangan Ciara dengan lembut. "Kamu itu cewek yang kuat, Non. Inget nggak, kita pernah naik gunung Terrano Mount? Kamu nggak ada capeknya sama sekali, Non."Meskipun Kevan tahu Ciara menutup matanya, dia tetap mengajak perempuan itu bicara. Dia seolah tidak ingin kehilangan kesempatan berdua dengan Ciara. "Kalau kamu tidur terus, siapa yang mau kasih makan gelandangan, Non? Ayo dong bangun!" Kevan mulai sedih. Dia mengingat senyum Ciara. Dia mengingat candaan Ciara dan segala hal tentang Ciara Darwin. "Aku janji deh, akan buat kamu terus senyum dan temani proses sembuh kamu. Gimana? Kapan lagi bareng Kevan yang ganteng ini. Iya, nggak?"Kevan bangun. Dia mengusap rambut Ciara. Dia mengambil sisirnya yang berada di dalam tas. "Aku bantu sisirin rambut kamu ya, Non?"
"Belum ada kabar apa-apa dari Deyan, Tuan," jawab Omar.Bersamaan dengan itu, ponsel lama Kevan bergetar. Dia segera mengambilnya dari dalam saku celana.Bima: Van, Nyonya Feli dan Tuan Rudi udah balik ke kamar Nona Ciara. Mereka tanya kamu.Kevan membaca pesan dari Bima. Dia segera mengetik pesan balasan.Kevan: Ya. Aku ke kamar Nona sekarang.Usai membalas pesan Bima, Kevan berdiri. Dia hendak pergi ke ruang rawat inap Ciara. Omar bertanya, "Apa Anda mau ke ruang rawat inap Nona Ciara sekarang?" "Iya. Kalian tunggu di bawah aja," jawab Kevan. "Ziyad, bunga pesenan aku mana?"Ziyad meberik buket bunga mawar kepada Kevan, "Ini, Tuan," katanya. "Oke.""Anda nggak apa-apa naik lift sendrian, Tuan?" tanya Ziyad khawatir. Raut wajahnya seakan tidak rela membiarkan Kevan pergi sendirian."Santai aja! Tuanmu ini sekarang sudah berteman akrab sama lift." Kevan cengengesan. Kevan berjalan menuju lift. Selama menjadi cucu pertama keluarga Hanindra, baru kali ini dia pergi tanpa asisten mau
'Kartu hitam. Kartu hitam. Aku bisa pakai kartu hitam Naga Merah itu.'Kevan mengingat kartu unlimited pemberian Christian. Dia pikir, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menggunakan kartu hitam naga merah.'Tapi, kalau Kakek tanya, gimana? Aku nggak mau pakai kalau belum terdesak.'Otak Kevan tidak bisa bekerja dengan baik. Dia kembali ragu. Dia terlihat pucat. "Kamu kenapa, Van? Sakit? Kamu balik aja ke rumah dan istirahat!"Mendengar suara Felicia membuat Kevan tersadar.'Ini bukan saatnya ngelamun. Gerak cepat, Van! Jangan sampai telat nolong Cia!' Hati kecil Kevan berseru menginginkan dia melakukan sesuatu dengan cepat. Kevan menoleh ke arah Felicia. "Aku nggak apa-apa, Nyonya. Aku kaget dengan penjelasan Nyonya dan Tuan," jawab Kevan dengan cepat. "Kalau boleh, aku izin pergi sebentar."Felicia mengangguk. "Ya, pergi aja."Kevan membungkuk. "Aku nggak lama, Nyonya, Tuan. Aku pasti ke sini lagi."Kevan melangkah pergi. Dia membuka pintu ruang rawat inap. "Eh, udah selesai,
"Memangnya kenapa?" tanya Ziyad. Ziyad dan Omar mengikuti arah pandang si pelayan yang tertuju pada Kevan. Mereka tahu maksud si pelayan. "Udah buatin aja! Masalah bayar mah gampang!" celetuk Kevan. "Aku yang bayar."Kevan yang masih sibuk bermain ponsel berseru dengan nada tidak senang. Dia tahu maksud si pelayan. Jeans belel denim dengan jaket merah yang bukan merupakan merk terkenal membalut tubuh Kevan. Belum lagi topi hitam polos yang dipakai Kevan membuatnya terlihat berasal dari kalangan bawah. Siapa yang tidak ragu melihat penampilan Kevan yang sangat sederhana seperti itu?"Tapi, Pak ...."Si pelayan tetap ragu. Sesekali dia melirik Ziyad dan Omar. Kevan jengah. Dia menyudahi main ponselnya. Dia mendongakkan kepala menatap si pelayan."Apa?" tanya Kevan sedikit kesal dengan respon pelayan.Mendapatkan tatapan tajam dari Kevan, si pelayan gugup. Dia bingung. "Cepet buatin kita Earl Grey!"Omar dan Ziyad diam. Mereka membiarkan Kevan berbicara."Tapi ...."Si pelayan tetap