"Jasmine Hanindra?""Siapa Jasmine Hanindra?"Suasana gaduh memenuhi ruang meeting. Kevan diam. Dia menunggu suasana kembali kondusif. "Tuan!" panggil Ziyad. "Kenapa Anda bilang gitu? Mereka nggak perlu tahu siapa kedua orang tua Anda.""Memangnya salah, kalau mereka tahu kedua orang tuaku?" tanya Kevan. "Mama harus diakui di keluarga Hanindra.""Tapi, Tuan Muda ... Tuan Christian pasti nggak suka. Gimana kalau Beliau marah?"Detik itu juga, Kevan menatap wajah Christian yang berubah merah padam. 'Sial! Bener juga kata Ziyad!' serunya di dalam hati. "Tolong diam! Berikan waktu untuk Tuan Kevan!"Hanin berteriak. Seketika itu juga, semua orang mengunci mulut mereka. "Ibu saya adalah anak pertama dan anak perempuan satu-satunya di keluarga Hanindra. Namun, Beliau memilih jalan berbeda," ujar Kevan melanjutkan bicaranya. "Saya rasa, kita nggak bisa nge-judge pilihan hidup seseorang."Meskipun Ziyad sudah mengingatkan Kevan untuk tidak bicara sesuka hati, tetapi dia tetap berbicara apap
"Oh aku nggak sangka, Manajer Umum yang songong itu ternyata kamu, Kevan?" Gibran berbisik di telinga Kevan. "Mampus kamu! Lihat, kan? Semua orang marah sama kamu! Tamat riwayat kamu!" kecam Gibran.Gibran tersenyum lebar. Dia puas mengetahui reaksi orang-orang kepada Kevan. Tanpa diketahui Kevan, Gibran bermain mata dengan ayahnyaーKen Hanindra."Kamu itu anak baru! Tapi, sok tahu!" seru Gibran menyudutkan Kevan. Kevan tahu semua orang sedang menatapnya. Dia juga tahu semua orang tidak menyukai keputusannya. 'Kalau semua orang menentang keputusan aku, terus siapa aja yang sependapat dengan aku dan menyetujui proposal Darwin Group?' tanya Kevan pada diri sendiri. 'Oh, aku tahu harus lakuin apa sekarang!'"Ziyad, berapa persen orang yang menyetujui proposal Darwin Group? Dan, berapa persen yang tidak menyetujuinya?" tanya Kevan cepat-cepat. Dia tidak ingin Christian dan semua orang menunggunya.Tidak perlu waktu lama, Maudy membantu Ziyad menjawab."Dari 100% suara dewan direksi, 49%
"Baik, Tuan Kevan," balas Hanin. Hanin dengan cepat menyambungkan flashdisk milik Kevan ke laptopnya. Layar putih di belakang Christian pun menyala. "Mampus kamu, Gibran! Habis ini, kamu nggak bisa ngelak dan ngehina-hina aku lagi!" seru Kevan pelan. "Yang terpenting, kamu nggak bisa ngehina Mama dan Papa aku lagi!"Kevan menatap Gibran yang juga sedang menatapnya. Dia berdiri merapat ke dinding tepat di belakang kursi Leon Hanindra yang berhadap-hadapan dengan kursinya. Dia sudah menunggu hari ini sejak akhir pekan lalu."Apa itu?!""Itu kan Tuan Gibran?""Iya, bener. Itu Tuan Gibran anak dari Tuan Ken Hanindra.""Bukannya itu Sekretaris Pak Miguel?""Iya. Tapi, apa yang mereka bicarakan?"Merasa namanya dipanggil, Gibran segera mengikuti arah pandang mereka ke layar putih di belakang Christian. Gibran terkejut. Dia salah tingkah. "Iーini, kan ...." Wajah Gibran memucat. Dia bahkan tidak berani menatap Christian. "Sial! Kevan dapat video ini dari mana? Apa ada orang-orang ku yang b
"Apa kalian semua akan pertahankan hubungan kerja sama cara kotor kayak ini?" tanya Kevan mengakhiri ucapannya. Dia duduk dengan tenang di kursinya. "Heh, gembel! Nggak usah sok suci!" tegur Gibran dengan suara tertahan. "Kamu itu nggak tahu apa-apa tentang nge-deal. Jadi mending diem aja!""Seenggaknya, aku nggak bodoh kayak kamu!" hardik Kevan membuat Gibran tidak berkutik.Gibran hendak membantah tuduhan Kevan. Dia berkata, "Kamuー"Brak!"Diem kamu, Gibran!" bentak Christian dengan wajah merah padam. Atmosfer ruang meeting berubah suram seketika. Semua orang terdiam. Mereka menunggu Christian bicara. Namun, pria tua itu justru terdiam."Saya nggak sangka, manajer pemasaran dan perencanaan HHC punya cara kotor kayak gitu! Pantas aja kamu begitu vokal menentang keputusan dewan direksi untuk menyetujui proposal Darwin Group!"Itu adalah suara Olivia. Wanita itu memang terkenal berani bersuara. Dia tidak memandang lawan bicaranya. "Saya pikir, Pak Gibran bersih dari hal-hal macam it
"Ah, lega banget!" Kevan merapikan celananya sebelum keluar dari toilet. Dia membuka pintu dengan pelan. Dia berjalan menuju wastafel dan mencuci tangannya."Ini toilet kayak hotel aja! Mana WC-nya duduk. Nggak bisa sambil udud pula. Tapi, untung perutku bisa diajak kompromi.""Kevan Hanindra!"Seseorang menepuk punggung Kevan. Dia melihat sosok Adnan dari cermin di wastafel. "Coach Adnan?""Iya, Kevan. Saya nggak sangka kamu bener-bener Cucu Tuan Christian." Adnan berbicara terus terang.Adnan mencuci tangannya di wastafel sebelah kiri Kevan. Dia tidak berhenti tersenyum.'Astaga! Bisa gawat kalau dia ngomong ke Tuan Rudi!' seru Kevan cemas. "Kamu kenapa? Sakit?" tanya Adnan begitu menyadari Kevan bengong. "Kok tegang banget? Santai aja, Van! Saya justru takjub kamu yang notabenenya seorang Cucu keluarga kaya masih bisa kerja di rumah Rudi."Kevan menyadari tidak ada perubahan sikap Adnan meskipun pria itu sudah mengetahui identitas Kevan yang sebenarnya. Tapi, Kevan juga cemas dan
"Dengan kuasa saya sebagai CEO, akan mudah menemukan kesalahan Ken Hanindra. Saya mau dia jatuh miskin."'Sebenarnya ada masalah apa antara Coach dengan Paman Ken?' pikir Kevan. 'Meskipun Paman Ken itu Adik kandung Mama, tapi dia udah keterlaluan. Aku nggak akan biarin siapapun hina Mama!'"Aku percaya sama Coach. Nanti weekend kita omongin lagi, gimana?"Adnan mengangguk. "Ya, saya tunggu kamu di lapangan tembak.""Oke, Coach," ucap Kevan menyetujui. "Kalau gitu, saya duluan, Van."Adnan menepuk-nepuk pundak Kevan sambil berlalu. Tidak ada keraguan yang terpancar di wajah Kevan. Dia berjalan perlahan menyusul Adnan menuju lift di mana kedua anak buahnya menunggu."Setelah hancurin Gibran, aku memang punya niat menyeret Paman Ken ke dalam masalah. Aku nggak sangka akan punya partner seorang CEO."Kevan bangga pada dirinya sendiri. Dia semakin percaya diri. "Paman Ken pasti kepo, kenapa aku bisa kenal Coach Adnan?!" "Tuan Muda!" panggil Ziyad. "Kenapa Anda lama banget? Pak Adnan bi
"Yang bener, Nek?" Kevan tidak percaya. Dia menatap menu makan malam yang sudah tersaji di atas meja makan. "Tapi, di mana?""Di dapur," jawab Berto. "Makan sana di dapur! Jangan buat aku dan yang lainnya mual!""Iya, nih. Bikin aku nggak nafsu makan aja," gerutu Magenta."Makanya kamu jangan deket-deket sama dia!" seru Gisele. "Dia itu pembawa sial!"Brak!Christian menggebrak meja makan. Pria tua itu tidak banyak bicara, tetapi sikapnya yang tidak terduga-duga mampu mengejutkan semua orang."Kalian ini nggak tahu diri! Kalian nggak bisa ngehargain sesama saudara!" seru Christian menegur cucu-cucunya. "Biar gimanapun, Kevan itu Kakak sepupu kalian.""Nggak tahu diri gimana, Kek?" Berto tidak mau kalah. "Dia yang nggak bisa ngehargain sesama saudara! Dia udah buat image Gibran jatuh."Berto dengan berani membalikkan kata-kata Christian. Apa Christian akan diam saja?"Bagus kamu, Berto! Udah kasih apa kamu ke keluarga ini? Makan aja kamu masih ditanggung Kakek dan Nenek. Kamu itu cuma
'Kakek lagi ngapain, sih? Dia lagi udud atau apa? Ngapain duduk ngebelakangin aku gitu?' tanya Kevan menerka-nerka di dalam hati. "Ada apa, Kakek?"Kevan bertanya begitu Dabin keluar dari ruang kerja Christian. Dia berdiri di depan meja kerja pria tua itu. Christian memutar kursinya. Diantara jari telunjuk dan jari tengah, terselip cerutu yang belum pernah dilihat Kevan. 'Itu rokok apaan, ya? Kayaknya elegan banget,' pikir Kevan."Jelasin semua foto ini!"Christian melemparkan beberapa foto ke atas meja kerja. Kevan terkejut melihat foto wajahnya bersama Adnan.'Sialan! Siapa yang foto aku dan Coach Adnan?' Kevan kesal. Dia merasa gagal menjaga privasi."Iーini ....""Jangan tanya saya dapet dari mana! Jawab aja pertanyaan saya!"Kevan tahu Christian marah padanya. Kevan mengambil satu lembar foto itu."Aku dan Pak Adnanー""Apa yang kamu obrolin sama Pak Adnan? Bisnis apa yang kalian lakukan berdua?"Seketika itu juga, Kevan teringat ultimatum yang diberikan Maudy padanya."Kerja sa