Bagaimanapun juga, Miguel adalah pria normal. Apalagi, dia sudah lama tidak menyentuh wanita. Wajar saja bukan, jika Miguel tergoda dengan kecantikan Ciara?Mengamati tetapan Miguel yang mesum, membuat Ciara sadar dirinya dalam ancaman pelecehan. Ciara tidak ingin diam. Dia memberanikan diri untuk menatap Miguel. "Kamu mau ngapain, Miguel?!" Ciara tidak ingin terlihat lemah di depan Miguel. Namun, sikap Ciara yang berbeda justru membuat Miguel tertantang untuk menaklukkannya. Miguel menyeringai. "Kamu sekarang udah berani sama aku, Cia?" tanya Miguel dengan nada mengancam. "Aaaarghh!" Ciara berteriak. Tangan kiri Miguel menarik pinggang Ciara. Sementara tangan kanannya meraih dagu Ciara, lalu mendongakkan sedikit sampai wajah keduanya begitu dekat. Ciara berharap Kevan muncul dan membawanya pergi dari penjara kota Paloma. 'Kak Kevan ke mana? Kenapa belum datang juga?' Sementara itu, Kevan dan anak buahnya mengikuti mereka dari kejauhan, memastikan bahwa mereka tidak kehilangan
Kedua tangan Jhonny memang sudah terborgol. Dia tidak bisa berkutik lagi. Namun, sorot mata kebencian terhadap Kevan dan pria yang berdiri di belakangnya tidak bisa ditampik. Jhonny menyipitkan mata. 'Ternyata, si Bedebah Martinus Warlord masih berdiri di belakang Kevan!' makinya. Dia tersenyum tipis.Martinus WarlordーKapolda Paloma yang berpangkat Inspektur Jenderal. Dia tidak melepaskan pandangannya kepada Jhonny. Mereka berdua adalah teman akrab di masa lalu. Awalnya, Jhonny berhasil melobi Martinus untuk berpihak pada Miguel melalui kerja sama keluarga Wijaya dan Robert Ombu. Hingga akhirnya, Martinus mengetahui kemarahan ayahnyaーDerren Warlord.Hari itu, Martinus telah bersumpah di kaki Kevan akan selalu melindungi keluarga Hanindra dan keluarga Darwin. Jadi, tidak heran dia secara terang-terangan berdiri di belakang Kevan Hanindra. Seorang polisi memegangi lengan kanan Jhonny. Wajahnya garang. Dia adalah kepolisian kota Paloma yang bekerja sama dengan kepolisian kota Baubau.
Dua mobil yang tidak dikenal itu melaju dengan kecepatan tinggi, mengejar mobil Ziyad dan Ciara di Jalan Raya Kesenian 1 yang berliku-liku. Ziyad melirik Ciara dari kaca depan mobil. "Nona, pakai sabuk pengaman! Terus, telepon Tuan Kevan sekarang!"Ciara yang duduk di kursi penumpang tidak menjawab. Namun dengan tangan gemetar, dia mencoba memakai sabuk pengaman. Setelah gagal berulang kali, akhirnya Ciara berhasil juga memakai sabuk pengaman. Kemudian, Ciara mengeluarkan handphone dari tas tangan. Namun sial, handphone-nya terjatuh.Brak!Baru saja Ciara ingin mengambil handphone, Ziyad berteriak, "Nona, pegangan yang kuat!"Dengan memejamkan mata, Ciara berpegangan erat sambil berdoa di dalam hati. Mulut Ciara komat-kamit. 'Tuhan, semua ini kesalahan aku. Tolong selamatkan kami! Di masa depan, aku nggak akan ulangi kesalahan yang sama.' Ziyad berusaha mengendalikan mobil dengan tenang, tetapi keringat dingin mulai mengalir di dahinya. Sesekali, dia menoleh ke kaca spion kanan da
Ziyad memarkirkan mobilnya di sisi kiri jalan. Dia mencari-cari para pengejar, tetapi mereka tidak terlihat.Di tengah keramaian pasar, Ziyad dan Ciara akhirnya bisa bernapas lega, meskipun mereka tahu bahaya belum sepenuhnya berlalu. Ziyad mengambil handphone yang terjatuh di kakinya, lalu melepas sabuk pengaman dengan cepat. Dia celingukan sebelum akhirnya keluar dari mobil.'Aku harus cepat-cepat cari tempat aman untuk Nona Cia,' pikir Ziyad. 'Aku mau hubungi Pak Omar dan Tuan Muda untuk minta bantuan.'Ziyad membukakan pintu mobil untuk Ciara. "Ayo, Non!' Dia mengulurkan tangan untuk membantu Ciara.Wajah tegang Ciara membuat Ziyad semakin cemas. Seperti keinginan Kevan, dia tidak ingin terjadi hal buruk pada Ciara."Maaf, Non," ucap Ziyad. Lalu, dia menggandeng tangan Ciara dan mereka berlari ke tengah-tengah kerumunan pasar. Sesekali Ziyad menoleh ke belakang memastikan para pengejar. "Kita mau ke mana, Ziyad?" tanya Ciara. Dia kelelahan.Ziyad menyadarinya. Dia mengambil ini
Sugus sudah menerima uang Ziyad. Maka, dia akan membantu tamunya semaksimal mungkin. Setelah berpikir, Sugus berkata, "Pak Ziyad, aku nggak bisa ninggalin kedai. Tapi, aku bisa kasih tau kamu tenaga medis di pasar ini."Ziyad mengangguk. "Oke, nggak masalah." Ziyad melihat Ciara yang berwajah pucat. "Nona, kamu naik lagi di punggung aku, ya!""Apa nggak bahaya, Pak?" tanya Sugus. "Lebih baik kamu aja yang pergi dan ajak tenaga medis ke sini!"Ziyad berpikir sejenak. 'Masuk akal, sih. Tapi, aku nggak yakin biarin Nona tinggal di sini sama orang asing.'"Nggak apa-apa. Saya akan hati-hati," jawab Ziyad. "Ya udah aku nggak bisa paksa," kata Sugus, pasrah. "Kamu bisa jalan sampai sudut pasar. Di sana ada kios kecil yang memang menangani kesehatan kalo ada yang pingsan atau sakit di pasar ini."Setelah mendapatkan informasi lokasi tenaga medis dari Sugus, Ziyad mengendong Ciara lagi di punggungnya. Sekarang, mereka sudah berada di luar kedai. Dia melihat sekeliling pasar dengan cemas, m
Mobil yang membawa Ciara dan Ziyad sudah sampai di sebuah gudang tua yang terpencil di pinggir kota Paloma. Gudang itu tampak kumuh dan terabaikan, dengan dinding-dinding penuh retakan seolah-olah siap runtuh kapan saja. Pintu besi yang berkarat berderit setiap kali dibuka, menambah kesan angker.Di dalam, suasana semakin suram dengan lampu-lampu redup yang menggantung dari langit-langit tinggi. Tumpukan barang-barang tua dan debu tebal memenuhi setiap sudut, menciptakan atmosfer yang mencekam. Meja kayu besar di tengah ruangan, dikelilingi beberapa kursi, tampak seperti tempat pertemuan rahasia yang penuh misteri.Di dalam ruangan, para pengejar mengikat Ziyad dan Ciara di kursi yang berbeda dengan menggunakan tali nilon. Setelah selesai, mereka pergi.Ziyad mulai sadar, kepalanya berdenyut sakit. "Aaaarghh! Kepalaku sakit banget!" Dia menyadari kedua kaki dan tangannya terikat di kursi.Ziyad melihat Ciara yang masih tak berdaya di kursi sebelahnya.“Nona Ciara, kamu baik-baik aja?”
Ziyad mengayunkan tangan seraya memanggil Ciara. "Ayo, cepet ke sini, Non!" Suaranya begitu pelan. Ciara berdiri dan berjalan menuju Ziyad. Dia berusaha tetap tenang meskipun ketakutan. Ziyad turun dari kursi. Dia menyeret kursi lainnya. Ziyad mengulurkan tangan. "Ayo naik!" Tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain. Ciara berusaha menekan rasa takutnya. Ziyad membuka jendela lebar-lebar. "Hati-hati, Non!"Untung saja, jendela kecil itu tidak tinggi sehingga masih bisa dijangkau menggunakan kursi. Ciara mulai memanjat jendela. Dia teringat akan masa lalu. "Oke, aku pasti bisa." Dia tersenyum dan menguatkan diri untuk bisa memanjat jendela.Sebelum sakit jantung menyerang, Ciara adalah gadis yang aktif. Dia selalu mencoba kabur dari kamarnya hanya untuk bermain di luar rumah. Keterbatasan izin yang diberikan Rudi untuknya membuat Ciara harus selalu mencuri kesempatan untuk bermain. Ciara juga menekuni beberapa cabang olahraga seperti bersepeda, berenang, berkuda dan memanah. Br
Dengan isyarat tangan, Ziyad memberi tanda kepada Ciara untuk mengikutinya. Mereka merayap di antara drum-drum besar. Mereka berusaha untuk tidak terlihat para penjaga. Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Ziyad dan Ciara akhirnya mencapai tepi halaman.Di depan mereka, ada pagar tinggi yang tampak sulit untuk dilewati. Namun, Ziyad melihat sebuah celah kecil di bawah pagar yang mungkin cukup besar untuk mereka lewati."Kita harus merangkak lewat sini," kata Ziyad, pelan. "Ayo, Nona! Kita harus cepat sebelum mereka nemuin kita."Ciara mengangguk dan mengikuti Ziyad merangkak melalui celah itu. Ziyad mengulurkan tangan untuk membantu Ciara. "Makasih," ucap Ciara, sedikit lega.Mereka berhasil keluar dari halaman gudang rempah-rempah. Ziyad dan Ciara tersadar bahwa mereka berdiri di sebuah jalan kecil yang sepi. Jalan kecil ini terdapat drum-drum besar di kiri dan kanannya. Ziyad berseru, "Ayo, Nona! Kita harus nemuin jalan raya."Dengan napas terengah-engah, mereka