'Sesuai dugaanku. Mereka anak buah Kevan. Aku harus cepet-cepet pergi dari pasar,' pikir Felicia ketakutan.Setelah sekian detik Felicia tidak menjawab, si pria bertanya lagi. "Bu, kok diem aja? Pernah liat apa nggak?"Felicia buru-buru bersin untuk menguatkan alibi. "Maaf, Bang. Saya udah coba inget-inget, tapi kayaknya nggak pernah liat cewek ini. Maaf ya, saya lagi flu berat."Saat berbicara, Felicia menutup mulutnya. Dia mengangkat tangan seraya memberikan kode maaf kepada si pria. Lalu, dia berjalan cepat meninggalkannya sambil berpura-pura menggosok hidung yang gatal.Pria asing itu tidak merespon. Dia hanya geleng-geleng dan pergi.Dari kejauhan, Felicia mendengar suara si pria tadi."Bos Angga, nggak ada yang pernah liat Nona Ciara di sini. Gimana kalo kita cari di gang-gang aja?"Felicia melotot. Dia hampir menjatuhkan karung di tangannya.Angga memberikan instruksi. "Oke. Kita berpencar aja! Setiap gang diperiksa dua orang. Kalo ada yang nemuin Nona Ciara langsung telepon ak
Rasa sakit pada perutnya tidak sebanding dengan rasa sakit hati yang Kevan dapatkan saat kehilangan Ciara. Kevan yang selalu terlihat kuat dan tidak takut apapun, sekarang begitu lemah dihadapkan dengan kenyataan menghilangnya Ciara.Beberapa kali Kevan frustasi. Beberapa kali juga, dia menyiksa diri dengan tidak memperhatikan kesehatannya. Tapi beruntung, otak Kevan masih waras sehingga dia tidak terlibat obat-obatan terlarang."Aku lagi di kota Tango nyari pacarku. Apa Bu Bos bisa bantu?"Meskipun Kevan tidak lagi menjadi anak buah Bos Gallon, tapi dia masih menghormati Gallon dengan memanggilnya Bos "Lah, aku bukan polisi. Gimana caranya bantu kamu, Van?" Gallon terdengar penuh dengan keraguan. "Eh, tapi ... gimana ceritanya cewek kamu bisa hilang? Dia diculik?"Kevan menjauhkan handphone dari daun telinga. Dia menatap Ziyad. "Tunda meeting 5 menit!" perintahnya.Ziyad mengangguk, lalu kembali menghubungi Sarah. Sementara itu, Kevan masih berbicara dengan Gallon di telepon."Nggak
"Jangankan kalian, saya sebagai pengacara keluarga Darwin aja nggak dihubungin sampai sekarang." Mahendra emosi. Tapi apa boleh buat? Dia hanya bisa berharap Kevan menemukan Ciara dan keluarganya."Apa Anda udah coba telpon Nyonya Felicia?" Nacita bertanya. Mahendra mengangkat kedua bahu. Lalu, menjawab, "Tentu, Nona. Mereka semua ganti nomor."'Kevan pasti menderita. Pantes dia sakit-sakitan,' pikir Nacita. Dia tidak berkata apa-apa lagi.Kevan tidak akan membiarkan perusahaan Darwin jatuh meskipun tanpa Rudi. Setelah mendapatkan kabar dari Gallon, setidaknya Kevan masih optimis mencari Ciara.Suasana kembali tenang. Kesempatan itu digunakan Kevan untuk berbicara."Oke, aku nggak mau ulur-ulur waktu lagi. Aku mau alihkan paksa saham Miguel Wijaya ke akunku sebagai konsekuensi kejahatannya. Karena dia udah banyak ngerugiin perusahaan. Tapi sebelum itu, aku akan alihkan sahamku ke akun Ciara."Semua orang terdiam. Mereka mengerti alasan Kevan melakukan semua ini. Kevan mengalihkan p
Meeting dadakan jajaran direksi sudah selesai. Mereka sepakat dengan usulan Kevan untuk mempekerjakan seseorang yang unggul di bidang keuangan. Sebagai Dirut SDM, Senopati yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Saat ini, Kevan sedang menerima panggilan telepon masuk dari Dabin. Dia bersandar sambil memijit pelipisnya."Aku nggak tau arah pembicaraan kamu, Paman Dabin. Jadi intinya, Kakek mau aku pulang sekarang ke kota Paloma, gitu?"Ziyad yang duduk di dekat ranjang hanya bisa tersenyum miris. Dia tahu betul perasaan dan kondisi Kevan yang sakit-sakitan."Apa di pikiran Tuan Besar Christian cuma ada bisnis, bisnis dan bisnis aja? Apa Tuan Besar Christian nggak mikirin perasaan Cucu pertamanya?"Kevan bahkan memanggil Christian dengan sebutan Tuan Besar. Dia masih berusaha bersikap tenang saat berinteraksi dengan Dabin. "Bukan seperti itu, Tuan Muda. Tapiー"Kevan menyela ucapan Dabin. Dia menaikan sedikit nada bicaranya."Tapi, Tuan Besar Christian takut kehilangan laba besar kalo
Angga pergi ke beberapa lokasi kontrakan murah sesuai perkataan Gallon. Dia dan anak buah Raymond menyebar mencari Ciara. Semua orang berharap, kali ini mereka akan berhasil menemukan Ciara."Kalian bertiga pergi ke kontrakan di gang Kelinci pas banget di depan Masjid Nurul Huda! Aku sama mereka berdua ke kontrakan kumuh di seberang toko bangunan deket stasiun.""Oke, Bos Angga. Terus, nanti kita kumpul lagi di sini?" tanya salah satu dari anak buah Raymond."Kalo ada yang liat Nona Ciara, langsung telepon aku! Kalo kita gagal lagi, langsung kumpul aja di sini! Nanti aku pikirin kita mau nyari ke mana."Setelah mendapatkan instruksi dari Angga, mereka semua berpencar. Angga dan kedua anak buah Raymond memasuki area kontrakan kumuh."Astaga! Bau banget sampah di sini." Angga berkata sambil memakai masker guna menutupi mulut dan hidungnya. "Aku nggak yakin, Cia di sini. Tapi, nggak ada salahnya dicoba aja!"Angga melihat dua gerobak memasuki area kontrakan. Dia menunggu keduanya mendeka
Pintu kamar Kevan terbuka. Kevan mendengar suara langkah kaki, tetapi dia tidak menoleh. Karena dia berpikir, orang yang membuka pintu itu sudah pasti asistennya."Tuan Muda!"Ziyad berjalan cepat-cepat menuju bawah jendela di mana Kevan berdiri menghisap rokoknya. Wajah Kevan tidak begitu pucat seperti beberapa hari lalu, meskipun mata cekungnya mengatakan bahwa dia kurang tidur. Sedangkan tangannya masih bersahabat dengan jarum infus.Kevan mengembuskan asap rokok tinggi ke udara dengan frustasi. Lalu, dia membiarkan Ziyad mendekatinya."Tuan, saya udah minta penjaga siapin mobil. Kita harus ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tango sekarang. Karena Pak Henry baru ngasih tau ada transaksi di sana. Kemungkinan besar itu adalahー"Kevan melepaskan jarum infus. Dia berjalan meraih jaket yang tergeletak di atas ranjang. Dia tahu arah pembicaraan Ziyad.Kevan berjalan menuju pintu kamar. Dia juga berteriak begitu tahu Ziyad masih mematung di tempatnya. "Kenapa diem aja?! Cepetan ambil handph
Kerinduan Kevan akhirnya terbalaskan. Dia mendekap erat tubuh gadis itu seolah tidak akan melepaskannya lagi. Kevan tidak sadar menjatuhkan air matanya. Karena terlalu bahagia, Kevan memeluk si gadis sambil berputar. Kevan tidak peduli dengan banyaknya pasang mata yang melihatnya."Cia, aku kangen banget sama kamu. Aku cari-cari kamu ke setiap sudut kota Tango. Aku seneng banget bisa nemuin kamu. Tapi, kenapa kamu sendirian? Mami dan Papi mana?"Gadis itu tidak merespon. Meskipun begitu, Kevan tidak berhenti mengutarakan isi hati. "Kamu nggak boleh jalan sendirian di jalan raya kayak gini, Cia! Itu bahaya buat kamu."Kevan mendengar gadis itu terbatuk, tetapi Kevan tetap memeluknya dengan erat.Ziyad terheran dengan sikap Kevan. Ziyad baru saja turun dari mobil. Dia berjalan menghampiri Kevan.Ziyad menyipitkan mata. "Tuan Muda, Anda ngapainー" Ziyad memanggil tuannya dan hendak memberitahu. Namun, Kevan mengabaikan. "Sssstttttt, diem!" Kevan membentak Ziyad. Dia tidak peduli dengan
Miguel masih bersikap tenang. Dia tidak terprovokasi oleh Nulla. Dia duduk bersandar sambil menatap Nulla yang mulai menangis."Ini positif? Maksud aku, kamu positif hamil?"Nada bicara Miguel yang tenang membuat Nulla berani berpikir bahwa bosnya akan bertanggung jawab terhadap kehamilannya. Apa mungkin Miguel dengan mudahnya akan mengakui anak di dalam kandungan Nulla?"Hasil testpack ini garis dua, Pak," kata Nulla, dia menghapus air mata. "Artinya aku positif hamil."Nulla menatap kedua mata hitam Miguel dengan berkaca-kaca. Dia menaruh harapan penuh pada Miguel agar memberikan anak di dalam kandungannya kehidupan yang layak."Tapi, kenapa kamu kasih testpack ini ke aku? Apa tujuan kamu, Nulla?"Nulla cemas. Dia merasa dipermainkan oleh Miguel Wijaya."Pak Miguel jangan pura-pura bodoh! Juga jangan pura-pura nggak ngerti maksud aku!"Miguel duduk tegak. Dia membawa tangannya ke atas meja, lalu mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari telunjuk kanan. Nulla terdiam ketika melihat ked