Felicia selesai membayar biaya obat-obatan Ciara. Perasaannya senang sekaligus khawatir. Senang karena Ciara akan segera diberikan obat. Khawatir karena dia kehabisan uang untuk biaya rumah sakit. Darmadi memberikan obat khusus jantung untuk mengurangi sesak di dada kiri Ciara. Dia juga sudah memberikan obat untuk sakit kepala Ciara. Meskipun begitu, Ciara belum bisa keluar dari UGD."Cia, apa handphone Papi udah selesai diisi daya?" Felicia bertanya setelah Darmadi ke luar dari ruangan Ciara. "Udah, Mi. Tadi udah aku lepas kabel pengisian daya handphone Papi."Felicia berbisik, "Kamu di sini sama Mas Irman. Mami mau pulang sebentar. Mami mau jual handphone Papi buat biaya rumah sakit."Ciara tidak mau berjauhan dari Felicia. Namun, dia tidak kuasa menolak. Maka, Ciara hanya bisa mengangguk pasrah membiarkan Felicia melakukan apapun yang diinginkannya. Jika biasanya Felicia menutupi semua hal dari anaknya, sekarang tampaknya dia tidak ragu mengatakan semuanya. Felicia menatap Irma
Felicia memakai celemek. Dia baru selesai memasak makan malam untuk keluarga Jasmine. Menu sederhana untuk porsi 5 orang. "Segini luasnya kenapa nggak ada foto keluarga? Apa Juragan nggak punya anak? Kenapa rumahnya sepi gini?"Felicia berbicara seorang diri. Dia menata meja makan dengan cantik."Ah, nggak mungkin. Juragan minta aku masak untuk porsi 5 orang. Tapi, cuma disajikan untuk 2 orang aja. Ini kan berarti sisanya untuk anak-anak Juragan."Puas berasumsi, Felicia menatap hasil masakan dan tatanan meja makan. Dia tersenyum. "Semoga aja Juragan puas sama hasil kerjaku."Jasmine datang bersama suaminya dengan senyum. Felicia menyadari kehadiran mereka. Wajahnya berubah merah. Dia takut Jasmine dan Theo mendengar suaranya."Udah selesai, Bu Feli?" tanya Jasmine yang senantiasa ramah.Felicia mengangguk. "Uーudah, Juragan. Silakan makan mumpung masih anget!"Felicia menarik kursi untuk kedua juragannya. Theo memandangi Felicia. Lalu, menatap Jasmine. Melihat Jasmine mengangguk, T
Kevan tertidur di rumah Raymond yang berada di Jalan Cemara Raya 1. Raymond tidak membawa Kevan ke klinik seperti permintaan laki-laki itu. Namun, Raymond memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa dan merawat Kevan.Ada beberapa alasan yang membuat Raymond menghindari pergi ke tempat-tempat umum. Salah satunya, demi menjaga identitas dan keamanannya."Tuan Ray Meridian, saya saranin supaya Tuan Kevan kontrol stres. Karena stres jadi faktor utama pemicu sakitnya."Fernando Salim, 41 tahun. Dia bekerja sebagai dokter pribadi Raymond sejak 5 tahun lalu. Dia adalah salah satu dokter senior Rumah Sakit Internasional Mayadipta di kota Tango. Yaitu rumah sakit bertaraf internasional yang selevel dengan Rumah Sakit Mitra Internasional Baubau. Ziyad dan Angga terkesiap mendengar Fernando memanggil Raymond dengan nama Ray Meridian. Lalu, bagaimana dengan nama Raymond? Bahkan Angga yang menghabiskan banyak waktu bersama Kevan pun tidak pernah tahu hal ini."Oke, saya usahain," jawab Raymond.
'Sesuai dugaanku. Mereka anak buah Kevan. Aku harus cepet-cepet pergi dari pasar,' pikir Felicia ketakutan.Setelah sekian detik Felicia tidak menjawab, si pria bertanya lagi. "Bu, kok diem aja? Pernah liat apa nggak?"Felicia buru-buru bersin untuk menguatkan alibi. "Maaf, Bang. Saya udah coba inget-inget, tapi kayaknya nggak pernah liat cewek ini. Maaf ya, saya lagi flu berat."Saat berbicara, Felicia menutup mulutnya. Dia mengangkat tangan seraya memberikan kode maaf kepada si pria. Lalu, dia berjalan cepat meninggalkannya sambil berpura-pura menggosok hidung yang gatal.Pria asing itu tidak merespon. Dia hanya geleng-geleng dan pergi.Dari kejauhan, Felicia mendengar suara si pria tadi."Bos Angga, nggak ada yang pernah liat Nona Ciara di sini. Gimana kalo kita cari di gang-gang aja?"Felicia melotot. Dia hampir menjatuhkan karung di tangannya.Angga memberikan instruksi. "Oke. Kita berpencar aja! Setiap gang diperiksa dua orang. Kalo ada yang nemuin Nona Ciara langsung telepon ak
Rasa sakit pada perutnya tidak sebanding dengan rasa sakit hati yang Kevan dapatkan saat kehilangan Ciara. Kevan yang selalu terlihat kuat dan tidak takut apapun, sekarang begitu lemah dihadapkan dengan kenyataan menghilangnya Ciara.Beberapa kali Kevan frustasi. Beberapa kali juga, dia menyiksa diri dengan tidak memperhatikan kesehatannya. Tapi beruntung, otak Kevan masih waras sehingga dia tidak terlibat obat-obatan terlarang."Aku lagi di kota Tango nyari pacarku. Apa Bu Bos bisa bantu?"Meskipun Kevan tidak lagi menjadi anak buah Bos Gallon, tapi dia masih menghormati Gallon dengan memanggilnya Bos "Lah, aku bukan polisi. Gimana caranya bantu kamu, Van?" Gallon terdengar penuh dengan keraguan. "Eh, tapi ... gimana ceritanya cewek kamu bisa hilang? Dia diculik?"Kevan menjauhkan handphone dari daun telinga. Dia menatap Ziyad. "Tunda meeting 5 menit!" perintahnya.Ziyad mengangguk, lalu kembali menghubungi Sarah. Sementara itu, Kevan masih berbicara dengan Gallon di telepon."Nggak
"Jangankan kalian, saya sebagai pengacara keluarga Darwin aja nggak dihubungin sampai sekarang." Mahendra emosi. Tapi apa boleh buat? Dia hanya bisa berharap Kevan menemukan Ciara dan keluarganya."Apa Anda udah coba telpon Nyonya Felicia?" Nacita bertanya. Mahendra mengangkat kedua bahu. Lalu, menjawab, "Tentu, Nona. Mereka semua ganti nomor."'Kevan pasti menderita. Pantes dia sakit-sakitan,' pikir Nacita. Dia tidak berkata apa-apa lagi.Kevan tidak akan membiarkan perusahaan Darwin jatuh meskipun tanpa Rudi. Setelah mendapatkan kabar dari Gallon, setidaknya Kevan masih optimis mencari Ciara.Suasana kembali tenang. Kesempatan itu digunakan Kevan untuk berbicara."Oke, aku nggak mau ulur-ulur waktu lagi. Aku mau alihkan paksa saham Miguel Wijaya ke akunku sebagai konsekuensi kejahatannya. Karena dia udah banyak ngerugiin perusahaan. Tapi sebelum itu, aku akan alihkan sahamku ke akun Ciara."Semua orang terdiam. Mereka mengerti alasan Kevan melakukan semua ini. Kevan mengalihkan p
Meeting dadakan jajaran direksi sudah selesai. Mereka sepakat dengan usulan Kevan untuk mempekerjakan seseorang yang unggul di bidang keuangan. Sebagai Dirut SDM, Senopati yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Saat ini, Kevan sedang menerima panggilan telepon masuk dari Dabin. Dia bersandar sambil memijit pelipisnya."Aku nggak tau arah pembicaraan kamu, Paman Dabin. Jadi intinya, Kakek mau aku pulang sekarang ke kota Paloma, gitu?"Ziyad yang duduk di dekat ranjang hanya bisa tersenyum miris. Dia tahu betul perasaan dan kondisi Kevan yang sakit-sakitan."Apa di pikiran Tuan Besar Christian cuma ada bisnis, bisnis dan bisnis aja? Apa Tuan Besar Christian nggak mikirin perasaan Cucu pertamanya?"Kevan bahkan memanggil Christian dengan sebutan Tuan Besar. Dia masih berusaha bersikap tenang saat berinteraksi dengan Dabin. "Bukan seperti itu, Tuan Muda. Tapiー"Kevan menyela ucapan Dabin. Dia menaikan sedikit nada bicaranya."Tapi, Tuan Besar Christian takut kehilangan laba besar kalo
Angga pergi ke beberapa lokasi kontrakan murah sesuai perkataan Gallon. Dia dan anak buah Raymond menyebar mencari Ciara. Semua orang berharap, kali ini mereka akan berhasil menemukan Ciara."Kalian bertiga pergi ke kontrakan di gang Kelinci pas banget di depan Masjid Nurul Huda! Aku sama mereka berdua ke kontrakan kumuh di seberang toko bangunan deket stasiun.""Oke, Bos Angga. Terus, nanti kita kumpul lagi di sini?" tanya salah satu dari anak buah Raymond."Kalo ada yang liat Nona Ciara, langsung telepon aku! Kalo kita gagal lagi, langsung kumpul aja di sini! Nanti aku pikirin kita mau nyari ke mana."Setelah mendapatkan instruksi dari Angga, mereka semua berpencar. Angga dan kedua anak buah Raymond memasuki area kontrakan kumuh."Astaga! Bau banget sampah di sini." Angga berkata sambil memakai masker guna menutupi mulut dan hidungnya. "Aku nggak yakin, Cia di sini. Tapi, nggak ada salahnya dicoba aja!"Angga melihat dua gerobak memasuki area kontrakan. Dia menunggu keduanya mendeka