"Akhhh."
Aleta menjerit seiring dengan cepatnya hentakan demi hentakan yang Jhon salurkan.
"Jhon …"
Di sela kegiatan panas mereka, sesekali Aleta menyebut nama Jhon. Dan hal itu sukses mengisi penuh daya kekuatan Jhon hingga berkali-kali lipat.
"Akhhh."
Adik kecil Jhon bertambah keras. Gerakan pinggulnya juga semakin cepat; tidak beraturan.
Tubuh Aleta terhentak-hentak di bawah kungkungan nya.
"Jhon!" Tak kuasa, Aleta spontan menggigit pundak Jhon sampai bekas gigitannya tercetak rapi di pundak tersebut.
Sampai di atas, mereka hanya dihadapkan tiga pintu. Satu diantaranya adalah ruang yang dipakai Aleta dan Jhon.Telapak tangan Erik sudah basah duluan. Ia mengusapnya dengan kasar. Saat ia melirik Romis, wajah atasannya itu terlihat biasa-biasa saja. Entah memang tidak memikirkan atau ia pandai berakting.Salah satu anak buah Louison memberi isyarat untuk lekas membukakan pintu pada satu rekannya.Detik itu juga, satu pintu dibuka kasar olehnya. Sayang, yang didapati hanya kekosongan.Pria lain lanjut ke pintu sebelah. Pun isinya tidak jauh berbeda dari pintu sebelumnya.Hal ini berarti, Jhon dan Aleta berada di balik pintu terakhir.
Begitu pesan dari Sky masuk, Jhon lekas membuka. Lantas, matanya terbelalak mendapati rekaman Minni yang duduk dengan posisi kedua tangan terikat di belakang, dan mulut disumpal kain. "Minni!" seru Aleta. ***Aleta tak mau mendengar saran dari Jhon. Gadis itu langsung merampas kunci mobil Romis yang sudah disembunyikan di balik saku jasnya. "Hei, apa kau gila!" teriak Romis tak sama sekali digubris. Jangankan Romis, Jhon pun tidak ia tanggapi meski Jhon memohon-mohon. "Katakan pada pacarmu. Jika ia Ke luar, maka usahamu membawanya akan sia-sia," ujar Romis. Jhon mengunci mulutnya rapat-rapat. Ia pun hanya bisa mengikuti Aleta kemanapun gadis itu pergi. "Jhon!" Romis sampai berteriak panik. Jhon memberinya isyarat agar Romis tak perlu khawatir, karena Jhon masih bisa menjaga dirinya sekaligus diri Aleta. Romis akhirnya berhenti mengikuti mereka. Mulutnya mendesah berat disertai sorot kekhawatiran. Kemudian pundak pria itu ditepuk pelan dari belakang. "Jangan khawatir, Pak. Aku
"Wah." Kali ini Jhon tertarik. Ia sangat membenci Sky. Jadi ia juga menginginkan kematian Sky."Lakukan sesukamu, sayang. Aku akan mendukung."Selang satu detik.Kaca mobil dibuka sepenuhnya. Tubuh kecil Aleta menjulur keluar. Semua orang di depan rumah megah; termasuk Sky, dibuat terbelalak, disusul kalang kabut merogoh saku masing-masing.Telat!Aleta bergerak tiga puluh detik lebih cepat dari mereka. Mulut pistol yang berhasil diambil diarahkan ke semua orang.DorrrPeluru berdesing. Tembakan pertama yang ia lepas sukses men
"Sudah." Jhon beranjak menegakkan punggung. "Ayo bangun dan pergi da—" Ucapan pria itu menggantung. Ia terbelalak mendapati darah merembes pada pakaian Aleta, dan pada tangannya sendiri."Aleta!!!"Jhon panik luar biasa. Kontan ia mengangkat pundak lurus gadis itu. Begitu wajahnya dan wajah Jhon saling berhadapan. Air mata Jhon seketika bercucuran tanpa ampun."Aleta!" Dengan isak tangis menyayat hati, ia merangkul gadis itu erat-erat."Aleta!" sebutnya seiring dengan tangisan yang mulai menyeruak sampai luar.Tangisan Jhon berhasil memancing perhatian Sky yang tengah mencongkel peluru pada lengannya.
"Menyerah atau mati ditempat!"***Terlambat!Louison telah kehabisan kesempatan. Pria itu tak bisa lolos dari yang sudah-sudah.Kedua polisi memborgol kedua tangan Louison. Saat seperti ini, mereka dapat merasakan kesedihan mendalam pria itu."Cepat bawa dia!" Perintah Rockie, anggota kepolisian yang dibuat jatuh hati oleh Aleta.Kedua polisi membawa Louison. Secara otomatis, mereka melewati Jhon yang tengah merangkul Aleta. Bulir-bulir bening Louison membrondong deras seiring dengan dadanya yang naik turun."Mr Jhon, mari baw
"Kau dimana, Jhon?" Tanya Markus dari seberang sana. "Kalian sudah lolos dari Ayahku?"Bukannya menjawab pertanyaan Markus, Jhon justru terisak-isak hingga Markus menatap layar ponselnya sendiri."Ini nomor Jhon tapi kenapa anak kecil yang menerima?" batin Markus, menyangka suara di seberang sana adalah suara anak kecil lantaran suaranya kecil nyaris tidak terdengar."Jhon." Markus memanggil. "Jhon!"Setelah beberapa saat, barulah Jhon menyahut dengan suara parau. "Ya, aku disini."Markus menghembus nafas panjang_lega."Kau dimana?" Tanyanya kemudian.Jhon mengarahkan pandangan ke pintu UGD. Lampu operasi masih menyala. Sambil menyeka air mata ia menjelaskan, "Ayahmu sudah ditangkap Kepolisian Moskow. Gantinya, Aleta terluka parah. Sekarang ada di rumah sakit tak jauh dari rumah Ayahmu."Hening.Markus tak menjawab, Jhon juga tak melanjutkan.Selang setengah menit, Markus tiba-tiba membalas, "Baiklah. Tunggu aku. Aku akan kesana dalam waktu setengah jam."Jhon mengangguk. Panggilan di
Memasuki jam berikutnya, lampu operasi dimatikan. Tak berselang lama, pintu ruangan dibuka, disusul keluarnya Dokter pria berkacamata dengan setelan pakaian operasi serba hijau.Ketiga pria pengagum Aleta seketika beranjak mengangkat bokong. Salah seorang dari mereka, yakni Jhon Christy, lantas menghampiri si Dokter dengan kepanikan yang belum berakhir."Bagaimana, Dok?" Tanya Jhon.Dokter memperhatikan wajah-wajah mereka sejenak. Sesudahnya ia bertanya. "Siapa dari kalian yang menjadi wali pasien?"Jhon mengajukan diri. "Saya, Dok.""Ayo ikuti saya!" Dokter memerintah sebelum dirinya melangkah lebih dulu. Jhon pun mengekor, sementara Markus dan Rockie tetap di tempat.Jhon dibawa masuk ke ruangan Dokter. Disana ia dan Dokter itu duduk saling berhadap-hadapan.Supaya perasaan Jhon lebih tenang sedikit, Dokter sengaja tidak langsung mengatakan intinya. Pria itu menanyakan beberapa hal yang ringan terlebih dahulu."Jadi kau yang selalu pasien sebut."Jhon agak kaget mendengar itu."Sela
Suara khas rumah sakit menyambut kedatangan Jhon. Memandang Aleta terbujur bagaikan mayat di brankar rumah sakit, seluruh energi Jhon bagai luruh digerus badai. Langkah pria itu tampak gontai. Kedua lututnya seakan mati rasa. Ia begitu susah payah menghampiri satu-satunya wanita yang begitu dicintainya itu.Setelah teramat dekat, ia menarik kursi dan ia menghempaskan bokong."Aleta Louison," panggil Jhon membisik.Aleta belum siuman. Kedua kelopak matanya mengatup rapat. Keganasan yang biasa Jhon temukan, kini laksana sirna ditelan badai. Wajah sangar itu berubah tanpa ekspresi. Tanpa ekspresi!!!Jhon lantas meraih pergelangan tangan Aleta. Punggung tangannya ia kecup berkali-kali, diikuti luruhnya air mata menjadi-jadi meski tanpa suara."Demi dirimu, aku rela melakukan apapun, Aleta! Aku mohon! Cepatlah sadar! Cepatlah membaik, Sayang."Dari celah pintu, rupanya Markus mengintip sahabatnya tersebut. Namun, itu hanya beberapa saat. Markus kemudian balik badan, mendaratkan bokong pad