Home / Fantasi / Black Mirror (Indonesia) / Misi Ketiga_Identifikasi Pemain: Lisa # Cerita Di Antara Deret Buku

Share

Misi Ketiga_Identifikasi Pemain: Lisa # Cerita Di Antara Deret Buku

Author: R. Wardani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini adalah Rabu, aku sengaja datang lebih pagi karena jam pertama adalah olahraga. Bukan karena aku sangat berantusias, tapi labih karena harus menyempatkan diri untuk sarapan di kantin sekolah. Aku tidak ingin pingsan di depan semua orang seperti minggu lalu dan menambah kejadian memalukan dalam daftar kehidupan SMA yang masih berada di ujung ini. Yah, walau cukup memalukan, setidaknya karena kejadian itu aku jadi bisa memaksa diriku untuk duduk di sini dengan sepiring nasi goreng. Sepertinya makan di pagi hari bagus juga.

Tidak ada yang mengurus makananku sebagai anak kos. Biasanya aku selalu menggabungkan sarapan dan makan siangku karena terlalu malas untuk mencari makan pagi-pagi. Lagipula dengan begitu rasanya jadi lebih praktis.

“Seharusnya bilang padaku jika kamu akan berangkat lebih dulu, hampir saja aku mendobrak pintu kamarmu karena tidak ada yang merespon ketukanku.” Ava mengomel sambil menghampiri mejaku lalu mengambil kursi dengan posisi kami yang berseberangan.

Untung saja tidak banyak siswa yang sedang mampir ke sini. Aku tidak ingin menjadi tontonan pagi-pagi karena ucapan pedas dari teman baikku.

“Sebenarnya aku tidak masalah jika kamu benar-benar mendobraknya. Pada akhirnya Kamu sendiri yang akan diomeli mamamu,” ujarku setelah menelan nasi yang sempat berhenti kukunyah karena kedatangan Ava.

Kos yang kutempati adalah milik keluarga Ava, bangunannya berhadapan dengan rumah Ava dan hanya dipisahkan oleh jalanan komplek yang lebarnya bahkan hampir tidak bisa digunakan untuk dua mobil yang saling bersimpangan. Hal itu adalah salah satu sebab yang membuat kami jadi sering bersama-sama. Kedekatanku dengan Ava adalah kebetulan yang sangat kusyukuri.

Terhitung sekitar delapan bulan yang lalu aku pindah dari rumah Tante Erin yang tidak lain adalah waliku dalam hukum. Hubunganku dengan adik almarhum ayahku itu sangat canggung walau sudah tinggal bersama selama bertahun-tahun. Selepas lulus SMP, aku sengaja memilih SMA di luar kota agar bisa hidup sendiri dan bebas dari kecanggungan yang sangat melelahkan. Dengan alasan ingin belajar hidup mandiri, Tante Erin melepaskanku dengan senang hati.

Tampaknya ini memang keputusan yang terbaik dan membahagiakan bagi semua orang. Akhirnya aku memilih salah satu kos-kosan yang kutemukan melalui pencarian di internet. Harganya cukup murah dan dekat dengan SMA Cendekia, SMA yang sekarang menjadi tempatku bersekolah. Kebetulan anak pemilik kos-kosan ternyata seusia denganku, kebetulan juga kami sekolah di SMA yang sama dan ditempatkan pada satu kelas yang sama juga. Dia adalah Ava Nafiza, gadis yang sedang duduk satu meja denganku sekarang. Ava memiki sifat yang sangat ramah, peduli, penuh empati, dan baik hati. Gadis itu bahkan mau repot-repot mendekati anak penyendiri dan beraura muram sepertiaku.

Kami jadi sering bersama dan menjadi dekat seiring berjalannya waktu. Ava adalah teman pertama dan satu-satunya yang kumiliki. Walau sebenarnya Ava mempunyai banyak teman dan cukup populer di antara teman seangkatan kami, tetapi dia tidak pernah meninggalkanku sendirian. Dari dulu, baik ketika masih di bangku SD maupun SMP, aku tidak memiliki sosok yang benar-benar bisa disebut teman, semua hanya sebatas kenalan yang kebetulan dipertemukan dalam satu kepentingan yang sama bernama sekolah. Kehadiran Ava adalah hadiah Tuhan di antara segala lelucon kehidupan yang gemar sekali mencandaiku selama ini.

“Hai, Sa. Mamaku akan senang sekali jika kamu mau sarapan di rumahku. Kalau Kamu keberatan melakukannya setiap hari, setidaknya datanglah sesekali,” celetuk Ava tiba-tiba sambil memainkan ponselnya.

“Aku sudah banyak merepotkan keluargamu, loh. Jika aku memikirkan kebaikan kalian, aku selalu bingung bagaimana caraku membalasnya nanti,” timpalku jujur.

“Kenapa kamu selalu mengatakan hal-hal seperti itu, sih? Apa hanya aku yang menganggap bahwa kita berteman?” tukas Ava dengan nada tidak suka. Ah, sepertinya aku salah bicara.

“Bukan begitu, hanya saja aku masih belum terbiasa dengan sikap yang begitu ramah dari orang lain. Ini bukan berarti aku tidak menganggapmu sebagai teman,” ucapku tidak enak hati. Melihat ekspresi yang dibuat Ava sekarang, sepertinya aku sudah membuatnya tidak nyaman.

“Kamu ini, sesekali cobalah untuk tidak terlalu keras kepada diri sendiri. Kamu juga layak mendapatkan kebaikan dari orang lain, tau. Jangan selalu menganggap rendah kepada diri sendiri, Sa. Itu tidak baik,” tutur Ava dengan tatapan melunak dan senyum maklum.

Sudah kubilang, kan, bahwa kedakatanku dengan Ava adalah kebetulan yang sangat patut untuk kusyukuri.

“Kamu adalah satu-satunya orang yang bisa mengatakan hal sebaik itu tentangku ketika aku sendiri tidak memiliki rasa percaya diri bahkan hanya sekedar untuk memikirkannya. Benar-benar gadis yang hebat,” gumamku sambil tersenyum kecil.

“Karena kamu menganggapku hebat, jadi percayalah dengan apa yang kukatakan tentangmu. Aku begini karena aku yakin bahwa kamu adalah orang yang baik,” sahut Ava yang ternyata mendengar ucapanku.

“Baiklah, aku akan berjuang semampuku untuk membuktikan ucapanmu,” ujarku untuk melegakannya.

“Whooooh, semangat,” goda Ava sambil mengacak poniku. Eh, tiba-tiba saja aku merinding. Tunggu sebentar! Perasaan apa ini? Dejavu?

Suara bel terdengar berdentang tiga kali tanda pelajaran akan dimulai. Semua siswa yang masih berada di luar, dengan segera berhamburan menuju kelas masing-masing sebelum tertangkap oleh pengurus Osis dan guru piket ketika masih keluyuran. Tidak terkecuali aku dan Ava yang ikut terbawa suasana karena semua orang terburu-buru. Namun ketika langkah kami sudah hampir meninggalkan kantin, tiba-tiba saja Ava berbalik seolah baru menyadari sesuatu. Gadis itu berjalan menuju meja di sudut ruangan. Aah, rupanya dia membangunkan seorang siswa yang masih tertidur di sana. Dasar ... anak yang baik.

Ava tampak mengangguk untuk pamit setelah mereka berbicara sedikit, mungkin mengucapkan terimakasih. Jika diingat lagi, sepertinya aku juga pernah beberapa kali melihat siswa itu tidur di tempat lain. Selain kantin mungkin perpustakaan dan kursi taman. Benar-benar bisa tidur di mana saja. Jangan-jangan dia jelmaan dari seekor kucing. Hehehe.

“Ayo,” ajak Ava sambil menarik tanganku untuk berlari.

“Kamu, kenal orang yang tadi?” tanyaku dengan napas tersenggal. Uuh, kenapa kelas kami harus berada di lantai paling tinggi, sih? Setiap Rabu kami harus naik hanya untuk kembali turun ke lapangan beberapa menit kemudian.

“Daripada kenal, mungkin lebih tepatnya aku sekedar tau siapa siswa itu. Dia cukup sering jadi bahan obrolan orang-orang,” jawab Ava tanpa menoleh ke arahku.

Hmmm, benarkah? Tapi dia tidak terlihat seperti orang yang populer. Tidak ada aura menyilukan yang mengelilinginya seperti hawa yang selalu dibawa Kak Jo kemana-mana. Orang yang tadi justru lebih terlihat seperti tokoh pemalas tanpa gairah hidup. Meski bukan kapasitasku memberikan penilaian seperti itu, sih.

“Ngomong-ngomong, aku juga sering melihat orang itu tidur di tempat lain. Apa dia punya suatu penyakit atau sebagainya?” tanyaku lagi. Memang tidak biasanya aku penasaran terhadap sesuatu, hanya saja orang ini sedikit aneh.

“Sepertinya tidak begitu, yang kudengar dia adalah mantan kapten tim basket sekolah ini, hasil tes fisik tahunan juga menyatakan bahwa dia sangat sehat. Tapi tidak lama setelah pergantian jabatan dia jadi sering ketiduran dimana-mana. Dia sendiri hanya memberi alasan standar seperti kurang tidur atau kelelahan. Tapi menurut beberapa orang dia sempat mengalami sebuah kecelakaan dan akhirnya mengundurkan diridari posisinya juga sebagai bagian dari tim.”

Ava bercerita panjang lebar hingga tiba di kelas. Kami menuju tempat duduk masing-masing dengan napas terengah-engah. Pelajaran olahraga belum dimulai, namun kami sudah menghabiskan energi untuk lomba lari dengan guru yang baru saja memberi salam di depan sana. Hampir saja kami tidak terlambat.

*******

Aku langsung melesat menuju perpustakaan setelah mendengar bel berdentang empat kali yang menandakan bahwa waktu belajar telah selesai sepenuhnya. Tempat itu adalah tempat favoritku semenjak masuk di SMA Cendekia. Tidak hanya tenang dan sepi, alasan utama aku menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang wajib kukunjungi setiap hari adalah jaringan wifi yang dimilikinya. Kecepatan wifi di perpustakaan adalah yang tercepat di sekolah ini. Biasanya aku akan mengunjungi Black Mirror sambil menunggu Ava selesai dengan kegiatan ekstrakulikulernya, lalu kami bisa pulang bersama. Rutinitas yang cukup aku suka.

“Belum pulang, Sa?” Sebuah suara menyapaku dari arah belakang.

Apa ada orang lain yang tertarik dengan perpustakaan di jam pulang sekolah?Kukira yang tersisa pada waktu seperti ini hanya mereka yang ada perlu dengan kegiatan ekstrakulikuler dan para staff memang harus pulang ketika sekolah benar-benar tutup.

“Kak Jo?” gumamku heran setelah melihat si pemilik suara.

“Black Mirror?” tanya Kak Jo sambil melirik laptop dipelukanku.

Aku mengangguk sembari melangkah mendahului Kak Jo menuju meja favoritku. Hal bagus lain yang dimiliki perpustakaan ini adalah balkonnya yang cukup besar untuk beberapa meja dan kursi baca, pemandangan yang langsung menampakkan taman belakang sekolah membuat suasana di tempat ini terasa sejuk. Sesekali, ketika mataku terasa lelah dengan layar laptop, aku akan memainkan daun dari pohon kenitu yang cabang rantingnya menjorok ke dalam balkon. Tidak sedikit juga akan ada burung-burung kecil yang mampir untuk bermain di sana. Suasana yang sangat damai.

“Kamu setiap hari ke sini?” tanya Kak Jo lagi sambil menempatkan dirinya di sampingku.

Laki-laki itu membawa sebuah novel berjudul Hamlet karya William Shakespeare yang merupakan seorang penulis terkenal dari Inggris, lebih tepatnya dia adalah seorang legenda. Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti tentang buku, tapi karena orang itu sangat terkenal dengan karyanya yang penuh tragedi, aku sempat beberapa kali menggunakan tulisannya sebagai media ketika tiba-tiba aku ingin menangis tanpa alasan.

“Sejauh ini aku belum pernah absen ke perpustakaan sepulang sekolah,” ujarku menjawab pertanyaannya.

“Tidak tertarik ikut salah satu kegiatan ekstrakulikuler?” tanya kak Jo lagi sambil menyangga dagu.

“Ikut ekstrakulikuler akan membuat waktuku untuk bermain menjadi berkurang,” jawabku tanpa berpaling dari layar laptop yang mulai menampilkan avatarku tampak sedang berdiri di dekat Menara Kristal.

Ini pasti karena aku tidak sempat log out dengan benar setelah menyelesaikan misi pengawalan saat jam istirahat tadi, jadi aku dikirim jauh kembali ke Central, kota utama yang menjadi pusat dari segala kegiatan di Black Mirror. Jika mengikuti peta, maka wilayahnya adalah tepat berada di tengah-tengah antara empat wilayah kekaisaran dan statusnya merupakan wilayah merdeka sebagaimana Sydvest dan daerah perbatasan yang lain.

“Kamu benar-benar menyukai game ini ya,” ujar Kak Jo yang hanya kuberi anggukan setuju.

“Jadi begini ekspresi seriusmu, aku kira Kamu hanya bisa berwajah canggung dan berbicara dengan kikuk,” celetuk Kak Jo yang belum berubah dari posisinya. Eh? Apa ini sebuah sindiran?

“Aduuh, mohon maaf, Kak. Bukan maksudku mengabaikan kak Jo,” ujarku tidak enak hati.

Apa yang kulakukan? Kak Jo mungkin menganggapku tidak sopan karena tidak menganggap keberadaannya. Okey, aku tidak menyangkal dengan kebenaran itu, Black Mirror membuatku melupakan segalanya. Tapi tetap saja ini salah, siapalah aku yang berani-berani mengabaikan orang penting seperti dia. Akan tetapi respon Kak Jo justru jauh dari ekspektasiku. Laki-laki itu justru memberiku tawa ketika aku sudah siap untuk dikritik.

“Bukan begitu, Sa. Maksudku, ternyata kamu juga bisa bersikap seperti ini. Jauh berbeda dengan sikapmu sebelum rapat kemarin,” jelas Kak Jo dengan senyum yang selalu ramah.

Entah mengapa ucapan dan senyumnya membuatku ingin ikut tersenyum juga. Aku senang bisa bertemu dengan orang baik seperti Kak Jo, cara dia melihatku tidak seperti kebanyakan orang. Sorot mata itu, mengingatkanku dengan tatapan Ava yang begitu hangat dan bersahabat.

“Aku hanya tidak nyaman dengan keramaian yang selalu membuatku gugup, apalagi ketika menjadi pusat perhatian seperti kejadian rapat tempo hari, rasanya hampir membuatku pingsan,” tuturku sambil sesekali memalingkan pandang dari laptopku ke arah Kak Jo. Aku tidak ingin menambah lagi rasa bersalahku kepadanya.

“Jadi baik-baik saja jika situasinya begini?” tanya Kak Jo memastikan.

Bukannya akumerasa terganggu atau apa dengan kehadirannya. Tapi, apa dia tidak berencana untuk membaca novel yang dibawanya? Sebenarnya aku sedang ingin mengerjakan quest harian yang hari ini belum kuselesaikan, dan tentu saja aku tidak mungkin untuk meminta Kak Jo agar diam dengan cara yang terang-terangan,kan.

“Setidaknya aku bisa bertindak lebih normal dalam keadaan seperti ini,” timpalku sambil tersenyum menyimpan rapat-rapat suara protes yang menggema dalam kepalaku.

“Jadi, aku telah bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak takut menjadi dirinya sendiri ya,” gumam kak Jo yang tidak kupahami maksudnya. Tampaknya kalimat itu mengandung banyak arti. Tapi ya sudahlah, lagipula bukan urusanku juga, kan.

Tidak ada lagi pembicaraan yang terjadi di antara kami setelah itu. Sudah cukup lama aku fokus kepada laptopku sperti yang kuharapkan, dan Kak Jo terlihat sibuk melamun tanpa membaca novel yang dibawanya. Sebenarnya aku tidak masalah dengan situasi kami sekarang, tapi tidak bisakah dia sedikit bergeser? Aku tidak ingin menjadi musuh masyarakat.

“Kak Jo suka William Shakespeare?” tanyaku memecah hening.

Bukannya apa-apa. Hal ini kulakukan semata-mata untuk menghapus hawa canggung yang lambat laun mulai merayap di antara kami.

Aku tau Kak Jo sedang melamun dan memikirkan hal lain, namun posisinya yang menyangga dagu sambil menghadap ke arahku bisa saja membuat orang lain salah paham ketika melihat kami. Aku hanya tidak ingin mengambil risiko walau sekarang sedang tidak ada orang. Menjadi artis dadakan dengan komunitas haters terbesar di sekolah ini adalah peran paling akhir yang ingin kulaoni dari semua peran yang ada di dunia ini.

“Sebenarnya aku ke sini hanya untuk menghabiskan waktu sebelum rapat OSIS dimulai, novel ini kutarik secara random dari rak yang dijangkau tanganku. Tapi malah beruntung sekali berjumpa denganmu, aku jadi tidak harus berkarat bosan sendirian,” Kak Jo menjeda kalimatnya untuk melirik jam tangan, “dan kuucapkan terimakasih karena sudah megingatkan, hampir saja aku lupa waktu karena tiba-tiba suasana di tempat ini jadi sangat menyenangkan. Sampai jumpa lagi, Sa,” lanjut Kak Jo sambil mengacak poniku sebelum berlalu begitu saja.

Heeehh? Lagi? Mungkinkah dia melakukan hal itu kepada semua orang? Cukup! Aku tidak ingin membayangkan Kak Jo mengusap kepala setiap siswa laki-laki setelah dia mengobrol dengan mereka. Terlalu menggelikan.

“Sa, perpustakaan sebentar lagi tutup.” Kak Nadia, penjaga perpustakaan ini memberiku peringatan dari dalam.

Aku dan Kak Nadia menjadi cukup akrab karena aku menjadi pengunjung rutin, sesekali dia juga menghampiriku ketika bermain untuk sedikit mengobrol atau merokemendasikan buku yang tentu saja hanya kuberi senyum. Kak Nadia lulus dari SMA ini dua tahun lalu. Sekarang dia membantu di perpustakaan ketika pagi dan pergi kuliah dengan mengambil kelas malam.

Setelah Kak Nadia memberi peringatan, aku segera mematikan laptop dan membereskan barang bawaanku lalu segera beranjak. Akan tetapi, langkahku terhenti tatkala telingaku mendengar suara seseorang sedang merintih. Eh? Salah dengar, kah?

Aku memeriksa sekitarku dari sela-sela rak buku. Mataku berhenti di sudut ruangan, terlihat seseorang sedang menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan. Apakah dia baik-baik saja?

Aku menghampirinya secara terburu-buru. Tanganku terulur menggoyangkan lengannya dengan sedikit ragu. Perlahan wajahnya sedikit terangkat dengan keringat dingin yang tampak mengalir deras dari pelipisnya. Mataku melebar bersamaan dengan perasaan panik yang tiba-tiba menyerang. Orang ini, kan?

“Kak Nadia!!! Di sebelah sini!!!”

Related chapters

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keempat_Identifikasi Pemain: Nara # Gadis Dari Kelas Satu

    Buram. Perlahan aku mulai bisa melihat cahaya terang menyapa pengelihatanku, menyilaukan. Aku tidak bisa mencerna keadaan hingga mataku akhirnya terbuka sempurna. Entah sudah berapa lama aku telah berhasil mempertahankan diri dalam kondisi setengah sadar. Selain hanya bisa mendengar hirukpikuk percakapan orang-orang, aku tidak melihat apapun yang terjadi di sekitarku. Mataku terlalu berat untuk dibuka. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah sebuah telapak tangan yang menyentuh lenganku sebelum kegelapan kembali menyergap.Rasanya, tubuhku sedang tidak baik-baik saja. Lalu ini? Selang infus? Ruangan serba putih dengan aroma obat yang menyengat. Rumah sakit lagi. Aku sudah bosan lagi-lagi harus mampir ke tempat seperti ini.“Kamu sudah bangun?” tanya seorang gadis dengan rambut sebahu yang sedang duduk di samping tempatku berbaring.Dengan pandangan yang masih agak buram, aku memperhatikan gadis itu. Rok berwarna coklat kopi susu, kemaja putih dan bl

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kelima_Identifikasi Pemain: Lisa # Cermin Yang Retak

    “Anak baru itu terlihat aneh.”“Kudengar dia tidak memiliki orang tua.”Sudah cukup! Hentikan!“Ibu melarangku berteman dengannya.”“Dia tinggal dekat rumahku, para tetangga sering membicarakannya.”“Tapi dia terlihat baik.”“Jangan bercanda! Bibinya saja menyebut gadis itu sebagai anak pembawa sial.”Aku mohon, berhentilah...“Menyeramkan.”“Jangan terlalu dekat dengannya.”Apa pun itu, apa pun salahku, aku minta maaf. Jadi kumohon berhenti.“Apa dia dikutuk? Nasibnya sangat tidak bagus.”“Anak itu menakutkan.”“Kejiwaannya mungkin terganggu.”“Tingkahnya juga sering tidak wajar.”"Yang pasti dia sangat aneh."BERHENTII!!!Aku membuka mata dengan pandangan berkunang-kunang, gelap. Jadi aku hanya bermimpi? Tanganku meraba se

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keenam_Identifikasi Pemain: Foxglove # Cahaya Bulan Yang Lahir Kembali

    “Damian sangat pemilih, aku kagum karena Selene mampu menjadi partnernya selama bertahun-tahun. Jika mereka benar-benar bersama di dunia nyata juga, aku yakin Selene adalah gadis yang luar biasa sabar.”Rivera masih menggerutu setelah mendapat omelan Damian gara-gara dirinya salah mengambil serbuk bunga. Akibatnya dia harus mengulang pekerjaannya dan memaksaku untuk membantu menyelesaikan tugasnya itu."Selama ini dunia selalu menghakimi betapa rewelnya perempuan, kalau saja mereka semua bertemu dengan Damian, aku yakin stigma itu akan terpatahkan," ucap Rivera yang masih enggan menutup mulut."Dia hanya sedikit perfeksionis, bukan rewel," sahut sebuah suara yang menggema di antara kami."Selene juga menakutkan. Bagaimana dia tau bahwa kita sedang membicarakan suaminya?" ujar Rivera antara terkejut dan bingung."Sebenarnya bukan hanya Selene, tapi seluruh anggota serikat mendengarmu. Tadinya mau kuingatkan bahwa kamu lupa berpindah ruan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketujuh_Identifikasi Pemain: Lisa # Garis Imajiner

    “Lisa! Di mana yang sakit?! Apa lukamu parah?!"Teriakan seseorang dan guncangan di tubuhku membuat kesadaranku tersedot kemudian terlempar ke sebuah tempat yang gelap. Perlahan mataku terbuka, meski tampak kabur, namun masih aku masih bisa menemukan wajah panik Ava yang hampir menumpahkan air mata.Kedua tangan gadis itu mencengkerap erat bahuku seolah takut aku akan menghilang ketika dia melepasnya. Aku hanya berkedip beberapa kali untuk menetralkan pandanganku sembari mengumpulkan nyawa. Ah, Mozarella, mimpi indahku sudah berakhir. Sekarang aku telah kembali ke sini, kembali ke dunia tanpa Kak Abel di dalamnya. Rasanya aku ingin kembali tidur dan tidak bangun lagi.“Lisa,” panggil Ava sekali lagi.“Kamu, di sini?” tanyaku lirih.“Sepulang sekolah kemarin aku kemari karena percakapan terakhir kita membuatku terganggu, tidak peduli berapa kali aku mengetuk pintu, namun tetap tidak ada jawaban. Semala

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedelapan_Identifikasi Pemain: Foxglove # Carlise in Wonderland

    Serenina baru mengirim koordinat lokasinya setelah aku membombardirnya dengan serentetan undangan party yang pasti cukup mengganggu jika muncul sampai puluhan kali. Orang itu sedang berada di central, katanya untuk membuat kalung yang baru setelah kehilangan Merkaba Diamond yang digunakannya sebagai persembahan demi menyatukan jiwa binatang piaraannya kemarin.“Jadi, kalung macam apa yang sedang dia buat kali ini,” ucapku setelah menembus portal yang langsung menuju koordinat tempat Serenina berada.“Aku ingin memanfaatkan Magical Amethyst yang kudapatkan dari monster ular yang menghancurkan jiwa Mozarella. Sebelumnya aku tidak ingin menggunakan benda itu karena merasa bersalah. Tapi karena sekarang Mozarella sudah kembali, jadi au sudah merasa baik-baik saja untuk memanfaatkannya,” ujar Serenina yang terdengar lebih santai dari biasanya. Ternyata dia mendengar gumamanku. Tampaknya mood gadis ini sedang baik.“Baguslah, aku juga pen

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesembilan_Identifikasi Pemain: Lisa # Yang Dijanjikan

    “Waaah, pertemuan kalian seperti dalam novel. Aku penasaran dengan kisah romantis macam apa yangterjadi selanjutnya,” sorak Ava menggodaku.Aku menatap kedua matanya yang terlihat berkilau seolah dipenuhi bintang. Senyumnya merekah begitu lebar seolah bisa bisa menyentuh kedua telinganya. Kenapa dia sebahagia itu hanya dengan mendengar cerita pertemuanku dengan Nara?“Kisah Romantis? Dari pada romatis, mungkin cerita kami lebih kepada genre komedi, misteri, dan fantasi. Jika kami tidak berhati-hati, mungkin genrenya bisa juga merambah ke arah thriller,” ujar Nara sambil menyangga dagu.“Meski tidak menemukan hantu, tapi aku memang bisa merasakan sensasi horornya juga,” timpalku sambil mengembuskan napas berat.Ava mengerutkan alis karena reaksi kami berdua. Kedua bola mata yang tadinya berbina-binar berubah menjadi tidak fokus anata ingin menatapku atau Nara. Bahkan sekilas aku bisa mendengar gumaman bingung yang lolos

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesepuluh_Identifikasi Pemain: Nara # Bukan Nostalgian

    “Jadi harimau macam apa yang makan buah aprikot? Bukannya mereka karnivora? Ini jelas-jelas menentang hukum alam.” Aku protes sembari menghampiri Serenina yang pamit berburu di Hutan Seribu Musim wilayah Sydvest. Dia bilang akan mencari makanan untuk Mozarella, tapi sejauh yang kulihat sekarang, dia hanya sibuk mengumpulkan buah aprikot dalam sebuah keranjang besar. Kalau ini, sih namanya bukan berburu, tapi memanen. “Jika tidak berniat membantu, lebih baik pergi saja. Apakah Hari Minggumu sebegitu senggangnya hingga bisa bersantai seperti ini? Memangnya yang terjadi pada kita tidak menentang hukum alam?” Ketus sekali reaksinya. Hmmmh, benar juga. Serenina dan Lisa berada di dunia yang berbeda. Walau mereka adalah orang yang sama, tapi kepribadiannya sangat jauh seperti langit dan sumur minyak. Sosok Lisa yang canggung dan kikuk, terkadang juga tampak pemalu benar-benar tidak berbekas paada Serenina. Jadi begini rasanya menemukan teman dalam game didunia

    Last Updated : 2024-10-29
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesebelas_Identifikasi Pemain: Lisa # Ruang Berkabut

    *Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Tambahan_Identifikasi Pemain: Tidak Diketahui # Surat Untuk Tante Lili

    Kepada Tante Lili Di Surga Halo, Tante Lili. Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Feren Vanessa, Tapi Nara dan Davin biasanya hanya memanggil saya "Fe" agar berbeda dengan orang lain katanya. Tante Lili masih ingat Davin, kan? Anak laki-laki yang lebih muda satu tahun dari Nara, yang tinggal di sebelah rumahnya. Tante Lili juga boleh memanggil saya demikian bial berkenan. Mungkin surat ini tidak akan pernah dibaca oleh Tante Lili atau siapa pun selain saya sendiri sebagai penulisnya, pun apabila ternyata kalimat-kalimat dalam surat ini tersampiakan menembus langit sehingga Tante Lili mengetahuinya, mungkin Tante Lili akan merasa aneh karena seorang gadis asing tiba-tiba saja dengan sok akrab mengirim surat dan menceritakan banyak hal tentang dirinya. Sebenarnya saya hanya ingin berterima kasih kepada Tante karena telah

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedelapan Belas_Identifikasi Pemain: Nara # Sepotong Cerita

    Rumah Nara 4 tahun yang lalu“Pada akhirnya nanti, semua yang pernah hilang atau diambil dari kita akan kembali lagi kepada kita. Walaupun dengan cara yang tidak pernah kita duga.” Aku mengangkat kepala yang tertunduk untuk menatap Feren yang sedang tersenyum samar sambil menyangga dagu.Aku menghabiskan waktu untuk duduk diam di ruang makan sejak pagi tadi selepas pulang dari pemakaman ibuku di kota sebelah. Papa pergi ke kantornya seperti biasa, pembantu terakhir yang bekerja di rumah ini sudah dipecat sekitar tiga hari yang lalu karena salah menaruh takaran gula pada kopi ayahku. Sekarang hanya ada kami berdua yang belum saling bicara sejak Davin dipanggil kakaknya untuk makan siang sekitar setengah jam yang lalu. Hanya ada Feren yang mau repot-repot menemaniku, namun aku malah mendiamkannya.Melihat wajahnya yang sedang berusaha keras membuatku tidak tega. “Rasanya aku cukup familiar dengan kutipan itu,” ucapku menang

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketujuh Belas_Identifikasi Pemain: Lisa # Kembang Api Dari Kotak Pandora

    Aku membulatkan mata sembari berusaha meraih apa pun yang dapat digapai oleh tangaku yang sayang sekali hasilnya nihil. Aku dikejutkan dengan air yang tiba-tiba saja membuatku tidak bisa bernapas bernapas, begitu sesak dan menyakitkan. Aku menggeleng berusaha menjernihkan isi kepala yang masih beku karena efek kejut dari sensasi dingin yang menyelimutiku secara mendadak, yang benar saja situasi ini! Aku tenggelam. Pengelihatanku mengabur karena mataku terendam, namun aku bisa merasakan jika yang kukenakan bukan lagi seragam olahraga sekolahku. Tubuhku terasa berat dan semakin jatuh e dalam. Aku pasti berada di Black Mirror. Dengan cepat aku berusaha menggerakkan tanganku untuk mengaktifkan layar kontrol, mengeluaran Shared Of Hope, permata berwarna biru ini dapat mengurai semua elemen di sekitarnya meski efeknya hanya bertahan kurang dari tiga menit. Walau tidak lama, setidaknya aku bisa memanfaatkannya untuk menyibak air di sekitarku sehingga aku bisa benapas dengan

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keenam Belas_Identifikasi Pemain: Nara # Kisah Dua Musim

    Pagi ini aku dan Davin mampir ke rumah sakit sebelum berangkat sekolah untukmengucapkan selamat ulang tahun kepada Feren. Ini adalah ulang tahun kedua yangharus dilewatinya dalam keadaan seperti ini. Tahun lalu pada tanggal yang sama dengan hari ini adalah hari di mana aku terbangun setelah hampir dua pekan tidak sadarkan diri karena kecelakaan, hari di mana aku harus menerima fakta bahwa mungkin aku tidak bisa melihat Feren tersenyum lagi untuk waktu yang cukup lama. “Semoga di tahun berikutnya aku bisa melihatmu tersenyum lagi,” gumamku yang mungkin tidak didengar oleh gadis pucat ini. kulihat tidak ada banyak yang berubah dari tubuh mungilnya selain terus bertambah kurus dari waktu ke waktu. Tapi rambut hitamnya kini agak terlihat lebih pendek dari terakhir kali aku menemuinya. Rambut indah yang dulu tampak selalu bercahaya dan berkibar dengan merdeka ketika ditiup angin, kini sudah terlihat agak kusam. Mungkin perawat belum mencuci rambutnya setelah dipot

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kelima Belas_Identfikasi Pemain: Lisa # Ketuka

    “Akhir-akhir ini kamu tampak sangat kurang tidur, Sa. Semakin lama mata panda itu membuatmu terlihat seperti zombi. Aku bukan bermaksud menyuruhmu berhenti bermain game, sih. Aku juga tidak bermaksud mengomelimu. Tapi terlalu banyak begadang tidak baikuntuk kesehatan, loh. Apalagi setiap pagi kamu selalu terlihat panik dan gelisah ketika aku membangunkanmu. Sepertinya kualitas tidurmu sangat buruk,” tutur Ava dengan tatapan cemas. Aku hanya bisa tersenyum menerima kecemasan Ava. Sejujurnya, aku juga ingin tidur nyenyak, sayangnya setiap aku tertidur aku dipaksa untuk beraktifitas di Black Mirror agar bertahan hidup. Seperti semalam misalnya, bagaimana mungkin aku tidak lelah setelah bertarung seperti itu. Jelas tidak mungkin aku menjawab Ava dengan kalimat barusan, dia bisa diserang panik dan buru-buru membawaku ke rumah sakit untuk dipariksakan kepada psikiater.Jadi aku hanya meringis sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Aku merasa tidak enak merahasiakan sesuatu k

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keempat Belas_Identifikasi Pemain: Foxglove # Setipis Benang

    Malam ini aku dan Serenina melakukan penyusuran terakhir di wilayah Helios, lima member yang bertugas bersamaku sudah dipindahkan untuk membantu kelompok yang mengurus persenjataan. Peta yang kami buat juga sudah rampung. Untunglah jika semua dapat diselesaikan tepat waktu.“Sekarang mari coba aktifkan petanya,” ucapku yang langsung dituruti oleh Serenina.Gadis itu mengeluarkan layar kontrolnya lalu mengambil peta yang baru saja kami selesaikan. Setelah peta itu terbuka, muncul hologram yang menampilkan rute perjalanan kami dalam model 3D. Syukurlah karena hasilnya seperti yang diharapkan.“Langsung saja kita uji,” ujar Serenina sambil membuka portal yang telah dia sesuaikan dengan koordinat salah satu titik yang dipilihnya secara random dari peta baru kami.Kami berdua berpindah lokasi dalam sekejap ke dalam labirin Helios yang tampaknya tidak banyak dilewati oleh para pemain. Hal ini terlihat karena tidak adanya jejak sihir atau

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketiga Belas_Identifikasi Pemain: Lisa # Langkah Untuk Memulai

    “Dia tidak mengatakan apapun. Kami hanya melakukan penyusuran seperti bisa, membasmi beberapa monster level rendah yang menggnggu, dan menyempurnakan peta yang kubuat,” ucapku yang disimak Kak Davin dengan tampang serius.“Apa dia terlihat kesal? Atau seperti memikirkan sesuatu?” tanya Kak Davin sambil memajukan wajahnya menjadi lebih dekat. Hei, Telingaku cukup sehat untuk mendengar pertanyaanmu.Aku berusaha bergeser untuk menyesuaikan jarak di antara kami, namun sayangnya aku sudah duduk di pinggir sofa jadi tidak bisa berpindah lebih jauh lagi kecuali melompat turun. “Tidak juga, dia tetap terlihat menjengkelkan seperti biasa. Hehehe,” jawabku canggung.“Hanya karena orang tuaku tidak di rumah, bukan berarti kamu bisa bebas melakukan apa pun, loh. Lebih baik minum saja tehnya sebelum aku memanggil polisi,” tegur Ava yang baru kembali dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.Gad

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedua belas_Identifikasi Pemain: Nara # Arti Sebuah Nama

    Hari ini aku sangat mengantuk. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga sudah terlalu lelah. Memang tidak sulit jika harus menghabiskan waktu berjam-jam bermain game di depan komputer, tapi akan berbeda cerita jika yang kutatap adalah deretan kalimat dari artikel-artikel bebas yang bahkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Aku bukan Feren yang cinta membaca.“Sudah kukatakan padamu bahwa tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ini sebelumnya. Karena Black Mirror, aku jadi meyakini bahwa anggapan orang-orang mengenai internet yang serba tau adalah salah besar,” ucapku sambil merebahkan kepala di atas meja. “Pada akhirnya kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa,” timpal Lisa dengan wajah lelah sembari meregangkan tubuhnya.“Informasi yang ada saat ini tidak banyak berubah dari yang kudapatkan tahun lalu. Ralat, informasinya masih sama. Black Mirror

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesebelas_Identifikasi Pemain: Lisa # Ruang Berkabut

    *Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu

DMCA.com Protection Status