Home / Fantasi / Black Mirror (Indonesia) / Misi Keempat_Identifikasi Pemain: Nara # Gadis Dari Kelas Satu

Share

Misi Keempat_Identifikasi Pemain: Nara # Gadis Dari Kelas Satu

Author: R. Wardani
last update Last Updated: 2021-03-27 17:55:48

Buram. Perlahan aku mulai bisa melihat cahaya terang menyapa pengelihatanku, menyilaukan. Aku tidak bisa mencerna keadaan hingga mataku akhirnya terbuka sempurna. Entah sudah berapa lama aku telah berhasil mempertahankan diri dalam kondisi setengah sadar. Selain hanya bisa mendengar hirukpikuk percakapan orang-orang, aku tidak melihat apapun yang terjadi di sekitarku. Mataku terlalu berat untuk dibuka. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah sebuah telapak tangan yang menyentuh lenganku sebelum kegelapan kembali menyergap.

Rasanya, tubuhku sedang tidak baik-baik saja. Lalu ini? Selang infus? Ruangan serba putih dengan aroma obat yang menyengat. Rumah sakit lagi. Aku sudah bosan lagi-lagi harus mampir ke tempat seperti ini.

“Kamu sudah bangun?” tanya seorang gadis dengan rambut sebahu yang sedang duduk di samping tempatku berbaring.

Dengan pandangan yang masih agak buram, aku memperhatikan gadis itu. Rok berwarna coklat kopi susu, kemaja putih dan blazer marun, ditambah dasi dengan warna senada, dan almamater itu, tampak familiar. Ah, benar juga. Rupanya siswi SMA Cendekia, jelas saja seragam kami sama.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya lagi sambil melepas earphone lalu mematikan laptopnya. Mengerjakan tugas, kah? Rajin sekali.

Aku mengalihkan perhatian kepada langit-langit sembari sedikit mengucek mata. “Aku baik, tapi ini ... “ Dengan sedikit bingung aku berusaha mencerna situasi.

“Tampaknya kamu pingsan di perpustakaan, Kak Nadia membawamu ke sini, tapi dia sudah pulang karena harus kuliah,” jalas gadis itu seolah bisa membaca pikiranku.

“Dokter bilang tekanan darahmu rendah, kamu juga kurang gizi dan kelelahan, jadi butuh istirahat yang cukup dan makan tepat waktu. Malam ini kamu harus menginap,” lanjutnya tanpa diminta.

Aku hanya mengagguk-angguk mendengar keterangannya. Andai saja semua ini memang sesederhana apa yang dokter katakan, aku pasti akan dengan senang hati untuk tidur seharian.

“Terimaksih banyak dan maaf sudah merepotkanmu,” ujarku tidak enak hati. Lagi-lagi aku membuat masalah untuk orang lain.

“Tidak masalah, kebetulan saja aku yang melihatmu tadi. Pastinya tidak mungkin aku pergi begitu saja, kan. Ah, dan tadi ada yang menghubungi ponselmu, maaf karena mengangkatnya tanpa izin. Orang itu bilang akan datang,” timpalnya sambil tersenyum kecil menunjuk sebuah ponsel di atas meja samping bankar yang juga terdapat tasku di sana. Ekspresinya canggung sekali.

“Hari sudah gelap dan aku baik-baik saja sekarang. Apakah orangtuamu tidak masalah bila kamu pulang terlambat?” tanyaku yang secara harus berharap dia segera pulang.

Aku tidak bermaksud mengusirnya, sih. Akan tetapi memikirkan kemungkinan bila dia memiliki keperluan lain membuatku semakin tidak enak jika membiarkannya lebih lama lagi di sini. Bisa saja dia sudah menunda beberapa hal karena harus tertahan karena kondisiku.

“Sebenarnya tidak masalah bila aku pulang telat, tapi memang ada yang ingin aku kerjakan, sih. Apa baik-baik saja untukmu sendirian?” Gadis itu menatapku seolah mencari kepastian. Orang ini cukup terus terang. Tapi syukurlah, sikapnya yang seperti ini membuat semuanya lebih mudah.

“Hmm, aku sudah jauh lebih baik. Lagipula sebentar lagi orang yang mengubungiku tadi pasti akan segera tiba,” tukasku membuatnya tersenyum lega.

“Baiklah, aku senang kamu baik-baik saja. Lain kali hati-hati, kata dokter kondisimu bisa jadi lebih serius kalau sampai terjadi lagi. Aku pulang dulu,” pamit gadis itu sambil membereskan barang bawaannya.

“Sekali lagi terimakasih. Kamu juga berhati-hatilah di jalan pulang,” pesanku yang hanya dibalas dengan anggukan singkat sebelum sosoknya mengilang di balik pintu.

Aku terdiam sesaat setelah kepergiannya, sepertinya ada yang kurang. Aah, aku lupa menanyakan namanya. Kenapa aku bisa sangat tidak sopan? Dia pasti sangat kerepotan, tapi aku bahkan tidak kepikiran sama sekali untuk menanyakan nama gadis itu. Setidaknya aku harus kenal dengan orang yang telah menyelamatkanku dari situasi yang bisa saja membuatku mati, kan.

“Permisi, apakah penghuni kamar ini masih hidup?” ujar seseorang yang sedang menyembulkan kepalanya sambil mengetuk pintu. Itu dia si Davin, bersama tingkahnya yang tidak pernah berubah.

“Aku tidak ingat memiliki kenalan bocah SD yang akan datang menjengukku,” timpalku sambil berbenah diri untuk duduk bersandar.

Davin tidak menanggapi lebih lanjut. Orang itu hanya nyengir kuda dan bergegas masuk. “Jika memang sangat menyukai rumah sakit, seharusnya kamu belajar untuk bisa menjadi dokter, bukan membiasakan diri menjadi pasien,” sindirnya sambil duduk di atas kursi yang sebelumnya ditempati oleh gadis yang menolongku.

“Manusia mana yang hobinya menabung di rumah sakit? Ingin jadi investor tetap?” Imbuhnya yang hanya membuatku berdecak. Sebenarnya aku juga tidak ingin sering-sering mampir ke tempat seperti ini, loh.

“Jadi, kamu yang menghubungiku tadi,” ujarku mengubah topik sebelum Davin menjadikannya sebagai materi debat konstitusi.

“Memangnya ada orang lain yang akan menghubungimu ketika nomer ponselmu sendiri adalah rahasia negara? Memangnya kamu siapa? Agen BIN? Presiden?” sindir Davin yang hanya kusambut dengan tawa. Hari ini sarkasnya banyak sekali.

Dari dulu, Davin tidak pernah suka dengan kebiasaanku. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak terlalu nyaman membagi-bagikan kontak pribadiku kepada sembarang orang.Yaah, mungkin hanya beberapa orang yang cukup penting untuk dihubungi.

“Ngomong-ngomong, apakah gadis yang menganggkat panggilanku tadi baru saja pulang? Sepertinya aku melihat seorang siswi mengenakan seragam sekolah kita di pintu depan,” tanya Davin tiba-tiba menyinggung tentang gadis itu.

“Benar. Apa Kamu tau siapa namanya?” tanyaku membuat Davin melongo.

“Ngomong-ngomong, Bro, kamu tidak menanyakan nama orang yang telah menolongmu?” Davin bertanya balik dengan wajah tanpa ekspresi.

Gelengan kepalaku membuat Davin mengembuskan napas panjang. “Jadi sekarang kesopananmu sudah hilang? Selanjutnya mungkin kemanusiaanmu yang akan lenyap,” ujar Davin frustrasi.

“Aku tidak menyangkal jika sikapku tidak baik. Tapi tidak bisakah sekarang Kamu hanya memberi tahuku siapa dia? Setidaknya aku ingin berterimakasih secara pantas nanti,” gerutuku yang tidak kalah frustrasi.

“Kalau tidak salah namanya Lisa dari kelas 1-D, dia menjadi cukup dikenal setelah acara rapat bersama OSIS tempo hari. Jovan membuatnya menjadi pusat perhatian dengan bertanya hal-hal aneh,” tutur Davin dengan cukup rinci.

Aku mengangkat alis, sedikit terkejut oleh nama yang dikaitkan Dvin dengan gadis itu. “Sangat mudah baginya untuk menjadikan seorang gadis sebagai sorotan, apalagi sejak mendapatkan jabatan sebagai ketua Osis. Dia hanya harus sedikit ramah kepada gadis itu dan semua mata akan tertuju kepadanya dengan berbagai macam penilaian. Aku turut prihatin dengan apa yang dialami Lisa,” gumamku yang tiba-tiba saja merasa kesal. Orang itu tidak pernah berubah.

“Bukannya ucapanmu sedikit keterlaluan? Bagaimanapun juga kalian berdua adalah teman,” ujar Davin sambil tertawa kecil.

“Ralat, yang benar adalah pernah berteman,” koreksiku tidak terima.

“Ayolah ... bukankah sudah waktnya bagi kalian berdua untuk berdamai dengan masa lalu? Apa kalian tidak pernah memikirkan kondisiku yang harus berada di antara tempramen buruk kalian berdua?” Davin menggerutu ditutup dengan napas panjang yang terdengar malas. Yah, aku tidak bisa memaksanya untuk tidak lelah berada dalam kondisi sulit itu, kan.

“Bukan aku yang mencari perkara,” tukasku membela diri.

“Terserah saja, kalian memang tidak pernah tahu bagaimana rasanya menghadapi dua orang keras kepala yang tidak bisa berpikir jernih. Bagaimanapun juga, apa yang telah terjadi tidak akan pernah berubah walau kalian merusak hal-hal baik yang mungkin bisa terjadi di masa depan. Kalian terus membuatku stress dan sakit kepala dari hari ke hari tanpa ada satupun yang sadar diri.”

Davin mengomel panjang sambil mengubek-ubek ranselku tanpa izin. Setelah menemukan laptopku, laki-laki itu mulai bergerak menjauh dan duduk di lantai yang anehnya terlihat nyaman.

“Hei! Mau apa?” tanyaku dengan mata yang masih mengekori gerak-geriknya.

“Aku akan menginap untuk menemanimu, jadi seharusnya kamu tidak perlu protes hanya karena aku meminjam laptopmu untuk bermain. Aku bisa berjamur jika tidak berusaha untuk mengusir bosan, kan,” jawab Davin tanpa rapot-repot menoleh ke arahku.

“Setidaknya bilang dulu sebelum mengambil barang seniormu,” tukasku setengah bercanda.

“Kita tidak sedang di sekolah, jadi aku bukan juniormu. Saat ini aku adalah tetangga sekaligus wali dari pasien di kamar ini,” ujar Davin dengan senyum tengilnya.

“Wali pasien? Umurmu bahkan belum cukup untuk membuat Surat Izin Mengemudi,” ledekku membuatnya berdecih.

Dasar Davin...rasanya baru kemarin aku melihat anak itu menangis hanya karena tangannya menyenggol sarang laba-laba. Tapi sekarang dia sudah tumbuh menjadi sosok yang bisa mengatasi dua manusia keras kepala. Tanpa terasa, seolah waktu telah melewati kami begitu saja. Dengan begitu cepat. Membuatku tiba-tiba merasa bila keberadaan ini tak banyak berarti.

******* 

“Sudah memutuskan untuk move on dari Feren? Aku tidak pernah membenci gadis itu, sih, tapi jika keputusanmu sudah bulat, aku akan dengan senang hati mendukungnya. Lalu kamu bisa berbaikan juga dengan Jovan,” ucap Davin yang tiba-tiba muncul dari arah belakang sambil meletakkan tangannya di atas pundakku.

“Aku hanya berniat untuk berterimakasih dengan pantas, jadi berhentilah memikirkan hal-hal aneh.” Aku menyingkirkan tangan Davin dari pundakku dan melanjutkan langkah menuju kelas 1-D.

“Tidak kusangka kamu benar-benar berangkat ke sekolah tepat setelah keluar rumah sakit. Jika aku diposisi itu, aku pasti akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Apa karena ingin bertemu Lisa?” ujar Davin sedikit mengejek sambil mengekoriku.

Tidak bisakah orang ini meninggalkanku sendiri? Jujur saja, Davin adalah tipe manusia yang memiliki potensi besar untuk membuat masalah, jadi sangat wajar bagiku untuk merasa was-was ketika dia ingin menemaniku bertemu Lisa. Otak usilnya terlalu kreatif dan selalu memunculkan kejutan-kejutan tak terduga yang sangat merepotkan.

“Aku sangat berterimakasih atas perhatianmu, tapi sungguh, kamu tidak harus repot-repot mengawalku sampai ke sini,” ucapku setengah menyindir.

“Anggap saja ini penjagaan untuk pasien,” jawabnya enteng.

“Tapi aku bukan lagi pasien, jadi silakan tinggalkan aku sendiri. Lagipula kita sudah sampai,” tukasku gemas sendiri karena kelakuannya.

“Justru karena kita sudah sampai aku jadi tidak bisa pergi begitu saja sebelum menemuinya. Bagaimanapun juga, aku merasa harus ikut berterimakasih karena dia telah menjaga teman dekatku yang merepotkan,” ujar Davin memaksa.

Alasannya tidak hanya buruk, tapi juga menggelikan. Siapa pun pasti bisa langsung menagkap bahwa ada begitu banyak maksud lain yang tersembunyi dibalik sorot mata jailnya itu.

“Akan kusampaikan padanya nanti, lagipula itu bukan kewajibanmu,” sahutku tidak mau kalah.

“Aku tidak tau mengapa kamu sangat bersikeras agar aku tidak bertemu dengan Lisa. Tapi jika karena kamu cemas dia akan menyukaiku, maka tenang saja, aku tidak ada niat untuk mengambil incaran temanku setelah sekian lama dia berusaha keras dengan perasaannya,” timpal Davin percaya diri. Bisa hentikan delusimu itu! Sangat menjengkelkan.

“Berhenti mengucapkan hal-hal yang bisa membuat orang lain salah paham, Vin. Astaga! Aku tidak tau apa yang tidak beres dengan diriku sendiri karena bisa berteman dengan makhluk menjengkelkan sepertimu selama bertahun-tahun,” gerutuku sambil menjitak kepala Davin.

“Permisi, ada yang bisa dibantu?”

Seorang gadis bermata jernih dengan tumpukan buku dipelukannya muncul dan memandang kami berdua dengan tatapan heran. Aku bisa memaklumi sikapnya itu, sih. Jika aku berada di posisinya, aku pasti memiliki respon yang sama.

“Kami ingin bertemu Lisa,” jawab Davin sambil meringis mengusap-ursap kepalanya.

“Oohh, sayangnya hari ini dia tidak masuk sekolah,” jawab gadis itu sambil tersenyum.

“Kamu tau kemana dia?” tanyaku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Kenapa kebetulan sekali, sih?

“Semalam ada saudara yang menjemputmya, jadi dia izin tidak masuk sekolah selama dua hari untuk berkunjung ke tempat saudaranya itu,” jelas gadis itu sambil memiringkan kepala dengan ekspresi berpikir.

Siswi ini terlihat familiar, apa kami pernah bertemu sebelumnya? Tidak aneh juga, sih. Kami berada di sekolah yang sama, mungkin saja aku pernah berpapasan dengannya beberapa kali.

“Jika kulihat lagi, ternyata kamu cantik juga,” celetuk Davin yang seolah membuat waktu di sekitar kami membeku.

Ya ampun anak ini!!! Apa yang kukatakan benar, kan! Terbukti sudah keganjilan dari sifat Davin. Astaga! Astaga! Astaga! Tidak peduli berapa kali pun aku terjebak dalam situasi aneh yang diciptakan oleh Davin, aku tidak akan pernah bisa terbiasa dengan hal ini. Lihatlah sekarang! Wajah gadis itu memerah dengan ekspresi yang hampir menangis, dia pasti sangat malu. Wajah itu sangat berbanding terbalik dengan si biang kerok yang malah cengar-cengir tanpa sedikitpun merasa berdosa.

“Maaf, tolong jangan tersinggung. Meski sangat menyebalkan, se-sebenarnya dia tidak berniat buruk, hehehe,” ujarku terbata dengan tawa canggung.

Ayolah, Vin! Setidaknya ikutlah bertanggung jawab dengan apa yang sudah Kamu mulai. Mengatakan hal seperti itu kepada gadis yang baru pertama kali kamu temui bisa menyebabkan banyak kesalah pahaman, tau! Bahkan jika gadis ini tersinggung, dia bisa menganggapmu telah melakukan pelecahan verbal karena menggoda perempuan yang tidak kamu kenal. Apalagi dengan tampangmu itu, benar-benar mendukung untuk orang yang pantas dituntut.

“Jadi...itu...“

Aku tidak tau harus mengatakan apa lagi, Davin sendiri masih cengengesan tidak jelas melihat gadis di depannya menunduk dalam, sangat canggung, dan kebingungan. Dasar makhluk kejam!

“Atas sikap temanku, aku benar-benar minta maaf,” ucapku pasrah.

Perlahan gadis itu mengangangkat kepalanya, bibirnya menarik selengkung senyum yang manis walau jelas terlihat jika garis itu sangat dipaksakan. Orang ini benar-benar sopan untuk ukuran korban kaganjilan sifat Davin, dia berusaha sebisa mungkin menjaga sikapnya walau mungkin kepalanya sudah mendidih dipenuhi keinginan untuk mencabik-cabik makhluk astral di sebelahku ini. Tenang saja, aku sangat memahami perasaanmu, dan aku akan memberikan pelajaran kedanya nanti sebagai gantinya.

“Nanti akan kukatakan kepada Lisa jika ada yang mencarinya, sekarang aku harus ke perpustakaan,” pamit gadis itu yang kemudian berlalu dari hadapan kami berdua.

“Tunggu! Setidaknya beri tau kami siapa namamu,” seru Davin membuat langkah gadis itu berhenti, bersamaan dengan detak jantungku yang mungkin sebentar lagi akan berhenti.

Ajaib sekali orang ini. Setelah membuat situasi menjadi sangat ambigu, sekarang dia bisa bersikap seolah tidak ada yang terjadi sama sekali. Gadis itu memutar badannya dan menatap kami dengan senyum yang jauh lebih ramah, sangat berbeda dengan senyum yang ditampikannya beberapa saat yang lalu.

“Namaku Ava, Ava Nafiza,” ujarnya kemudian menundukan kepala lalu kembali memutar badannya untuk melanjutkan langkah.

“Dia itu benar-benar wujud nyata dari istilah ‘kebaikan alam semesta’, gumam Davin sambil mengangkat satu alisnya menatap punggung Ava yang semakin jauh.

“Kalimat yang tidak seharusnya keluar dari seseorang yang hampir saja menjadi kriminal. Dasar! Keganjilan alam semesta!” gerutuku sambil menendang tulang kering Davin yang langsung membuatnya meringis terkejut sekaligus kesakitan.

Terkadang dia memang butuh pelajaran tambahan agar kelakuan absurdnya sedikit berkurang. Aku berlari menghindari Davin yang mengejarku dengan langkah tertatih. Mulutnya tidak berhenti melemparkan sumpah serapah yang hanya kutanggapi dengan tawa. Mungkin sudah cukup untuk hari ini, aku akan mencoba bertemu Lisa lagi nanti.

Related chapters

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kelima_Identifikasi Pemain: Lisa # Cermin Yang Retak

    “Anak baru itu terlihat aneh.”“Kudengar dia tidak memiliki orang tua.”Sudah cukup! Hentikan!“Ibu melarangku berteman dengannya.”“Dia tinggal dekat rumahku, para tetangga sering membicarakannya.”“Tapi dia terlihat baik.”“Jangan bercanda! Bibinya saja menyebut gadis itu sebagai anak pembawa sial.”Aku mohon, berhentilah...“Menyeramkan.”“Jangan terlalu dekat dengannya.”Apa pun itu, apa pun salahku, aku minta maaf. Jadi kumohon berhenti.“Apa dia dikutuk? Nasibnya sangat tidak bagus.”“Anak itu menakutkan.”“Kejiwaannya mungkin terganggu.”“Tingkahnya juga sering tidak wajar.”"Yang pasti dia sangat aneh."BERHENTII!!!Aku membuka mata dengan pandangan berkunang-kunang, gelap. Jadi aku hanya bermimpi? Tanganku meraba se

    Last Updated : 2021-06-05
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keenam_Identifikasi Pemain: Foxglove # Cahaya Bulan Yang Lahir Kembali

    “Damian sangat pemilih, aku kagum karena Selene mampu menjadi partnernya selama bertahun-tahun. Jika mereka benar-benar bersama di dunia nyata juga, aku yakin Selene adalah gadis yang luar biasa sabar.”Rivera masih menggerutu setelah mendapat omelan Damian gara-gara dirinya salah mengambil serbuk bunga. Akibatnya dia harus mengulang pekerjaannya dan memaksaku untuk membantu menyelesaikan tugasnya itu."Selama ini dunia selalu menghakimi betapa rewelnya perempuan, kalau saja mereka semua bertemu dengan Damian, aku yakin stigma itu akan terpatahkan," ucap Rivera yang masih enggan menutup mulut."Dia hanya sedikit perfeksionis, bukan rewel," sahut sebuah suara yang menggema di antara kami."Selene juga menakutkan. Bagaimana dia tau bahwa kita sedang membicarakan suaminya?" ujar Rivera antara terkejut dan bingung."Sebenarnya bukan hanya Selene, tapi seluruh anggota serikat mendengarmu. Tadinya mau kuingatkan bahwa kamu lupa berpindah ruan

    Last Updated : 2021-06-06
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketujuh_Identifikasi Pemain: Lisa # Garis Imajiner

    “Lisa! Di mana yang sakit?! Apa lukamu parah?!"Teriakan seseorang dan guncangan di tubuhku membuat kesadaranku tersedot kemudian terlempar ke sebuah tempat yang gelap. Perlahan mataku terbuka, meski tampak kabur, namun masih aku masih bisa menemukan wajah panik Ava yang hampir menumpahkan air mata.Kedua tangan gadis itu mencengkerap erat bahuku seolah takut aku akan menghilang ketika dia melepasnya. Aku hanya berkedip beberapa kali untuk menetralkan pandanganku sembari mengumpulkan nyawa. Ah, Mozarella, mimpi indahku sudah berakhir. Sekarang aku telah kembali ke sini, kembali ke dunia tanpa Kak Abel di dalamnya. Rasanya aku ingin kembali tidur dan tidak bangun lagi.“Lisa,” panggil Ava sekali lagi.“Kamu, di sini?” tanyaku lirih.“Sepulang sekolah kemarin aku kemari karena percakapan terakhir kita membuatku terganggu, tidak peduli berapa kali aku mengetuk pintu, namun tetap tidak ada jawaban. Semala

    Last Updated : 2021-06-07
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedelapan_Identifikasi Pemain: Foxglove # Carlise in Wonderland

    Serenina baru mengirim koordinat lokasinya setelah aku membombardirnya dengan serentetan undangan party yang pasti cukup mengganggu jika muncul sampai puluhan kali. Orang itu sedang berada di central, katanya untuk membuat kalung yang baru setelah kehilangan Merkaba Diamond yang digunakannya sebagai persembahan demi menyatukan jiwa binatang piaraannya kemarin.“Jadi, kalung macam apa yang sedang dia buat kali ini,” ucapku setelah menembus portal yang langsung menuju koordinat tempat Serenina berada.“Aku ingin memanfaatkan Magical Amethyst yang kudapatkan dari monster ular yang menghancurkan jiwa Mozarella. Sebelumnya aku tidak ingin menggunakan benda itu karena merasa bersalah. Tapi karena sekarang Mozarella sudah kembali, jadi au sudah merasa baik-baik saja untuk memanfaatkannya,” ujar Serenina yang terdengar lebih santai dari biasanya. Ternyata dia mendengar gumamanku. Tampaknya mood gadis ini sedang baik.“Baguslah, aku juga pen

    Last Updated : 2021-06-09
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesembilan_Identifikasi Pemain: Lisa # Yang Dijanjikan

    “Waaah, pertemuan kalian seperti dalam novel. Aku penasaran dengan kisah romantis macam apa yangterjadi selanjutnya,” sorak Ava menggodaku.Aku menatap kedua matanya yang terlihat berkilau seolah dipenuhi bintang. Senyumnya merekah begitu lebar seolah bisa bisa menyentuh kedua telinganya. Kenapa dia sebahagia itu hanya dengan mendengar cerita pertemuanku dengan Nara?“Kisah Romantis? Dari pada romatis, mungkin cerita kami lebih kepada genre komedi, misteri, dan fantasi. Jika kami tidak berhati-hati, mungkin genrenya bisa juga merambah ke arah thriller,” ujar Nara sambil menyangga dagu.“Meski tidak menemukan hantu, tapi aku memang bisa merasakan sensasi horornya juga,” timpalku sambil mengembuskan napas berat.Ava mengerutkan alis karena reaksi kami berdua. Kedua bola mata yang tadinya berbina-binar berubah menjadi tidak fokus anata ingin menatapku atau Nara. Bahkan sekilas aku bisa mendengar gumaman bingung yang lolos

    Last Updated : 2021-06-10
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesepuluh_Identifikasi Pemain: Nara # Bukan Nostalgian

    “Jadi harimau macam apa yang makan buah aprikot? Bukannya mereka karnivora? Ini jelas-jelas menentang hukum alam.” Aku protes sembari menghampiri Serenina yang pamit berburu di Hutan Seribu Musim wilayah Sydvest. Dia bilang akan mencari makanan untuk Mozarella, tapi sejauh yang kulihat sekarang, dia hanya sibuk mengumpulkan buah aprikot dalam sebuah keranjang besar. Kalau ini, sih namanya bukan berburu, tapi memanen. “Jika tidak berniat membantu, lebih baik pergi saja. Apakah Hari Minggumu sebegitu senggangnya hingga bisa bersantai seperti ini? Memangnya yang terjadi pada kita tidak menentang hukum alam?” Ketus sekali reaksinya. Hmmmh, benar juga. Serenina dan Lisa berada di dunia yang berbeda. Walau mereka adalah orang yang sama, tapi kepribadiannya sangat jauh seperti langit dan sumur minyak. Sosok Lisa yang canggung dan kikuk, terkadang juga tampak pemalu benar-benar tidak berbekas paada Serenina. Jadi begini rasanya menemukan teman dalam game didunia

    Last Updated : 2021-06-11
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesebelas_Identifikasi Pemain: Lisa # Ruang Berkabut

    *Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu

    Last Updated : 2021-06-14
  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedua belas_Identifikasi Pemain: Nara # Arti Sebuah Nama

    Hari ini aku sangat mengantuk. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga sudah terlalu lelah. Memang tidak sulit jika harus menghabiskan waktu berjam-jam bermain game di depan komputer, tapi akan berbeda cerita jika yang kutatap adalah deretan kalimat dari artikel-artikel bebas yang bahkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Aku bukan Feren yang cinta membaca.“Sudah kukatakan padamu bahwa tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ini sebelumnya. Karena Black Mirror, aku jadi meyakini bahwa anggapan orang-orang mengenai internet yang serba tau adalah salah besar,” ucapku sambil merebahkan kepala di atas meja. “Pada akhirnya kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa,” timpal Lisa dengan wajah lelah sembari meregangkan tubuhnya.“Informasi yang ada saat ini tidak banyak berubah dari yang kudapatkan tahun lalu. Ralat, informasinya masih sama. Black Mirror

    Last Updated : 2021-06-15

Latest chapter

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Tambahan_Identifikasi Pemain: Tidak Diketahui # Surat Untuk Tante Lili

    Kepada Tante Lili Di Surga Halo, Tante Lili. Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Feren Vanessa, Tapi Nara dan Davin biasanya hanya memanggil saya "Fe" agar berbeda dengan orang lain katanya. Tante Lili masih ingat Davin, kan? Anak laki-laki yang lebih muda satu tahun dari Nara, yang tinggal di sebelah rumahnya. Tante Lili juga boleh memanggil saya demikian bial berkenan. Mungkin surat ini tidak akan pernah dibaca oleh Tante Lili atau siapa pun selain saya sendiri sebagai penulisnya, pun apabila ternyata kalimat-kalimat dalam surat ini tersampiakan menembus langit sehingga Tante Lili mengetahuinya, mungkin Tante Lili akan merasa aneh karena seorang gadis asing tiba-tiba saja dengan sok akrab mengirim surat dan menceritakan banyak hal tentang dirinya. Sebenarnya saya hanya ingin berterima kasih kepada Tante karena telah

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedelapan Belas_Identifikasi Pemain: Nara # Sepotong Cerita

    Rumah Nara 4 tahun yang lalu“Pada akhirnya nanti, semua yang pernah hilang atau diambil dari kita akan kembali lagi kepada kita. Walaupun dengan cara yang tidak pernah kita duga.” Aku mengangkat kepala yang tertunduk untuk menatap Feren yang sedang tersenyum samar sambil menyangga dagu.Aku menghabiskan waktu untuk duduk diam di ruang makan sejak pagi tadi selepas pulang dari pemakaman ibuku di kota sebelah. Papa pergi ke kantornya seperti biasa, pembantu terakhir yang bekerja di rumah ini sudah dipecat sekitar tiga hari yang lalu karena salah menaruh takaran gula pada kopi ayahku. Sekarang hanya ada kami berdua yang belum saling bicara sejak Davin dipanggil kakaknya untuk makan siang sekitar setengah jam yang lalu. Hanya ada Feren yang mau repot-repot menemaniku, namun aku malah mendiamkannya.Melihat wajahnya yang sedang berusaha keras membuatku tidak tega. “Rasanya aku cukup familiar dengan kutipan itu,” ucapku menang

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketujuh Belas_Identifikasi Pemain: Lisa # Kembang Api Dari Kotak Pandora

    Aku membulatkan mata sembari berusaha meraih apa pun yang dapat digapai oleh tangaku yang sayang sekali hasilnya nihil. Aku dikejutkan dengan air yang tiba-tiba saja membuatku tidak bisa bernapas bernapas, begitu sesak dan menyakitkan. Aku menggeleng berusaha menjernihkan isi kepala yang masih beku karena efek kejut dari sensasi dingin yang menyelimutiku secara mendadak, yang benar saja situasi ini! Aku tenggelam. Pengelihatanku mengabur karena mataku terendam, namun aku bisa merasakan jika yang kukenakan bukan lagi seragam olahraga sekolahku. Tubuhku terasa berat dan semakin jatuh e dalam. Aku pasti berada di Black Mirror. Dengan cepat aku berusaha menggerakkan tanganku untuk mengaktifkan layar kontrol, mengeluaran Shared Of Hope, permata berwarna biru ini dapat mengurai semua elemen di sekitarnya meski efeknya hanya bertahan kurang dari tiga menit. Walau tidak lama, setidaknya aku bisa memanfaatkannya untuk menyibak air di sekitarku sehingga aku bisa benapas dengan

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keenam Belas_Identifikasi Pemain: Nara # Kisah Dua Musim

    Pagi ini aku dan Davin mampir ke rumah sakit sebelum berangkat sekolah untukmengucapkan selamat ulang tahun kepada Feren. Ini adalah ulang tahun kedua yangharus dilewatinya dalam keadaan seperti ini. Tahun lalu pada tanggal yang sama dengan hari ini adalah hari di mana aku terbangun setelah hampir dua pekan tidak sadarkan diri karena kecelakaan, hari di mana aku harus menerima fakta bahwa mungkin aku tidak bisa melihat Feren tersenyum lagi untuk waktu yang cukup lama. “Semoga di tahun berikutnya aku bisa melihatmu tersenyum lagi,” gumamku yang mungkin tidak didengar oleh gadis pucat ini. kulihat tidak ada banyak yang berubah dari tubuh mungilnya selain terus bertambah kurus dari waktu ke waktu. Tapi rambut hitamnya kini agak terlihat lebih pendek dari terakhir kali aku menemuinya. Rambut indah yang dulu tampak selalu bercahaya dan berkibar dengan merdeka ketika ditiup angin, kini sudah terlihat agak kusam. Mungkin perawat belum mencuci rambutnya setelah dipot

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kelima Belas_Identfikasi Pemain: Lisa # Ketuka

    “Akhir-akhir ini kamu tampak sangat kurang tidur, Sa. Semakin lama mata panda itu membuatmu terlihat seperti zombi. Aku bukan bermaksud menyuruhmu berhenti bermain game, sih. Aku juga tidak bermaksud mengomelimu. Tapi terlalu banyak begadang tidak baikuntuk kesehatan, loh. Apalagi setiap pagi kamu selalu terlihat panik dan gelisah ketika aku membangunkanmu. Sepertinya kualitas tidurmu sangat buruk,” tutur Ava dengan tatapan cemas. Aku hanya bisa tersenyum menerima kecemasan Ava. Sejujurnya, aku juga ingin tidur nyenyak, sayangnya setiap aku tertidur aku dipaksa untuk beraktifitas di Black Mirror agar bertahan hidup. Seperti semalam misalnya, bagaimana mungkin aku tidak lelah setelah bertarung seperti itu. Jelas tidak mungkin aku menjawab Ava dengan kalimat barusan, dia bisa diserang panik dan buru-buru membawaku ke rumah sakit untuk dipariksakan kepada psikiater.Jadi aku hanya meringis sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Aku merasa tidak enak merahasiakan sesuatu k

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Keempat Belas_Identifikasi Pemain: Foxglove # Setipis Benang

    Malam ini aku dan Serenina melakukan penyusuran terakhir di wilayah Helios, lima member yang bertugas bersamaku sudah dipindahkan untuk membantu kelompok yang mengurus persenjataan. Peta yang kami buat juga sudah rampung. Untunglah jika semua dapat diselesaikan tepat waktu.“Sekarang mari coba aktifkan petanya,” ucapku yang langsung dituruti oleh Serenina.Gadis itu mengeluarkan layar kontrolnya lalu mengambil peta yang baru saja kami selesaikan. Setelah peta itu terbuka, muncul hologram yang menampilkan rute perjalanan kami dalam model 3D. Syukurlah karena hasilnya seperti yang diharapkan.“Langsung saja kita uji,” ujar Serenina sambil membuka portal yang telah dia sesuaikan dengan koordinat salah satu titik yang dipilihnya secara random dari peta baru kami.Kami berdua berpindah lokasi dalam sekejap ke dalam labirin Helios yang tampaknya tidak banyak dilewati oleh para pemain. Hal ini terlihat karena tidak adanya jejak sihir atau

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Ketiga Belas_Identifikasi Pemain: Lisa # Langkah Untuk Memulai

    “Dia tidak mengatakan apapun. Kami hanya melakukan penyusuran seperti bisa, membasmi beberapa monster level rendah yang menggnggu, dan menyempurnakan peta yang kubuat,” ucapku yang disimak Kak Davin dengan tampang serius.“Apa dia terlihat kesal? Atau seperti memikirkan sesuatu?” tanya Kak Davin sambil memajukan wajahnya menjadi lebih dekat. Hei, Telingaku cukup sehat untuk mendengar pertanyaanmu.Aku berusaha bergeser untuk menyesuaikan jarak di antara kami, namun sayangnya aku sudah duduk di pinggir sofa jadi tidak bisa berpindah lebih jauh lagi kecuali melompat turun. “Tidak juga, dia tetap terlihat menjengkelkan seperti biasa. Hehehe,” jawabku canggung.“Hanya karena orang tuaku tidak di rumah, bukan berarti kamu bisa bebas melakukan apa pun, loh. Lebih baik minum saja tehnya sebelum aku memanggil polisi,” tegur Ava yang baru kembali dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.Gad

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kedua belas_Identifikasi Pemain: Nara # Arti Sebuah Nama

    Hari ini aku sangat mengantuk. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga sudah terlalu lelah. Memang tidak sulit jika harus menghabiskan waktu berjam-jam bermain game di depan komputer, tapi akan berbeda cerita jika yang kutatap adalah deretan kalimat dari artikel-artikel bebas yang bahkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Aku bukan Feren yang cinta membaca.“Sudah kukatakan padamu bahwa tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ini sebelumnya. Karena Black Mirror, aku jadi meyakini bahwa anggapan orang-orang mengenai internet yang serba tau adalah salah besar,” ucapku sambil merebahkan kepala di atas meja. “Pada akhirnya kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa,” timpal Lisa dengan wajah lelah sembari meregangkan tubuhnya.“Informasi yang ada saat ini tidak banyak berubah dari yang kudapatkan tahun lalu. Ralat, informasinya masih sama. Black Mirror

  • Black Mirror (Indonesia)   Misi Kesebelas_Identifikasi Pemain: Lisa # Ruang Berkabut

    *Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu

DMCA.com Protection Status