“Waaah, pertemuan kalian seperti dalam novel. Aku penasaran dengan kisah romantis macam apa yangterjadi selanjutnya,” sorak Ava menggodaku.
Aku menatap kedua matanya yang terlihat berkilau seolah dipenuhi bintang. Senyumnya merekah begitu lebar seolah bisa bisa menyentuh kedua telinganya. Kenapa dia sebahagia itu hanya dengan mendengar cerita pertemuanku dengan Nara?
“Kisah Romantis? Dari pada romatis, mungkin cerita kami lebih kepada genre komedi, misteri, dan fantasi. Jika kami tidak berhati-hati, mungkin genrenya bisa juga merambah ke arah thriller,” ujar Nara sambil menyangga dagu.
“Meski tidak menemukan hantu, tapi aku memang bisa merasakan sensasi horornya juga,” timpalku sambil mengembuskan napas berat.
Ava mengerutkan alis karena reaksi kami berdua. Kedua bola mata yang tadinya berbina-binar berubah menjadi tidak fokus anata ingin menatapku atau Nara. Bahkan sekilas aku bisa mendengar gumaman bingung yang lolos
“Jadi harimau macam apa yang makan buah aprikot? Bukannya mereka karnivora? Ini jelas-jelas menentang hukum alam.” Aku protes sembari menghampiri Serenina yang pamit berburu di Hutan Seribu Musim wilayah Sydvest. Dia bilang akan mencari makanan untuk Mozarella, tapi sejauh yang kulihat sekarang, dia hanya sibuk mengumpulkan buah aprikot dalam sebuah keranjang besar. Kalau ini, sih namanya bukan berburu, tapi memanen. “Jika tidak berniat membantu, lebih baik pergi saja. Apakah Hari Minggumu sebegitu senggangnya hingga bisa bersantai seperti ini? Memangnya yang terjadi pada kita tidak menentang hukum alam?” Ketus sekali reaksinya. Hmmmh, benar juga. Serenina dan Lisa berada di dunia yang berbeda. Walau mereka adalah orang yang sama, tapi kepribadiannya sangat jauh seperti langit dan sumur minyak. Sosok Lisa yang canggung dan kikuk, terkadang juga tampak pemalu benar-benar tidak berbekas paada Serenina. Jadi begini rasanya menemukan teman dalam game didunia
*Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu
Hari ini aku sangat mengantuk. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga sudah terlalu lelah. Memang tidak sulit jika harus menghabiskan waktu berjam-jam bermain game di depan komputer, tapi akan berbeda cerita jika yang kutatap adalah deretan kalimat dari artikel-artikel bebas yang bahkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Aku bukan Feren yang cinta membaca.“Sudah kukatakan padamu bahwa tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ini sebelumnya. Karena Black Mirror, aku jadi meyakini bahwa anggapan orang-orang mengenai internet yang serba tau adalah salah besar,” ucapku sambil merebahkan kepala di atas meja. “Pada akhirnya kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa,” timpal Lisa dengan wajah lelah sembari meregangkan tubuhnya.“Informasi yang ada saat ini tidak banyak berubah dari yang kudapatkan tahun lalu. Ralat, informasinya masih sama. Black Mirror
“Dia tidak mengatakan apapun. Kami hanya melakukan penyusuran seperti bisa, membasmi beberapa monster level rendah yang menggnggu, dan menyempurnakan peta yang kubuat,” ucapku yang disimak Kak Davin dengan tampang serius.“Apa dia terlihat kesal? Atau seperti memikirkan sesuatu?” tanya Kak Davin sambil memajukan wajahnya menjadi lebih dekat. Hei, Telingaku cukup sehat untuk mendengar pertanyaanmu.Aku berusaha bergeser untuk menyesuaikan jarak di antara kami, namun sayangnya aku sudah duduk di pinggir sofa jadi tidak bisa berpindah lebih jauh lagi kecuali melompat turun. “Tidak juga, dia tetap terlihat menjengkelkan seperti biasa. Hehehe,” jawabku canggung.“Hanya karena orang tuaku tidak di rumah, bukan berarti kamu bisa bebas melakukan apa pun, loh. Lebih baik minum saja tehnya sebelum aku memanggil polisi,” tegur Ava yang baru kembali dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.Gad
Malam ini aku dan Serenina melakukan penyusuran terakhir di wilayah Helios, lima member yang bertugas bersamaku sudah dipindahkan untuk membantu kelompok yang mengurus persenjataan. Peta yang kami buat juga sudah rampung. Untunglah jika semua dapat diselesaikan tepat waktu.“Sekarang mari coba aktifkan petanya,” ucapku yang langsung dituruti oleh Serenina.Gadis itu mengeluarkan layar kontrolnya lalu mengambil peta yang baru saja kami selesaikan. Setelah peta itu terbuka, muncul hologram yang menampilkan rute perjalanan kami dalam model 3D. Syukurlah karena hasilnya seperti yang diharapkan.“Langsung saja kita uji,” ujar Serenina sambil membuka portal yang telah dia sesuaikan dengan koordinat salah satu titik yang dipilihnya secara random dari peta baru kami.Kami berdua berpindah lokasi dalam sekejap ke dalam labirin Helios yang tampaknya tidak banyak dilewati oleh para pemain. Hal ini terlihat karena tidak adanya jejak sihir atau
“Akhir-akhir ini kamu tampak sangat kurang tidur, Sa. Semakin lama mata panda itu membuatmu terlihat seperti zombi. Aku bukan bermaksud menyuruhmu berhenti bermain game, sih. Aku juga tidak bermaksud mengomelimu. Tapi terlalu banyak begadang tidak baikuntuk kesehatan, loh. Apalagi setiap pagi kamu selalu terlihat panik dan gelisah ketika aku membangunkanmu. Sepertinya kualitas tidurmu sangat buruk,” tutur Ava dengan tatapan cemas. Aku hanya bisa tersenyum menerima kecemasan Ava. Sejujurnya, aku juga ingin tidur nyenyak, sayangnya setiap aku tertidur aku dipaksa untuk beraktifitas di Black Mirror agar bertahan hidup. Seperti semalam misalnya, bagaimana mungkin aku tidak lelah setelah bertarung seperti itu. Jelas tidak mungkin aku menjawab Ava dengan kalimat barusan, dia bisa diserang panik dan buru-buru membawaku ke rumah sakit untuk dipariksakan kepada psikiater.Jadi aku hanya meringis sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Aku merasa tidak enak merahasiakan sesuatu k
Pagi ini aku dan Davin mampir ke rumah sakit sebelum berangkat sekolah untukmengucapkan selamat ulang tahun kepada Feren. Ini adalah ulang tahun kedua yangharus dilewatinya dalam keadaan seperti ini. Tahun lalu pada tanggal yang sama dengan hari ini adalah hari di mana aku terbangun setelah hampir dua pekan tidak sadarkan diri karena kecelakaan, hari di mana aku harus menerima fakta bahwa mungkin aku tidak bisa melihat Feren tersenyum lagi untuk waktu yang cukup lama. “Semoga di tahun berikutnya aku bisa melihatmu tersenyum lagi,” gumamku yang mungkin tidak didengar oleh gadis pucat ini. kulihat tidak ada banyak yang berubah dari tubuh mungilnya selain terus bertambah kurus dari waktu ke waktu. Tapi rambut hitamnya kini agak terlihat lebih pendek dari terakhir kali aku menemuinya. Rambut indah yang dulu tampak selalu bercahaya dan berkibar dengan merdeka ketika ditiup angin, kini sudah terlihat agak kusam. Mungkin perawat belum mencuci rambutnya setelah dipot
Aku membulatkan mata sembari berusaha meraih apa pun yang dapat digapai oleh tangaku yang sayang sekali hasilnya nihil. Aku dikejutkan dengan air yang tiba-tiba saja membuatku tidak bisa bernapas bernapas, begitu sesak dan menyakitkan. Aku menggeleng berusaha menjernihkan isi kepala yang masih beku karena efek kejut dari sensasi dingin yang menyelimutiku secara mendadak, yang benar saja situasi ini! Aku tenggelam. Pengelihatanku mengabur karena mataku terendam, namun aku bisa merasakan jika yang kukenakan bukan lagi seragam olahraga sekolahku. Tubuhku terasa berat dan semakin jatuh e dalam. Aku pasti berada di Black Mirror. Dengan cepat aku berusaha menggerakkan tanganku untuk mengaktifkan layar kontrol, mengeluaran Shared Of Hope, permata berwarna biru ini dapat mengurai semua elemen di sekitarnya meski efeknya hanya bertahan kurang dari tiga menit. Walau tidak lama, setidaknya aku bisa memanfaatkannya untuk menyibak air di sekitarku sehingga aku bisa benapas dengan
Kepada Tante Lili Di Surga Halo, Tante Lili. Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Feren Vanessa, Tapi Nara dan Davin biasanya hanya memanggil saya "Fe" agar berbeda dengan orang lain katanya. Tante Lili masih ingat Davin, kan? Anak laki-laki yang lebih muda satu tahun dari Nara, yang tinggal di sebelah rumahnya. Tante Lili juga boleh memanggil saya demikian bial berkenan. Mungkin surat ini tidak akan pernah dibaca oleh Tante Lili atau siapa pun selain saya sendiri sebagai penulisnya, pun apabila ternyata kalimat-kalimat dalam surat ini tersampiakan menembus langit sehingga Tante Lili mengetahuinya, mungkin Tante Lili akan merasa aneh karena seorang gadis asing tiba-tiba saja dengan sok akrab mengirim surat dan menceritakan banyak hal tentang dirinya. Sebenarnya saya hanya ingin berterima kasih kepada Tante karena telah
Rumah Nara 4 tahun yang lalu“Pada akhirnya nanti, semua yang pernah hilang atau diambil dari kita akan kembali lagi kepada kita. Walaupun dengan cara yang tidak pernah kita duga.” Aku mengangkat kepala yang tertunduk untuk menatap Feren yang sedang tersenyum samar sambil menyangga dagu.Aku menghabiskan waktu untuk duduk diam di ruang makan sejak pagi tadi selepas pulang dari pemakaman ibuku di kota sebelah. Papa pergi ke kantornya seperti biasa, pembantu terakhir yang bekerja di rumah ini sudah dipecat sekitar tiga hari yang lalu karena salah menaruh takaran gula pada kopi ayahku. Sekarang hanya ada kami berdua yang belum saling bicara sejak Davin dipanggil kakaknya untuk makan siang sekitar setengah jam yang lalu. Hanya ada Feren yang mau repot-repot menemaniku, namun aku malah mendiamkannya.Melihat wajahnya yang sedang berusaha keras membuatku tidak tega. “Rasanya aku cukup familiar dengan kutipan itu,” ucapku menang
Aku membulatkan mata sembari berusaha meraih apa pun yang dapat digapai oleh tangaku yang sayang sekali hasilnya nihil. Aku dikejutkan dengan air yang tiba-tiba saja membuatku tidak bisa bernapas bernapas, begitu sesak dan menyakitkan. Aku menggeleng berusaha menjernihkan isi kepala yang masih beku karena efek kejut dari sensasi dingin yang menyelimutiku secara mendadak, yang benar saja situasi ini! Aku tenggelam. Pengelihatanku mengabur karena mataku terendam, namun aku bisa merasakan jika yang kukenakan bukan lagi seragam olahraga sekolahku. Tubuhku terasa berat dan semakin jatuh e dalam. Aku pasti berada di Black Mirror. Dengan cepat aku berusaha menggerakkan tanganku untuk mengaktifkan layar kontrol, mengeluaran Shared Of Hope, permata berwarna biru ini dapat mengurai semua elemen di sekitarnya meski efeknya hanya bertahan kurang dari tiga menit. Walau tidak lama, setidaknya aku bisa memanfaatkannya untuk menyibak air di sekitarku sehingga aku bisa benapas dengan
Pagi ini aku dan Davin mampir ke rumah sakit sebelum berangkat sekolah untukmengucapkan selamat ulang tahun kepada Feren. Ini adalah ulang tahun kedua yangharus dilewatinya dalam keadaan seperti ini. Tahun lalu pada tanggal yang sama dengan hari ini adalah hari di mana aku terbangun setelah hampir dua pekan tidak sadarkan diri karena kecelakaan, hari di mana aku harus menerima fakta bahwa mungkin aku tidak bisa melihat Feren tersenyum lagi untuk waktu yang cukup lama. “Semoga di tahun berikutnya aku bisa melihatmu tersenyum lagi,” gumamku yang mungkin tidak didengar oleh gadis pucat ini. kulihat tidak ada banyak yang berubah dari tubuh mungilnya selain terus bertambah kurus dari waktu ke waktu. Tapi rambut hitamnya kini agak terlihat lebih pendek dari terakhir kali aku menemuinya. Rambut indah yang dulu tampak selalu bercahaya dan berkibar dengan merdeka ketika ditiup angin, kini sudah terlihat agak kusam. Mungkin perawat belum mencuci rambutnya setelah dipot
“Akhir-akhir ini kamu tampak sangat kurang tidur, Sa. Semakin lama mata panda itu membuatmu terlihat seperti zombi. Aku bukan bermaksud menyuruhmu berhenti bermain game, sih. Aku juga tidak bermaksud mengomelimu. Tapi terlalu banyak begadang tidak baikuntuk kesehatan, loh. Apalagi setiap pagi kamu selalu terlihat panik dan gelisah ketika aku membangunkanmu. Sepertinya kualitas tidurmu sangat buruk,” tutur Ava dengan tatapan cemas. Aku hanya bisa tersenyum menerima kecemasan Ava. Sejujurnya, aku juga ingin tidur nyenyak, sayangnya setiap aku tertidur aku dipaksa untuk beraktifitas di Black Mirror agar bertahan hidup. Seperti semalam misalnya, bagaimana mungkin aku tidak lelah setelah bertarung seperti itu. Jelas tidak mungkin aku menjawab Ava dengan kalimat barusan, dia bisa diserang panik dan buru-buru membawaku ke rumah sakit untuk dipariksakan kepada psikiater.Jadi aku hanya meringis sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Aku merasa tidak enak merahasiakan sesuatu k
Malam ini aku dan Serenina melakukan penyusuran terakhir di wilayah Helios, lima member yang bertugas bersamaku sudah dipindahkan untuk membantu kelompok yang mengurus persenjataan. Peta yang kami buat juga sudah rampung. Untunglah jika semua dapat diselesaikan tepat waktu.“Sekarang mari coba aktifkan petanya,” ucapku yang langsung dituruti oleh Serenina.Gadis itu mengeluarkan layar kontrolnya lalu mengambil peta yang baru saja kami selesaikan. Setelah peta itu terbuka, muncul hologram yang menampilkan rute perjalanan kami dalam model 3D. Syukurlah karena hasilnya seperti yang diharapkan.“Langsung saja kita uji,” ujar Serenina sambil membuka portal yang telah dia sesuaikan dengan koordinat salah satu titik yang dipilihnya secara random dari peta baru kami.Kami berdua berpindah lokasi dalam sekejap ke dalam labirin Helios yang tampaknya tidak banyak dilewati oleh para pemain. Hal ini terlihat karena tidak adanya jejak sihir atau
“Dia tidak mengatakan apapun. Kami hanya melakukan penyusuran seperti bisa, membasmi beberapa monster level rendah yang menggnggu, dan menyempurnakan peta yang kubuat,” ucapku yang disimak Kak Davin dengan tampang serius.“Apa dia terlihat kesal? Atau seperti memikirkan sesuatu?” tanya Kak Davin sambil memajukan wajahnya menjadi lebih dekat. Hei, Telingaku cukup sehat untuk mendengar pertanyaanmu.Aku berusaha bergeser untuk menyesuaikan jarak di antara kami, namun sayangnya aku sudah duduk di pinggir sofa jadi tidak bisa berpindah lebih jauh lagi kecuali melompat turun. “Tidak juga, dia tetap terlihat menjengkelkan seperti biasa. Hehehe,” jawabku canggung.“Hanya karena orang tuaku tidak di rumah, bukan berarti kamu bisa bebas melakukan apa pun, loh. Lebih baik minum saja tehnya sebelum aku memanggil polisi,” tegur Ava yang baru kembali dari dapur sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.Gad
Hari ini aku sangat mengantuk. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga sudah terlalu lelah. Memang tidak sulit jika harus menghabiskan waktu berjam-jam bermain game di depan komputer, tapi akan berbeda cerita jika yang kutatap adalah deretan kalimat dari artikel-artikel bebas yang bahkan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Aku bukan Feren yang cinta membaca.“Sudah kukatakan padamu bahwa tidak banyak informasi yang dapat kita peroleh. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan ini sebelumnya. Karena Black Mirror, aku jadi meyakini bahwa anggapan orang-orang mengenai internet yang serba tau adalah salah besar,” ucapku sambil merebahkan kepala di atas meja. “Pada akhirnya kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa,” timpal Lisa dengan wajah lelah sembari meregangkan tubuhnya.“Informasi yang ada saat ini tidak banyak berubah dari yang kudapatkan tahun lalu. Ralat, informasinya masih sama. Black Mirror
*Minggu pagi di rumah sakit kota*“Sebenarnya Kenapa Kak Davin membawaku kemari? tanyaku bingung sambil memandangi seorang gadis yang sedang tidak sadarkan diri di depan kami berdua.“Aku pikir mungkin kamu penasaran dengan sikap Nara yang mendadak terlihat aneh. Sekadar inisiatifku saja untuk sedikit menjelaskan situasinya,” ujar Kak Davin yang membuatku menerka-nerka.“Aku memang sedikit penasaran, sih, tapi sebenarnya kamu juga tidak harus repot-repot. Toh bukan urusanku juga,” ucapku sambil tersenyum canggung.“Bagaimanapun juga keterlibatanmu dengan Nara akan menjadi cukup rumit jika tidak tau situasinya, dan melihat sifatmu yang begini, nantinya kamu pasti akan sangat ragu-ragu untuk bertanya sendiri kepadanya,” ucap Kak Davin yakin sembari menatapku dari atas ke bawah. Entah mengapa tatapan matanya mengingatkanku kepada adegan dalam film di mana ibu mertua ketus sedang menilai calom menantu