Share

BR ~ 26

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
“Kenapa belum jalan juga?” Indah baru sadar, Sabda hanya duduk di belakang kemudi tetapi belum menstarter mobilnya. Pria itu melihatnya dengan seksama, seolah ada sesuatu yang aneh dengan dirinya saat ini.

“Kamu potong rambut dan ...” Tatapan Sabda turun pada paha Indah. Celana jeans yang dipakai gadis itu sudah berganti model. Dari wide-leg jeans dengan potongan longgar, menjadi model skinny yang membentuk bagian tubuh Indah. “Harusnya, aku ngasih kamu ceramah dari kemarin-kemarin, biar cepat berubahnya.”

“Apa, sih!” Indah jadi risih sendiri karena tatapan Sabda. “Aku juga begini waktu di Surabaya. Biasa aja lihatnya. Aku colok, baru tahu rasa!”

Sabda terkekeh lalu menstarter mobilnya. Namun, ia belum menjalankannya karena ingin menyentuh juntaian rambut Indah yang terurai itu. Ia yakin sekali, Wahyu semakin mengagumi Indah dan semakin merasa tersiksa karena gadis itu lebih memilih Sabda.

“Sebenarnya aku lebih suka kamu rambut panjang,” ujarnya terus terang. “Tapi, gini justru kelihat
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (17)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
looohhh....wahyu udah mulai sekongkol sama om Budiman
goodnovel comment avatar
Shima Asul
suka cerita nya,gimans ya cari propil yg bikin cerita ini
goodnovel comment avatar
Mom Kece
Nungguin Up
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 27

    “Sudah ketemu yang dicari?” Setelah beberapa urusannya selesai, Wahyu mendatangi Sabda yang masih berada di ruang arsip. Pria itu duduk dalam diam, dengan beberapa boks arsip yang tersusun rapi di meja.Begitulah Sabda. Tidak akan pernah membiarkan barang-barang berantakan di depan mata. Pria itu pasti meletakkan kembali semua ke tempatnya, agar terlihat rapi seperti semula.“Penasaran?” Sabda menghela panjang tanpa melihat Wahyu. Ia paham, rasa ingin tahu Wahyu pasti sedang meronta-ronta. Pria itu pasti ingin tahu yang dilakukan Sabda dan mencurigainya. Wahyu tidak akan bisa percaya begitu saja, ketika Sabda datang pagi-pagi dan ingin melihat arsip Warta.Wahyu tidak menjawab. Ia berdiri di samping Sabda, lalu meraih sebuah tumpukan berkas paling atas yang sudah disisihkan pria itu. Membukanya dan membaca dengan seksama.Keduanya berakhir dalam diam. Sibuk dengan berkas di depan mata dan terhanyut dengan pikiran masing-masing.Sementara Sabda hanya duduk dan membuka satu per satu ars

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 28

    “Ini rumah siapa?” Indah menutup pintu mobil dan menatap Wahyu yang juga baru melakukan hal yang sama. Namun, pria itu tidak menjawab dan pergi meninggalkannya.Indah menoleh perlahan ke belakang. Melihat pintu gerbang yang baru dilewatinya sudah ditutup dan dikunci oleh seorang pria.Bagaimana ini?Indah benar-benar terjebak dan tidak memungkinkan untuk putar arah.“Heh, Indah!” panggil Wahyu karena gadis itu tidak kunjung menyusul dan berada di sampingnya. “Mau di sana sampai kapan?”Indah menatap Wahyu tanpa ekspresi. Sambil membenarkan kacamatanya, ia mulai berjalan di belakang pria itu. Menyusuri jalan berpaving dengan lebar tiga meter. Ada tembok tinggi di samping kiri dan bangunan rumah di sisi kanan, membuat Indah merasa berjalan di sebuah perumahan sederhana.Indah belum melihat di mana letak garasinya, karena Wahyu hanya memarkirkan mobilnya di sembarang tempat.“Ini rumah siapa?” Indah mengulang pertanyaan yang belum dijawab oleh Wahyu.“Rumahku.”“April?”“Dia ada di rumah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 29

    “Apa yang terjadi?” Sabda menyodorkan berkas di depan Budiman. “Kenapa Kalingga nggak punya saham lagi di Warta? Kenapa pecah kongsi dan kapan?”Budiman hanya melirik berkas tersebut, tanpa berminat menyentuhnya. “Pertama, kenapa kamu tiba-tiba mencari tahu berita 15 tahun lalu di ruang server waktu itu? Kedua, besoknya, kamu dan Indah ada di ruang server. Ketiga, mau apa kamu ke kantor Wahyu dan membawa beberapa arsip masa lalu? Apa yang sedang diinvestigasi, Sab? Sebagai dirut, aku minta tolong, jelaskan secara profesional. Apa yang “timmu” lakukan?”Ternyata, pergerakan Sabda sedang diawasi. Oleh papanya sendiri.Mengenai ruang arsip di Firma Sadhana, sudah pasti Wahyu yang melaporkan hal tersebut pada Budiman. Sabda sudah yakin dan tidak perlu lagi mempertanyakannya.“Jawab pertanyaanku, Pa.” Sadar, pembahasan mereka akan panjang, Sabda akhirnya duduk di kursi yang berseberangan dengan Budiman. “Aku bicara sebagai anak dan lupakan profesionalisme. Kenapa pecah kongsi dengan Kaling

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 30

    “Sorry, telat!” Sabda menghampiri sang mama yang duduk di sofa taman dan memeluknya. Kemudian, ia hanya memberi anggukan pada Budiman, lalu mempersilahkan Indah menyapa kedua orang tuanya. “Kami ke kantor bentar.”Indah menghampiri Syifa lebih dulu untuk menyapa, disusul Budiman kemudian. Setelah itu, Ia mengikuti Sabda yang sudah lebih dulu duduk di sofa panjang yang berseberangan dengan Wahyu dan April.Indah menatap tajam pada April yang tampak terkejut dan terlihat berang. Wanita itu sepertinya tidak tahu menahu, mengenai kedatangan Indah ke kediaman Wisesa. Sementara itu, Sabda sudah memberitahu perihal kehadiran Wahyu dan April pagi tadi kepadanya.“Wahyu sama April juga baru datang,” ujar Syifa. “Baru juga duduk, terus kalian nyusul.”“Ma, tolong minta bibik percepat makan siangnya,” pinta Budiman pada sang istri sembari memberi anggukan kecil.Merasa ada yang janggal dengan permintaan Budiman, Syifa pun tidak bisa menolak. Pasti ada yang hendak dibicarakan dengan Sabda dan Wahy

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 31

    “Aku nggak bisa kamu bohongi.” April bersedekap, setelah memastikan Budiman dan Darwin hilang dari pandangan.Saat ini, penampilan Indah kembali berubah. Dengan rambut terurai dan pakaian yang terlihat rapi, April bisa bilang gadis itu lumayan menarik. Sama seperti sosok Indah, yang April temui pada malam resepsi pernikahannya dengan Wahyu.“Pril, kita sudah bahas ini sebelumnya,” sahut Sabda tidak ingin membuat keributan apa pun di kediaman orang tuanya. “Kamu sudah salah paham.”“Santai, Sab.” April tersenyum. Kendati wajahnya menunjukkan ketidaksukaan, tetapi nada bicara April tetap tenang. “Aku juga nggak mau marah-marah.”“Kamu memang nggak marah-marah,” celetuk Indah yang juga bersikap tenang. Andai April tidak mengutus orang untuk mengancam dan melukainya malam itu, Indah mungkin tidak akan sebenci ini pada sepupunya. “Tapi langsung main belakang. Seperti pengecut.”Wahyu memilih diam dan melihat sejauh mana kedua wanita itu berdebat siang ini. Kedua wanita itu tampak serupa, t

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 32

    Darwin menatap Wahyu yang tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya, lalu duduk di sebelahnya dengan wajah tanpa dosa.“Sebentar, Rey.” Darwin menatap sopirnya dari kaca spion tengah mobil.“Jalan, Pak,” titah Wahyu pada sopir papanya. “Aku ikut papa pulang.”Rey berbalik. Menatap Darwin terlebih dahulu, untuk meminta persetujuan. Ketika pria itu mengangguk, barulah Rey kembali ke posisi semula dan mulai menjalankan mobilnya.“Ke mana April?”“Aku minta sopir om Budiman antar dia pulang.”Darwin sedikit memutar tubuh. Menatap ke bagian teras Budiman yang sudah ditinggalkannya. Karena tidak melihat Apri di sana, maka ia kembali ke posisinya dan berdecak.“Bicaralah,” titah Darwin mengerti dengan gelagat putranya.“Papa ke sini bukan cuma untuk ketemu om Budiman,” tembak Wahyu tanpa basa-basi. “Nggak perlu ditutupi, karena aku sudah tahu semuanya.”Darwin terkekeh. Tidak ingin terjebak dalam permainan Wahyu, maka ia pun bertanya balik. “Memangnya, apa yang kamu tahu?”“Indah.” Wahyu tidak melep

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 33

    “Kamu adalah—”“Jangan asal tebak,” potong Indah menepis kasar tangan Wahyu, sebelum pria itu menyebut satu nama. “Kamu nggak—”“Anggun Kalingga.” Wahyu balik memotong perkataan Indah. Sungguh-sungguh memperhatikan ekspresi gadis itu, agar tidak ada yang meleset dari pengamatannya.Benar saja. Wajah yang tadinya terkesan pongah itu, meskipun tetap terlihat tenang, sempat menunjukkan sedikit ketegangan di sudut mata. Perubahan kecil itu, cukup bagi Wahyu untuk menyadari bahwa dugaannya benar.“Cobalah berkelit kalau kamu bisa,” tantang Wahyu dengan keyakinan yang semakin kuat. Semua teka-teki yang sempat membuatnya bingung, kini mulai tersusun dengan jelas.Budiman sudah menaruh curiga lebih dulu. Sementara Darwin, datang ke kediaman Wisesa untuk memperjelas dugaan Budiman. Sedangkan Sabda, pria itu pasti sudah mengetahuinya lebih dulu.“Sabda sudah tahu lebih dulu.” Wahyu memperpendek jarak. Cukup salut dengan Indah karena gadis itu kembali tidak bergeser sedikit pun. “Karena itulah, k

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 34

    “Aku lapar,” ujar Indah setelah selesai dari kamar mandi. Berhenti di sisi kitchen island, yang berseberangan dengan Wahyu. Sengaja menjaga jarak, agar pria itu tidak bisa menjangkaunya sama sekali. “Bisa pesankan aku makan sebelum kamu pergi? Kamu nggak mau, kan, pulang-pulang terus nemu mayatku di rumahmu ini.”“Nggak ada ceritanya orang mati kalau nggak makan malam.” Wahyu heran, mengapa rasa percaya diri Indah masih begitu besar, meskipun dalam keadaan terhimpit seperti sekarang.“Aku punya maag.” Indah menepuk pelan perut bagian atasnya dua kali. “Waktu di Surabaya, aku sering telat dan jarang makan karena semua hartaku dicuri sama papa mertuamu. Daripada nanti aku muntah-muntah di rumahmu—”“Nanti ada orangku yang beli.” Astaga, mulut Indah itu, benar-benar membuat Wahyu geregetan.“Pesankan aku steak kalau gitu,” ujar Indah cuek. “Yang paling mahal. Aku juga mau lobster di masak apa aja, terserah. Nggak usah pake nasi. Terus sama Korean Strawberry satu kotak. Oia, steaknya dua.

Latest chapter

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 159

    “Masih panas?” tanya Wahyu ketika Anggun baru saja membuka pintu kamar. Belum sempat Anggun menjawab, ia langsung merangsek masuk dan mendapati Putra masih terlelap di tempat tidur. “Rewel nggak?”“Nggak terlalu.” Anggun berbalik dan berjalan lesu menuju tempat tidurnya. “Titip bentar, ya, Mas. Aku mau mandi.”“Mandilah dulu.” Melihat Putra masih anteng di tempatnya, Wahyu mematikan pendingin ruangan dan beralih menuju jendela. Menarik tirainya, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi nan segar masuk ke dalam kamar.Sembari menunggu Anggun, Wahyu duduk bersandar pada bingkai jendela, menekuk satu kakinya. Menikmati embusan udara pagi dengan senyum lebar yang tersemat bahagia. Hati Anggun yang selama ini membatu, akhirnya menunjukkan retakan-retakan kecil yang memberi harapan. Wahyu tahu, semua itu bukanlah proses yang mudah. Namun, ini adalah sebuah langkah kecil yang membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang baru.“Udah gila, Mas?” tanya Anggun sembari kel

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 158

    “Mama, bisa bicara sebentar,” pinta Anggun mendatangi Syifa yang berada di kamar, ketika keluarga Sadhana sudah kembali ke rumahnya. Hanya Wahyu yang menetap dan akan menginap, karena ingin memantau perkembangan Putra.“Masuk sini,” ucap Syifa pada Anggun yang berdiri di bibir pintu. Ia tahu, Anggun pasti sedang mengalami kegundahan, akibat pertemuan keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu. “Putra sama Wahyu?”“Iya.” Anggun mengangguk sembari melangkah masuk. Ia duduk pada sofa panjang yang baru ditunjuk Syifa. Sementara, wanita itu sedang duduk di depan meja rias dan melakukan ritual malamnya sebelum tidur. “Mereka di kamar.”“Sebentar, ya.” Syifa buru-buru meratakan pelembab di wajahnya dengan gerakan cepat, lalu beranjak menghampiri Anggun. Setelah duduk di samping sang menantu, barulah Syifa mempersilakan Anggun bicara lebih dulu dengan lembut. “Silakan, kamu pasti mau bicara masalah pertemuan tadi, kan?”Lagi-lagi Anggun mengangguk. Tanpa mau membuang waktu, ia lantas mengeluar

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 157

    “Tante, ini nggak seperti—”“Kami lagi bicara.” Wahyu menyela tanpa melepas pelukannya. “Mama mau ngapain?”“Mau jenguk Putra.” Desty mengangguk-angguk, tidak terpengaruh sedikit pun dengan apa yang disaksikannya di depan mata. Baginya, hal seperti itu sudah sangat umum terlihat dalam pergaulan saat ini. Bahkan, hubungan Wahyu dengan April dahulu kala hanya bisa membuat Desty geleng-geleng kepala.Lantas, Desty beralih melihat pintu kamar Anggun yang terbuka dan menunjuknya. “Katanya demam, ya? Tante boleh masuk, kan?”“Boleh,” jawab Wahyu lalu melepas kedua tangannya. Namun, Wahyu dengan segera meraih pergelangan tangan Anggun agar wanita itu tidak pergi darinya. “Masuk aja, Ma. Putra baru aja tidur.”“Oke ...” Desty melangkah melewati kedua orang yang masih berdiri di tempatnya. “Nanti kita bicarakan masalah barusan. Langsung dengan keluarga besar, karena mama juga sudah tahu apa yang terjadi tadi pagi. Jadi, silakan lanjutkan bicaranya.”“Maaas!” Anggun mendesis. Merapatkan geligin

DMCA.com Protection Status