Share

BR ~ 23

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Meski sudah memakai sebuah jaket, Sabda merapatkan kerahnya lebih erat. Setiap hembusan napasnya membentuk uap tipis dan tubuhnya sesekali bergetar ringan, karena hawa dingin dari beberapa pendingin ruangan di ruang server.

Jika saja Indah bersamanya sejak tadi, Sabda pasti sudah memeluk gadis itu untuk mencari sebuah kehangatan. Namun karena jarum jam belum berada di angka 11, maka Sabda harus bersabar sembari terus membuka dan membaca arsip yang telah tersimpan 15 tahun lamanya.

Ketika menemukan beberapa hal janggal, Sabda lantas mengeluarkan earbuds dan menyumpal telinganya karena akan menghubungi seseorang.

“Pa! Waktu Papa masih jadi pemred 15 tahun yang lalu, kenapa ada berita yang nggak naik cetak dan nggak tayang?”

“Kamu di mana?” Budiman balik bertanya dan tidak menjawab pertanyaan Sabda.

“Di ruang server.”

“Temui Papa di atas.”

Sabda baru membuka mulutnya untuk bertanya, tetapi Budiman sudah lebih dulu mengakhiri pembicaraan mereka. Melihat jam di ponselnya baru menunjukkan p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (25)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
adduuuuhhhh....jangan bilang kalo ada sangkut pautnya sama pak Budiman.
goodnovel comment avatar
Susan Manies
Aaaaaaaaa.......aq penasaran thor...ayo up lagi......
goodnovel comment avatar
Santiest
aduuduuuhhh.... ada apa dg pak Budiman yaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 24

    “Minum dulu.” Sabda menyodorkan segelas cokelat hangat pada Indah, yang duduk di ruang tengah apartemennya.Setelah Bahar pergi dengan tergesa, Sabda pun membawa Indah pulang ke apartemennya. Saat melihat Bahar bersikap seperti itu, Sabda semakin yakin Budiman tahu semua hal yang terjadi 15 tahun yang lalu. Jika tidak, Bahar harusnya tetap saja bicara dengan Indah, meskipun sempat terlihat terkejut pada awalnya.Indah menerima gelas tersebut dan langsung meminumnya dengan perlahan.“Kamu pasti mikir, kenapa pak Bahar mendadak pergi waktu aku datang.” Tidak ada yang perlu disembunyikan dari Indah, karena mereka memang harus mendiskusikan hal yang terasa janggal.“Harusnya, antar aku ke kosan.”“Dan kehausan.”“Apa?” Dahi Indah berkerut saat melihat Sabda duduk di sampingnya, sembari membawa gelas dengan model yang sama.“Aku kehausan karena di kamarmu nggak ada minuman.” Sabda mengangkat gelasnya. “Nggak mungkin aku bisa minum teh hangat dan bikinin kamu cokelat kalau di sana. Dasar pe

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 25

    Sabda membuka pintu ruang server dan mempersilakan Indah keluar lebih dulu. Ia baru saja menunjukkan arsip berita 15 tahun yang lalu dan belum membahas apa pun karena staff IT sedang berada di dalam.“Ada berapa jumlah media 15 tahun lalu.” Indah bicara pelan ketika Sabda telah menutup pintu. “Apa mereka semua sama? Nggak, kan?”“Tapi setiap media selalu ikut dengan tren yang ada saat itu.” Sabda mengingatkan. Berjalan mendahului Indah yang tampak semakin banyak pikiran. “Opsi lain yang kita belum tahu, ada berita besar apa yang bisa menutupi berita kecelakaan itu. Kan, selalu seperti itu ritmenya? Kita pasti lebih menyorot berita yang lebih heboh.”Indah membenarkan ucapan Sabda. Entah, apakah ia bisa mempercayai pria itu 100 persen, jika Budiman memang memiliki andil dalam kejadian 15 tahun yang lalu. Tidak hanya itu, Indah juga memikirkan perasaannya jika selalu berada di dekat Sabda. Kehadiran pria itu, bisa membuat logika dan instingnya tidak lagi berada di jalan yang lurus.“Mas

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 26

    “Kenapa belum jalan juga?” Indah baru sadar, Sabda hanya duduk di belakang kemudi tetapi belum menstarter mobilnya. Pria itu melihatnya dengan seksama, seolah ada sesuatu yang aneh dengan dirinya saat ini.“Kamu potong rambut dan ...” Tatapan Sabda turun pada paha Indah. Celana jeans yang dipakai gadis itu sudah berganti model. Dari wide-leg jeans dengan potongan longgar, menjadi model skinny yang membentuk bagian tubuh Indah. “Harusnya, aku ngasih kamu ceramah dari kemarin-kemarin, biar cepat berubahnya.”“Apa, sih!” Indah jadi risih sendiri karena tatapan Sabda. “Aku juga begini waktu di Surabaya. Biasa aja lihatnya. Aku colok, baru tahu rasa!”Sabda terkekeh lalu menstarter mobilnya. Namun, ia belum menjalankannya karena ingin menyentuh juntaian rambut Indah yang terurai itu. Ia yakin sekali, Wahyu semakin mengagumi Indah dan semakin merasa tersiksa karena gadis itu lebih memilih Sabda.“Sebenarnya aku lebih suka kamu rambut panjang,” ujarnya terus terang. “Tapi, gini justru kelihat

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 27

    “Sudah ketemu yang dicari?” Setelah beberapa urusannya selesai, Wahyu mendatangi Sabda yang masih berada di ruang arsip. Pria itu duduk dalam diam, dengan beberapa boks arsip yang tersusun rapi di meja.Begitulah Sabda. Tidak akan pernah membiarkan barang-barang berantakan di depan mata. Pria itu pasti meletakkan kembali semua ke tempatnya, agar terlihat rapi seperti semula.“Penasaran?” Sabda menghela panjang tanpa melihat Wahyu. Ia paham, rasa ingin tahu Wahyu pasti sedang meronta-ronta. Pria itu pasti ingin tahu yang dilakukan Sabda dan mencurigainya. Wahyu tidak akan bisa percaya begitu saja, ketika Sabda datang pagi-pagi dan ingin melihat arsip Warta.Wahyu tidak menjawab. Ia berdiri di samping Sabda, lalu meraih sebuah tumpukan berkas paling atas yang sudah disisihkan pria itu. Membukanya dan membaca dengan seksama.Keduanya berakhir dalam diam. Sibuk dengan berkas di depan mata dan terhanyut dengan pikiran masing-masing.Sementara Sabda hanya duduk dan membuka satu per satu ars

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 28

    “Ini rumah siapa?” Indah menutup pintu mobil dan menatap Wahyu yang juga baru melakukan hal yang sama. Namun, pria itu tidak menjawab dan pergi meninggalkannya.Indah menoleh perlahan ke belakang. Melihat pintu gerbang yang baru dilewatinya sudah ditutup dan dikunci oleh seorang pria.Bagaimana ini?Indah benar-benar terjebak dan tidak memungkinkan untuk putar arah.“Heh, Indah!” panggil Wahyu karena gadis itu tidak kunjung menyusul dan berada di sampingnya. “Mau di sana sampai kapan?”Indah menatap Wahyu tanpa ekspresi. Sambil membenarkan kacamatanya, ia mulai berjalan di belakang pria itu. Menyusuri jalan berpaving dengan lebar tiga meter. Ada tembok tinggi di samping kiri dan bangunan rumah di sisi kanan, membuat Indah merasa berjalan di sebuah perumahan sederhana.Indah belum melihat di mana letak garasinya, karena Wahyu hanya memarkirkan mobilnya di sembarang tempat.“Ini rumah siapa?” Indah mengulang pertanyaan yang belum dijawab oleh Wahyu.“Rumahku.”“April?”“Dia ada di rumah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 29

    “Apa yang terjadi?” Sabda menyodorkan berkas di depan Budiman. “Kenapa Kalingga nggak punya saham lagi di Warta? Kenapa pecah kongsi dan kapan?”Budiman hanya melirik berkas tersebut, tanpa berminat menyentuhnya. “Pertama, kenapa kamu tiba-tiba mencari tahu berita 15 tahun lalu di ruang server waktu itu? Kedua, besoknya, kamu dan Indah ada di ruang server. Ketiga, mau apa kamu ke kantor Wahyu dan membawa beberapa arsip masa lalu? Apa yang sedang diinvestigasi, Sab? Sebagai dirut, aku minta tolong, jelaskan secara profesional. Apa yang “timmu” lakukan?”Ternyata, pergerakan Sabda sedang diawasi. Oleh papanya sendiri.Mengenai ruang arsip di Firma Sadhana, sudah pasti Wahyu yang melaporkan hal tersebut pada Budiman. Sabda sudah yakin dan tidak perlu lagi mempertanyakannya.“Jawab pertanyaanku, Pa.” Sadar, pembahasan mereka akan panjang, Sabda akhirnya duduk di kursi yang berseberangan dengan Budiman. “Aku bicara sebagai anak dan lupakan profesionalisme. Kenapa pecah kongsi dengan Kaling

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 30

    “Sorry, telat!” Sabda menghampiri sang mama yang duduk di sofa taman dan memeluknya. Kemudian, ia hanya memberi anggukan pada Budiman, lalu mempersilahkan Indah menyapa kedua orang tuanya. “Kami ke kantor bentar.”Indah menghampiri Syifa lebih dulu untuk menyapa, disusul Budiman kemudian. Setelah itu, Ia mengikuti Sabda yang sudah lebih dulu duduk di sofa panjang yang berseberangan dengan Wahyu dan April.Indah menatap tajam pada April yang tampak terkejut dan terlihat berang. Wanita itu sepertinya tidak tahu menahu, mengenai kedatangan Indah ke kediaman Wisesa. Sementara itu, Sabda sudah memberitahu perihal kehadiran Wahyu dan April pagi tadi kepadanya.“Wahyu sama April juga baru datang,” ujar Syifa. “Baru juga duduk, terus kalian nyusul.”“Ma, tolong minta bibik percepat makan siangnya,” pinta Budiman pada sang istri sembari memberi anggukan kecil.Merasa ada yang janggal dengan permintaan Budiman, Syifa pun tidak bisa menolak. Pasti ada yang hendak dibicarakan dengan Sabda dan Wahy

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 31

    “Aku nggak bisa kamu bohongi.” April bersedekap, setelah memastikan Budiman dan Darwin hilang dari pandangan.Saat ini, penampilan Indah kembali berubah. Dengan rambut terurai dan pakaian yang terlihat rapi, April bisa bilang gadis itu lumayan menarik. Sama seperti sosok Indah, yang April temui pada malam resepsi pernikahannya dengan Wahyu.“Pril, kita sudah bahas ini sebelumnya,” sahut Sabda tidak ingin membuat keributan apa pun di kediaman orang tuanya. “Kamu sudah salah paham.”“Santai, Sab.” April tersenyum. Kendati wajahnya menunjukkan ketidaksukaan, tetapi nada bicara April tetap tenang. “Aku juga nggak mau marah-marah.”“Kamu memang nggak marah-marah,” celetuk Indah yang juga bersikap tenang. Andai April tidak mengutus orang untuk mengancam dan melukainya malam itu, Indah mungkin tidak akan sebenci ini pada sepupunya. “Tapi langsung main belakang. Seperti pengecut.”Wahyu memilih diam dan melihat sejauh mana kedua wanita itu berdebat siang ini. Kedua wanita itu tampak serupa, t

Bab terbaru

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 168

    “Kenapa harus pindah?” Syifa menekuk wajah ketika Wahyu menyampaikan maksudnya. Sudah terbiasa tinggal bersama Anggun dan Putra, membuatnya berat untuk melepas kedua orang itu.Syifa bukannya tidak paham dengan keputusan yang disampaikan Wahyu. Namun, ia pasti akan merasa sangat kehilangan jika Anggun dan Putra benar-benar pindah dari kediaman Wisesa.“Ma, rumahnya dekat,” ujar Wahyu harus memberi pemahaman. “Jalan kaki cuma 10 menit. Cuma nyebrang jalan ke kompleks depan. Kalau mau naik motor lebih cepat lagi.”“Kamu setuju, Nggun?” tanya Syifa beralih pada Anggun.“A—”“Anggun setuju, Ma.” Wahyu segera menyerobot, karena melihat sang istri masih ragu untuk pindah rumah. “Tadi sudah cocok juga dengan rumahnya karena ada kolam renang. Jadi, Putra bisa sekalian belajar berenang juga.”“Mama tanya Anggun.” Syifa memutar bola matanya. Kalau sudah ada maunya, Wahyu memang sering bersikap seperti itu.“Cuma 10 menit dari sini, Ma,” sambar Budiman sudah paham dengan keinginan Wahyu. Mereka

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 167

    “Aku punya tiga pilihan.” Wahyu menyerahkan sebuah brosur yang sudah diterima dari Farhat pada Anggun. “Resepsi di ruang tertutup, terbuka dengan view pantai, atau terbuka dengan view alam. Kamu yang pilih karena buatku di semua sama aja.”“Aku terserah aja,” ujar Anggun sembari membuka brosur yang baru diterimanya. “Lihat undangannya dulu, ada berapa orang terus disesuaikan aja tempatnya.”“25 orang.”“Katanya 50?”“Kalau 25 orang datang bawa pasangan, jumlahnya jadi 50.”“Iya, sih.” Anggun jadi merasa bodoh sendiri karena tidak memikirkan hal tersebut. “Jangan di pantai deh, aku nggak mau Putra masuk angin karena acaranya biasanya sore jelang malam gitu, kan? Jadi, view pantai dicoret dari list.”“View alam juga nggak jauh beda.” Wahyu dengan sigap menangkap Putra yang melepas baby walker dan berjalan ke arahnya. “Anginnya lumayan.”“Kalau gitu indoor aja.” Karena sudah memutuskan, Anggun meletakkan brosurnya di lantai begitu saja.“Kenapa kamu nggak tidur-tidur hem?” Wahyu merebahk

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 166

    “Sepertinya, kasur di kamar atas harus dibawa ke kamarmu,” ujar Wahyu setelah memberi kecupan pada bahu terbuka Anggun. Ia memeluk sang istri dari belakang, setelah melewati momen yang membuat keduanya lelah dalam kehangatan.“Hm.” Anggun menarik napas panjang. Masih menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Menunggu dengan sabar, hingga tubuhnya kembali tenang dari luapan dopamin yang baru saja menyergap.“Tapi, aku rasa kita harus cepat-cepat pindah dari sini.” Wahyu menyandarkan dagunya pada bahu Anggun dan semakin memeluk erat. “Kamar Putra ini terlalu kecil. Apalagi tempat tidurnya cuma ukuran single. Terlalu sempit.”“Hm.” Anggun kembali menggumam, masih sibuk menenangkan gejolak yang baru saja menguasai tubuhnya. Sesaat, ia menutup mata, merasakan dekapan Wahyu yang hangat dan nyaman di punggungnya.“Aku serius, tapi cuma dijawab ham hem ham hem.” Wahyu berdecak lalu menggigit pelan daun telinga Anggun dan wanita itu langsung menyikut pelan perutnya.“Mas,” desis Anggu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

DMCA.com Protection Status