Naga itu mendarat di sebuah negeri berkabut. Bimantara turun bersama Raja Dawuh, Bahari dan Pendekar Sungai Panjang dari punggung naga. Setelah itu, naga yang membawa mereka ke sana kembali terbang meninggalkan tempat itu. Bimantara mengitari sekitar. Tak ada yang bisa mereka lihat di tempat itu kecuali kabut putih. Negeri itu begitu dingin. Hawa dinginnya terasa menusuk tulang. Sesekali terdengar suara burung gagak di kejauhan.“Di mana kita, Bimantara?” tanya Raja Dawuh heran.“Inilah sebuah negeri di mana Pendekar Dua Alam tinggal,” jawab Bimantara.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang tampak penasaran.“Apakah dia dari golongan bangsa roh?” tanya Bahari.“Dia manusia biasa,” jawab Bimantara. “Dia disebut para dewa sebagai pendekar dua alam karena mampu membangkitkan roh-roh baik nan sakti untuk kembali hidup.”Pendekar Sungai Panjang semakin penasaran mendengar itu.“Membangkitkan orang mati?”“Ya,” jawab Bimantara. “Sepertinya para Dewa menghendakinya bergabung denganku hanya karen
Bimantara tampak bingung setelah itu. Bahari, Raja Dawuh dan Pendekar Sungai Panjang menunggu keputusan berikutnya.“Kita harus kemana sekarang, Bimantara?” tanya Raja Dawuh.Bimantara pun tampak bingung karena tidak bisa menerawang keberadaan Pendekar Dua Alam di sana.“Aku tidak tahu di mana keberadaan Pendekar Sungai Panjang. Aku tidak bisa menerawang di tempat ini. Harusnya kita harus menyisakan satu diantara para prajurit yang telah mati ini,” jawab Bimantara.Pendekar Sungai Panjang pun memperhatikan satu persatu mayat-mayat para prajurit yang telah mati itu. Dia tampak terkejut melihat pakaian yang dipakai mereka. Apalagi saat melihat sebuah koin emas yang terjatuh dari saku pakaian salah satu prajurit yang dilihatnya. Pendekar Sungai Panjang pun meraih koin emas itu lalu memeriksanya. Sesaat kemudian dia tampak mengernyit heran.Bimantara, Bahari dan Raja Dawuh pun heran melihat Pendekar Sungai Panjang seperti terkejut menatap koin emas di tangannya.“Ada apa?” tanya Bahari he
“Kenapa kau tidak mau menjadi Chandaka Uddhiharta?” tanya Bimantara.“Maha Dewa tidak mendengar keinginanku,” jawab Pendekar Dua Alam.“Apa keinginanmu? Aku akan membantumu memohon pada Maha Dewa untuk mewujudkannya asal kau mau bergabung dengan kami,” ujar Bimantara.Pendekar Dua Alam tertawa.“Aku saja tidak dikabulkannya, apalagi kau yang masih bau kencur,” ucap Pendekar Dua Alam meremehkannya.Raja Dawuh tampak kesal mendengar itu, namun dia berusaha untuk sabar. Jika dia marah, sudah pasti Bimantara akan mengingatkannya. Raja Dawuh memilih menahan rasa kesalnya.“Bagaimana jika aku berhasil?” tantang Bimantara.“Silakan! Jika kau berhasil, aku berjanji akan membantumu sepenuh hatiku dan aku akan tunduk padamu,” ucap Pendekar Dua Alam yang masih tampak meremehkannya.“Apa yang kau inginkan dari Maha Dewa?” tanya Bimantara memastikan.Pendekar Dua Alam berjalan mendekat ke Bimantara sambil menatap kedua bola matanya dengan lekat. Dia berhenti tepat di hadapan Bimantara. Sementara R
Pendekar Dua Alam tampak menunggu Bimantara bersama Bahari, Raja Dawuh dan Pendekar Sungai Panjang. Kabut masih tampak tebal di sana. Semua menunggu, namun Bimantara belum datang juga. Bahari menatap Pendekar Dua Alam dengan lekat. Dia seperti ingin bertanya sesuatu.“Memangnya begitu pentingkah kau meminta maaf pada istrimu yang telah tiada?” tanya Bahari dengan heran.“Kau tidak mengerti, sebaiknya jangan kau tanyakan itu,” ucap Pendekar Dua Alam.“Aku belum merasakan apa itu cinta, makanya aku penasaran,” celetuk Bahari.Pendekar Dua Alam menatap satu persatu ketiga Panglima itu. Dia menyunggingkan senyum sedikit.“Apa kalian tidak tahu siapa kalian di masa lalu?” tanya Pendekar Dua Alam pada mereka semua.Bahari, Raja Dawuh dan Pendekar Sungai Panjang mengernyit bersamaan.“Masa lalu?” tanya Raja Dawuh yang mulai tertarik dengan pertanyaan itu.“Iya, kalian di masa lalu.” Pendekar Dua Alam menegaskan.“Maksudmu kita ini wujud reinkarnasi dari masa lalu?” tanya Pendekar Sungai Panj
Pendekar Dua Alam berdiri sambil memandangi makam istrinya. Seketika makam yang dilihatnya itu bergetar. Bimantara ikut berdiri melihatnya. Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Raja Dawuh pun tampak heran.“Istriku!” teriak Pendekar Dua Alam tampak tak percaya. Dia bergegas mendekati makam itu. Pendekar berumur panjang itu pun duduk bersila. Dia membacakan mantara untuk membangkitkan istrinya kembali. Namun saat dia berusaha melakukannya, bukan istrinya yang hidup kembali, tapi malah keluar selembar kain dari dalam kuburan itu. Selembar kain itu terbang ke atas sambil mengeluarkan sedikit percikan api.Pendekar Dua Alam heran melihat itu.“Kenapa aku masih tidak bisa membangkitkannya?!” tanya Pendekar Dua Alam dengan kesal.Bimantara tampak bingung melihat itu. Dia khawatir benar-benar tidak dapat menarik pendekar itu sebagai Panglima keempatnya. Sementara Raja Dawuh, Bahari dan Pendekar Sungai Panjang tampak diam. Mereka menunggu apa yang akan dilakukan Pendekar Dua Alam selanjutnya.
“Aku yang membangunkanmu!” ucap Pendekar Dua Alam pada Pendekar Buruk Rupa yang sekarang sudah kembali menjadi manusia.Bimantara masih tercengang melihatnya. Wajahnya sangat mirip dengan Pendekar Buruk Rupa yang dahulu menjadi Panglima Iblis yang pernah dibunuhnya. Mungkin pendekar itu dahulunya juga mendapatkan kutukan dari Penguasa Iblis itu, atau dia adalah keturunan yang berbelok menjadi pengikut iblis yang masih mendapatkan kutukan dari yang mengutuk Pendekar Buruk Rupa yang berada di hadapannya itu.Pendekar Buruk Rupa itu langsung menggunakan jurusnya. Dia tampak marah dibangkitkan kembali ke dunia. Seketika golok hitam terbang ke arahnya. Tangannya langsung menangkap golok hitam itu lalu dilemparnya pada Pendekar Dua Alam. Bimantara langsung menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau golok hitam itu. Golok hitam itu terkena tendangan Bimantara hingga berputar menjauhinya.Pendekar Buruk Rupa kembali menangkapnya. Kali ini sasarannya adalah Bimantara.“Hentikan!” pi
“Kalau begitu, kita harus segera pergi ke negeri para naga. Masing-masing dari kita harus mendapatkan naga di sana. Setelah itu masing-masing dari kita akan menunggangi naga itu menuju negeri salju,” pinta Bimantara pada semuanya.Tanaka, Bahari, Raja Dawuh, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang pun mengangguk. Bimantara pun kembali bersiul. Tak lama kemudian naga besar itu datang. Mereka berenam pun menaiki punggung naga itu. Lalu naga itu terbang menuju sebuah negeri tempat naga-naga bersemayam. Di negeri itu tidak ada manusia yang hidup di sana. Negeri itu hanya ditempati oleh naga dari berbagai jenis saja.Setelah berhari-hari Bimantara dan kelima Panglima terbang bersama seekor naga, akhirnya mereka tiba di sebuah pulau karang yang luas. Pulau itu memiliki bukit karang yang tinggi seperti menara. Naga yang ditunggangi Bimantara dan kelima Panglimanya itu bersuara keras saat sudah berada di atas pulau itu. Ia menyemburkan kobaran api yang sangat besar. Lalu naga-naga di ba
Bimantara pun membawa Raja Dawuh menuju naga biru yang sedang bersembunyi malu di balik bebatuan karang. Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Pendekar Dua Alam mengikuti langkah mereka dari belakang. Mereka ingin melihat bagaimana Raja Dawuh menaklukkan naga itu setelah Tanaka berhasil terbang bersama naga hitamnya yang kini sedang mengujinya dengan terbang berputar di atas pulau itu.Bimantara menoleh pada Raja Dawuh. “Dekatilah dia,” pinta Bimantara.Raja Dawuh mengangguk. Namun sebelum Raja Dawuh mendekat ke sana, naga biru itu keluar dari tempat persembunyiannya lalu berjalan mendekati Raja Dawuh dengan pandangan herannya. Raja Dawuh gemetar melihat itu.“Tetap hati-hati meski pun dia tampak suka denganmu,” pinta Bimantara.Raja Dawuh pun mengangguk.“Hai!” sapa Raja Dawuh pada naga biru itu.Seketika naga biru itu tampak marah. Dia langsung menyemburkan api dari mulutnya ke arah Raja Dawuh. Bimantara segera menangkap Raja Dawuh untuk menghindari semburuan api itu.“Kenapa kau tolo