Share

53. Bukit Tengkorak

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2022-03-16 01:07:39

Panglima Cakara memecut kudanya yang tengah menanjak ke atas bukit. Malam itu kabut menutupi hutan. Panglima Cakara menuntun kudanya untuk melewati jalanan setapak yang menanjak ke atas. Tak lama kemudian, Panglima Cakara tiba di halaman luas. Ratusan pendekar berpakaian hitam dan memakai ikat kepala keluar dari bangunan tua lalu berbaris rapi di hadapannya. Salah satu dari mereka maju ke hadapan. Dialah Gajendra, kepala Perguruan Tengkorak yang paling ditakuti seantero Nusantra.

“Ada apa gerangan dikau kemari, Panglima?” tanyanya dengan tatapan curiga. Sementara ratusan pendekar lain di belakangnya bersiap dengan senjata masing-masing.

Panglima Cakara turun dari kudanya lalu berdiri tepat di hadapan Gajendra. “Aku kembali datang untuk menawarkan kembali yang dulu pernah aku tawarkan pada kalian,” jawab Panglima Cakara dengan tatapan ramah.

“Kami tidak ingin lagi berurusan dengan kerajaan!” tegas Gajendra.

“Kalian

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Youe
ada yang menyusup ke dalam tubuhnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   54. Perpecahan Sudah Dimulai

    Adji Darma berdiri dengan geram di hadapan Bimantara dan Pangeran Sakai di ruangannya.“Ada apa dengan kalian berdua?” tanya Adji Darma heran.“Dia telah memperkosa Dahayu, Tuan Guru Besar…”“Tidak!” potong Pangeran Sakai, “Ini salah paham, Tuan Guru Besar. Itu tidak benar. Saya sengaja memancing kemarahan Bimantara agar saya bisa memastikan apakah benar angin puting beliung yang kerap datang ke Perguruan itu adalah akibat dari ilmu hitamnya.”Adji Darma terbelalak mendengarnya. Bimantara pun terkejut.“Dari mana kau tahu soal itu?” tanya Adji Darma penasaran pada Pangeran.“Adik saya mati di tangan para penganut aliran ilmu hitam itu, Tuan Guru Besar. Saya tidak bisa membiarkan jika benar ada murid yang menganut aliran hitam dari Perguruan Tengkorak di perguruan ini,” jawab Pangeran Sakai.Bimantara diam saja. Dia lega karena cahaya merah itu sudah dikemba

    Last Updated : 2022-03-16
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   55. Tiga Harimau

    Bimantara datang ke dalam gua. Ki Walang duduk di atas batu sambil tersenyum melihatnya.“Bagaimana perkelahiannya?” tanya Ki Walang sambil tertawa.Bimantara terkejut mendengarnya. Dia kira Ki Walang tidak mengetahui soal itu, karena dia tidak ada saat pertarungan itu terjadi.“Maafkan aku, Tuan Guru. Tadi aku tak bisa menahan emosiku,” ucap Bimantara merasa bersalah.Ki Walang tertawa. “Aku sudah tahu sejak awal. Aku sudah tahu Pangeran Sakai sengaja membuat makar, tapi karena aku tahu kalau itu bisa membuat semua orang di perguruan percaya bahwa ilmu pedang cahaya merah itu tidak ada padamu, jadi aku diamkan saja,” ucap Ki Walang.Bimantara lega mendengarnya. Dia kira mendatanginya di sana akan membuat Ki Walang marah padanya.“Sekarang lempar tongkatmu dan mari kita mulai berlatih tingkatan ke dua,” pinta Ki Walang.“Baik, Tuan Guru,” ucap Bimantara sambil meletakkan tong

    Last Updated : 2022-03-17
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   56. Kedatangan Sang Raja

    Kakek Sangakala berada di atas pohon, bertahan di dahan sambil memeluk pohonnya dengan ketakutan. Di bawahnya ada tiga harimau yang sedang berkeliaran di halaman gubuk tuanya.“Pergi kalian dari sini! Kembalilah ke tempat kalian! Jangan ganggu aku!” teriak Kakek Sangkala pada ketiga harimau itu.Namun ketiga harimau itu tampak jinak. Satu sedang duduk di atas bale. Duanya sedang menjilati bulu masing-masing. Kakek Sangkala bingung, dari mana asal ketiga harimau itu? Kenapa mereka datang ke gubuknya?Tak lama kemudian sebuah anak panah melesat lalu tertancap ke batang pohon di dekat Kakek Sangkala. Kakek Sangkala terkejut. Siapa yang melesatkan anak panah itu? Namun saat dia melihat ada gulungan kain yang meletak pada anak panah itu, dia langsung mencabutnya dan mengambil gulungan kain itu. Ketika dibuka, Kakek Sangkala ternyata itu sebuah surat dari Ki Walang. Surat berisi bahwa Ki Walang sengaja mengirimkan tiga harimau untuk membantunya menja

    Last Updated : 2022-03-17
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   57. Rapat Besar

    Raja Banggala duduk di atas singgasana yang disedikan Perguruan Matahari di sebuah ruangan – khusus untuk penyambutan para Raja dan pembesar istana jika berkunjung ke Perguruan Matahari. Di sana sudah ada Adji Darma dan para Guru Utama – termasuk Ki Walang. Beberapa pelayan tampak menyajikan jamuan dadakan. “Ampun, yang Mulia. Karena kedatangan yang Mulia mendadak, jadi jamuannya sederhana,” ucap Adji Darma merasa tidak enak. “Tidak apa-apa. Sebenarnya tujuan saya ke sini karena ada rumor dari kerajaan Nusantara Timur dan Tengah, katanya saat ini sebuah pusaka milik Perguruan Tengkorak telah dimiliki oleh salah satu pendekar yang berada di sini,” ucap Raja Banggala dengan ramah. Adji Darma terkejut mendengarnya. Ki Walang tak kalah terkejutnya. “Ampun, yang Mulia. Siapa yang mengatakan rumor itu pada istana?” tanya Adji Darma dengan heran. “Raja dari kerajaan Nusantara Timur,” jawab Raja Banggala. Semua terkejut mendengarnya. Ki Walang

    Last Updated : 2022-03-18
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   58. Surat Misterius

    “Saya tidak tahu apa-apa! Akhir-akhir ini saya sibuk mengajari murid saya!” jawab Ki Walang dengan tegas. “Kenapa kau harus membawa Bimantara ke pulau rahasia?” tanya Pendekar Pedang Emas tiba-tiba. Ki Walang terkejut mendengarnya. Dia heran dari mana Pendekar Pedang Emas tahu itu? Adji Darma pun terkejut mendengarnya. “Saya memang membebaskan para guru untuk membawa murid keluar dari Perguruan, dengan syarat untuk kepentingan perguruan,” ucap Adji Darma, “Akan tetapi pergi ke pulau rahasia membawa murid itu tidak dibenarkan!” tegas Adji Darma. Ki Walang tampak kebingungan untuk menjawabnya. Pendekar Pedang Emas tampak puas sudah behasil membongkar sedikit rahasianya. “Ampun, Tuan Guru Besar,” ucap Ki Walang. “Saya mengajak Bimantara ke pulau rahasia untuk melatih kekuatan tangannya. Hanya itu yang bisa Bimantara andalkan karena kecacatannya. Dengan mendayung ke pulau itu, dia berlatih menumbuhkan otot-ototnya agar semakin kuat,” jawab Ki Wala

    Last Updated : 2022-03-18
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   59. Perjalanan Malam

    “Surat dari siapa, Bimantara?” tanya Kancil heran dan penasaran.Bimantara ragu untuk memberitahukannya atau tidak pada Kancil.“Aku harus menemui guruku sekarang, Kancil,” ucap Bimantara lalu langsung pergi dari sana dengan tongkatnya. Dia tidak ingin membahas itu saat ini kepada Kancil.Kancil menyimpan rasa penasarannya lalu akhirnya bergegas pergi ke asramanya.Ki Walang sedang duduk sambil berpikir di dalam gua, saat Bimantara datang padanya.“Tuan, Guru,” panggil Bimantara.Ki Walang menoleh padanya. “Ada apa?”“Tadi aku kedatangan merpati, ia menjatuhkan sebuah surat untukku, Tuan Guru,” ucap Bimantara sambil mengulurkan selembar kain kecil itu pada Ki Walang.Ki Walang meraihnya dengan heran. Saat dia membacanya, dia terbelalak dan langsung curiga pada Pendekar Pedang Emas. Ya, sepertinya pendekar itu sedang menyimpan kecurigaan padanya. Ki Walang khawatir kala

    Last Updated : 2022-03-19
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   60. Suara dari Alam Mimpi

    Tepat tengah malam itu Ki Walang yang menggunakan pakaian ninja melompati pagar istana yang sangat tinggi itu. Dia mendarat dengan sempurna di atas tanah. Bagunan istana tampak sangat megah di hadapannya. Saat mendengar suara langkah prajurit yang berjaga, Ki Walang langsung melompat ke atas pohon dan bersembunyi di sana. Dia menunggu hingga para prajurit yang berjaga itu berlaru. Saat para parjurit itu menghilang dari pandangan matanya, Ki Walang melompat dari atas pohon ke atap istana lalu berjalan dengan hati-hati menelusuri atap itu.Ki Walang turun dari atap lalu mendarat tepat di dekat kediaman Raja Dwilaga. Matanya mengawasi sekitar, khawatir para prajurit penjaga melihatnya. Ki Walang berjalan pelan ke arah dinding kediaman Raja. Langkahnya terhenti saat mendengar suara batuk yang begitu keras di dalam sana. Ki Walang akhirnya mencoba mendengarkan suara batuk itu.Kini, suara Raja Dwilaga dan seorang tabib terdengar jelas di telinganya. Ki Walang pun mendengark

    Last Updated : 2022-03-19
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   61. Pencarian Ki Walang

    Ki walang membuka matanya. Dia terkejut saat melihat kaki dan tangannya sudah dirantai. Tubuhnya tampak lemas. Tak lama kemudian dia memuntahkan darah karena racun di dalam tubuhnya masih mengalir.“Di mana aku? Kenapa aku begini?” tanya Ki Walang dengan heran. Dia memandangi ruangan itu. Di hadapannya jeruri besi. Berdiri tiga prajurit menjaga di luar jeruji sambil memegang tombaknya masing-masing. Dia baru ingat saat mencuri dengar pembicaraan Pangeran Kantata dengan Panglima Cakara tadi ada anak panah yang menyerangnya. “Sepertinya aku terkena racun anak panah itu hingga tak sadarkan diri lalu di kurung di sini. Aku harus menyelamatkan diri,” ucap Ki Walang dengan lemah. Tak lama kemudian dia mencoba mengeluarkan tenaga dalamnya, namun rantai besi itu sangat kuat hingga tenaga dalamnya tak kuasa untuk melepaskannya.“Kau tak akan bisa lepas dari rantai itu,” teriak salah satu dari prajurit penjaga.Ki Walang pun akhirnya me

    Last Updated : 2022-03-19

Latest chapter

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status