Beranda / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 340. Menunggu Candaka Udhiharta

Share

340. Menunggu Candaka Udhiharta

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sementara itu, Panglima Adhira datang menghadap Raja Dawuh dengan panik. Di luar sana suara petir terdengar begitu kuat. Istana tampak gelap karena awan hitam menyelimuti di atas sana.

“Ampun, Yang Mulia,” ucap Panglima Adhira. “Sepertinya cuaca buruk ini terjadi karena ulah penyihir! Para prajurit baru saja melaporkannya pada hamba, mereka melihat penyihir itu terbang di atas langit dengan tongkatnya.”

Raja Dawuh berdiri mendengar itu. Dia tampak terkejut.

“Dari mana datangnya penyihir itu?” tanya Raja Dawuh.

“Ampun, Yang Mulia. Menurut para prajurit dia mengenakan jubah hitam dan berwajah mirip kera. Sepertinya dia datang diutus Penguasa Kegelapan untuk mengacau kerajaan,” jawab Panglima Adhihra.

Raja Dawuh tampak berpikir. Setelah itu dia menatap wajah Panglima Adhira dengan lekat.

“Pejabat istana mengabarkan bahwa ada penduduk yang diselamatkan oleh Candaka Uddhiharta! Kemungkinan Candaka Uddhiharta telah diutus para Dewa dan dia datang untuk mencari perhatian Candaka Uddhiharta,”
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   341. Bimantara VS Walat

    Kakek Kepala Perguruan terhempas di atas tanah sambil memuntahkan darah. Para muridnya pun tampak cedera berat setelah jatuh dari ketinggian.“Sepertinya kita tak akan pernah bisa melawannya,” ucap muridnya lemah.Kakek itu hanya diam lalu memandangi Walat yang masih mengarahkan tongkatnya ke atas langit. Kakek itu memandangi sekitar. Dia tampak sedih melihat rumah-rumah penduduk tampak hancur dan pohon-pohon tampak tumbang. Di sekitarnya sudah menjadi padang yang memperlihatkan kehancuran. Mirip seperti kejadian setelah perang.Tak lama kemudian terdengar suara kuda dari kejauhan sana. Kakek itu tercengang ketika mendapati Kawanan Perguruan Matahari tiba di tempat itu. Tak lama kemudian Kawanan dari Kerajaan Nusantara Tengah juga datang. Panglima Adhira telah membawa para prajuritnya yang banyak ke sana. Setelah itu menyusul Pangeran Sakai diikuti para prajuritnya dari kerajaan Nusantara Timur.Semuanya berhenti di bawah Walat yang masih melakukan aksinya mengendalikan awan hitam itu

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   342. Bimantara VS Walat 2

    Kepala Perguruan Matahari dan yang berada di bawah sana tampak tercengang melihat kehebatan Bimantara yang sedang mengejar Walat di atas langit sana. Kini mereka melihat Bimantara terlah berhasil merebut tongkat hitamnya. Mereka berdua bertarung sengit di atas sana.Pendekar Pedang Emas mendekati Kepala Perguruan.“Apakah pemuda itu Candaka Uddhiharta?” tanya Pendekar Pedang Emas dengan heran.“Melihat ciri-cirinya, sepertinya dialah Candaka Uddhiharta seperti yang dikatakan Kepala Perguruan Elang Putih,” jawab Kepala Perguruan.“Apakah kita diam saja begini? Bukankah sebaiknya kita membantunya melawan penyihir jahat itu?” tanya Pendekar Pedang Emas.Kepala Perguruan pun tampak terdiam sesaat. Tak berapa lama kemudian, dia menoleh pada semua yang sedang menatap pertarungan Bimantara dengan Walat di atas sana.“Semuanya! Ayo kita bantu pemuda itu!” teriak Kepala Perguruan pada semuanya.Kakek Kepala Perguruan Elang Putih tampak mengangguk. Pangeran Sakai dan para guru utama dari pergur

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   343. Bimantara VS Walat 3

    Penguasa kegelapan yang masih duduk di pinggir kolam itu tampak tertawa ketika melihat muridnya sudah berhasil membangunkan roh-roh jahat itu dalam dirinya.“Bagus! Rebut pedang perak cahaya merah itu di tangan pemuda jahanam itu!” teriak Penguasa kegelapan.Walat asli yang kini sedang bertarung menghadapi Bimantara mendengar bisikan itu. Dia pun melakukan gerakan cepat melawan Bimantara. Bimantara yang juga mendengar bisikan itu tampak yakin kalau Walat yang sedang menyerangnya itu adalah Walat aslinya. Sementara Walat-Walat yang lain adalah Walat palsu yang berasal dari ajiannya.Bimantara pun menggunakan jurus tendangan seribunya untuk melawan Walat. Namun dengan sigap Walat mampu menghindari tendangan demi tendangan yang dilakukan Bimantara. Matanya mampu menangkap gerakan cepat Bimantara hingga dia bisa awas dan menghindari tendangannya.Seketika Walat berubah menjadi Bimantara. Kini Bimantara menjadi dua. Bimantara heran.“Bunuh pemuda ini! Penyihir ini telah berubah menjadi dir

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   344. Kembali Ke Mata Air Abadi

    Walat berlutut di hadapan Penguasa Kegelapan. Dia tampak takut dan gemetar. Penguasa Kegelapan tampak murka menatapnya.“Kenapa kau lari darinya?” teriak Penguasa Kegelapan dengan kecewa.“Pemuda itu sangat kuat, Tuan Guru. Aku butuh waktu untuk melemahkan semua kekuatan yang dimilikinya,” jawab Walat dengan gemetar.“Aku sudah memberikan semua ilmuku padamu! Kau hanya kurang percaya diri saja! Kekuatanmu dengan pemuda itu sudah seimbang! Harusnya kau jangan mengalah begitu saja!” teriak Penguasa Kegelapan dengan geramnya.“Ampun, Tuan Guru! Hamba memiliki cara lain untuk menaklukkan pemuda itu,” ucap Walat.“Dengan cara seperti apa?” tanya Penguasa Kegelapan dengan heran dan menyangsikannya.“Beri hamba kesempatan sekali lagi. Jika kali ini gagal hamba siap menerima hukuman apapun dari Tuan Guru,” pinta Walat.“Baiklah. Aku beri kau kesempatan satu kali lagi! Jika kau gagal, maka kau akan menjadi patung batu seperti murid-muridku yang lain yang gagal memenuhi keinginanku!” ancam Peng

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   345. Golok Bambu

    Bimantara berdiri bersama Dahayu di hadapan pohon bambu yang tampak rimbun. Tongkat hitam sedang digunakannya. Bimantara mendongak. Dedaunannya tampak bergerak-gerak ditiup angin lembut. Dahayu menoleh pada Bimantara.“Katanya mau menebang bambunya dengan tongkat? Memangnya bisa?” tanya Dahayu tak percaya.“Kau tidak percaya?” tanya Bimantara.“Kalau belum melihat aku tak akan percaya,” jawab Dahayu.“Mundur,” pinta Bimantara.Dahayu pun mundur beberpapa langkah. Bimantara mengulurkan tongkatnya. Tak berapa lama kemudian tongkatnya berubah menjadi golok yang begitu tajam. Dahayu tercengang melihatnya.“Tongkat ajaib,” puji Dahayu.“Sudah kubilang.”Dahayu kini terdiam. Bimantara menghilang. Dahayu heran. Tak berlapa lama bambu-bambu di dilingkaran paling depan bertumbangan. Bimantara muncul kembali sambil memegang goloknya. Dia tersenyum pada Dahayu, seolah ingin menunjukkan kehebatannya pada gadis itu.Dahayu tercengan melihatnya.“Bagaimana kau melakukannya?” tanya Dahayu tak percay

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   346. Pesan Dari Dewa

    Pangeran Sakai datang menghadap Raja Dwilaga di kediamannya. Pangeran Sakai heran melihat gelagat dan mimik wajah ayahnya tidak seperti biasanya. Kali ini dia melihat ada wajah garang dan terbesit sebuah kebencian saat menatapnya.“Ampun, Yang Mulia. Ada apa gerangan Yang Mulia memanggilku?” tanya Pangeran Sakai.“Panggil kembali Panglima Sada ke istana ini,” pinta Raja Dwilaga yang masih dirasuki Walat itu.Pangeran Sakai terkejut mendengarnya.“Untuk apa, ayah?”“Kau memanggilku ayah?” tanya Raja Dwilaga heran.Pangeran Sakai mengernyit heran.“Ampun yang mulia. Bukankah engaku ayah kandung hamba?” tanya Pangeran tak percaya.“Meskipun kau anakku! Kau harus tetap hormat padaku dan panggil aku sesuatu aturan istana!” tegas Raja Dwilaga.Pangeran Sakai tampak heran melihat ketegasan Raja Dwilaga yang sangat berbeda dengan sikap ayahnya sebelumnya.“Ampun, yang mulia,” ucap Pangeran Sakai.“Sekarang panggilkan Panglima Sada dan suruh kembali ke istana!” tegas Raja Dwilaga.“Tapi Pangli

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   347. Ajian Kitab Sakti

    Bimantara terus saja duduk bersila. Dahayu diam-diam datang lalu mengintip di balik batu. Dia heran melihat Bimantara sedang duduk bersila di atas batu. Tak lama kemudian Dahayu tercengang melihat tubuh Bimantara mendadak menyala terang. Seketika tangan Bimantara bergerak-gerak lalu dengan cepat Bimantara menunjukkan gerakan-gerakan ilmu bela diri yang tak pernah dilihat Dahayu sebelumnya.Bimantara meluncur ke atas langit dengan cepat. Bagai meteor yang terbang menembus langit. Tak lama kemudian Bimantara mendarat lagi ke atas batu lalu kini dia berputar membentuk cahaya lingkaran yang besar. Mata air itu tampak bersinar terang hingga jelas terlihat pepohoan di sekitarnya. Dahayu masih bersembunyi sambil melihatnya dengan takjub.Lama, cahaya di tubuh Bimantara meredup. Lalu Bimantara kembali duduk bersila sambil mengatur napasnya. Seketika dia membuka mata dengan lega. Dahayu terbelalak ketika mendapati Bimantara menatap ke arahnya. Dahayu menurunkan kepalanya di balik batu itu agar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   348. Kediaman Sada

    Sada sedang memotong kayu bakar di belakang rumahnya. Sukma datang membawakan minuman dan makanan untuknya. Dia meletakkannya di atas batuh pipih sambil menatap suaminya yang dipenuhi keringat.“Ini minumnya suamiku,” panggil Sukma.Sada berhenti memotong kayunya. Dia meraih lap yang terkait di batang pohon mati lalu mengelap keringat di dahi dan tubuhnya, setelah itu dia berjalan mendekat ke istrinya.“Sudah ada kabar dari orang suruhanmu mengenai keberadaan Dahayu?” tanya Sukma kemudian.Sada duduk dengan bingung, meraih air minumnya lalu menenggaknya. Setelah itu dia meletakkan kembali tempat minumnya di tempat semula sambil menatap Sukma dengan sorot mata khawatirnya.“Sampai saat ini mereka belum menemukan Dahayu, istriku,” jawab Sada.Sukma tampak sedih mendengarnya.“Di mana dia bersembunyi? Bagaimana keadaannya saat ini? Aku sangat mengkhawatirkannya, suamiku,” ucap Sukma.“Dahayu sudah dewasa. Dia juga seorang pendekar yang mendapat gelar pendekar selendang dari Perguruan Mat

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status