Share

347. Ajian Kitab Sakti

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bimantara terus saja duduk bersila. Dahayu diam-diam datang lalu mengintip di balik batu. Dia heran melihat Bimantara sedang duduk bersila di atas batu. Tak lama kemudian Dahayu tercengang melihat tubuh Bimantara mendadak menyala terang. Seketika tangan Bimantara bergerak-gerak lalu dengan cepat Bimantara menunjukkan gerakan-gerakan ilmu bela diri yang tak pernah dilihat Dahayu sebelumnya.

Bimantara meluncur ke atas langit dengan cepat. Bagai meteor yang terbang menembus langit. Tak lama kemudian Bimantara mendarat lagi ke atas batu lalu kini dia berputar membentuk cahaya lingkaran yang besar. Mata air itu tampak bersinar terang hingga jelas terlihat pepohoan di sekitarnya. Dahayu masih bersembunyi sambil melihatnya dengan takjub.

Lama, cahaya di tubuh Bimantara meredup. Lalu Bimantara kembali duduk bersila sambil mengatur napasnya. Seketika dia membuka mata dengan lega. Dahayu terbelalak ketika mendapati Bimantara menatap ke arahnya. Dahayu menurunkan kepalanya di balik batu itu agar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Slamet Arifin
dan jangan lupain LB nya juga ya
goodnovel comment avatar
Rafah Keysa
tetap semangat dan sehat selalu Kaka Thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   348. Kediaman Sada

    Sada sedang memotong kayu bakar di belakang rumahnya. Sukma datang membawakan minuman dan makanan untuknya. Dia meletakkannya di atas batuh pipih sambil menatap suaminya yang dipenuhi keringat.“Ini minumnya suamiku,” panggil Sukma.Sada berhenti memotong kayunya. Dia meraih lap yang terkait di batang pohon mati lalu mengelap keringat di dahi dan tubuhnya, setelah itu dia berjalan mendekat ke istrinya.“Sudah ada kabar dari orang suruhanmu mengenai keberadaan Dahayu?” tanya Sukma kemudian.Sada duduk dengan bingung, meraih air minumnya lalu menenggaknya. Setelah itu dia meletakkan kembali tempat minumnya di tempat semula sambil menatap Sukma dengan sorot mata khawatirnya.“Sampai saat ini mereka belum menemukan Dahayu, istriku,” jawab Sada.Sukma tampak sedih mendengarnya.“Di mana dia bersembunyi? Bagaimana keadaannya saat ini? Aku sangat mengkhawatirkannya, suamiku,” ucap Sukma.“Dahayu sudah dewasa. Dia juga seorang pendekar yang mendapat gelar pendekar selendang dari Perguruan Mat

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   349. Jurus Selendang Menangkap Ikan

    Dahayu berdiri menghadap rumah panggung Bimantara. Dia mendongak ke atas memanggil-manggilnya.“Bimantara! Bimantara!” panggil Dahayu. Ya, Bimantara telah mengatakan nama aslinya pada Dahayu semalam. Sejak Dewa Angin memberitahukan nama aslinya, dia langsung memberitahukannya pada Dahayu dan Dhaksayini.Bimantara tidak menyahut di atas sana. Dahayu terbang dengan jurus meringankan tubuhnya lalu mengintip ke dalam rumah. Dia heran tidak mendapati Bimantara di dalam sana.“Kemana dia?” tanya Dahayu heran.“Mungkin dia berada di sungai,” ucap Dhaksayini yang tiba-tiba sudah berada di bawah sana.Dahayu langsung turun dan mendarat tepat di hadapan Dhaksayini. Dia melihat Dhaksayini sedang membawa bakul berisi umbi keladi yang diadapkannya dari dalam hutan sana.“Apa Bimantara pamit pada Bibi untuk ke sungai?” tanya Dahayu memastikan.“Dia tidak pamit, tapi tadi sebelum Bibi mencari umbi-umbian, dia berjalan ke arah sungai,” jawab Bibi. “Kenapa kau mencarinya?”“Aku ingin mengajaknya berbu

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   350. Pertemuan Sunyi

    Bimantara masih menunggu jawaban dari Dahayu. Dahayu tampak bingung.“Jangan dulu,” jawab Dahayu.“Kenapa?” tanya Bimantara dengan heran.“Aku tidak mau ayahku mengajakmu bertarung hanya karena ayah lebih memilih Pangeran Sakai dibanding kamu,” jawab Dahayu.“Belum tentu ayahmu akan menolakku,” ucap Bimantara.Dahayu berjalan duluan. Bimantara mengejar langkahnya.“Kau masih belum yakin denganku?” tanya Bimantara kemudian.“Tunggu waktu yang tepat saja. Jangan sekarang,” pinta Dahayu.Bimantara pun teridam dan berjalan mengikuti langkah Dahayu menuju rumah mereka. Setiba di halama rumah mereka, Bimantara terkejut mendapat beberapa pemuda dan seorang gadis sedang berkengkrama dengan Dhaksayini. Bimantara menarik tangan Dahayu dengan heran.“Siapa mereka?” tanya Bimantara.“Mereka teman-teman seperguruanku,” jawab Dahayu. “Aku tidak tahu bagaimana caranya mereka bisa tiba di sini.”Dahayu pun mendekat pada mereka dengan heran. Ya, mereka adalah Welas, Rajo dan Kancil bersama dua prajuri

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   351. Siasat Walat

    “Ampun, Yang Mulia,” ucap Sada dengan herannya. “Chandaka Uddhiharta dilindungi para dewa. Itu sangat berbahaya jika kita harus merebut benda pusaka yang dimiliki olehnya.”Raja Dwilaga sangat geram mendengarnya. “Kau tidak mau menuruti perintah rajamu?” tanya raja Dwilaga dengan geram.“Ini keputusan besar, Yang Mulia. Bukan kah peraturan istana selama ini jika ada keputusan begini harus dirundingkan dahulu kepada para pejabat istana?” tanya Sada dengan menunduk penuh hormat.Raja Dwilaga terdiam mendengarnya. Tak lama kemudian dia berpikir.“Bagaimana jika aku hadiahkan sebagian hartaku padamu jika kau berhasil merebut tongkat hitam itu?” tanya Raja Dwilaga.“Ampun, yang mulia. Hamba telah mengundurkan diri menjadi Panglima. Bukannya hamba menolak tawaran hadiah dari yang mulia?”Raja Dwilaga semakin geram mendengarnya. Dia mengutus Sada hanya ingin mengulur waktu saja. Walat yang bersemayam di raga Dwilaga ingin mengetahui kelemahan-kelemahan Chandaka Uddhiharta agar bisa melawanny

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   352. Ajian Menyerupa Wajah

    Raja Dwilaga terkejut melihat kedatangan Pangeran Sakai.“Ada apa kau tiba-tiba saja menemuiku di sini?” tanya Raja Dwilaga.“Benar kah ayah telah mengetahui sebuah rahasia?” tanya Pangeran Sakai tak percaya.Raja Dwilaga tertawa.“Aku tahu kau heran melihat perubahanku,” ucap Raja Dwilaga. “Itu semua terjadi semenjak aku melihat semuanya.”“Tunjukkan padaku jika Candaka Uddhiharta itu benar-benar jahat untuk kerajaan kita,” pinta Pangeran Sakai.“Mendekatlah,” pinta Raja Dwilaga.Pangeran Sakai pun mendekat sambil berjalan berlutut. Saat dia tiba di hadapan sang raja, sang raja pun menyentuh kepala Pangeran Sakai. Pangeran Sakai terkejut ketika sekelebat bayangan terlihat. Dia melihat bayangan dirinya sedang bertarung di atas pasir pantai memperebutkan Dahayu. Dan bukan hanya pertarungan di atas pasir pantai itu saja, banyak pertarungan lain yang menunjukkan wajah kebencian Pangeran Sakai pada Bimantara.Pangeran Sakai tak percaya melihat itu semua. “Apakah aku mengenal baik Candaka

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   353. Pengawal Cahaya

    Sekarang Walat tiba di kediaman Raja Banggala. Raja itu sedang membaca kitab di kamarnya. Seketika dia menoleh kebelakang saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat padanya. Raja Banggala dari kerajaan Nusantara Barat itu tampak tercengang ketika mendapati mendiang kakeknya berdiri di hadapannya. Walat telah menyerupa menjadi kakeknya.“Kakek?” tanya Raja Banggala terheran-heran.Kakek itu tersenyum. Raja Banggala langsung berlutut di hadapannya.“Apakah ajian pembangkit kematian telah mendatangkan kakek kembali?” tanya Raja Banggala heran.“Aku datang karena Candaka Uddhiharta telah diutus para dewa,” jawab kakek itu.“Memangnya kenapa?” tanya Raja Banggala tak percaya.“Dia pembangkang. Sebentar lagi dia akan menghancurkan nusantara. Kau harus berjaga-jaga. Sebelum pemuda itu menghancurkan nusantara, kau harus merebut tongkat hitam yang dimilikinya. Kau harus sebarkan kabar ini pada seluruh penduduk kerajaan untuk waspada, karena Candaka Uddhiharta yang sekarang berbeda dengan

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   354. Istana Batu

    Bimantara dan Aksara masih memacukan kuda hitamnya menembus hutan malam yang gelap. Di ujung tongkat Bimantara keluar cahaya yang menerangi jalan mereka. Lima pasukan berpakaian perang mengiringi mereka dari belakang. Setelah menempuh perjalanan cukup lama, mereka akhirnya tiba di hadapan dua bukit yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah lembah.“Di mana ini?” tanya Bimantara pada Aksara.“Di sinilah tempat tinggalmu,” jawab Aksara.Bimantara menoleh pada Aksara dengan heran. “Di lembah ini?” tanya Bimantara tak percaya.Aksara tersenyum. Langit perlahan terang. Matahari pagi sepertinya mau datang. Tak lama kemudian kabut menyelimuti lembah di antara dua bukit itu.“Saat kita memasuki lembah itu,” pinta Aksara.Aksara pun memacukan kuda hitamnya. Bimantara pun menyusulnya. Lima puluh pasukan di belakangnya pun berderap mengikuti dari belakang. Saat Bimantara sudah memasuki lembah berkabut di antara dua bukit itu, dia tidak bisa melihat apapun kecuali kabut. Tak lama kemudian dia meli

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   355. Patung-Patung Chandaka Uddhiharta

    Dewa Angin mendekat pada Bimantara.“Siapapun yang menjadi Candaka Uddhiharta, akan melupakan siapa dirinya sebelumnya dan orang-orang yang pernah mengenalnya juga akan lupa dengannya,” jawab Dewa Angin. “Ini sudah menjadi ketentuan dari Sang Hyang Agung yang berada di langit tertinggi di alam ini.“Apakah selamanya aku akan melupakan masalaluku?” tanya Bimantara.Dewa Angin kembali tersenyum mendengarnya.“Jika Sang Hyang Agung mengizinkan,” jawab Dewa Angin.“Aku penasaran siapa diriku sebelumnya dan bagaimana aku bisa terpilih menjadi Candaka Uddhiharta,” ucap Bimantara.“Berdoalah, semoga Sang Hyang Agung di langit tertinggi sana mengabulkan keinginanmu,” ucap Dewa Angin.“Semoga Sang Hyang Agung mengabulkan doaku,” ucap Bimantara kemudian.Tiba-tiba Dewa angin menghilang dari hadapannya. Aksara menoleh pada Bimantara.“Saatnya aku mengantarmu ke kamarmu,” ucap Aksara.Bimantara mengangguk. Aksara pun membawa Bimantara ke kamarnya. Kamar itu begitu luas. Di dinding sebelah utara t

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status