“Lana, sampai kapan pun, aku nggak mau pisah sama kamu.” Yoga segera menyahut setelah Lana selesai bicara. “Aku mencintai kamu. Aku nggak mau cerai!”Kondisi di dalam ruangan itu begitu kacau ketika Yoga sedikit berteriak mengungkapkan penolakan atas keputusan Lana. Empat hari mencari istri dan anaknya yang menghilang tanpa jejak, ketika mereka muncul kembali, justru sang istri kukuh untuk meminta perceraian. Yoga tentu tidak ingin rumah tangganya berantakan. Dia ingin hubungannya dengan Lana seperti semula. Namun, itu jelas tak mungkin karena Lana sudah terlihat antipati kepadanya.“Kalau kamu nggak mau cerai, seharusnya kamu tidak melakukan hal yang memalukan seperti ini, Yoga.” Sang ayah menyambar cepat. “Kamu seharusnya tahu konsekuensi yang harus kamu dapatkan ketika kamu menyakiti istrimu.”“Yah, manusia tempatnya salah. Ini pertama kalinya aku membuat kesalahan. Apa hanya perceraian jalan satu-satunya!” Yoga menatap ayahnya penuh dengan amarah yang berkobar. Dia tak terima keti
Kacau!Itulah gambaran hati Yoga saat ini ketika melihat istri yang dicintainya akhirnya memilih untuk pergi dari hidupnya. Tangis yang dikeluarkan tak cukup mampu membuat perempuan itu memaafkan kesalahannya. Yoga bisa mengingat dengan jelas bagaimana isyarat demi isyarat dikatakan oleh Lana untuk memancing dirinya memberi pengakuan tentang perselingkuhannya.Sayangnya, ego Yoga terlalu tinggi. Dia serakah menginginkan dua perempuan dalam hidupnya. Kini, semua sudah terbongkar dan dia sudah tidak bisa menahan Lana tetap di sisinya.Ketukan pintu rumahnya terdengar membuyarkan lamunan Yoga. Lelaki itu tampak berantakan dengan rambut acak-acakan. Beranjak dari sofa ruang keluarga, Yoga membukakan pintu untuk tamu yang datang.“Ratri,” gumamnya kecil.Penampilan Yoga yang tidak terurus membuat perempuan yang baru saja datang dengan membawa makanan itu mendesah panjang. Ini sudah hari ke tujuh sejak Lana meninggalkan rumah. Yoga bahkan mengambil cuti tahunannya dari kantor hanya untuk sek
“Kita bicarakan ini lagi nanti, ya, Bu, Yah. Aku harus segera pergi. Takutnya telat. Nggak enak ‘kan sama orangnya.”Lana beranjak dari tempat duduknya sebelum dia mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Kemudian dia turun ke lantai satu dan berpamitan dengan putranya yang tengah bermain bersama Bu Siti.Bohong kalau sebenarnya dia sudah merasa baik-baik saja. Namun, semakin dia menghabiskan waktu di rumah dan tidak memiliki kegiatan, maka pikirannya akan semakin berisik memikirkan tentang betapa tragisnya kehidupan rumah tangganya.“Saya benar-benar merasa bangga jika bisa menarik Lana bergabung dengan perusahaan kami.” Sampai di sebuah restoran, dia segera berdiskusi dengan seorang pimpinan perusahaannya langsung.“Jujur saja, saya sebelum ini belum pernah bekerja di mana pun, Pak,” aku Lana terus terang, “karena memang saya harus fokus pada putra saya yang masih kecil.”“Lana sudah menikah?” Lelaki itu membelalak lebar ketika mengetahui satu fakta tersebut. Lana masih seperti se
Ada perubahan ekspresi dalam Lana ketika Ratri mengatakan itu. Sorot matanya begitu tajam ketika hatinya terasa membara. Lana merasa, kalau Ratri memang sengaja untuk menantangnya ketika mengatakan hal itu. Sakit? Tentu saja, Yoga dan Ratri sudah berjalan sejauh yang tidak terkira.“Pengakuanku ini pasti membuat Mbak Lana sakit hati, tapi bagaimanapun aku harus jujur. Bukan hanya Mbak Lana yang mencintai Mas Yoga, tapi aku juga. Aku bahkan siap menggantikan posisi Mbak Lana untuk menemaninya.”Lana tidak lupa jika dia pernah memperingatkan perempuan itu tentang bukti yang dia miliki. Tampaknya, Ratri tidak terpengaruh dengan ancaman tersebut. Sejujurnya kalau Lana mau, dia akan membeberkan perilaku Ratri dan Yoga di belakangnya kepada semua orang. Namun, yang menjadi pertimbangan Lana adalah bagaimana jika hal itu berdampak buruk di masa depan. Bagaimana kalau itu akan membuat masalah untuk Kaisar di masa depan dan membuat putranya itu malu.“Aku tidak percaya karma,” lanjut Ratri lagi
Lana tidak pernah berpikir kalau Yoga akan datang ke rumah orang tuanya pagi-pagi begini. Dia baru saja akan pergi dari sana ketika melihat Yoga dengan wajah lelah berdiri di depan pintu hendak mengetuk. Keduanya menegang tanpa tahu apa yang harus dikatakan. Lana pun merasa lidahnya kelu luar biasa, sedangkan Yoga menatap Lana penuh dengan kerinduan.“Lana.” Yoga berbicara dengan gumaman. Dia seolah tidak memiliki tenaga untuk mengeluarkan suaranya lebih keras lagi.“Masuk, Mas. Kaisar ada di dalam.”Sesakit apa pun perasaan Lana sekarang, dia tidak bersedia kehilangan kendali dirinya. Jangan sampai dia berteriak atau bahkan memaki Yoga di depan Kaisar. Sebisa mungkin, dia akan tetap memperlihatkan kondisi yang normal di depan putranya.“Aku bisa bicara sebentar sama kamu, Lan?” Yoga terlihat memohon. Lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan kurangnya tidur.Tidak bisa dipungkiri, Lana merasa kasihan melihat kondisi Yoga sekarang. Namun, rasa kecewa yang dirasakan pun tidak akan b
Yoga melajukan mobilnya tak sabaran menembus jalanan kota. Tidak peduli kalau dia akan mendapatkan sumpah serapah dari pengguna jalan lain, baginya yang terpenting sekarang adalah dia bisa segera sampai ke tempat tujuan. Raut wajahnya terlihat begitu muram luar biasa.Sampai di depan rumah dua lantai, Yoga segera berlari dan masuk ke dalamnya tanpa mengetuk pintu. Mencari-cari penghuni rumah tersebut yang tak terlihat di mana pun.“Bu, Yah!” teriaknya dengan napas terengah. Dia mencari ke dapur, tidak ada orang di sana. “Bu!” panggilnya lagi.“Di belakang!” teriak ibunya dari arah belakang. Yoga segera mendekati orang tuanya yang tengah duduk di atas dipan kayu di bawah pohon mangga.“Bu, tolong aku.” Begitu katanya. “Kita ke rumah orang tua Lana dan gagalnya keputusan Lana untuk menceraikan aku.”Kedua orang tua Yoga menatap putranya dengan tatapan sendu. Mereka paham jika lelaki itu memang salah. Namun, ketika melihat betapa berantakannya penampilannya Yoga saat ini, tentu saja meras
“Sepertinya kamu memang sudah siap dengan perubahan buruk dalam hidupmu, Ratri.” Lana berujar dingin setelah mendengar jawaban yang diberikan Ratri. “Baiklah, kamu yang memulai.”Lana berlalu dari hadapan Ratri setelah itu untuk masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh Bi Siti di belakangnya. Hari ini juga, dia akan mengambil semua barang-barangnya dari rumah tersebut. Yoga mengejar Lana untuk masuk ke dalam kamar untuk menghentikan aksi Lana. Lana termenung di depan lemari ketika dia melihat perubahan dalam tumpukan pakaiannya.Dia adalah orang yang sangat teliti sehingga sedikit saja ada yang berubah, maka dia akan segera mengetahuinya. Jelas, ini bukan pertama kalinya Ratri membuka lemari pakaiannya. Instingnya berjalan cepat dan dia segera masuk ke dalam kamar mandi. Ternyata, ada beberapa potong pakaian milikinya yang berada di keranjang kotor.“Kamu benar-benar ingin bermain-main denganku, Ratri,” gumamnya dengan hati yang terasa mendidih.Lana keluar dari kamar mandi dan Yoga sudah
“Kamu nggak papa?” Lana baru saja sampai di rumah ketika pertanyaan itu segera dilayangkan oleh ibunya kepadanya. Perempuan paruh baya itu meletakkan jus jeruk dingin di atas meja. “Minum dulu,” katanya, “Bi Siti istirahat dulu. Kalau mau makan bisa ke dapur sudah disiapkan.”“Terima kasih, Bu.” Bi Siti terlihat canggung ketika majikannya yang justru menyiapkan makan untuknya. Sekarang Bi Siti sudah bekerja dengan orang tua Lana sebagai ganti keluar dari rumah Yoga.Ibu Lana itu hanya mengangguk sambil tersenyum karena fokusnya kali ini hanya ditujukan pada sang putri.“Kaisar ke mana, Bu? Tidur?” tanya Lana sambil menutup matanya. Rasa lelah itu tidak tanggung-tanggung rasanya.“Iya, dia tidur. Nunggu kamu, tapi kamunya lama. Lagian udah malam juga.”Lana menegakkan tubuhnya setelah itu untuk menenggak minuman yang ada di depannya. Berhadapan dengan orang-orang yang tidak tahu diri, benar-benar membuat kesabarannya terkikis habis.“Bu ....” Lana menceritakan tentang kejadian malam in