Selamat makan siang. Agak menyala dikit gara2 Ratri, ya.
“Sepertinya kamu memang sudah siap dengan perubahan buruk dalam hidupmu, Ratri.” Lana berujar dingin setelah mendengar jawaban yang diberikan Ratri. “Baiklah, kamu yang memulai.”Lana berlalu dari hadapan Ratri setelah itu untuk masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh Bi Siti di belakangnya. Hari ini juga, dia akan mengambil semua barang-barangnya dari rumah tersebut. Yoga mengejar Lana untuk masuk ke dalam kamar untuk menghentikan aksi Lana. Lana termenung di depan lemari ketika dia melihat perubahan dalam tumpukan pakaiannya.Dia adalah orang yang sangat teliti sehingga sedikit saja ada yang berubah, maka dia akan segera mengetahuinya. Jelas, ini bukan pertama kalinya Ratri membuka lemari pakaiannya. Instingnya berjalan cepat dan dia segera masuk ke dalam kamar mandi. Ternyata, ada beberapa potong pakaian milikinya yang berada di keranjang kotor.“Kamu benar-benar ingin bermain-main denganku, Ratri,” gumamnya dengan hati yang terasa mendidih.Lana keluar dari kamar mandi dan Yoga sudah
“Kamu nggak papa?” Lana baru saja sampai di rumah ketika pertanyaan itu segera dilayangkan oleh ibunya kepadanya. Perempuan paruh baya itu meletakkan jus jeruk dingin di atas meja. “Minum dulu,” katanya, “Bi Siti istirahat dulu. Kalau mau makan bisa ke dapur sudah disiapkan.”“Terima kasih, Bu.” Bi Siti terlihat canggung ketika majikannya yang justru menyiapkan makan untuknya. Sekarang Bi Siti sudah bekerja dengan orang tua Lana sebagai ganti keluar dari rumah Yoga.Ibu Lana itu hanya mengangguk sambil tersenyum karena fokusnya kali ini hanya ditujukan pada sang putri.“Kaisar ke mana, Bu? Tidur?” tanya Lana sambil menutup matanya. Rasa lelah itu tidak tanggung-tanggung rasanya.“Iya, dia tidur. Nunggu kamu, tapi kamunya lama. Lagian udah malam juga.”Lana menegakkan tubuhnya setelah itu untuk menenggak minuman yang ada di depannya. Berhadapan dengan orang-orang yang tidak tahu diri, benar-benar membuat kesabarannya terkikis habis.“Bu ....” Lana menceritakan tentang kejadian malam in
“Aku udah selesai, aku pamit dulu!”Lana memilih pergi meninggalkan kantor tersebut setelah menguak fakta yang selama ini ditutupi. Caranya sedikit sadis, tetapi jika dia tak melakukannya, Ratri akan merasa kalau ucapan Lana selama ini hanyalah bualan belaka. Oleh karena itu dia harus mematikan rasa kasihannya dan bertindak tegas.Setelah ini, Ratri pasti akan mendapatkan masalah. Bukan hanya Ratri, tetapi juga suaminya. Namun, itu semua sebanding dengan apa yang mereka lakukan kepadanya. Kalau Ratri ingin bersama dengan Yoga, maka dia juga harus kembali menapaki tangga terendah bersama dengan lelaki itu. Tidak langsung menduduki singgasana yang Lana tinggalkan.Hari berlalu sampai sidang pertama perceraian itu akhirnya dilakukan. Pertemuan antar dua keluarga itu pun terjadi. Yoga didampingi oleh orang tuanya beserta pengacaranya, demikian juga dengan Lana. Sikap orang tua Yoga kepada Pijar pun tidak berubah. Mereka masih sangat baik dan menganggap Lana adalah menantunya.Agendanya ada
Lana memeluk Kaisar dengan erat ketika bocah itu menunggunya di depan rumah. Ada jejak air mata yang ada di pipinya tanda Kaisar baru saja menangis. Bi Siti mengatakan sejak Lana pergi bersama dengan orang tuanya, Kaisar rewel. Mood-nya sangat buruk seolah dia merasakan kesedihan kedua orang tuanya.“Kai kenapa nangis?” Lana memangku Kaisar sambil menatap wajah bocah itu dalam. Kaisar tumbuh menjadi anak yang tampan dan pintar. Wajahnya percampuran antara dirinya dan Yoga. Ada kalanya, dia akan terlihat persis seperti Yoga dan itu membuat Lana harus kembali mengingat tentang suaminya.“Di sini nggak enak, Bunda.” Kaisar menunjuk, lalu menepuk dadanya. “Kai cuma ingin nangis,” adunya.Benar kata orang dulu, jika ada masalah dengan orang tua, maka akan mempengaruhi anak mereka yang masih kecil. Lana kini mengalaminya. Bi Siti juga mengatakan kalau Kaisar tiba-tiba marah tanpa sebab.“Mau jalan-jalan sama Kakek?” Ayah Lana menawarkan. “Kita jalan-jalan sama Nenek juga. Yang nggak enak di
“Kalau kamu kerja di kantor, bagaimana dengan Kaisar? Kamu meninggalkan dia di saat dia masih butuh-butuhnya dengan sosok seorang ibu?” Lanjut Yoga menunjukkan ketidaksukaannya. Sejak dulu dia yang tidak suka jika istrinya bekerja, tentu saja hal itu membuat Yoga bereaksi keras.Tidak ingin menimbulkan perselisihan, Lana menjawab dengan sabar. “Aku kerja di rumah. Aku tadi hanya meeting dengan orang yang memberiku proyek besar. Hanya itu dan nggak lebih. Mas tenang saja, aku paham bagaimana menjadi seorang ibu. Selama ini aku bisa menangani dengan baik.”Lana lantas pamit masuk ke dalam rumah setelah itu. Rasa lelah setelah seharian di luar benar-benar menguras banyak energinya. Setelah perceraiannya nanti sudah diputuskan sah, dia memiliki banyak waktu di rumah untuk menjalani masa iddah. Dia juga menjelaskan kepada klien-kliennya tentang itu tadi. Dia tak bisa pergi ke mana pun kecuali ada hal yang mendesak, sedangkan mencari nafkah bukanlah hal yang mendesak baginya.Yoga hanya bisa
“Bu Lana tidak menuntut hak apa pun, Pak Yoga. Tidak harta gono-gini atau bahkan nafkah untuk putra kalian. Kalau Bapak ingin memberikan nafkah untuk putra Bapak, Bapak bisa memberikannya berapapun yang Bapak inginkan. Begitu Bu Lana bilang.”Pengacara Lana menjelaskan tentang ucapan Lana kepada Yoga sebelum persidangan kembali dilakukan. Lana sudah menyerahkan semuanya kepada sang pengacara, sehingga dia kali ini tak datang ke pangadilan. Dia hanya memberikan satu pesan tersebut kepada sang pengacara.Yoga yang tidak mendapatkan tuntutan apa pun dari Lana justru seperti kehilangan setengah jiwanya. Seharusnya perempuan itu meminta banyak hal dari dirinya, tetapi dia tak melakukannya. Lana seperti tidak ingin membebani Yoga dalam hal apa pun. Apa karena sekarang dia sudah tidak bekerja? Mungkin bukan, bagaimanapun orang tua Lana memiliki banyak uang, dia tak perlu mengkhawatirkan tentang materi.“Saya tentu akan tetap memberikan nafkah untuk putra saya, Pak. Tapi, itu bukan sebuah masa
Lana terdiam membeku di tempatnya. Tidak pernah menyangka kalau Tirta akan mengatakan hal tersebut segamblang itu. Tanpa ada kalimat pembukaan atau basa-basi terlebih dulu tiba-tiba langsung pada inti pembicaraan seolah dia takut tidak memiliki waktu untuk mengatakannya.Tatapan Tirta mengarah lurus pada mata Lana, mengunci tatapannya pada netra bening tersebut dengan sebuah keyakinan besar.Lana melepaskan cekalan tangan Tirta dengan lembut. “Tirta, aku belum memikirkan itu,” katanya mencoba untuk tidak membuat lelaki itu tersinggung. “Aku masih terluka parah. Butuh waktu panjang untuk menyembuhkan.”Lana kini menyandarkan tubuhnya di mobil, “Fokusku sekarang adalah bekerja dan menemani Kaisar. Berusaha agar tidak ketinggalan apa pun dari tumbuh kembangnya anakku.”Lana tidak bisa memungkiri kalau Tirta adalah laki-laki yang sangat baik. Sejak dulu, lelaki itu tampaknya tidak berubah sama sekali. Hidupnya tidak aneh-aneh, atau hanya memang Lana saja yang tidak tahu. Toh semua orang pa
“Ternyata benar, kamu punya hubungan dengan lelaki yang pernah aku temui waktu itu.”Tidak ada angin tidak ada hujan, Yoga tiba-tiba memberikan tuduhan kepada Lana. Lelaki itu bahkan baru saja datang ke kediaman orang tua Lana dengan alasan untuk bertemu dengan Kaisar.Lana yang akan masuk ke dalam mobilnya itu urung hanya untuk memberikan sedikit perhatian kepada Yoga. Lelaki itu sudah menatap sang mantan istri itu dengan tatapan menyelidik.“Siapa yang Mas maksud?” tanya Lana santai.“Yang di restoran saat itu.” Yoga segera menjawab dengan cepat.Lana bisa segera menangkap siapa yang dimaksud oleh Yoga. Namun, Lana harus menahan Yoga agar lelaki itu tidak ikut campur lagi dengan urusannya. Mereka sekarang tidak memiliki ikatan apa pun yang membuat Lana harus menjelaskan tentang semua itu.“Dia temanku.”“Dia bilang dia mencintaimu.” Yoga keceplosan. Sudah kepalang tanggung, Yoga tidak akan menarik lagi ucapannya.“Lalu kenapa kalau dia mencintaiku?” Lana bertanya datar. “Semua orang