Jangan lupa makan siang, Ges!
Lana memeluk Kaisar dengan erat ketika bocah itu menunggunya di depan rumah. Ada jejak air mata yang ada di pipinya tanda Kaisar baru saja menangis. Bi Siti mengatakan sejak Lana pergi bersama dengan orang tuanya, Kaisar rewel. Mood-nya sangat buruk seolah dia merasakan kesedihan kedua orang tuanya.“Kai kenapa nangis?” Lana memangku Kaisar sambil menatap wajah bocah itu dalam. Kaisar tumbuh menjadi anak yang tampan dan pintar. Wajahnya percampuran antara dirinya dan Yoga. Ada kalanya, dia akan terlihat persis seperti Yoga dan itu membuat Lana harus kembali mengingat tentang suaminya.“Di sini nggak enak, Bunda.” Kaisar menunjuk, lalu menepuk dadanya. “Kai cuma ingin nangis,” adunya.Benar kata orang dulu, jika ada masalah dengan orang tua, maka akan mempengaruhi anak mereka yang masih kecil. Lana kini mengalaminya. Bi Siti juga mengatakan kalau Kaisar tiba-tiba marah tanpa sebab.“Mau jalan-jalan sama Kakek?” Ayah Lana menawarkan. “Kita jalan-jalan sama Nenek juga. Yang nggak enak di
“Kalau kamu kerja di kantor, bagaimana dengan Kaisar? Kamu meninggalkan dia di saat dia masih butuh-butuhnya dengan sosok seorang ibu?” Lanjut Yoga menunjukkan ketidaksukaannya. Sejak dulu dia yang tidak suka jika istrinya bekerja, tentu saja hal itu membuat Yoga bereaksi keras.Tidak ingin menimbulkan perselisihan, Lana menjawab dengan sabar. “Aku kerja di rumah. Aku tadi hanya meeting dengan orang yang memberiku proyek besar. Hanya itu dan nggak lebih. Mas tenang saja, aku paham bagaimana menjadi seorang ibu. Selama ini aku bisa menangani dengan baik.”Lana lantas pamit masuk ke dalam rumah setelah itu. Rasa lelah setelah seharian di luar benar-benar menguras banyak energinya. Setelah perceraiannya nanti sudah diputuskan sah, dia memiliki banyak waktu di rumah untuk menjalani masa iddah. Dia juga menjelaskan kepada klien-kliennya tentang itu tadi. Dia tak bisa pergi ke mana pun kecuali ada hal yang mendesak, sedangkan mencari nafkah bukanlah hal yang mendesak baginya.Yoga hanya bisa
“Bu Lana tidak menuntut hak apa pun, Pak Yoga. Tidak harta gono-gini atau bahkan nafkah untuk putra kalian. Kalau Bapak ingin memberikan nafkah untuk putra Bapak, Bapak bisa memberikannya berapapun yang Bapak inginkan. Begitu Bu Lana bilang.”Pengacara Lana menjelaskan tentang ucapan Lana kepada Yoga sebelum persidangan kembali dilakukan. Lana sudah menyerahkan semuanya kepada sang pengacara, sehingga dia kali ini tak datang ke pangadilan. Dia hanya memberikan satu pesan tersebut kepada sang pengacara.Yoga yang tidak mendapatkan tuntutan apa pun dari Lana justru seperti kehilangan setengah jiwanya. Seharusnya perempuan itu meminta banyak hal dari dirinya, tetapi dia tak melakukannya. Lana seperti tidak ingin membebani Yoga dalam hal apa pun. Apa karena sekarang dia sudah tidak bekerja? Mungkin bukan, bagaimanapun orang tua Lana memiliki banyak uang, dia tak perlu mengkhawatirkan tentang materi.“Saya tentu akan tetap memberikan nafkah untuk putra saya, Pak. Tapi, itu bukan sebuah masa
Lana terdiam membeku di tempatnya. Tidak pernah menyangka kalau Tirta akan mengatakan hal tersebut segamblang itu. Tanpa ada kalimat pembukaan atau basa-basi terlebih dulu tiba-tiba langsung pada inti pembicaraan seolah dia takut tidak memiliki waktu untuk mengatakannya.Tatapan Tirta mengarah lurus pada mata Lana, mengunci tatapannya pada netra bening tersebut dengan sebuah keyakinan besar.Lana melepaskan cekalan tangan Tirta dengan lembut. “Tirta, aku belum memikirkan itu,” katanya mencoba untuk tidak membuat lelaki itu tersinggung. “Aku masih terluka parah. Butuh waktu panjang untuk menyembuhkan.”Lana kini menyandarkan tubuhnya di mobil, “Fokusku sekarang adalah bekerja dan menemani Kaisar. Berusaha agar tidak ketinggalan apa pun dari tumbuh kembangnya anakku.”Lana tidak bisa memungkiri kalau Tirta adalah laki-laki yang sangat baik. Sejak dulu, lelaki itu tampaknya tidak berubah sama sekali. Hidupnya tidak aneh-aneh, atau hanya memang Lana saja yang tidak tahu. Toh semua orang pa
“Ternyata benar, kamu punya hubungan dengan lelaki yang pernah aku temui waktu itu.”Tidak ada angin tidak ada hujan, Yoga tiba-tiba memberikan tuduhan kepada Lana. Lelaki itu bahkan baru saja datang ke kediaman orang tua Lana dengan alasan untuk bertemu dengan Kaisar.Lana yang akan masuk ke dalam mobilnya itu urung hanya untuk memberikan sedikit perhatian kepada Yoga. Lelaki itu sudah menatap sang mantan istri itu dengan tatapan menyelidik.“Siapa yang Mas maksud?” tanya Lana santai.“Yang di restoran saat itu.” Yoga segera menjawab dengan cepat.Lana bisa segera menangkap siapa yang dimaksud oleh Yoga. Namun, Lana harus menahan Yoga agar lelaki itu tidak ikut campur lagi dengan urusannya. Mereka sekarang tidak memiliki ikatan apa pun yang membuat Lana harus menjelaskan tentang semua itu.“Dia temanku.”“Dia bilang dia mencintaimu.” Yoga keceplosan. Sudah kepalang tanggung, Yoga tidak akan menarik lagi ucapannya.“Lalu kenapa kalau dia mencintaiku?” Lana bertanya datar. “Semua orang
“Tadi Tirta datang ke sini.”Ibu Lana memberitahukan kepada putrinya tentang kedatangan Tirta ke rumah mereka karena sampai waktu yang ditunggu, Lana tidak kunjung pulang. Kaisar benar-benar mengajak pergi ke tempat-tempat yang dia mau seolah tidak ingin dibantah. Lana tentu saja menuruti dan merasa kalau harus mengganti waktunya yang terkadang habis untuk bekerja. Meskipun dia bekerja di rumah, dia juga harus bertemu dengan klien. Meninjau lokasi, serta membicarakan banyak hal tentang sebuah pembangunan yang akan dilakukan.“Lho. Kenapa, Bu?” tanya Lana tampak penasaran. “Dia nggak ada hubungi aku kalau memang ada pekerjaan yang harus aku kerjakan.”“Dia datang bukan untuk pekerjaan.” Sang ayah menimpali. “Dia, melamar kamu langsung kepada Ayah dan Ibu.”Sontak saja hal itu membuat Lana terkejut luar biasa. Matanya berkedip pelan, tetapi semua kata yang dimiliki seolah hilang tanpa bekas. Tirta sungguh serius ingin bersamanya. Setelah menembak langsung kepadanya, kini dia menunjukkan
“Setelah kamu memperburuk suasana, kamu masih berani mengatakan itu kepadaku? Kamu benar-benar tidak punya malu.” Yoga membentak Ratri dengan mata melotot. “Aku dulu mengatakan untuk menjelaskan kepada Lana agar aku bisa kembali sama dia. Lalu apa yang kamu lakukan!”Yoga tidak bisa menahan amarahnya yang sudah melambung begitu tinggi. Seharusnya dia bisa menggagalkan keputusan Lana seandainya Ratri tidak mengatakan dusta kepada perempuan itu. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Yoga. Kini semua benar-benar hancur. Sebelum ini, Yoga merasa semua ini memang pure kesalahannya, tetapi Ratri juga ikut andil memperkeruh keadaan.“Kenapa Mas menyalahkan aku?” Ratri balas membentak Yoga. “Kalau ada yang patut disalahkan dalam hubungan kita, itu adalah Mas sendiri. Kenapa Mas menjadi laki-laki mata keranjang, lalu melakukan sesuatu denganku.”“Karena kamu menggodaku! Kalau kamu tidak bersikap seperti gadis murahan, semua ini tidak akan terjadi.”“Apa kamu bilang, Mas? Aku seperti gadis mura
“Kamu nggak perlu menghindariku, Lan.”Langkah Lana terhenti ketika mendengar suara Tirta dari arah belakang. Perempuan itu menyadari keberadaan Tirta ketika dia mengambil langkah cepat. Berusaha agar tidak perlu beramah tamah dengan lelaki itu. Sayangnya, dia tetap ketahuan.“Aku sudah pernah bilang sama kamu kalau kamu nggak perlu memikirkan tentang ucapanku tempo hari.”Tirta kini berdiri di depan Lana untuk melihat perempuan cantik itu dengan jelas. Mereka sama-sama baru saja meeting bersama dengan klien mereka masing-masing yang kebetulan berada di restoran yang sama.Lana menatap Tirta dalam sebelum dia menjawab, “Tir, kenapa kamu kemarin ke rumah nggak bilang-bilang dulu sama aku?”Tirta tersenyum kecil. “Mau mengobrol sebentar? Kebetulan aku sudah selesai meeting. Jangan bicara sambil berdiri begini, takutnya kamu capek.”Jika Lana tidak mengenal Tirta sebelumnya, dia pasti akan menganggap lelaki itu hanya mencari perhatian saja kepadanya. Nyatanya, Lana masih ingat betul baga