Hari terus berganti, dan dua minggu telah berlalu. Sampai saat ini Satya belum juga mengunjungi apartemennya untuk menemui Hilya.
Sore itu disebuah ruang kerja direktur Agung Wijaya group, tampak dua orang laki-laki duduk berhadap-hadapan sedang berkonsentrasi dengan laptopnya masing-masing.
"Sehari saja temui gadis itu, aku bilang padanya kalau kamu sekitar dua Minggu di luar kota, aku takut dia menanyakan kamu lagi padaku?"
Dirga yang saat telah selesai mengerjakan tugas di laptopnya, mulai membujuk sahabatnya untuk menemui Hilya.
"Kamu cari alasan lagi saja! Aku tidak bisa menemuinya," sahut pria yang sedang berkutat dengan laptopnya itu acuh.
"Ayolah, berbuatlah baik pada gadis itu sebelum kamu menceraikannya!" rayu Dirga lagi.
"Kenapa kamu tiba-tiba simpati pada gadis itu?" tanya Satya dengan mengerutkan alisnya.
"Bukan begitu, masalahnya gadis itu kelihatannya sangat baik padamu."
"Maksudmu?"
"Bayangkan saja saat t
Hari itu telah berlalu, dan satu minggu telah terlewati.Siang ini Satya meluangkan waktu untuk menemui Dirga di kantornya, karena sudah beberapa hari ini pengacara muda itu tidak datang menemuinya."Kamu dimana?"Satya mulai menelepon dan bertanya tentang keberadaan sahabatnya itu, saat sampai di depan kantor konsultan hukum yang di papanya bertuliskan Dirgantara Prawira Dirja S.H M.H."Aku di kantor.""Aku di depan kantormu."Terlihat Satya masuk ke dalam kantor pengacara muda itu, dan menuju ruangannya."Kenapa tidak pernah muncul di kantorku?" tanya Satya saat melihat temannya itu sibuk dengan berkas-berkas hukum di mejanya."Aku sibuk," jawabnya datar."Jane, Vany, Jessy, Sarah, mereka semua meneleponku, mereka bilang akhir-akhir ini kamu susah dihubungi," kata Satya kemudian."Hmm..." Dirga membuang nafas keras sembari menatap pria berjas hitam dengan kemeja putih yang duduk di hadapannya. "Aku sedang tidak
Waktu terus berjalan. Siang ini, tampak Satya sedang gelisah di ruang kerja, pikirannya serasa melayang, seperti kosong, dan pekerjaan gelisah menghilang.Dia membahas laptop yang sudah menyala, membahas tentang file yang memenuhi meja kerja. Dia termenung mengungkapkan pemandangan langit berwarna putih bersih di depan jendela kaca ruang lantai tujuh itu.berkedip-kedip sembari menghela nafas panjang. Dan tak lama kemudian ditariknya jas berwarna abu-abu muda yang menengger di kursi kerja, dia berjalan cepat sambil mengenakan jas tersebut, menuju lift untuk turun ke area parki
Pagi ini di ruang kerja Satya."Aku dengar kemarin kamu mengunjungi Hilya?" tanya seorang pria yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu."Iya," jawab Satya dengan tetap berkonsentrasi pada file yang ada di hadapannya. "Aku katakan pada gadis itu kalau aku akan jarang menemuinya, karena proyekku di luar kota belum selesai," tambah Satya."Bagaimana? Apa kamu merasakan sesuatu setelah bertemu dengannya?""Tidak, tidak ada yang berbeda dari diriku," sahut Satya seraya menutup map file yang sudah dia pelajari. "O, ya. Ayo kita pergi sekarang!" Ajak pria itu kemudian pada sahabatnya.Akhirnya mereka berdua pun pergi bersama dalam satu mobil. Tidak ada yang mereka bicarakan saat di dalam mobil, hingga kemudian sampailah mereka di sebuah tanah kosong yang ada di persimpangan jalan utama sebuah perumahan elite."Aku sudah temukan lokasi yang bagus untuk pembangunan Beutik Clarissa. Bagaimana menurutmu?" tanya pria itu pada sahabatnya saat memarkir
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan belas tiga puluh menit, Satya mulai turun dari gedung lantai tujuh kantornya.Dia berjalan menuju area parkir setelah sampai di lobby kantor.Dibukanya pintu mobil mewah warna sonic silver.Masih terlihat kegelisahan di wajah Satya. Pria itu tampak cemas ketika menyetir mobilnya, sesekali dia membuang nafas keras. Hingga kemudian dia membalikkan arah mobilnya, setelah sampai di persimpangan jalan.Ternyata pria ini memutar arah mobilnya menuju apartemen miliknya yang ditempati Hilya.Tiga puluh menit kemudian mobil pria ini pun telah sampai di sana. Dengan langkah ragu pria ini berjalan menuju apartemen."Kreek!!"Dia membuka pintu apartemen dengan pelan.Suasana apartemen itu tampak sepi. Mata Satya mulai menyelidik ketika wanita yang biasa menyambutnya dengan salam di tempat itu tidak dia jumpai.Pikirannya mulai cemas, pikirannya mulai menerka-nerka tentang hal buruk yang terjadi
Pagi itu Satya tampak termenung di depan jendela ruang kerjanya. Seperti biasa dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, pria tampan itu terlihat berdiri menatap hamparan langit dan awan putih yang terlihat indah di balik jendela kaca."Kenapa kamu?" tanya Dirga yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerjanya.Seketika Satya menoleh ke arah pria itu."Syukur kamu datang, aku memang ingin bicara denganmu," kata Satya."Apa ini soal pembangunan beutik Clarissa?""Tidak," jawab Satya dengan melangkah ke kursinya untuk duduk."Lalu?""Duduklah dulu!"Satya mempersilahkan temannya tersebut untuk duduk."Ada masalah apa?" tanya Dirga penasaran."Mmm... Aku sudah putuskan, untuk tidak menemui Hilya sampai tuntutan perceraianku dilayangkan. Saat ini pernikahanku sudah memasuki dua bulan. Tinggal dua atau tiga bulan lagi tuntutan ceraiku akan dilayangkan. Jadi, selama dua atau tiga bulan ini aku tidak akan menem
Malam semakin larut. Suasana di tempat hiburan malam itu semakin ramai. apalagi ketika pukul dua puluh tiga malam, diskotik mulai dibuka di tempat hiburan itu, suara dentuman musik yang dimainkan oleh DJ cukup membuat pecah seisi ruangan.Suara musik saling bertabrakan. Ada yang menyanyi di room-room karaoke, dan ada juga yang berjoged di diskotik tempat hiburan malam ini."Satya, jangan terlalu banyak minum! Ingat kamu tidak biasa minum banyak!" bisik Dirga saat sahabatnya itu berulang-ulang meneguk gelas yang berisi minuman keras.Sepertinya Satya tidak mendengarkan nasehat Dirga. Pria itu benar-benar lepas kendali hingga dia mengalami mabuk berat malam ini.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dirga segera berpamitan pada Mr. Jhonson untuk undur diri.Dipapahnya seorang pria yang berjalan sempoyongan itu keluar dari area klub malam menuju tempat parkir mobil."Aku bahagia, aku bahagia!" teriak Satya saat berada di
Subuh pun menjelang. Hilya mulai membersihkan diri di kamar mandi karena dia hendak melaksanakan ibadah sholat subuh.Setelah hampir tiga puluh menit di kamar mandi Hilya mulai keluar."Kreek!!" Hilya membuka pintu kamar mandi dengan pelan.Berlahan dia melangkah keluar."Ya Tuhan! sakit sekali kepalaku," gumam Satya yang baru saja terjaga dari tidurnya.Pria itu terlihat memijit-mijit kepalanya dengan tangan kanannya."Hilya?"Satya tercengang ketika menoleh ke arah Hilya yang baru keluar dari kamar mandi.Ditatapnya dengan seksama wajah wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah tergerai.Satya mulai berfikir dan mengingat-ingat apa yang sudah dilakukannya kepada Hilya beberapa jam yang lalu."Apa yang aku lakukan padamu?" tanya pria yang belum mengenakan sehelai pakaian itu dengan menatap tajam mata Hilya.Hilya bergeming tidak menjawab pertanyaan suaminya.Seketika Satya me
Satya terlihat cemas dan gelisah saat mendengar ungkapan Dirga yang akan melakukan visum kepada Hilya."Dirga?"Terdengar suara lirih Satya memanggil pria yang hendak meninggalkan ruangannya itu."Ya. Apa?""Mmm... Aku... Aku, aku sudah melakukan sebuah kesalahan.""Maksudmu?""Aku tidak sengaja melakukannya. Aku dalam pengaruh alkohol malam itu. Aku tidak sengaja melakukan semuanya pada Hilya," jelas Satya dengan suara gemetar."Maksudmu, kamu sudah?....""Ya, aku sudah menggauli gadis itu," ucap Satya dengan suara lirih.Pria itu tampak lemas setelah menjelaskan semuanya pada Dirga."Hmmmh!!"Dirga membuang nafasnya keras. Pria yang semula hendak keluar dari ruang kerja sahabatnya itu, kini mengurungkan niatnya."Lalu bagaimana?" tanya Dirga kemudian."Mmm... Aku sudah pikirkan semuanya. Aku harus segera mengakhiri pernikahan konyol ini. Aku sudah tidak memperdulikan resikonya. Aku tetap aka