***
Raka hanya tersenyum. Dia menghela napasnya, berusaha setenang mungkin untuk menjawabnya. “Dulu semasa SMA, Maha sangat populer, bahkan murid pria dari sekolah lain selalu datang ke sekolah kami hanya ingin melihat bagaimana bunga indah di sekolah kami yang terkenal karena kecantikannya. Mungkin tidak terhitung banyak pria yang patah hati karena penolakan Maha pada mereka. Maha sama sekali tak tertarik dengan semua pria itu... dan aku, mana sempat aku memikirkan perasaan layaknya anak SMA, dulu fokusku hanya belajar dan pembuktian saja.”
“Ah, iya. Kamu memang benar, Raka. Mbak sudah kenal Maha dari dia masih duduk di SMP, dan memang banyak yang menyukanya. Anak-anak santri yang pria pun selalu diam-diam melanggar aturan hanya untuk melihat Maha dulu,” kata Alysa setengah tertawa.
“Lalu, dulu kalian hanya sebatas kenal saja atau bagaimana?” tanya Alysa.
“Coba tanya saja sama Maha. Dulu kami ini teman yang seper
***Akhirnya Sarah sudah sadar. Dia membuka matanya dan melihat anak dan menantunya sudah ada di sisinya. Dia menghela napas lega karena yakin kalau dia saat ini sudah merasa baik-baik saja.Entah kenapa mimpi buruk itu kembali lagi di dalam tidurnya. Sarah pun terasa tercekik, meski berulang kali mengucapkan istighfar, tapi perasaan buruk dan mimpi menakutkan itu terlalu mencekiknya.Zayn dan Alysa langsung mendekati ke arah Sarah, dan Alysa memeluk erat ibunya dengan suara yang terisak.“Umma, Alhamdulillah sudah sadar. Alysa sangat takut,” lirih Alysa dengan suara serak.Sarah menghela napas panjang, dia pun merasa lega. “Alhamdulillah... Umma sekarang baik-baik saja, Nak. Jangan menangis lagi!”Alysa mengangguk dan dia menghapus air matanya dan tersenyum pada Sarah. “Umma, kalau merasa ada keluhan atau ada yang aneh dengan kondisi tubuh Umma jangan dibiarkan, ya! Periksa saja ke do
***Zayn masih saja memikirkan apa yang Alysa katakan tentang sikap Raka yang tampak berbeda. Dia juga merasa curiga dengan foto yang Raka lihat pada saat itu. Dia merasa gelisah, dan terus saja menatap ponselnya. Dia menunggu balasan Maha, wanita itu tidak membalas pesan darinya. Sedangkan waktu sudah menunjukan jam sembilan malam.‘Kenapa Maha masih belum membaca pesan dariku? Apa di marah?’ batin Zayn gelisah.Alysa melihat suaminya yang gelisah dan memperhatikan tingkah lakunya yang terus saja melihat ponselnya setiap waktu. Dia tersenyum melihat tingkah Zayn yang merasa gelisah, dia bisa menebak siapa sumber dari kegelisahan suaminya itu.“Mas, nggak makan lagi? Tadi Mas hanya makan sedikit,” ucap Alysa dengan suara pelan.“Masih kenyang, Sayang,” balas Zayn. “Bagaimana umma?”“Umma sudah tidur, kata dokter besok bisa pulang.”“Alhamdulillah,” kata Zayn. “Mau makan apa? Mas belikan di luar.”Alysa menggelengkan kepalanya. “Aku kenyang, Mas. Kamu saja aku belikan, ya? Mau makan ap
***Nia diam saja sejak pulang dari rumah sakit. Setelah apa yang dikatakan Sarah tadi di rumah sakit, Nia hanya menyimpan rasa sakitnya. Dia menatap putrinya, hanya ada senyuman di wajah cantik itu. Nia tahu kalau Maha selalu pandai menyembunyikan lukanya dengan rapat.“Bu, jangan banyak pikiran, ya! Apa yang tadi Nyai Sarah katakan, jangan diambil hati,” kata Maha tersenyum.Nia menghela napas panjang, dia pasti terluka karena Sarah menghina putrinya di depan matanya langsung. Entah ucapan yang seperti apa yang dikatakan Sarah pada Maha, jika putrinya itu sedang sendirian.“Nak, apa Nyai Sarah selalu menghinamu?” tanya Nia dengan suara yang tercekat.Maha hanya tersenyum dan langsung memeluk ibunya dengan singkat. “Maha itu sudah terbiasa dengan hinaan sejak dulu, jadi semua yang orang katakan pada Maha, meski itu ucapan yang buruk sekalipun, ucapan itu tidak akan membuat Maha terluka. Ibu juga tahu kan bagaimana kua
***“Mas, kenapa malah minta ketemu di sini?” tanya Maha. Dia langsung pergi ke salah satu cafe yang sudah Zayn tentukan. Wanita itu terkejut saat Zayn menghubunginya dengan suata serak, dia merasa ada kesedihan yang tersirat di nada suara suaminya itu.“Karena ini yang paling dekat dari rumah sakit dan juga Mas mau minta maaf dengan semua yang telah umma katakan di rumah sakit,” balas Zayn.Maha tersenyum. “Kan aku sudah bilang kalau ini sudah resiko untukku yang dulu mau jadi yang kedua, jadi apapun yang orang lain katakan, aku harus menerimanya.”Zayn menggelengkan kepalanya. “Tidak, Maha. Mas lah yang bertanggung jawab atas dirimu, jika kamu terluka, Mas juga sakit.”Maha terkejut dengan ucapan Zayn. Dia menatap netra pria itu dan sorotnya itu menyiratkan rasa tulus dan tatapan itu sangat lembut. Hati Maha mendesir, dia merasa ada kebahagiaan yang mungkin akan menyapanya.Zayn tersenyum, di
***“Kenapa kita ke sini, Mas?” tanya Maha. Dia menatap suaminya yang sibuk memilih beberapa gamis. Zayn hanya tersenyum dan menunjukan gamis berwarna hitam berpayet. “Gimana ini cantik?” tanyanya.Maha tertegun, dia langsung tersadar saat Zayn bertanya padanya. Dia berpikir kalau Zayn ingin membelikan gamis itu pada Alysa karena model gamis itu memang yang selalu dipakai oleh Alysa.“Cantik, Mas. Tapi, bagaimana kalau modelnya diganti? Yang ini terlalu biasa dan juga agak ketinggalan zaman,” balas Maha blak-blakan. Dia paham kalau Zayn mungkin mau memberi hadiah ulang tahun pada kakak madunya itu karena ulang tahun Alysa tersisa kurang dari satu bulan.Zayn tertegun, dia melihat gamis yang ada di tangannya. ‘Apa memang ini ketinggalan zaman? Jadi, yang selalu kupilihkan untuk Alysa itu tidak bagus?’ batinnya.“Mas, kalau untuk hadiah jangan yang sudah biasa, Mas harus pilih yang lebih
***Maha sedikit gugup karena hari ini adalah pembukaan dari cafe miliknya. Dia terus saja menatap suaminya yang dari tadi terus memberi semangat. Zayn bahkan tak segan-segan mengatur ulang dekorasi dan juga menatanya. Maha terharu dengan tindakan Zayn yang tanpa dia minta.Intan yang ada di sisi Maha dari tadi hanya menghela napas panjang. Dia sebenarnya masih tidak setuju dengan keputusan sahabatnya, namun hari ini dia melihat ada kebahagiaan di sorot mata Maha hanya karena ada Zayn yang ada di sisinya. Intan pun mau tak mau harus menerima apapun yang Maha putuskan, baginya yang terpenting Maha tidak terluka lagi. Dia hanya ingin sahabatnya dicintai dengan layak dan juga bisa merasakan bahagia.Cafe itu diberi nama Amour Cafe dan juga bernuansa minimalis, cafe yang diperuntukkan untuk orang-orang yang terlalu sibuk dan ingin mendapatkan ketenangan. Dekorasi Cafe Amour pun sangat kental dengan nuansa alam dengan paparan tumbuhan hijau. Nila pl
***Dua minggu berlalu dengan cepat. Maha sangat sibuk dengan Cafe Amour dan juga dia sudah pindah dari rumah yang Alysa berikan padanya dan Nia. Saat ini Maha sudah mendapatkan izin dari Alysa.Awalnya Alysa menolak saat Maha dan Nia memutuskan untuk mengontrak dekat dengan tempat usahanya, namun saat Nia menjelaskan alasan kalau jarak dari rumah sakit ke rumahnya saat ini hanya jalan kaki membuat Alysa akhirnya menerima keputusan itu walau berat hati dan juga yang membuatnya sangat berat karena Maha jarang tinggal bersamanya, alasannya karena Maha harus menjaga Nia. Alysa merasa Maha semakin menjaga jarak darinya dan membuatnya merasa kesepian.“Mas, nanti mau mampir ke caffe-nya Maha?” tanya Alysa.“Mas mau ke luar kota, Sayang. Mau ngurus cabang baru di sana,” balas Zayn. “Ada apa?”Alysa tersenyum tipis. “Mas nggak kangen sama Maha?”Zayn terdiam, jawaban terbaik untuknya sa
***“Sudah lama kita nggak pernah bicara seperti ini, Maha. Mbak merasa kamu jauh saat ini,” ucap Alysa. Dia tersenyum singkat melihat Maha yang akhirnya datang ke rumah sakit saat tahu dia dirawat.“Maafkan aku, Mbak. Aku tidak ada niatan untuk sengaja menjauh dari Mbak karena saat ini aku sama Intan yang mengurus caffe. Kami belum mampu membayar pegawai, jadi semuanya kami yang handle, terkadang ibu juga membantu,” kata Maha. Dia merasa bersalah karena melihat wajah muram Alysa.“Kalau Mbak nggak dirawat begini, apa kamu mau ketemu sama Mbak?”“Maaf, Mbak. Aku sangat sedih mendengar kalau semalam Mbak pingsan, aku minta maaf karena abai dengan perasaanmu. Aku memang agak kewalahan dan juga kesehatan ibu akhir-akhir ini memburuk, jadi aku harus bolak-balik dari caffe ke rumah untuk melihat kondisi ibu.”Alysa tersentak dengan apa yang Maha katakan, dia tidak tahu kalau kondisi keseh