"Kamu tahu di mana Santi tinggal?"Tanya Erika lagi. Erika bermaksud untuk mendatangi dan memastikan berita yang didengarnya itu. Setelah mendapatkan alamat Santi, Erika pun langsung pergi ke tempat yang di maksud.Rupanya jenazah Darmawan dibawa ke rumah Darmawan yang lama, saat Erika mendatangi kos-kosan yang di tinggali oleh Santi, Erika tak mendapati Santi maupun Darmawan ada di sana. "Mbak Santi pulang di rumah yang lama katanya..!"kata ibu kos yang memberitahukan Erika. "Terima kasih Bu..! mari...!"Erika pun berterima kasih lalu permisi kepada ibu kost untuk langsung menuju ke rumah Darmawan yang selama ini di tempati bersama dengan Santi.Sebelum Erika memberikan kabar kepada Putri semata wayangnya, Erika ingin memastikan dulu kabar yang didapatkannya itu. Sesampainya di kediaman Santi, Erika langsung masuk untuk memastikan sendiri apakah benar Darmawan sudah meninggal atau belum. "Ibu Erika?"kata Santi kaget dengan kedatangan bosnya."Saya turut berduka cita ya San...? Ap
"Damar...? Yang dulu suka dengan Catherine bukan..?"Tanya Aulia."Alhamdulillah, ternyata kamu masih mengenaliku...!"kata Damar penuh dengan rasa syukur. "Kok kamu bisa ada di sini?"Tanya Aulia keheranan. Sejauh yang dia ketahui yang berduka adalah istri kecil dari Papanya. Tapi Aulia masih berusaha untuk berpositif thinking, "Mungkin Damar adalah salah satu tetangga dari pelakor tersebut!"."Atas nama adikku, Aku mau minta maaf ya Aul? maaf karena adikku menjadi duri dalam rumah tangga kedua orang tuamu...!"kata Damar meminta maaf. Mendengar itu Aulia pun menjadi marah, Ia tak menyangka jika adik dari kawannya lah yang ternyata menjadi pelakor. "Menurutmu? Apakah aku harus memaafkannya? Tolong jelaskan satu alasan saja...! gara-gara wanita sundal itu keluarga mamaku berantakan dan aku kehilangan papaku...!"jawab Aulia yang kini tak mau menatap wajah Damar. "Maafkan aku yang tak tahu diri, tapi kami pun tak memiliki pilihan lain saat itu, Santi sudah terlanjur hamil, kalau tidak
Meskipun Nadine tidak menyukai kehadiran keluarga Yudistira, tapi dirinya tidak bersikap sombong ataupun cuek, Ia lebih bersikap kepada profesionalisme dalam bekerja.Obrolan ringan pun terjadi di antara mereka, tanpa direncana Gibran malah terlihat akrab dengan Arkha dan meminta pemuda tersebut untuk menggendongnya. Saat menyadari Gibran sudah ada dalam gendongan Arka, Nadine pun menegur putranya tersebut. "Gibran udah besar loh, kok minta gendong sama Om? turun yuk...?"kata Nadin mencoba membujuk Sang putra untuk turun. Gibran menggelengkan kepalanya tanda dia tak mau untuk turun dan menuruti perintah sang mama, bahkan kini Gibran memeluk laki-laki yang menggendongnya dengan erat. Dari arah berlawanan, lebih tepatnya di meja kasir, Sari dan Ine memperhatikan interaksi mereka. Tiba-tiba saja Sari menyeletuk dan membuat Ina terperangah."Andai kamu tahu Din, mereka adalah keluargamu yang sebenarnya...! mereka adalah Mama Papa Dan juga kakakmu...!"kata Sari yang bisa ditangkap deng
"Kami tidak serakah...!"ada makna tersinggung dari apa yang diucapkan oleh keduanya. "Dari apa yang kuucapkan tidak ada kata serakah lho, takkan kalian tidak bisa mendengarnya secara jelas?" Arkha pun tak kalah protes dengan tuduhan keduanya."Ganteng-ganteng kok nyebelin...!" gerutu Sari mendengar yang diucapkan oleh Arkha."Aku masih denger loh...!" sahut Arkha menggoda saat melihat Sari sewot. entah mengapa di pandangannya kini terlihat sangat lucu.Sari pun mencebik kesal dengan tingkah Arkha meskipun dia akui kalau Arkha sangatlah tampan."Sudah... sudah...! kamu diam Arkha, biar mama ngomong dulu sama adikmu Aretha...!" tegur Ibu Liliana.Nadine yang mendengar nama yang menurutnya asing pun mengerutkan kening, dalam hati dia bertanya-tanya siapakah Aretha?.Melihat kebingungan putrinya, Ibu Liliana pun menjelaskan."Aretha adalah nama yang kami berikan kepadamu dulu nak...! namun ternyata sekarang namamu malah berubah menjadi Nadine...!" jelas Ibu Liliana.Di tengah perbincanga
"Mau jadi perkedel kamu?" ucapan Damar terpotong dengan pernyataan Nadine barusan."Masih inget kan dengan tangan ini? atau kaki ini?" tanya Nadine lagi.Damar meneguk ludahnya berkali-kali mengingat tentang apa yang di ucapkan oleh mantan istrinya tersebut."Dek...!" kata Damar memelas."Baik...! Mungkin memang ada baiknya aku memberikan pelajaran...!"Nadine berkata selalu berdiri dari duduknya.Dia menaikkan celana legging yang dikenakannya hingga sampai ke lutut, kemudian menyingsingkan kaos lengan panjangnya. Seolah mencoba memberi kenyamanan untuk bersiap menghajar Damar. Damar yang panik langsung bersimpuh di kaki Nadin, Ia tak mau merasakan bogem mentah ataupun tendangan dari Nadine, apa yang saat itu diterima olehnya sudah cukup membuatnya merasakan sakit yang tak terkira. "Maafkan aku dek, tolong jangan menggunakan kekerasan kali ini, kamu tahu kalau aku tak sebanding jika kamu mengeluarkan kemampuan bela dirimu...!"Damar menangkupkan kedua tangannya ke dada memohon kepada
Setelahnya, Ine langsung melanjutkan pekerjaannya yang tertunda...Arkha tersenyum saat melihat cincin yang selama ini dikenakannya kini berpindah ke jari manis ine."Itu hanya simbol, yang sebenarnya akan menyusul...!"teriak Arkha karena wanita yang dilamarnya tadi langsung pergi tanpa menghampirinya. Nadine yang menyaksikan itu hanya mengerjapkan matanya berulang kali, ia mencoba memahami dan mencerna apa yang disaksikannya tadi. Nadine mencubit tangannya sendiri guna memastikan apakah semua itu mimpi ataukah kenyataan."Awwww...!"pekik Nadine cukup keras dan itu mampu membuat semua orang memusatkan perhatian kepadanya.Menyadari semua orang pandangannya tertuju kepadanya Nadine pun hanya menyengir salah tingkah, tanpa ditanya dia pun menjelaskan apa yang dilakukannya tadi. "Maaf Pak Bu...! tadi cuma ingin memastikan kalau semua ini adalah nyata...!"kata Nadine dengan tersenyum malu-malu. "Nadine Areta Pramoedya Yudhistira...!"Lagi-lagi Pak Yudistira memanggil nama Nadine yang l
Dengan tatapan marah namun tak mampu melawan, Damar memilih pergi dirinya pun merasa takut karena yang dikatakan oleh security tersebut seolah sungguh-sungguh. "Awas kamu...!" Damar berlalu dengan mengacungkan telunjuknya ke arah sang security. Hatinya dongkol bukan main, karena apa yang menjadi angannya tak menjadi kenyataan. Sepanjang perjalanan pulang dia memaki-maki tak jelas, bahkan dia pun sempat menyalahkan Nadine karena tak menyerahkan tokoh yang sudah besar itu kepada dirinya yang merupakan ayahnya Gibran. Entah kamus dari mana dia mendapatkan rumus seperti itu, mana ada ceritanya usaha yang didirikan oleh mantan istri itu bisa berpindah alih ke mantan suami dengan alasan merupakan ayah dari anaknya. Sekonyol itu memang pemikiran seorang Damar.Sesampainya di rumah kontrakan, Damar masih belum selesai mengomel, dan itu membuat Ibu Pratiwi mengernyitkan keningnya."Awas aja kalian semua, kalau aku berhasil mengambil alih kepemilikan toko roti tersebut, maka kalian semua ak
Sementara kini, Damar sudah berada di depan perusahaan tersebut, dia tidak langsung turun dari mobilnya, dia masih menimbang-nimbang apa yang akan dikatakannya nanti.Nasib baik sedang membersamai Damar, Kini dia melihat Santi keluar dari perusahaan tersebut dengan menenteng sebuah tas di pundaknya, camat dapat membuka jika Santi izin setengah hari saja bekerja, semua itu terlihat dari Santi yang tak lagi menggunakan seragam cleaning service seperti biasanya. Damar mengurungkan niatnya untuk menghampiri santri, dia lebih tertarik untuk mengikutinya untuk tahu di mana adiknya itu tinggal selama ini. Santi memasuki sebelah kos-kosan yang letaknya tak jauh dari perusahaan tersebut, Damar pun segera turun dan bermaksud untuk menghampiri sang adik. Namun langkahnya dihentikan oleh security yang menjaga kos-kosan tersebut."Maaf Pak, laki-laki memang tidak diizinkan untuk masuk ke sini, Apapun alasannya meskipun itu adalah bapaknya ataupun saudara laki-laki dari perempuan yang ngekos di