"a-aapaa Mas?""Meski dia sudah menyamarkan CCTV tapi aku tahu persis bawa gestur dan kedatangannya itu adalah perbuatannya. Kenapa dia harus membakar mobil senilai ratusan juta sehingga itu dibebankan kepadaku agar aku bisa mengganti atau kalau tidak maka Putri kita akan masuk penjara, aku harus bagaimana ini naifa!"Mendengar teriakan itu di lantai. Bunda langsung jatuh terduduk dan menangis. Aku sendiri berlutut dan segera minta maaf sementara Ibuku hanya bisa tergugu sambil menutupi tangannya ke wajah."Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain mengantarkan anak kita ke kantor polisi karena sebagai orang tua kita sudah kewalahan dengan sikapnya! Semakin Aku berusaha memperbaiki keadaan semakin menjadi-jadi pula sikap anaknya itu, naifa!"Dengan tangan gemetar Bunda berusaha meraih ponsel yang ada di lantai itu sementara suara ayah terdengar sangat lantang. Ayah terdengar sangat murka dan mungkin kalau bertemu denganku dia pasti akan membunuhku."Suruh dia diam di rumah kar
Wanita itu menjerit dan melungsur ke lantai degan ekspresi yang sangat kesakitan, dia memekik dan memegangi perutnya dengan ucapan mengadu da sakit yang luar biasa.“Ibu tolong saya ….” Dia menggapai ke arah ibuku, lupa akan hal yang baru saja ia ungkapkan dan penghinaan yang baru saja ia katakan tentangku. "Ada apa denganmu?" tanya Ibu yang terlihat langsung khawatir dengan menantunya Ibu Mas Alvin. Sekeras apapun ibu marah dia tetap punya perasaan iba dan perhatian pada orang lain. "Pergi panggilkan ambulance, telpon sekarang juga,? perintah Ibu.Mas Alvin yang nampak bingung langsung meraih ponsel, agak tergeragap dirinya saat akan menekan tombol nomor ambulance dan bicara di sana.“Tolong jemput istri saya ke jalan Melati nomor sepuluh ya,” ucap Mas alvin dengan panik.“Entahlah dia mengalami kontraksi dan histeris kesakitan, saya mohon untuk lebih cepat,” ujar mas Alvin.Setelah mengakhiri panggilan Mas Alvin kembali mendekati Mona dan memeluknya, menggotong tubuhnya dan m
Tujuh purnama berlalu, dua musim berganti setelah terakhir kali kami berjumpa di depan meja hijau. Kini aku sudah makin mandiri, usaha toko berkembang pesat sehingga aku mendapatkan keuntungan dan semakin banyak tabungan.Kuhabiskan waktu luang untuk berolahraga, mengikuti kelas memasak dan kursus kecantikan. Kujalani hari-hariku dengan bahagia tanpa memikirkan lagi orang yang pernah mencampakkan hati ini. Tak lupa juga kuperhatikan tumbuh kembang anak anak serta pendidikan mereka. Fokusku sekarang adalah membahagiakan diri sendiri dan anak anak. Aku sempat terpuruk dalam kesedihan di awal awal perceraian, merasa langkahku timpang dan hari hariku kesepian. Tapi, seiring berjalannya waktu, semua rasa itu menghilang dengan sendirinya. Luka mengering lalu sembuh berikut dengan hari hari penuh mendung yang bergulir digantikan dengan hari yang baru.Kupikir aku mungkin tak mampu berdiri setegak ini, tak mampu melangkah karena masih stuck di masa lalu. Tapi ternyata, menegarkan diri dan be
"Apa maksudmu bilang begitu kenapa kau mengancamku memangnya kutukan apa yang bisa kau turunkan pada diri ini?""Boleh jadi, anak itu akan celaka atau cacat gegara ucapan dan kesombongan ibunya," ucapku kesal.Jujur saja Sebenarnya aku tidak ingin mengucapkan kalimat seperti itu tapi karena mau nama mancing kemarahanku maka aku pun tak sengaja terlontarkan kalimat itu."Sudah, sudah, Indira aku minta maaf ya, atas ucapan Mona. Kamu tahu sendiri kan kalau wanita hamil agak sensitif dan mudah berprasangka buruk jadi kumohon kamu tolong pahamilah itu....""Aku tidak harus memahaminya dari sekarang dari dulu dia memang sudah kurang ajar," jawabku tertawa."Diam ya, jangan membuat perhatian semua orang teralihkan," ucapnya geram, Mona mencengkeram tangannya sendiri dengan kencang dan terlihat kesal sekali.Dia mungkin tidak terima dengan ucapan yang pertama kali kuucapkan, tentang anaknya akan celaka karena perbuatannya sendiri. Wajah wanita itu nampak merah padam dan nafasnya naik turun m
Saat aku hendak melangkah pergi, tak sengaja diri ini berpapasan dengan Mona yang kebetulan baru saja keluar dari ruang USG dan terlihat mencari sang suami."Kau lagi, kalian di sini?" tanyanya dengan napas yang seakan ingin sesak seketika."Ya. Aku akan pergi," ucapku sambil tersenyum miring, mengejek wanita yang terus cemburu denganku itu."Apa yang kalian bicarakan?""Itu, suamimu, mencoba merayuku," jawabku tertawa, sengaja kukatakan itu agar dia semakin panas hati dan geram."A-aku tidak mengatakan itu," ujar Mas Alvin membela diri."Oh ya? tapi istrimu mendengarnya," ujarku tergelak."Apa maksud kalian, kenapa ada pernyataan tidak ada kesempatan kedua.""Ya, karena aku tidak akan memberikan kesempatan kedua padanya sekuat apapun dia memohon untuk mendapatkan kesempatan itu." Aku tertawa sambil menjawab dan langsung melenggang pergi "Betul, Mas, kalau kamu ingin balikan sama dia?""Gak benar," jawab Mas Alvin mengelak."Tapi gak mungkin Indira bohong.""Kamu tahu, dia hanya menc
Dua hari berselang setelah pembicaraan kami di klinik, kudengar kabar bahwa Mona telah melahirkan bayi perempuan. Aku terkejut karena kabar itu datang dengan cepat, juga kaget karena usia pernikahan mereka tujuh bulan. Ah tapi Bukankah dia sudah hamil sebelum menikah, kurasa memang sudah waktunya."Bunda kami punya adik," ucap putraku Gema. Bocah berumur delapan tahun itu tidak paham bahwa itu adik tirinya."Ya, syukurlah nak," jawabku mengangguk.Anak anak memberi tahuku, memberi tahu kalau mereka punya adik baru. Kedua anakku terlihat antusias, tidak paham akan konflik yang tengah terjadi pada orang tua mereka."Kapan kita bis menjenguk mereka?""Uhm, mungkin besok saja, hari ini Bunda sibuk di toko.""Kita mau lihat anak Papa.""Iya tentu saja Nak, kita akan mengunjunginya.""Bunda gak apa apa kan sama Tante Mona, bukannya bunda musuhan?""Kami gak musuhan kok, hanya jarang bicara," jawabku memenangkan anak anak."Kalau Bunda dan Tante Mona berantem, berarti kami gak bisa ketemu ad
Kuajak anak anak pulang setelah mereka puas mengintip adik tirinya dari balik jendela kamar perawatan intensif khusus bayi."Ayo anak-anak kita pulang hari sudah sore," ucapku."Tapi Bunda, kita belum lama di sini ....""Kita harus ke rumah nenek sebentar lalu mampir membeli makanan, lagi pula kalian bisa ketemu adik kalian besok lagi. ayo," ajakku."Yah, oke deh," jawab mereka dengan wajah sedikit kecewa.Sebenarnya bukan momen pertemuan dengan baik itu saja yang diharapkan oleh anak-anak. Mereka sudah lama merindukan papanya dan ingin menghabiskan waktu bersama Mas ALvin. Kehamilan Mona benar-benar menyita perhatian dan waktu mantan suamiku itu, sehingga ia jarang sekali bisa menyapa anak anaknya. Saat pertemuan dengan anak-anak, Rina dan gema pun seakan sulit lepas dari ayahnya."Kamu dari mana saja kenapa tidak menyusul kami.Apakah kau berbincang dengan Mona?""Ya, aku berbincang dengannya sebentar, lalu keluar dan duduk di kursi taman," jawabku.Mantan Suamiku itu memperhatika
“Indira, tunggu!” Mas Alvin berusaha menghentikanku yang mengemudikan mobil meninggalkan dirinya dari depan lokasi parkir rumah sakit, dia terlihat masih mengejar dan akhirnya menyerah setelah aku keluar dari gerbang utama lantas meluncur ke jalan raya.“Papa kenapa Bunda?”“Entahlah,” jawabku.“Kenapa dia ngejar?”“Belum puas ngomong kali ya,” jawabku sambil tertawa. “Aku dengar Bunda tengah dekat dengan seseorang, apakah itu benar?” anakku yang sulung menyelidiki dengan wajah penasaran.“Iya, itu cuma teman, nanti juga bunda pertemukan dengan kalian,” jawabku. Kedua wajah bocah itu saling pandang dan kupandangi pantulannya dari kaca.“Tapi kami belum tentu suka,” jawab Rina.“Paling juga jelek, gak lebih baik dari papa…” Gema menggumam dengan wajah cemberut dan dia menyilangkan tangannya ke dada. Aku tergelak melihat sikap anakku “Uhm, dan gimana kalau ternyata orangnya baik banget, lebih baik dari papa?”“Emang ada yang kayak gitu Bund?” kedua bocah itu bertanya dengan wajah
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank