Dua hari berselang setelah pembicaraan kami di klinik, kudengar kabar bahwa Mona telah melahirkan bayi perempuan. Aku terkejut karena kabar itu datang dengan cepat, juga kaget karena usia pernikahan mereka tujuh bulan. Ah tapi Bukankah dia sudah hamil sebelum menikah, kurasa memang sudah waktunya."Bunda kami punya adik," ucap putraku Gema. Bocah berumur delapan tahun itu tidak paham bahwa itu adik tirinya."Ya, syukurlah nak," jawabku mengangguk.Anak anak memberi tahuku, memberi tahu kalau mereka punya adik baru. Kedua anakku terlihat antusias, tidak paham akan konflik yang tengah terjadi pada orang tua mereka."Kapan kita bis menjenguk mereka?""Uhm, mungkin besok saja, hari ini Bunda sibuk di toko.""Kita mau lihat anak Papa.""Iya tentu saja Nak, kita akan mengunjunginya.""Bunda gak apa apa kan sama Tante Mona, bukannya bunda musuhan?""Kami gak musuhan kok, hanya jarang bicara," jawabku memenangkan anak anak."Kalau Bunda dan Tante Mona berantem, berarti kami gak bisa ketemu ad
Kuajak anak anak pulang setelah mereka puas mengintip adik tirinya dari balik jendela kamar perawatan intensif khusus bayi."Ayo anak-anak kita pulang hari sudah sore," ucapku."Tapi Bunda, kita belum lama di sini ....""Kita harus ke rumah nenek sebentar lalu mampir membeli makanan, lagi pula kalian bisa ketemu adik kalian besok lagi. ayo," ajakku."Yah, oke deh," jawab mereka dengan wajah sedikit kecewa.Sebenarnya bukan momen pertemuan dengan baik itu saja yang diharapkan oleh anak-anak. Mereka sudah lama merindukan papanya dan ingin menghabiskan waktu bersama Mas ALvin. Kehamilan Mona benar-benar menyita perhatian dan waktu mantan suamiku itu, sehingga ia jarang sekali bisa menyapa anak anaknya. Saat pertemuan dengan anak-anak, Rina dan gema pun seakan sulit lepas dari ayahnya."Kamu dari mana saja kenapa tidak menyusul kami.Apakah kau berbincang dengan Mona?""Ya, aku berbincang dengannya sebentar, lalu keluar dan duduk di kursi taman," jawabku.Mantan Suamiku itu memperhatika
“Indira, tunggu!” Mas Alvin berusaha menghentikanku yang mengemudikan mobil meninggalkan dirinya dari depan lokasi parkir rumah sakit, dia terlihat masih mengejar dan akhirnya menyerah setelah aku keluar dari gerbang utama lantas meluncur ke jalan raya.“Papa kenapa Bunda?”“Entahlah,” jawabku.“Kenapa dia ngejar?”“Belum puas ngomong kali ya,” jawabku sambil tertawa. “Aku dengar Bunda tengah dekat dengan seseorang, apakah itu benar?” anakku yang sulung menyelidiki dengan wajah penasaran.“Iya, itu cuma teman, nanti juga bunda pertemukan dengan kalian,” jawabku. Kedua wajah bocah itu saling pandang dan kupandangi pantulannya dari kaca.“Tapi kami belum tentu suka,” jawab Rina.“Paling juga jelek, gak lebih baik dari papa…” Gema menggumam dengan wajah cemberut dan dia menyilangkan tangannya ke dada. Aku tergelak melihat sikap anakku “Uhm, dan gimana kalau ternyata orangnya baik banget, lebih baik dari papa?”“Emang ada yang kayak gitu Bund?” kedua bocah itu bertanya dengan wajah
“indira, jadi kau di sini dengan anak anak, tidakkah kau sadar ini sudah malam dan sudah waktunya beristirahat karena besok anak anak harus sekolah!” nampaknya sikap sentimen dan iri suamiku tidak tertahankan, i mean dia mantan suamiku.“Ya,aku di sini, ini masih jam tujuh malam Mas, lagipula anak anak sedang berbahagia menikmati waktu dan hadiah dari Mas eko,” jawbku sambil melirik pria yang ada disampingku itu, Mas ekojuga nampak tersenyum ramah dan mengulurkan tangan pada mantan suamiku untuk menyapanya.“Perkenalkan saya eko, saya teman indira,” ujar Mas Eko dengan ramah.Mas alvin menatap wajah pria itu dengan seksama, menatap uluran tangannya dan mimik wajahku yang mengangkat alis menunggu responnya, apakah dia akan bersikap ramah atau kesal aku tak tahu.“Tidak usah berkenalan atau menjabat tanganku, aku tidak membutuhkannya,” ucap mas alvin.“Oh baiklah, senang berjumpa dengan ayah anak anak manis ini,” ujar Mas eko yang tetap berusaha sabar dan mengendalikan dirinya.“Tapi
Akhirnya, dia yang kutatap dengan mata nanar dan kuberi ucapan paling tegas memilih mengalah dan bersurut menjauh dengan wajah kecewa. Ya, kurasa dia tak punya alasan lagi untuk menahanku dan anak anak. Jarak yang membentang di antara kami sudah demikian jauh, dia suami orang sementara aku hanya janda bekas istrinya, hidup kami sudah tidak terhubung lagi.*"Thank you ya Mas, udah nganterin," ucapku pada Mas Eko, saat kami turun dari mobilnya."Hmm, Indira, sebentar ...." Pria itu turun dari mobilnya dan mendekatiku."Kenapa Mas?" Aku seakan melihat dia ingin mengatakan sesuatu yang penting."Aku merasa tak tenang setelah melihat tempramen mantan suamimu, aku khawatir tentangmu dan anak-anakmu. Aku ingin melindungi kalian," ucapnya."Insya Allah aamin, Mas.""Aku ingin kita langsungkan saja pernikahan."Hahahaha.Aku tergelak, mendekat dan berpacaran saja tidak, bagaimana kami akan menikah dalam waktu dekat. lagi pula aku terkejut dengan obsesinya yang memintaku untuk menikah secar
Bergegas mendengar itu aku segera masuk ke dalam, ibu mertua juga nampak tegang dan segera teralihkan, menyusulku untuk melihat apa yang terjadi.Dari dalam situasi sudah menegangkan, ada Gema yang terlihat takut, Mona yang masih berantakan dengan rambut tergerai nampak berusaha menenangkan tangisan bayinya yang kencang. Bocah kecil itu seakan kehabisan napas oleh menangis."Gema, ada apa?" Tanyaku pada anakku."Bund, aku cuma mau cium adek," jawab Gema dengan mimik cemas."Kamu memukul putraku, buktinya keningnya merah dan dia yang sedang tidur pulas langsung terbangun.""Enggak Tante," sanggah putraku dengan bola mata berkaca kaca."Kamu ya Mbak, kenapa sih kamu gak didik anak kamu dengan baik sehingga tidak membuat kekacauan seperti ini baru saja aku hendak mandi dan mengganti pakaian tiba-tiba dia yang sudah susah payah aku tidurkan langsung menangis lagi," ucap Mona sambil berusaha mengayunkan bayinya di tangan, ia nampak kesal sekali."Gema hanya ingin mencium ....""Anakku sed
Setelah Elina sedikit tenang dan tertidur kuletakkan dia di box bayi yang kebetulan diletakkan di ruang keluarga, mungkin tujuannya agar Mona bisa bersantai sambil nonton TV sekaligus bisa menjaga bayinya. Kulit akar bayi itu laluku selimuti sementara Mona masih di posisinya duduk dengan tatapan kosong dan menangis."Kau sepertinya butuh konseling dan dokter jadi pergilah temui orang yang terkait dan rawat dirimu," ujarku saat hendak pergi."Apa peduliku, heh?" tanyanya menyeringai."Aku peduli tentang anakmu seorang anak akan terancam jika orang-orang yang menjaga mereka tidak dalam kondisi mental yang waras, tekanan pikir dan kelelahanmu membuat kau akan melampiaskannya kepada Elena, tolong pikirkan anakmu. Aku akan pergi dulu.""Alvin pasti sangat mengagumi apa yang kau lakukan hari ini.""Aku tidak pernah punya target agar dikagumi olehnya bahkan aku tidak mau berjumpa dengan Alvin lagi," jawabku."Sebaliknya, Mas Alvin terobsesi untuk selalu memperhatikan keadaanmu dan melihatmu
Niatku tersenyum pria itu hanya bisa menghalalkan sambil menggiringkan kepala dan memijat keningnya. Sepertinya dia malu padaku tapi terlalu sulit untuk mengatakannya. Mungkin juga merasa sangat menyesal dan menyadari betapa bodohnya dia sudah menelantarkan kami."Kenapa kau menjadi seperti itu setelah memintaku untuk menikmati semua penderitaan ini?""Kau ingat aku mendampingimu dan melayanimu sepenuh hati, tapi kau malah memilih wanita itu dibandingkan kenyamanan yang sudah ada di dalam rumah dan keluarga kita. Jadi aku harus bicara apa lagi selain memintamu untuk menikmati pilihanmu sendiri?""Ah, pulanglah, berhati hatilah," jawabnya degan helaan napas putus asa. Sepertinya bicara denganku tidak akan membuat dia mendapatkan titik temu, jadi alih alih melanjutkan pembicaraan ia malah menyuruhku pulang."Baiklah, jaga dirimu, kami pulang dulu.""Sejujurnya aku masih rindu anak anak, tapi ucapanmu membuatku kesal," keluhnya dengan wajah putus asa."Yang kuucapkan kenyataan kan, seh
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank