“Tuan Herreros, informasi yang saya dapatkan dari Tyra belum banyak. Apa Tim Elite harus menginvestigasinya?””
“Tyra Edericka hanyalah kriminal biasa—seorang arsonist. Saya rasa, saya tidak perlu turun tangan,” jawab Herreros. “Lagi pula, sejak awal, misi ini adalah misi Tim Elite.”
Seth berdeham. Ia sedikit ragu untuk menanyakan soal ini. “Tuan, soal Tyra … dia sering sekali berlaku sesuka dirinya. Harusnya, interogasi dapat dilakukan secara menyeluruh dalam dua atau tiga kali pertemuan. Tetapi, setiap pertemuan hanya bisa mendapat sedikit informasi. Pada pertemuan pertama, saya yang pergi lebih dahulu. Tetapi pertemuan kedua, ia yang meninggalkan saya. Entah saya harus mengadakan berapa kali pertemuan.”
Herreros memandang wajah khawatir Seth. Ia tahu bahwa Seth sudah memberanikan diri untuk mengatakan itu semua. Seth bukanlah orang yang suka mengeluh dan mempermasalahkan sesuatu. Tetapi, tampaknya, lelaki itu sedang kebingungan.
“Apa kau tahu berapa kali Tyra diinterogasi waktu peristiwa kebakaran dulu?” tanya Herreros.
“Tidak, Tuan.”
“Empat belas kali, Seth, empat belas.” Herreros bangkit dari kursinya. Ia menyatukan kedua tangannya di punggung—berjalan hingga berhadapan dengan Seth. Kemudian, ia menepuk bahu Seth yang terlihat terkejut dengan jawabannya barusan.
“Empat belas?”
Herreros menganggukkan kepalanya berkali-kali. “Benar. Selama empat belas kali itu, tidak ada informasi berguna yang didapatkan—hingga akhirnya ia berhasil kabur dari Soleclar. Itu benar-benar membuang waktu. Perempuan itu tidak pernah bicara dengan benar. Aku rasa, kewarasannya terganggu.”
“Ya, saya juga berpikir begitu.”
“Mau bagaimanapun, hanya dia yang tahu benar bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Jadi, kau harus sabar dan mendapatkan seluruh informasi darinya,” kata Herreros. “Jenderal Bosley Moon adalah pria yang berhati lemah. Ia tidak pernah memaksa pelaku untuk memberikan keterangan—apalagi menyiksanya. Selama dirinya yang menjabat sebagai jenderal utama, maka proses interogasi akan berlangsung seperti ini terus.”
“Baik, Tuan.”
Seth keluar dari kantor dengan wajah yang ditekuk. Investigasi adalah kegiatan yang menyenangkan sekaligus menyebalkan. Menyenangkan karena bisa mengungkap fakta yang belum ditemukan. Menyebalkan jika penyelidikannya mencapai jalan buntu. Jika mendapat banyak bukti, maka akan mudah. Jika tidak ada bukti yang jelas, maka tidak akan menemukan titik terang—seperti sekarang.
“Felix?” panggil Seth ragu ketika melihat kehadiran pemuda berambut kuning di lorong.
“Seth!” Felix kembali memanggil namanya. “Wah, kau mengingat namaku?”
“Tentu. Aku sudah mengingat semua anggota Eria,” jawab Seth dengan bangga.
“Kau hanya memanggilnya? Kau tidak memanggilku?” Arias yang ada di sebelah Felix terlihat kesal.
“Oh, ada Arias juga ternyata,” ucap Seth pura-pura tidak melihat temannya itu.
“Dapet misi baru dari Tuan Herreros?” tanya Arias.
“Ya, dibilang dapet misi juga nggak, sih.” Seth menggaruk tengkuknya. “Lebih tepatnya, diingatkan untuk menyelesaikan misi. Kalau kamu?”
Arias mengangkat sebuah gulungan kertas—memperlihatkannya pada Seth. “Aku datang untuk melaporkan ukuran baju dari masing-masing anggota. Sebentar lagi, Eria akan memiliki baju khusus perang. Bukan hanya Tim Elite saja yang bisa terlihat keren.”
Seth tertawa saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Arias. “Apa kau ada waktu besok?”
“Sepertinya ada.”
“Ayo kita berlima berkumpul,” ajak Seth.
“Hei, membuat janji di depan yang tidak diajak itu tidak sopan, lho,” tegur Felix.
Arias tertawa kecil. “Kau boleh ikut, Felix. Kau juga bisa bertemu dengan Eugene. Katanya, kamu ingin berguru padanya.”
Mata Felix berbinar ketika mendengar itu. Ucapan Arias benar juga.
Seth membulatkan matanya. “Kau ingin berguru pada Eugene? Apa tidak ada guru lain yang lebih kompeten?”
“Benar juga,” timpal Arias. “Bisa-bisa kamu ketular sifat anehnya Eugene.”
Felix ikut tertawa dengan guyonan dua orang yang bersahabat itu. Dirinya memang mudah sekali bergaul—apalagi jika dipertemukan dengan orang-orang yang ramah.
***
Terdengar suara hantaman dua benda berbahan kayu. Feather reflek bergerak menuju arah yang berlawanan dari arah pedang kayu itu.
"Reflekmu bagus, Feather," ucap Fay, gurunya.
"Terima kasih, Guru," jawab Feather. Tepat setelah dirinya berbicara dan menatap lawan bicaranya, sebuah pedang berhasil mengenai lengannya.
"Aw!" teriakan Feather setelah lengannya terbentur pedang kayu cukup keras.
"Konsentrasimu, Feather. Meski berbicara, tetaplah bergerak," kata Fay.
Feather memegangi lengannya sambil meringis. "Maaf, Guru."
"Kamu harus bersyukur ini adalah pedang kayu. Jika pedang asli, tanganmu mungkin sudah putus," kata Fay sambil memberikan pedang kayu itu kepada Feather. "Berlatih lagi, Feather. Kau sangat berbakat. Andai saja kau bisa mengendalikan energi."
Memang banyak sekali yang memuji kepandaian Feather dalam penggunaan senjata. Tetapi, Feather juga merupakan orang biasa yang tidak mewarisi kekuatan apapun. Ia masih sering melakukan kesalahan.
“Latihan hari ini sampai di sini. Latihan selanjutnya akan menggunakan pedang sungguhan,” ucap Fay lalu meninggalkan tempat itu.
Feather menatap pedang kayunya sebentar lalu mulai mencoba menyerang angin yang ada di hadapannya. Ia mencoba semua teknik yang pernah diajarkan oleh gurunya.
Awalnya, ia tidak merasa ada yang aneh jika mendengar orang mengatakan bahwa ia tidak memiliki energi. Lama-kelamaan, emosinya menjadi campur aduk. Ia merasa kesal dan sedih di saat yang bersamaan.
Ingin sekali Feather berteriak: Aku juga ingin memiliki elemen! Aku juga ingin bisa mengendalikan energi! Tetapi, aku bisa apa?!
Namun, sebelum ia bisa mengutarakan itu, hatinya sudah lemah terlebih dahulu. Ia tidak kuat untuk mengatakannya. Memikirkan kalimat itu di kepalanya saja sudah membuatnya sakit. Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika ia mengeluarkan itu. Ditambah lagi, reaksi dari orang lain yang mendengarnya.
“Feather!”
Feather menurunkan pedang kayunya ketika mendengar itu. Tidak jauh darinya, terlihat Felix yang memamerkan deretan giginya. Entah kenapa, pikiran Feather yang awalnya berantakan pun kembali normal. Felix seperti memberikan energi positif padanya.
“Kenapa?” tanya Feather lalu duduk di selasar rumahnya. Ia memang dilatih secara privat di rumahnya sendiri.
“Apa orang tuamu ada di rumah? Tidak sopan jika aku tidak menyapa mereka,” ucap Felix lalu ikut duduk di sebelah Feather. Tangannya membawa sebuah tas yang cukup besar.
Feather menggeleng. “Mereka sedang pergi. Apa yang kau bawa?”
“Ini seragam untukmu.” Felix memberikan tas itu kepada Feather.
“Oh, aku baru ingat soal ini. Terima kasih, Felix. Kau dan Arias yang mengambilnya, kan?”
“Iya. Arias sedang mengantar seragam milik Klaus,” jawab Felix. “Kalian berdua sibuk, sih. Kamu sibuk latihan. Klaus bilang kalo dia ada urusan keluarga. Jadinya, hanya aku dan Arias yang ke kantor pusat.”
Feather meneguk air dari botol minumnya. “Maaf merepotkan.”
“Tidak masalah. Apa yang barusan itu gurumu?” tanya Felix. “Aku berpapasan dengannya. Wajahnya sangat jutek. Ia bahkan menatapku sinis. Aku kira dia mau membunuhku.”
Feather tertawa kecil. “Iya, dia guruku. Aku dilatih sejak kecil olehnya. Orang tuaku ingin aku menjadi petarung. Padahal, aku tidak bisa mengendalikan energi.”
“Hei! Bisa mengendalikan energi atau tidak itu bukan masalah besar!” seru Felix. “Kamu itu sudah sangat hebat. Aku bangga dengan kemampuanmu yang sekarang. Dibanding bersedih karena kekuranganmu, lebih baik kamu fokus dengan kelebihanmu.”
“Kelebihanku?”
“Kamu sangat pintar, Feather. Tanpamu, mungkin kita tidak akan menemukan persembunyian Tyra.”
Mata Feather membulat. Ia baru sadar tentang hal itu. Memang benar bahwa Klaus yang memberikan ide untuk pertama kali. Namun, dialah yang melengkapinya. Tanpanya, tidak akan ada yang tahu di mana Tyra. Ia tidak tahu seberapa besar kontribusinya dalam kelompok.
***
“Sudah lama sekali, kan? Sudah empat tahun?” tanya Nyridia sambil menghitung dengan jari.
“Empat tahun?!” Arias membulatkan matanya. “Waktu berjalan sangat cepat.”
“Apa kau pernah mendengar kalimat ini?” Eugene berdeham supaya suaranya lebih jernih. Namun, suaranya tidak terdengar berubah sama sekali. “Waktu itu bisa menyembuhkanmu sekaligus membunuhmu perlahan.”
“Iya,” jawab Pilav singkat. “Sebentar lagi waktumu akan habis.”
“Hey!” bentak Eugene tidak terima.
“Bagaimana Tyra? Apa sudah ada petunjuk?” tanya Nyridia pada Seth.
“Bagaimana menjelaskannya, ya? Kadang ia menjawab dengan jawaban yang normal. Kadang ia menjawab dengan jawaban yang gila. Pribadinya seperti berubah-ubah. Aku tidak mengerti,” jawab Seth.
“Apa Tyra memiliki masalah psikologis?” tanya Arias.
“Masalah psikologis?” tanya Pilav yang tertarik dengan topik yang dibawa Arias.
“Memiliki dua kepribadian. Yang satu adalah pribadi yang serius. Yang satu lagi agak gila,” kata Arias. “Aku rasa ini bukan masalah di emosi. Tetapi, pribadinya memang tidak konsisten. Ia bisa menjadi pribadi pertama ataupun kedua.”
“Wah, menarik,” gumam Nyridia. “Apa benar begitu, ya? Kau tahu dari mana, Arias?”
“Orang tuaku dulu adalah peneliti psikologi. Sehingga, banyak sekali jurnal ilmiah di rumahku. Kadang aku membacanya jika ada waktu luang,” jelas Arias. “Psikologi adalah ilmu yang menarik. Aku rasa, ilmu ini akan sangat berkembang di masa depan.”
“Boleh aku coba membaca jurnalnya?” tanya Pilav.
“Tentu saja. Aku tidak menyangka bahwa kau akan tertarik, Pilav,” jawab Arias.
“Sebenarnya, tidak,” kata Pilav. “Hanya saja, penjelasanmu barusan itu sangat menarik.”
“Benar. Aku jamin kau tidak akan bisa lepas,” jawab Arias.
“Oh! Aku baru ingat sesuatu.” Eugene tersenyum usil lalu bertanya, “Seth, apa kita sebentar lagi akan menghadiri pesta?”
“Pesta?” Seth mengerutkan dahinya—ia tidak mengerti pesta apa yang dimaksud Eugene. Ia mencoba mengingat berbagai macam festival yang biasanya diadakan di Escalera. Namun, tidak ada yang tanggalnya dekat dengan hari ini. “Pesta apa?”
“Kamu dilamar Tyra, kan?”
Seth menyemburkan minumnya ketika mendengar itu. Namun, air yang dikeluarkan dari mulutnya itu berhasil dikendalikan oleh Eugene ke tanah. Sehingga, tidak ada korban dari semburan yang suci itu.
Eugene tertawa sangat keras. Suaranya yang rendah membuatnya terdengar dua puluh tahun lebih tua dari umur aslinya. Ia merasa sangat puas karena mendapat bahan ledekan untuk ketua timnya itu.
Mata Seth langsung melirik Arias. Untuk saat ini, seharusnya hanya Arias yang tahu. Tetapi, temannya itu terus menggeleng—berusaha mengatakan bahwa bukan dirinya yang memberi tahu Eugene.
“Benarkah?!” seru Nyridia dengan mata berkaca-kaca. “Aku terharu, Seth. Aku tidak menyangka bahwa kau adalah orang pertama yang menikah di antara kita.”
“Hei! Nggak begitu!” Seth membela diri.
“Selera Seth sangat unik,” kata Pilav.
“Pilav, jangan cemburu,” jawab Eugene lalu melanjutkan tawanya.
Pilav memberikan senyum mematikan kepada Eugene. Ia memperlihatkan dua jarinya ke Eugene. “Aku bisa membuatmu terbang ke ujung Escalera.”
Eugene langsung merapatkan mulutnya ketika mendengar itu. Sejujurnya, ia sedikit takut dengan rekannya. Pilav pernah mengancamnya seperti itu sebelumnya. Nyatanya? Dia benar-benar dilempar oleh Pilav. Setelah itu, ia menjadi agak was-was terhadap Pilav—terutama jika mendapat ancaman darinya.
“Kau tahu dari mana?” tanya Seth pada Eugene.
“Jangan lupa bahwa ayahku adalah seorang jenderal utama. Tentu ia tahu situasi apa yang terjadi di penjara.” Eugene membentuk angka tujuh dengan jarinya lalu pura-pura menembak ke arah Seth.
Seth langsung menepuk dahinya. “Ah, benar .…”
“Yes!” seru Eugene dengan sangat bangga seperti baru saja memenangkan piala dunia. Eugene berdiri dari tempat duduknya—membuat keempat rekannya malu karena semeja dengannya. “Akhirnya aku mendapatkan bahan untuk meledek Seth!”
“Nama panjang?”“Tyra Edericka.”“Umur?”“Dua puluh tujuh.”“Asal?”“Desa Gowi, Escalera.”Seth memulai dengan pertanyaan basic. Ia memberi tanda centang kepada data yang sudah ada. Ia memastikan bahwa data Tyra di buku catatan kriminal tidak salah.“Kalau ada ledakan besar di Escalera, apa yang akan kau lakukan?” tanya Tyra tiba-tiba.Seth yang sedang menulis di kertas pun menghentikan aktivitasnya. Matanya tertuju pada Tyra yang baru saja melontarkan pertanyaan itu.“Tentu aku akan menyelamatkan para penduduk terlebih dahulu,” jawab Seth.Tyra menganggukkan kepalanya berkali-kali. “Jadi, kau tidak akan menyelamatkan dirimu terlebih dahulu?”“Apa kau berpikir bahwa aku adalah orang yang egois?”“Tidak, bukan begitu.” Tyra menegakkan punggungnya. “Kalau kau tidak menyelamatkan dirimu dahulu, bagaimana kau bisa menyelamatkan orang lain?”Seth terdiam. Perkataan Tyra tidak salah. Andaikata dirinya tidak selamat, maka ia tidak akan bisa menyelamatkan yang lain. Menyelamatkan diri sendiri
Sesuai dengan permintaan Tyra, sekarang Klaus lah yang menginterogasinya. Klaus juga sudah briefing bersama Seth. Otaknya yang pintar itu dengan cepat mengolah informasi dari seniornya. Ia kurang lebih sudah paham dengan apa yang harus ia lakukan.“Hai, Klaus,” sapa Tyra dengan ramah.“Bagaimana kau tahu namaku?” tanya Klaus.“Kalian sudah membuat keputusan yang tepat karena tidak membunuhku,” ucap Tyra. Sebelumnya, ia sudah pernah mengatakan ini kepada Seth. Entah kenapa, ia mengulangi pernyataannya.“Ya, anggap saja begitu,” jawab Klaus tidak peduli. “Bagaimana kau tahu namaku?”Tyra merapikan rambutnya sebentar. Terlihat luka bekas gigitan ular pada lehernya saat ia menyangkutkan rambutnya di telinganya. Luka itu sangat kecil dan hanya terlihat beberapa detik sampai rambutnya kembali turun dan menutupinya.“Aku adalah pengagum rahasiamu,” jawab Tyra pada akhirnya.Mata Klaus menajam. Ia mulai berpikir bahwa Seth pasti sedang bahagia karena terlepas dari pekerjaan ini. Sekarang, dir
Klaus memejamkan matanya. Ia berusaha mengingat semua pembicaraannya dengan Tyra. Semua perkataan perempuan itu memang aneh. Apalagi, ketika ia tiba-tiba mengatakan ingin memegang tangan Klaus.“Klaus, kau mirip sekali dengan Seth. Tapi, kenapa kau terlihat gugup? Apa perlu aku genggam tanganmu? Ah, aku lupa kalau tanganku diikat.”Mata Klaus membesar ketika mengingat tentang itu. Ia ingat dengan jelas susunan kata Tyra. Tepat di saat itu, otaknya langsung bekerja. Kau bisa menggenggam tangan seseorang meski tanganmu diikat. Lengan dan jarimu masih bergerak bebas. Hanya pergelangan tanganmu yang diikat.Klaus mulai mengingat percakapan lainnya. Pikirannya penuh dengan kalimat. Pandangannya kosong. Sapaan darinya pasti tidak ada artinya. Pada awalnya, ia menghindari pertanyaanku. Kemudian, saat aku menunggu jawaban darinya, ia menggerakkan rambutnya. Di saat itu, aku bisa melihat luka gigitan ular. Apa dia sengaja melakukannya saat aku memusatkan perhatian padanya?Klaus menarik kata-k
Klaus sibuk mengacak-acak tumpukan barang yang ada di depannya. Padahal, pemilik rumah itu memperhatikannya dari sudut ruangan—meski hanya sebatas foto. Sudah sejak bulan lalu ia menggeledah tempat itu. Ia belum juga menemukan apa yang ia cari.“Di mana, sih?” oceh Klaus. Entah dia bertanya pada siapa. Ia adalah satu-satunya orang yang ada di dalam tempat itu.Suara pintu yang dibuka dengan kencang berhasil membuat Klaus tersentak.“Siapa di sana?!” teriak seseorang yang baru masuk.Sebuah cahaya mengepung Klaus. Ia pun segera menutupi matanya dengan tangannya karena terlalu silau.“Klaus Alastair dari Tim Eria?” Salah satu orang di sana mengenalinya. Mata Klaus membulat ketika mendengar suaranya.Cahaya dari berbagai sudut pun redup. Klaus bisa melihat pria yang familiar di depannya. Pria itu membawa lentera di tangannya.Awalnya, Klaus sedikit bingung, untuk apa membawa lentera di siang bolong seperti ini? Namun, ketika ia mengingat interior di tempat ini, ia pun mengerti: tidak ada
“Arias, apa maksudnya? Klaus dipenjara?!” tanya Feather tidak terima.“Apa kalian tahu apa yang dia lakukan? Kalian dekat di akademi, kan?” tanya Arias.“Aku tidak tahu.” Feather menoleh ke arah Felix. “Apa kau tahu?”Felix menelan ludahnya. Ia merasa bahwa ia tidak boleh menjelaskan semuanya.“Felix, kau mengetahuinya,” ucap Arias. Itu pernyataan, bukan pertanyaan.“Klaus memiliki alasan yang kuat untuk melakukan itu,” jawab Felix. “Hanya itu yang bisa kukatakan.”“Di mana rumah Klaus? Aku harus memberi tahu keluarganya.”Ketika Arias hendak pergi, Felix segera menghadangnya. “Dia tidak punya keluarga.”Arias dan Feather memusatkan pandangan mereka ke arah Felix. Pernyataan yang dilontarkannya barusan membuat mereka terkejut bukan main.“Waktu kemarin, bukannya kau bilang kalo Klaus sedang ada urusan keluarga?” tanya Feather.“Maaf,” ucap Felix pelan. “Maaf karena aku sudah membohongi kalian berdua.”“Felix, kita satu tim,” ucap Feather. “Kau tahu kalau tim ini adalah tim seumur hidu
Lou terus saja mundar-mandir di ruangan Herreros. Ini membuat sang pemimpin tidak kuasa menahan rasa penasaran.“Apa yang sedang kau pikirkan, Lou?”Lou menghentikan langkahnya lalu membungkuk ke arah Herreros. “Maaf, Tuan. Saya sedang memikirkan bagaimana cara mengeluarkan Klaus dari penjara.”“Kenapa kau ingin ia keluar? Bukannya ia sudah mengakui tindakannya?” tanya Herreros. “Menggeledah barang di rumah Tuan Ritchie memang sangatlah salah.”“Apa Tuan berpikir bahwa Klaus adalah anak seperti itu?” tanya Lou.“Lalu, kenapa kau menangkapnya?” tanya Herreros. “Kaulah yang menangkap basah Klaus. Jika kau berpikir bahwa ia bukan anak seperti itu, kenapa kau menangkapnya sejak awal?”Wajah Lou menjadi panik. “Karena saya sedang bersama para pengawal. Jika saya sendirian, saya tidak akan menangkapnya. Saya juga mengira dia akan langsung menjelaskan alasannya. Tetapi, saya tidak menyangka ia akan tutup mulut seperti ini.”Herreros tertawa. “Tapi, untuk apa kau datang ke rumah Tuan Ritchie
Seth menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ia sedang sibuk dengan pergulatan di otaknya. Ia sendiri tidak sadar akan gerakan tangannya itu.Sebelumnya, ia sudah menjelaskan semuanya kepada Tim Elite. Ia menjelaskan apa yang dibahas dirinya dengan Klaus sebelumnya. Ia juga memberi tahu fakta bahwa selama ini Tyra “hadir” dalam rapat di rumah Arias.Koin-koin yang sebelumnya Elite dapatkan dari Yasle itu sudah diberikan ke Laboratorium Escalera untuk diteliti. Sepertinya, Tyra juga tidak bisa menerima informasi lagi dari koin—mengingat energi tidak akan bertahan lama jika disimpan di benda mati. Prinsip koin itu mirip dengan ceodrin—menyimpan energi. Namun, ceodrin adalah perangkat yang dirancang khusus. Berbeda dengan koin yang hanya menjadi sebuah media.Setelah sudah membeberkan semua informasi yang didapatkan, Seth pun menugaskan ketiga rekannya untuk fokus ke Amy saja. Seth sendiri ingin menyelidiki lebih dalam mengenai Tyra. Jika Klaus sudah keluar dari penjara
Bosley sontak memukul belakang kepala anaknya itu.“Kenapa?!” Eugene tidak terima dengan perlakuan ayahnya.“Kau pikir ini main-main?!” tanya Bosley. Nada bicaranya sama seperti anaknya.“Paman,” panggil Nyridia. Ia ingin mengganti topik karena tidak suka dengan keributan antara ayah dan anak. “Apa Paman bisa membebaskan Klaus?”“Sampai ia memberikan alasannya, aku takkan membebaskannya,” jawab Bosley.“Aku yang menyuruhnya,” ucap Seth.Semuanya menatap Seth. Tentu mereka tidak paham dengan maksud pria itu. Ia bahkan tidak pernah membicarakan soal ini sebelumnya.“Aku sudah pernah bilang kalau banyak yang harus aku sembunyikan. Aku bahkan tidak melaporkan tentang Amy Wing kepada Tuan Herreros. Aku memberi tahu ini ke Paman untuk meminta bantuan,” jelas Seth. “Sebenarnya, aku yang menyuruh Klaus ke sana untuk mencari jurnal mengenai Amy Wing. Seperti yang sudah kita ketahui, Tuan Ritchie sudah menyelidiki Blade sejak dulu.”Bosley menganggukkan kepalanya berkali-kali. “Jadi, itu alasan
“Sudah bertemu dengan Pilav?” tanya Felix ketika Klaus kembali.Klaus menggeleng. “Dia sepertinya sudah pergi.”“Pergi ke mana?” tanya Nyridia.“Tidak tahu.” Klaus mengangkat bahunya.“Laki-laki memang secuek itu, ya?” gumam Nyridia.“Benar,” timpal Feather.“Bagaimana aku bisa menemukan laki-laki yang baik jika yang ada di sekitarku saja begini?” lanjut Nyridia.“Benar,” timpal Feather lagi.“Seleramu bahkan bukan laki-laki yang baik,” sindir Eugene.“Kau masih mengungkit soal itu?” tanya Nyridia kesal.“Siapa?” tanya Lou yang tidak tahu.“Roy Raven. Si Nyridia pernah naksir padanya,” jawab Eugene. “Cuma lihat dari tampangnya. Padahal tidak tahu baik buruknya bagaimana.”“Memangnya kenapa? Buktinya Seth sudah tampan, baik lagi,” balas Nyridia.“Aku juga bisa jadi contoh, tahu!” seru Eugene.“Apa? Kamu kebalikannya,” jawab Nyridia.“Apa maksudmu?!”“Apa mereka selalu begitu?” tanya Lou pada yang lain.Seth mengangguk. “Ya, selalu begitu.”Klaus hanya bisa menggelengkan kepalanya berka
Mata Pilav terbuka karena ada suara benturan di pintunya. Apa pun yang ada di luar sana, Pilav yakin bahwa pelakunya bukan manusia. Sehingga, ia segera bangkit dari kasurnya dan membuka pintu.“Ceodrin Receive.”Alih-alih memberikan pesan suara, ceodrin itu malah memberinya sebuah amplop putih. Pilav mengangkat satu alisnya karena tidak tahu tentang fungsi ceodrin yang bisa mengantarkan barang. Pilav menunduk untuk membaca tulisan tangan yang berada di luar amplop.Setelah menerima ini, hancurkan ceodrinnya.Pilav menatap ceodrin itu secara saksama. Ia sadar bahwa ceodrin itu terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Warnanya lebih pudar dari warna ceodrin pada umumnya. Namun, ukurannya lebih besar—mungkin untuk menyimpan barang.Di sisi lain, Pilav yakin bahwa pengirim ceodrin ini bukanlah orang yang asing baginya. Pengirimnya pasti sudah mengenalnya dengan baik, sampai tahu mengenai kemampuannya untuk menghancurkan benda mati.Jari telunjuknya menyentuh badan ceodrin. “Chaos.” Ceodri
Pilav berlari menghampiri tubuh Arias yang masih membeku. Eugene pun segera melelehkan esnya.“Pilav, jangan mendekat! Arias sudah terkena racun milik Trish,” ucap Seth. Meski sudah mendengar peringatan itu, Pilav tidak peduli. Ia memeluk tubuh Arias yang sudah kaku. Sesekali, ia menyisir rambut Arias. Ia tahu bahwa semuanya sudah tidak bisa dikembalikan seperti semula. Namun, kenaifannya tetap memenuhi dirinya.Beberapa saat kemudian, mata Arias terbuka. Namun, mata ini bukanlah mata yang dikenal Pilav. Melihatnya yang sudah mulai berubah, Pilav tidak bisa menahan air matanya.Semua yang diucapkan Trish itu benar. Jarumnya beracun. Jarumnya lebih beracun daripada milik Tyra yang hanya bisa melumpuhkan. Jarumnya benar-benar bisa mengubah seseorang menjadi boneka. Perubahan diri Arias yang menjadi boneka itu membuat pergerakan Trish melambat. Berkat itu, Nyridia berhasil melakukan serangan penutup. Trish perlu menyalurkan energinya untuk boneka miliknya. Sayangnya, bahkan ketika Tris
Pilav menebas satu per satu boneka yang ada di dekatnya. Terlihat Lalia’s Pendant miliknya yang menyala—tanda bahwa liontin itu sedang aktif. Ia menggunakan kesempatan ini untuk menggunakan jurus rahasia milik Kerajaan Alba.Sambil menekan liontin putih yang sedang menyala, Pilav memejamkan matanya. Muncul cahaya besar berwarna putih di hadapannya. Kemudian, cahaya itu terpecah belah dan berterbangan ke arah tujuh rekannya. Tidak butuh waktu lama hingga cahaya putih dari Lalia’s Pendant berubah menjadi sebuah tembok transparan yang mengelilingi satu per satu dari mereka.Jumlah boneka yang dimiliki Trish sudah menipis. Karena boneka yang digerakkan oleh Trish semakin sedikit, pergerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Benang-benang yang ia gunakan pun bertransformasi lagi. Gerakan benang milik Trish menjadi seratus kali lebih cepat dari sebelumnya. Bahkan berhasil menciptakan arus angin yang tidak kalah kencang dari Pilav. Semua yang berada di medan perang memutuskan untuk me
“Apa kau merasa puas, Tuan Putri? Kau memanfaatkan orang-orang mati ini sebagai senjatamu juga,” ucap Trish.“Mereka semua adalah rakyatku. Mereka semua adalah orangku!” teriak Pilav kemudian mulai mendorong Trish dengan angin miliknya.Trish yang sempat lengah itu berusaha memberikan serangan balasan. Muncul jarum di bagian ujung beberapa benang yang ada di tangannya itu Pilav tertawa melihat perubahan itu. “Apakah kau sedang membuka kelas menjahit?” Tentu kalimat yang dilontarkannya itu berhasil mengubah ekspresi Trish.“Kau lihat jarum ini? Ini bukan jarum seperti milik Tyra. Jarum ini sungguh beracun dan bisa mengubahmu menjadi boneka dalam sekejap,” ucap Trish.“Sampai sekarang pun, kamu masih menyebut nama Tyra. Untuk apa? Karena kau merasa tersaingi olehnya?” balas Pilav.“Karena hari ini … kamu dan Tyra akan mati,” ucap Trish.Pilav menggeleng. “Kalau dua nama itu yang kamu sebut, tentu saja ucapanmu salah. Kamu yang mati.”Setelah mengatakan kalimat itu dengan tegas, muncul
Suara kaki kuda yang berpacu mengisi keheningan. Jarak yang mereka tempuh sudah cukup jauh. Kabar baiknya adalah mereka berhasil menemukan jejak kaki kuda lainnya. Kemungkinan besar, jejak itu adalah milik kuda Pilav. Seth sebagai pemimpin pasukan kavaleri kecil ini memutuskan untuk mengikuti jejak itu.Dilihat dari suasana sekitar, mereka sudah keluar dari Escalera. Untuk di mana lokasi tepatnya mereka berada sekarang, tidak ada yang tahu.Ketika langit sudah mulai gelap, mereka sampai di sebuah lahan kosong. Seth menghentikan kudanya di tempat itu dan orang-orang yang ada di belakangnya mengikutinya. “Kita istirahat dulu untuk malam ini,” ucap Seth lalu turun dari kuda.“Tidak apa-apa kita istirahat? Sepertinya Pilav sudah sampai lebih dulu,” ucap Nyridia.“Dia juga pasti istirahat,” jawab Seth dengan tenang. “Kalau dia tidak istirahat—paling tidak, kudanya yang butuh istirahat.”“Masuk akal,” jawab Nyridia.Tim Elite mulai memasang tenda; Tim Eria menyiapkan makan malam. Mereka be
Tujuh ekor kuda sudah siap di pintu masuk Escalera. Selagi yang lain mempersiapkan diri untuk perang, Seth melaporkan semuanya kepada Herreros. Dia juga meminta izin untuk memimpin pertarungan antara Escalera dengan Blade.Perang ini terjadi di negeri lain. Dengan apa yang pernah terjadi di Rivera, tentu Herreros sedikit waswas. Namun, sekarang situasinya berbeda. Tidak akan ada yang protes mengenai pertarungan di Alba. Tidak akan ada seorang pemimpin yang menghampiri Escalera nanya untuk mempermasalahkan hal ini.Pada dasarnya, Alba memang sudah tidak ada. Pemimpin Alba pun merupakan boneka. Blade memang berani melakukan apa pun untuk memanipulasi dunia. Memalsukan sebuah kerajaan merupakan sebuah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan.Herreros awalnya ingin mengirim pasukan kesatria lain untuk membantu perang mereka nantinya. Tetapi, Seth menolak keras. Seth menekankan kepada Herreros bahwa perang ini bukanlah tanggung jawab Escalera. Penyebabnya adalah masalah pribadi. Seth dan lainn
Tim Elite terlihat gelisah. Di atas meja yang ada di tengah mereka sudah ada tiga cangkir teh. Tetapi, tidak ada yang menyentuhnya. Keadaan mereka seperti ini karena mereka berhasil mendapatkan sebuah fakta mengejutkan.Pilav Yoedger menghilang.Hari ini seharusnya Tim Elite berkumpul untuk diskusi. Tetapi, sampai di waktu yang dijanjikan, Pilav belum juga datang. Sebelumnya, Pilav tidak pernah terlambat di setiap janji. Sekitar lima menit setelah waktu yang ditentukan itu tiba, Seth mengirim ceodrin kepada Pilav. Tetapi, tidak ada jawaban yang mereka dapatkan lagi setelah empat jam. Kini, anggota Tim Elite yang tersisa hanya bisa duduk sambil berharap mendapat kabar tentang Pilav.Tim Elite juga sudah menghampiri rumah Pilav. Dengan bantuan Lou, pintu rumahnya yang terkunci itu berhasil dibuka. Lou memang memiliki kunci cadangan untuk semua rumah para kesatria karena rumah tersebut berasal dari dana pusat. Tetapi, si pemilik rumah tidak ada di sana. Barang-barangnya juga masih lengk
Dengan kakinya yang jenjang, Pilav berjalan menuju Soleclar.“Saya Pilav Yoedger dari Tim Elite. Saya ingin menemui Tuan Edberg,” ucap Pilav pada penjaga yang bertugas menerima tamu. Padahal, penjaga itu belum mengucapkan sepatah kata pun.Penjaga itu terlihat kebingungan. Dari lagaknya, sepertinya penjaga itu merupakan kesatria yang baru saja bekerja di Soleclar.Mendengar permintaan Pilav, salah satu penjaga yang tidak jauh dari sana mendekatinya. “Ikut saya.”Pilav mengikuti langkah penjaga itu hingga mereka berdua sampai di depan ruangan Edberg.“Terima kasih,” ucap Pilav kemudian membuka pintu itu.Suasana ruangan itu terlihat sangat berbeda. Interiornya tidak ada yang berubah. Tetapi, karena pemiliknya sudah diganti, rasanya tempat itu sangat asing.Edberg duduk di sofanya dengan penuh angkuh. Saat melihat ada tamu yang datang, ia memberi sinyal kepada Pilav untuk duduk di hadapannya. Sejak kedatangannya hingga berada di hadapannya, Pilav terus ditatap sinis oleh Edberg.“Ada ap